Analisis Hambatan Masuk Industri

Menurut jaya 2001 menyatakan bahwa gabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki rasio konsentrasi di atas 60 persen dikatakan memiliki struktur pasar yang bersifat ologopoli ketat, dimana kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relatif lebih mudah. Sementara gabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki rasio konsentrasi di bawah 40 persen memiliki struktur pasar yang bersifat ologopoli longgar, dimana kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga sangat sulit dilakukan. Untuk industri yang memiliki rasio konsentrasi antara 40-60 persen menurut Utton dalam Azhari menyebutkan sebagai industri yang memiliki struktur pasar yang bersifat oligopoli sedang, artinya kesepakatan mereka untuk menetapkan harga mungkin saja terjadi jika kerjasama yang dilakukan diantara mereka sangat baik.

6.1.1.2 Analisis Hambatan Masuk Industri

Hambatan masuk pasar merupakan segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan, kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru. Masuknya perusahaan pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas yang menjadi bertambah, terjadinya perebutan pasar market share serta perebutan sumber daya produksi yang terbatas. Kondisi ini menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang sudah ada Jaya, 2001. Salah satu yang dapat menjadi hambatan masuk pasar adalah keberadaan perusahaan terbesar yang telah ada sebelumnya dalam sebuah industri. Hal ini dapat dilihat dari nilai MES. Nilai MES diperoleh dari persentase output perusahaan terbesar terhadap total output industri manufaktur. Tingginya MES dapat menjadi penghalang bagi pesaing baru untuk memasuki pasar suatu industri. Berdasarkan hasil analisis, didapat nilai rata-rata MES dalam industri manufaktur Indonesia pada tahun 2000 sampai tahun 2004 sebesar 78,31 persen. Pada Lampiran 8 dapat dilihat bahwa hambatan masuk yang terjadi dalam industri manufaktur bervariasi. Industri yang memiliki nilai MES lebih dari 10 persen dalam industri manufaktur terdapat 15 industri dan industri yang memiliki nilai MES di bawah 10 persen ada 7 industri. Klasifikasi MES untuk setiap industri manufaktur indonesia dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 6.2. Klasifikasi MES Industri Manufaktur Indonesia Tahun 2000-2004 Klasifikasi MES Jenis Industri Tinggi Industri tembakau kode 16, industri kertas dan barang dari kertas 21, industri penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman kode 22, industri batu bara, pengilangan minyak bumi, pengolahan gas bumi dan bahan bakar nuklir kode 23, industri karet dan barang dari karet kode 25, industri barang galian bukan logam kode 26, industri logam dasar kode 27, industri barang-barang dari logam kecuali mesin dan peralatannya kode 28, industri mesin dan perlengkapannya kode 29, industri mesin dan peralatan kantor industri akuntansi dan pengolahan data kode 30, industri mesin listrik lainnya dan perlengkapannya kode 31, industri radio, televisi dan peralatan komunikasi serta perlengkapannya kode 32, industri peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan optik, jam dan lonceng kode 33, industri kendaraan bermotor kode 34, industri alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih 35 Rendah Industri makanan dan minuman kode 15, industri tekstil kode 17, industri pakaian jadi kode 18, industri kulit dan barang dari kulit kode 19, industri kayu, barang dari kayu tidak termasuk furnitur dan barang-barang anyaman kode 20, industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia kode 24, industri furnitur dan industri pengolahan lainnya kode 36 Menurut Comanor dan Wilson 1967 dalam Alistair 2004, MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya perusahaan baru ke dalam pasar industri manufaktur di Indonesia. Menurut umar 2000 ada beberapa faktor yang bisa menghambat masuknya pendatang baru ke dalam suatu industri, yaitu skala ekonomi, kecukupan modal, biaya peralihan, akses kesaluran distribusi, ketidakunggulan biaya independen dan peraturan pemerintah.

6.1.2 Analisis Perilaku Industri dalam Industri Manufaktur