Penelitian Terdahulu Analisis keterkaitan ekonomi sektoral dan spasial di dki jakarta dan bodetabek: pendekatan model I-O interregional

4 Faktor kultural, termasuk keamanan hubungan “keluarga besar” perkotaan dan daya tarik “lampu kota yang terang benderang”. 5 Faktor komunikasi, termasuk transportasi, sistem pendidikan yang berorientasi ke kota dan dampak yang memodernisasi dari pengalaman radio, televisi, dan bioskop. Sedangkan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi migrasi dari desa ke kota dapat mencakup faktor pendorong atau penekan push factor dari dunia pertanian dan faktor penarik pull factor dari upah di daerah perkotaan relatif tinggi. Bahkan akhir-akhir ini, terjadi kecenderungan bahwa potensi “penekanan kembali” ke daerah pedesaan sebagai akibat tingginya tingkat pengangguran di perkotaan.

2.9 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Indrocahyo 2005, sektor yang menunjukkan nilai tambah terbesar di DKI Jakarta pada tahun 2002 adalah sektor perdagangan, diikuti sektor bangunan, industri barang logam dan lainnya, bank dan lembaga keuangan, serta usaha bangunan dan jasa perusahaan. Kelima sektor ini mempunyai nilai tambah sebesar Rp178.22 triliun atau memberikan kontribusi sebesar 63.03 persen dari keseluruhan nilai tambah yang diciptakan sektor perekonomian DKI Jakarta. Untuk Bodetabek adalah sekor indutri barang logam dan lainnya, industri tekstil, industri kimia, industri makanan, dan perdagangan. Kelima sektor ini mempunyai nilai tambah sebesar Rp91.88 triliun atau memberikan kontribusi sebesar 74.53 dari keseluruhan nilai tambah Bodetabek. Output terbesar di DKI Jakarta pada Tahun 2002 dimiliki oleh sektor perdagangan. Sektor lain yang mempunyai output relatif cukup besar adalah sektor bangunan, sektor industri barang logam, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, serta sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan. Kelima sektor ini mempunyai output Rp505.68 triliun atau memberikan kontribusi sebesar 57.61 dari keseluruhan output. Sedangkan di Bodetabek adalah sektor industri tekstil, sektor industri kimia, sektor makanan, sektor industri baran logam dan lainnya, serta sektor perdagangan; dan jumlah output kelima sektor ini sebesar Rp187.599 milyar atau memberikan kontribusi sebesar 76.10 dari keseluruhan output yang diciptakan sektor perekonomian Bodetabek. Sektor kunci diidentifikasikan pada sektor yang mempunyai keterkaitan kebelakang dan keterkaitan kedepan yang relatif dibandingkan sektor lainnya, dan diformulasikan dengan menggunakan Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan. Hasil analisis menunjukkan sektor kunci di DKI Jakarta adalah sektor perdagangan, bank dan lembaga keuangan lainnya, usaha bangunan dan jasa perusahaan, industri kimia, listrik dan air minum, komunikasi, bangunan, restoran dan hotel, dan industri makanan. Sedangkan sektor kunci di Bodetabek adalah sektor industri kimia, industri kertas, industri barang logam, industri makanan, restoran dan hotel, komunikasi, serta usaha bangunan dan jasa perusahaan. Sektor di DKI Jakarta yang berpengaruh terhadap Bodetabek adalah sektor perdagangan, industri makanan, bangunan, restoran dan hotal, komunikasi, usaha bangunan dan jasa. Sebaliknya sektor-sektor di Bodetabek yang mempengaruhi DKI Jakarta adalah sektor industri kimia, kayu, dan industri barang logam. Sektor di Bodetabek yang mempunyai penciptaan output relatif tinggi akibat adanya sektor industri makanan yaitu dengan terjadinya perubahan penciptaan output dari Rp31.057 milyar tanpa adanya perdagangan Bodetabek dengan DKI Jakarta berubah me njadi Rp31.054 milyar adanya perdagangan antara Bodetabek dengan DKI Jakarta atau terjadi dampak balik output Bodetabek sebesar Rp3.302 juta. Secara keseluruhan, dampak balik output yang tercipta akibat terjadinya perdagangan antara Bodetabek dengan DKI Jakarta pada Tahun 2002 mencapai 9 milyar. Hasil penelitian Desiar 2003 menunjukkan bahwa berdasarkan kecenderungan trend angka migrasi masuk dari Tahun 1980 sampai dengan Tahun 2000, maka arus migrasi masuk ke DKI Jakarta di tahun-tahun mendatang cenderung masih cukup besar, terutama dari provinsi-provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sebagai akibatnya adalah tingkat pengangguran yang tetap tinggi serta sektor informal yang terus akan berkembang jumlahnya, kemacetan lalu lintas semakin parah, daerah-daerah kumuh semakin meluas, dan kriminalitas semakin meningkat. Hal ini tentunya tidak terlepas dari persepsi para migran bahwa memperoleh pekerjaan di DKI Jakarta jauh lebih mudah dibandingkan dengan keadaan di daerah asal mereka. Apalagi sepertiga dari para migran DKI Jakarta dapat mengirimkan uang kepada keluarga mereka di kampung halamannya. Dampak dari arus migrasi masuk di masa lalu adalah meningkatnya angka pengangguran dari tahun ke tahun. Apabila migran yang tergolong angkatan kerja meningkat 10, maka jumlah penganggur akan meningkat sebanyak 3.93. Migrasi masuk tersebut juga berdampak kepada perkembangan sektor informal. Selain itu apabila migran yang tergolong angkatan kerja meningkat 10 maka migran yang bekerja di sektor informal akan meninkat 8.37. Faktor-faktor yang dominan yang mempengaruhi penduduk bermigrasi adalah sulitnya mereka memperoleh pekerjaan di derah asal mereka. Hal ini tampak dari besarnya proporsi setengah penganggur di antara buruhkaryawan di daerah mereka. Proporsi setengah penganggur pada Tahun 1998 di daerah perkotaan berkisar antara 13.1 Jawa Barat dan 21.5 Kalimantan Barat, serta di daerah perdesaan berkisar antara 16.8 Kalimantan Barat dan 32,6 Sulawesi Selatan. Sementara itu proporsi setengah penganggur di DKI Jakarta hanya 6.8. Kemajuan ekonomi serta tingkat kesejahteraan rata-rata penduduk DKI Jakarta yang tinggi digambarkan oleh produk domestik regional bruto PDRB per kapita yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi asal migran merupakan faktor penarik penduduk dari daerah lain bermigrasi ke DKI Jakarta. Karena itu alasan sebagian besar migran bermigrasi ke DKI Jakarta adalah alasan pekerjaan atau mencari pekerjaan yang sulit diperoleh di daerah asal mereka. Hubungan antara DKI Jakarta dengan Bodetabek dan provinsi-provinsi asal migran terutama Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebagai provinsi-provinsi yang paling dekat. Hubungan tersebut diantaranya bersifat hubungan demografis dan hubungan ekonomi. Karena itu perencanaan pembangunan DKI Jakarta perkotaan tidak bisa berdiri sendiri terlepas dari perencanaan pembangunan provinsi sekitarnya terutama daerah perdesaannya. III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran