I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang adalah peningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakatnya. Menurut
Susanti et al. 2000 di negara maju karena tingkat pendapatan per kapitanya tinggi, maka yang lebih dipentingkan oleh pemerintah pusatnya adalah masalah
pemerataan. Berbeda dengan di negara sedang berkembang, karena pendapatan per kapitanya masih rendah, pemerintah masih memprioritaskan
pertumbuhan. Walaupun di negara-negara sedang berkembang tujuan pertumbuhan lebih utama, namun masalah distribusi pendapatan tidak boleh
ditinggalkan. Wilayah Jabodetabek yang terdiri dari DKI Jakarta sebagai ibukota
negara dan Bodetabek sebagai penyangga ibu kota Negara, merupakan wilayah yang menjadi pusat aktivitas masyarakat. DKI Jakarta sebagai pintu gerbang
utama Indonesia telah melakukan serangkaian kegiatan pembangunan dengan ciri-cirinya sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan jasa. Pembangunan
yang dilakukan tersebut menyebabkan hubungan dan keterkaitan antarberbagai sektor ekonomi di DKI Jakarta bergerak ke arah yang semakin tinggi dan
kompleks. Perubahan yang terjadi pada satu sektor tertentu telah berpengaruh timbal-balik pada berbagai sektor lainnya. Bahkan, perubahan yang terjadi
pada sektor ekonomi di DKI Jakarta telah mempengaruhi daerah sekitarnya hinterland, antara lain Bodetabek.
Sebagai ibukota negara dan pusat perdagangan dan jasa, peran sektor primer dalam struktur perekonomian DKI Jakarta sangat tidak berarti. Laju
pertumbuhan sektoral yang paling dominan selama periode 1993-2002 adalah sektor listrik, gas, dan air minum sebesar 4,89, diikuti pengangkutan dan
komunikasi 4,31, dan perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 3,89. Sementara itu, laju pertumbuhan untuk sektor lainnya hanya meningkat di bawah
3,00 bahkan minus 2,59 untuk sektor pertanian Indrocahyo, 2005. Sedangkan di wilayah Bodetabek, laju pertumbuhan ekonomi mencapai
rata-rata 6.64 per tahun. Sektor yang kenaikannya paling tinggi adalah sektor listrik, gas, dan air minum sebesar 9.35, diikuti perdagangan sebesar 8.29,
industri 7.73. Untuk sektor pertanian terjadi perlambatan pertumbuhan sebesar minus 1.03.
Gambar 1 Laju pertumbuhan produk domestik regional bruto PDRB DKI Jakarta menurut lapangan usaha, 1993-2002
Sektor primer yang mencakup sektor pertanian dan pertambangan menunjukkan adanya penurunan peran dalam pembentukan nilai tambah di DKI
Jakarta sebaliknya sektor sekunder dan tersier yang terfokus pada sektor industri dan sektor jasa menunjukkan peningkatan yang cukup berarti.
Gambar 2 Laju pertumbuhan produk domestik regional bruto PDRB Bodetabek menurut lapangan usaha, 1993-2002
Data penduduk yang bersumber dari tiga periode Sensus Penduduk Tahun 1971, 1981, dan 1991 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk
DKI Jakarta menurun dari 3.99 menjadi 2.90. Penurunan laju pertumbuhan penduduk juga terjadi di Bogor dari 4.42 menjadi 4.19. Tetapi Bekasi dan
Tangerang menunjukkan hal yang sebaliknya yaitu laju pertumbuhan penduduk Tangerang meningkat dari 3.59 menjadi 6.83 dan Bekasi meningkat dari
3.79 menjadi 6.42. Adi 1998 berpendapat peningkatan ini diduga bukan karena pertumbuhan alami, tetapi karena derasnya migrasi masuk ke wilayah ini,
-3,00 -2,00
-1,00 0,00
1,00 2,00
3,00 4,00
5,00
Laju PDRB Lapangan Usaha
Laju Pertumbuhan PDRB DKI Jakarta Tahun 1993-2002
Pertanian Pertambangan Penggalian
Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Minum
Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran
Pengangkutan Komunikasi Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa
-10 -8
-6 -4
-2 2
4 6
8 10
Laju Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha
Laju Pertumbuhan PDRB Bodetabek Tahun 1993-2002
Pertanian Pertambangan Penggalian
Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Minum
Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran
Pengangkutan Komunikasi Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa
sebagian penduduk yang tinggal di Tangerang dan Bekasi tetapi bekerja di DKI Jakarta.
Selain pertumbuhan ekonomi, keterkaitan antarsektor antarwilayah dapat pula berdampak pada migrasi sebagai dampak sosial yang tejadi pada wilayah
tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Penelitian IPB Rustiadi et al. 1999 di DKI Jakarta memperlihatkan adanya keterkaitan proses migrasi. Pada
periode 1970-1980 an, DKI Jakarta merupakan daerah tujuan migrasi yang utama. Sementara, wilayah Bekasi dan Jawa Barat yang berada di sekeliling
DKI Jakarta merupakan sumber asal migran yang utama. Faktor pendorong dan perubahan arus migrasi di DKI Jakarta ini pada periode selanjutnya 1985-1990
mengalami perubahan. Menurut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2002 arus migrasi di DKI Jakarta, yang tadinya arus migrasi masuk lebih besar dari arus
migrasi keluar, berubah menjadi arus migrasi keluar Iebih besar dari arus migrasi masuk yaitu 993.4 juta orang dibanding 819.6 juta orang. Alasan perpindahan
penduduk DKI Jakarta ke Bodetabek adalah masalah perumahan dan kenyamanan lingkungan serta sudah tersedianya sarana dan prasarana
angkutan umum dan jaringan jalan tol yang sangat memadai. Uraian di atas menunjukkan bahwa setiap wilayah memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Perbedaan karakteristik ini mestinya menimbulkan adanya saling ketergantungan antarwilayah, dalam hal ini terjadinya keterkaitan
antarsektor ekonomi. Keterkaitan ini dapat berupa penggunaan output yang dihasilkan di suatu wilayah yang digunakan sebagai input untuk wilayah lainnya.
Peran DKI Jakarta sebagai pusat pertumbuhan mestinya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi secara nasional, yang ditandai dengan adanya keterkaitan
ekonomi antarsektor antarwilayah yang kuat, agar tidak terjadi ketimpangan sehingga memberikan sedikit peluang untuk terjadinya kesenjangan antarwilayah
yang terlalu tinggi. Ketimpangan antarwilayah yang tinggi, terutama dalam hal ekonomi mengakibatkan banyaknya penduduk bermigrasi ke wilayah dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, dalam hal ini DKI Jakarta. Untuk meminimumkan ketimpangan ekonomi antarwilayah, dibutuhkan pemahaman
tentang konfigurasi atau struktur keterkaitan ekonomi yang dilihat secara sektoral dan spasial. Selain itu, perlu dilihat suatu karakteristik migran atau penduduk
yang melakukan migrasi khususnya ke DKI Jakarta. Pertanyaannya adalah, bagaimana keterkaitan struktur perekonomian DKI Jakarta dan Bodetabek
secara sektoral dan spasial?
Tabel 1 Pertumbuhan populasi DKI Jakarta dan Bodetabek, 1961-2004
Tahun Indikator
Unit Jakarta I
BOTABEK II Total II
Total I+II Bogor
Tangerang Bekasi
1961
Penduduk 2.906.533
1.468.248 850.390
692.817 3.011.455
5.917.988 Kepadatan Penduduk
Orangkm
2
4.910 486
642 433
507 905
Luas Wilayah Km
2
592 3.020
1.325 1.600
5.945 6.537
1971
Penduduk 4.576.009
1.864.652 1.066.695
830.721 3.762.068
8.338.077 Kepadatan Penduduk
Orangkm
2
7.796 617
805 520
633 1.277
Luas Wilayah Km
2
587 3.020
1.325 1.599
5.944 6.531
1981
Penduduk 6.555.954
2.823.201 1.515.677
1.205.108 5.543.986
12.099.940 Kepadatan Penduduk
Orangkm
2
9.971 935
1.144 939
985 1.924
Luas Wilayah Km
2
657 3.021
1.325 1.284
5.630 6.287
1991
Penduduk 8.729.700
4.248.038 2.933.653
2.244.292 9.425.983
16.534.342 Kepadatan Penduduk
Orangkm
2
10.750 1.257
2.097 1.512
1.505 2.388
Luas Wilayah Km
2
661 3.379
1.399 1.484
6.262 6.923
2000
Penduduk 8.385.639
5.379.279 4.107.282
3.328.127 12.814.688
21.200.327 Kepadatan Penduduk
Orangkm
2
12.681 1.553
2.905 2.243
2.015 3.019
Luas Wilayah Km
2
661 3.463
1.414 1.484
6.361 7.022
2004
Penduduk 8.725.630
5.594.078 4.682.948
3.864.525 14.141.551
22.867.181 Kepadatan Penduduk
Orangkm
2
13.195 1.615
3.312 2.604
2.223 3.256
Luas Wilayah Km
2
661 3.463
1.414 1.484
6.361 7.022
1961-1971 pertumbuhan penduduk 4,64
2,42 2,29
1,83 2,25
3,49
1971 -1981 pertumbuhan penduduk
3,66 4,24
3,58 3,79
3,95 3,79
1981 -1991 pertumbuhan penduduk
2,90 4,17
6,83 6,42
5,45 3,17
1991 -2000 pertumbuhan penduduk
-0,45 2,66
3,81 4,48
3,47 2,80
2000 -2004 pertumbuhan penduduk
1,00 0,98
3,33 3,81
2,49 1,91
Sumber : Rustiadi et al. 2002 dan BPS, 2004.
1.2 Perumusan Masalah