Migrasi Analisis keterkaitan ekonomi sektoral dan spasial di dki jakarta dan bodetabek: pendekatan model I-O interregional

Model IRIO membagi ekonomi nasional berdasarkan sektor dan daerah kegiatan Hulu, 1990, sedang struktur dasar model IRIO secara rinci telah dibahas dalam Muchdie 1998a, 1998b. Walaupun IRIO adalah model yang paling ideal, menurut Toyomane 1988 dalam Muchdie 1998b, model ini mempunyai dua masalah yang serius. Pertama, berkaitan dengan ketatnya asumsi yang menyatakan bahwa suatu komoditi yang diproduksi di suatu daerah, secara teknis berbeda dengan komoditi sama yang dihasilkan oleh daerah lainnya. Kedua, berkaitan dengan penerapan model IRIO. Untuk memperoleh estimasi nilai koefisien perdagangan diperlukan data arus perdagangan menurut daerah asal dan daerah tujuan serta menurut sektor produksi dan sektor konsumsi. Data seperti ini biasanya tidak tersedia, bahkan di Negara yang statistiknya sudah maju sekalipun. Untuk dapat memperolehnya diperlukan survei yang akan membutuhkan biaya, tenaga dan waktu yang banyak. Hal-hal inilah yang menyebabkan sangat sedikit negara yang sudah menyusun tabel IRIO. Untuk mengatasi masalah-masalah itu, berbagai model I-O mengenakan asumsi bahwa barang yang sama tidak lagi perlu dibedakan dari daerah asalnya. Dalam penerapannya, ada yang menggunakan perkiraan titik Chenery, 1956 dan Moses, 1955, dalam Muchdie 1998a, ada pula yang menggunakan teori gravitasi Leontief dan Strout, 1963, dalam Muchdie, 1998b dan ada yang menggunakan perumusan pemrograman linear Moses, 1960, dalam Muchdie 1998a.

2.8 Migrasi

Migrasi merupakan proses berpindahnya penduduk dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas wilayah tertentu yang dilalui dalam perpindahan tersebut BPS, 1995. Perpindahan yang melewati batas desakelurahan saja disebut sebagai migrasi antardesakelurahan. Perpindahan yang melewati batas kecamatan disebut migrasi antarkecamatan, yang melewati batas kabupatenkota disebut migrasi antarkabupatenkota, yang melewati batas provinsi disebut migrasi antarprovinsi. Penduduk yang melakukan perpindahan tersebut disebut dengan migran. Migrasi juga merupakan dampak sosial dari adanya keterkaitan antarwilayah. Selain itu BPS 1995 juga menguraikan tiga jenis migrasi antar propinsi sehingga diperoleh jumlah migran dalam tiga pendekatan, yaitu: 1 migran semasa hidup life time migrant adalah mereka yang pindah dari tempat lahir ke tempat tinggal sekarang, atau mereka yang tempat tinggalnya sekarang bukan di wilayah propinsi tempat kelahirannya. 2 Migran risen recent migration adalah mereka yang pindah melewati batas provinsi dalam kurun waktu lima tahun terakhir sebelum pencacahan. 3 Migran total adalah mereka yang pernah pindah antarkabupetenkota tanpa memperhatikan kapan pindahnya, sehingga provinsi tempat tinggal sebelumnya berbeda dengan provinsi tempat tinggal sekarang. Secara singkat mekanisme migrasi dapat diterangkan dengan push-pull theory yang dilontarkan pertama kali oleh Ravenstain BPS, 1995. Teori ini menyatakan bahwa sebagian orang bermigrasi akibat tarikan insentif yang tersedia di tempat tujuan dan sebagian lain akibat dorongan kondisi sosial ekonomi yang kurang menguntungkan di daerah asal. Hukum migrasi Ravenstain secara umum dapat dibagi ke dalam enam proporsi dasar, yaitu: i jarak, ii hirarki dari pusat kota, iii sungai dan sekitar sungai, iv perbedaan desa kota, v teknologi dan komunikasi, serta vi ekonomi Pradhan, 2003. Masalah migrasi dianggap serius, karena kota memiliki daya tarik tersendiri bagi daerah hinterland desa disekitarnya. Umumnya masyarakat pindah dari desa ke kota dan dalam beberapa kasus, mereka juga pindah dari kota ke desa. Faktor-faktor yang mempengaruhi orang untuk melakukan migrasi sangat beragam dan kompleks. Karena migrasi merupakan proses yang secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan, dan karakteristik demografi tertentu maka pengaruhnya secara relatif terhadap faktor-faktor ekonomi maupun non ekonomi akan berlainan, tidak hanya antarbangsa dan wilayah, tetapi juga antar geografis penduduk tertentu. Faktor-faktor non ekonomi yang mempengaruhi orang untuk bermigrasi, antara lain BPS, 1995: 1 Faktor sosial, termasuk didalamnya keinginan orang untuk keluar dari kendala-kendala tradisional yang terdapat pada organisasi-organisasi sosial. 2 Faktor fisik, termasuk iklim dan bencana meteorologis seperti banjir, kekeringan. 3 Faktor demografi, termasuk pengurangan tingkat kematian dan laju pertumbuhan penduduk perdesaan yang tinggi. 4 Faktor kultural, termasuk keamanan hubungan “keluarga besar” perkotaan dan daya tarik “lampu kota yang terang benderang”. 5 Faktor komunikasi, termasuk transportasi, sistem pendidikan yang berorientasi ke kota dan dampak yang memodernisasi dari pengalaman radio, televisi, dan bioskop. Sedangkan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi migrasi dari desa ke kota dapat mencakup faktor pendorong atau penekan push factor dari dunia pertanian dan faktor penarik pull factor dari upah di daerah perkotaan relatif tinggi. Bahkan akhir-akhir ini, terjadi kecenderungan bahwa potensi “penekanan kembali” ke daerah pedesaan sebagai akibat tingginya tingkat pengangguran di perkotaan.

2.9 Penelitian Terdahulu