Pemilihan Model Antara Fixed Effect dengan Random Effect

3. Pendekatan Efek Acak

Random Effect Keputusan untuk memasukan variabel dummy akan menimbulkan konsekuensi trade off. Penambahan variabel dummy ini akan mengurangi banyaknya derajat kebebasan degree of freedom yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi, hal inilah yang disebut sebagai model efek acak. Dalam model ini parameter-parameter antar daerah maupun antar waktu dimasukan kedalam error. Oleh karena itu, model efek acak sering disebut juga model komponen error Error component model. Bentuk model efek tetap dapat ditulis dalam persamaan berikut: ……..……...………….……… 3.11 dimana: = Komponen cross section error = Komponen time series error = Komponen error kombinasi dengan mengasumsikan error industri dan error kombinasinya tidak saling berkorelasi.

4.2.5 Pemilihan Model Antara Fixed Effect dengan Random Effect

Hausman-test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan fixed effect model atau random effect model. Seperti yang telah dijelaskan diatas, Penggunaan fixed effect model mengandung it t i it w v u + + = ε , ~ 2 v t N v δ , ~ 2 u t N u δ , ~ 2 w t N w δ it it it X Y ε β α + ∑ + = suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukan variabel dummy. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H : Random effect model H 1 : Fixed effect model Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan dengan menggunakan pertimbangan statistik chi square X 2 Tabel. Hausman test dapat dilakukan dengan bahasa pemprograman Eviews sebagai berikut: “jika hasil dari Hausman test signifikan probability dari Hausman α maka H ditolak, artinya fixed effect digunakan”. Statistik Hausman dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut: ................................ 3.12 dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M o adalah matriks kovarian untuk dugaaan random effect model dan M 1 adalah matriks kovarian untuk dugaan fixed effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari X 2 -Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah fixed effect model, begitu juga sebaliknya. 4.2.6 Evaluasi Model • Multikolinearitas Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F hitungnya signifikan, maka patut diduga adanya 2 1 1 1 k X b M M b m ≈ − − − = − β β multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan memberi perlakuan cross section weights, sehingga baik t statistik maupun F hitung menjadi signifikan. • Autokorelasi Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson D W dalam Eviews. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan D W -statistiknya dengan D W Tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai D W Hasil 4-d l D W 4 Tolak H , korelasi serial negatif 4-d l D W 4-d l Hasil tidak dapat ditentukan 2 D W 4-d u Terima H , tidak ada korelasi serial d u D W 2 Terima H , tidak ada korelasi serial d l D W d u Hasil tidak dapat ditentukan 0 D W d l Tolak H , korelasi serial positif Sumber: Gujarati, 1995 Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Cara mengatasi masalah ini adalah dengan menambahkan AR 1 atau AR 2 dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang kita gunakan. • Heteroskedastisitas Dalam regresi linier berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var ui = σ 2 konstan, semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka hasil regresi akan terjadi “misleanding”. Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas digunakan uji White Heteroscedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan uji White, dibandingkan ObsR-Squared dengan X 2 -Tabel. Jika nilai ObsR-Squared lebih kecil dari pada X 2 -Tabel, maka tidak ada heteroskedastisitas pada model. Data panel dalam Eviews yang menggunakan metode General Least Square Cross Section wights maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics Sum Square Resid Unweighted Statistics maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasinya bisa mengestimasi GLS dengan White Heteroscedasticity.

4.3 Definisi Operasional