12
2.6 Mekanisme Senyawa Aktif Daun Katuk terhadap Fungsi Reproduksi
Terdapat pengaruh positif senyawa-senyawa aktif dalam daun katuk terhadap fungsi reproduksi pada hewan. Daun katuk dapat meningkatkan
produksi air susu dan produksi telur pada hewan betina. Penelitian Suprayogi et al.
2009 menunjukkan bahwa senyawa fraksi heksan non-polar memiliki respon peningkatan produksi air susu pada tikus betina bunting. Suprayogi 2000
menerangkan mengeni mekanisme peningkatan air susu terjadi melalui aksi hormonal serta aksi metabolik. Aksi hormonal daun katuk dalam meningkatkan
prosuksi susu terjadi secara langsung maupun tak langsung. Menurut Suprayogi 2000, ekstrak daun katuk mengandung asam lemak tak
jenuh yang kemungkinan diubah menjadi asam lemak tak jenuh 20-C aracchidonic, di-homo- -linolenic, dan eicosapentaenoic acids melalui
desaturasi dan elongasi. Asam lemak tak jenuh 20-C tersebut memiliki peran penting sebagai prekursor biosintesis eicosanoid seperti: prostaglandin,
prostacycline, thromboxane, lipoxines , dan leukotrienes melalui mekanisme
siklooksigenase atau lipoksigenase. Prostaglandin hasil biosintesis senyawa eicosanoids
bekerja langsung pada sel-sel sekretoris kelenjar ambing dengan meningkatkan populasi dan aktifitas sekretisnya. Selain senyawa tersebut,
terdapat pula senyawa 17-ketosteroid, androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha
yang merupakan prekursor atau intermediate dalam biosintesis hormon steroid. Peningkatan konsentrasi hormon steroid dalam plasma darah secara tidak
langsung menstimulasi sel-sel kelenjar hipofise anterior dan posterior untuk melepaskan hormon prolaktin, hormon pertumbuhan, dan oksitosin.
Selain aksi hormonal, ditemukan pula aksi metabolit dalam peningkatan prosuksi susu yang melibatkan senyawa 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic
acid, monomethyl suksinat, phenylmalonic acid, cyclopentanol, 2-methyl-acetate dan methylpyroglutaman yang terdapat dalam ekstrak daun katuk. Senyawa-
senyawa tersebut dapat mengalami hidrolisis di dalam saluran pencernaan menghasilkan produk metabolit berupa suksinat, asam malonik, asetat, dan
glutamate yang berperan dalam siklus Krebs dalam produksi energi. Menurut Despopoulos dan Silbernagl 2003 senyawa-senyawa 17-
ketosteroi secara
langsung diubah
menjadi testosteron
atau
13
dehidroepiandrosterone DHEA,
selanjutnya dapat
diubah menjadi
androstenedion, estron, estradiol, atau dihidrotestosteron secara enzimatis dalam biosintesis hormon steroid. Hal ini diperkuat penelitian Saragih 2005 dan
Subekti 2007 yang menyatakan terjadinya peningkatan konsentrasi estradiol serum pada pemberian daun katuk dalam ransum unggas petelur.
Fitosterol dalam ekstrak daun katuk Subekti 2007 diduga juga dapat mempengaruhi fungsi reproduksi. Wu et al. 2005 menyatakan bahwa konsumsi
fitosterol meningkatkan konsentrasi estradiol, estron, dan SHBG pada serum darah, sedangkan Al Zyood dan Shawakfa 2006 menyatakan bahwa sitosterol
melalui metabolisme
mampu diubah
menjadi pregnolon
dan dehidroepiandrosteron yang merupakan prekursor hormon-hormon steroid. Dapat
diyakini bahwa terdapat respon yang serupa pada hewan jantan akibat kedua senyawa di atas yaitu dapat memacu peningkatan hormon steroid terutama
testosteron dalam plasma darah. Senyawa 17-ketosteroid, androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha juga
dapat meningkatkan konsentrasi ABP melalui peningkatan konsentrasi hormon steroid dalam plasma darah. Menurut Munell et al. 2002, produksi ABP
dipengaruhi oleh hormon reproduksi dimana respon yang timbul tergantung pada faktor usia, dosis hormon, dan hormon lain. Tindal et al. 1978 menemukan
terjadi peningkatan daerah pengikatan ABP pada tikus dewasa terhadap pemberian hormon steroid testosteron, 5α-gihidrotestosteron, dan prekursor-
prekursornya baik secara in vivo maupun in vitro. Hal tersebut diperkuat oleh Danzo et al. 1990 bahwa testosteron merupakan hormon primer yang poten
dalam menstimulasi ABPSHBG pada tikus dewasa. Peningkatan ABP- testosteron akan meningkatkan konsentrasi testosteron dan DHT meningkat dalam
testis dan epididimis. Testosteron berperan dalam menstimulasi tahap akhir spermatogenesis dan memperpanjang masa hidup spermatozoa epididimis Hafez
dan Hafez 2000 Selain itu peningkatan hormon steroid yang tinggi dalam plasma darah
dapat menyebabkan umpan balik negatif terhadap sintesis dan sekresi hormon hipotalamus-hipofise sehingga akan terjadi penurunan GnRH yang menyebabkan
penurunan kadar FSH-LH pula Pineda 2003. Efek tersebut sangat terlihat pada
14
hewan dimasa tumbuh dimana sangat sensitif terhadap efek tersebut sehingga kemungkinan besar dapat menyebabkan hambatan sekresi hormon hipotalamus-
hipofise. Efek tersebut menjadi semakin kurang sensitif setelah hewan dewasa Cunningham dan Klein 2007 sehingga diduga menyebabkan perubahan yang
kurang berarti terhadap sekresi hormon hipotalamus-hipofise.
Kolesterol Pregnolon Progesteron 17α-OH-pregnolone
17α-OH progesterone Dehydroepiandrosterone DHEA
Mineralcorticoids Glucocorticoid Androstenedione
Estron Testosteron
Estradiol Dihydrotestosteron
Gambar 3 Biosintesis hormon steroid Despopoulos dan Silbernagl 2003 yang dipengaruhi sterol dan androstan
Keterangan:
1
Sitosterol dimetabolis menjadi pregnolon dan DHEA Al Zyood dan Shawakfa 2006
2
Fitosterol meningkatkan konsentrasi estradiol Wu et al. 2005
3
Senyawa 17-ketosteroid, androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha
diubah menjadi testosteron atau DHEA Suprayogi 2000 Suprayogi 2000 menemukan adanya senyawa alkaloid isoquinolone pada
ekstrak daun katuk yang memiliki kemiripan struktur kimia, efek farmakologi dan biologi seperti Papaverine Papaverine Like Compound. Alkaloid dapat
menghambat sekresi gonadotropin, menyebabkan hambatan pada pertumbuhan dan perkembangan folikel dan ovulasi pada tikus betina dan spermatogenesis
pada tikus jantan. Hal ini disebabkan alkaloid dapat menyebabkan gangguan Sitosterol
1
Other 17-ketosteroids
Sitosterol
1
Fitosterol
2
Androstan
3
15
pada hubungan hipotalamus-hipofise-testis dalam sekresi FSH dan LH sehingga berpengaruh terhadap hormon seksual lainnya seperti testosteron Gomez et al.
2001. Daun katuk juga mengandung senyawa-senyawa yang bersifat sebagai
antioksidan kuat Wang dan Lee 1997; Subekti 2007; Zuhra et al. 2008 tetapi belum diketahui pasti mekanisme kerjanya terhadap organ reproduksi.
Kandungan vitamin C yang tinggi dalam daun katuk Subekti 2007 bermanfaat dalam sintesa kolagen, meningkatkan steroidogenesis, dan antioksidan Murray et
al. 2001. Vitamin C bekerja sebagai reduktir yang akan mendonorkan satu
elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat.
Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat. Peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel Suhartono et
al. 2007.
Kandungan vitamin E dalam ekstrak daun katuk juga tinggi Subekti 2007. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan dan dapat meningkatkan fungsi
reproduksi. Vitamin E merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran dan LDL dengan menyumbangkan ion H. Vitamin E yang larut dalam lemak
merupakan antioksidan yang melindungi Poly Unsaturated Faty Acids PUFAs dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas Hariyatmi
2004.
2.7 Ekstraksi dan Fraksinasi