Pengaturan Hormonal pada Jantan

6 Terdapat perbedaan fisiologis reproduksi pada pejantan di masa belum pubertas dan telah pubertas sehingga menyebabkan perbedaan karakteristik reproduksi yang nyata pula. White et al. 2005 mengamati karakteristik testis dan epididimis beruang pada umur belum pubertas dan telah pubertas. Bobot dan volume testis, volume tubulus seminiferus dan interstitial, dan diameter tubulus seminiferus lebih rendah pada umur belum pubertas dibandingkan telah pubertas. Bobot epididimis juga lebih rendah pada umur belum pubertas. Wildeus 1993 juga menyatakan bahwa lingkar skrotum berkorelasi positif terhadap umur dan bobot badan sapi. Sementara itu lingkar skrotum berkorelasi positif terhadap bobot, panjang, dan lebar testis. Dinyatakan pula produksi harian sperma dan jumlah sperma pada eppididimis lebih besar pada umur dewasa kelamin. Karakteristik spermatozoa dipengaruhi oleh umur, bangsa, dan efek iklim juga stress akibat perlakuan yang berulang-ulang. Sementara itu kejadian abnormalitas spermatozoa berupa abnormalitas kepala dan akrosom, proximal cytoplasmic droplet , dan total abnormalitas secara nyata dipengaruhi oleh umur Söderquist et al. 1996.

2.2.2 Pengaturan Hormonal pada Jantan

Hormon primer mengatur berbagai proses reproduksi sedangkan hormon sekunder atau metabolitnya berpengaruh secara tidak langsung. Hormon dari hipotalamus yang mengatur reproduksi adalah GnRH. GnRH secara langsung maupun melalui sistem peredaran darah menstimulasi umpan balik positif kelenjar hipofise anterior sehingga mensekresikan FSH dan LH. LH berperan dalam proses pematangan spermatozoa dengan menstimulasi sekresi hormon androgen. Hormon androgen terdiri atas testosteron, dihydrotestosterone DHT, dan 17-ketosteroids seperti dehydroepian-drosterone DHEA yang disintesis di sel Leydig testis sebanyak 95 dan sisanya disintesis di adrenal korteks hipofise anterior Despopoulos dan Silbernagl 2003. FSH bekerja menstimulasi sintesis dan sekresi androgen-binding protein ABP, inhibin, aktivin, dan estrogen yang berperan dalam penyediaan nutrisi ke sel kecambah; meiosis; pematangan spermatocyte; spermiation Cunningham dan 7 Klein 2007; dan menginduksi pembentukan reseptor LH pada sel Leydig Despopoulos dan Silbernagl 2003. Testosteron yang disintesis oleh sel Leydig berdifusi ke darah dan limfe, dimana akan diikat oleh ABP yang diproduksi sel Sertoli sehingga dapat masuk ke dalam lumen tubulus seminiferus testis. ABP berfungsi mengatur konsentrasi testosteron dalam testis sehingga konsentrasi testosteron yang tinggi dalam tubulus seminiferus akan menyebabkan terjadinya spermatogenesis. ABP juga menfasilitasi transportasi testosteron ke epididimis dimana testosteron akan diubah menjadi DHT yang berperan dalam perjalanan dan pematangan lebih lanjut spermatozoa di epididimis Cunningham dan Klein 2007. Hormon steroid seperti testosteron, DHT, dan estradiol diketahui menekan pelepasan FSH dan LH melalui efek umpan balik negatif. Pemberian testosteron dari luar untuk meningkatkan fertilitas dapat menimbulkan kontraindikasi karena dapat mengganggu sekresi hormon hipofise yang berfungsi memelihara lingkungan spermatogenik yang optimal Pineda 2003. Inhibin bekerja bersama testosteron terlibat dalam umpan balik negatif terhadap hipofise, sedangkan aktivin dalam cairan rete testes bekerja sebagai umpan balik positif terhadap hipofise Hafez dan Hafez 2000. Prostaglandin pada jantan mengatur beberapa aktivitas fisiologis seperti kontraksi otot polos saluran organ reproduksi, ereksi, ejakulasi, dan transportasi sperma Pineda 2003. Testes menghasilkan spermatozoa melalui proses spermatogenesis. Waktu yang diperlukan domba dalam proses tersebut adalah 37 hari Wodzicka- Tomaszewska et al. 2001. Spermatogonia akan membelah secara mitosis sebanyak empat kali sehingga dihasilkan spermatosit primer. Spermatosit primer kemudian mengalami meiosis jumlah kromosom menjadi setengahnya menjadi spermatosit sekunder. Proses tersebut disebut spermatocytogenesis Hafez dan Hafez 2000 yang dikendalikan oleh FSH dan testosteron Toelihere 1993. Hasil akhir berupa spermatid mengalami proses perkembangan struktur dan perubahan bentuk menjadi spermatozoa. Perubahan tersebut disebut spermiogenesis Hafez dan Hafez 2000 yang berada di bawah pengaruh DHT Toelihere 1993. 8 Gambar 1 Hubungan hormon yang mengontrol fungsi testikuler Despopoulos dan Silbernagl 2003 Menurut Sagi 1994, secara garis besar aktifitas testes dalam kaitannya dengan spermatogenesis dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain temperatur tubuh, lokasi testes dan kontrol hipofisis. Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah rangsang psikis, dan perubahan- perubahan lingkungan seperti temperatur lingkungan, makanan, zat-zat kimia tertentu, dan kontak-kontak sosial.

2.3 Karakteristik Botani Tanaman Katuk