Para perempuan yang terdorong ke luar desa untuk bekerja di sektor non-pertanian belum sempat dibekali dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai, sehingga mereka hanya
mampu masuk ke sektor-sektor pekerjaan dengan upah rendah, berat, dan berbahaya. Oleh karena pandangan tradisional masyarakat yang masih memandang perempuan bukan pekerja
utama, membuat para pekerja perempuan itu berada dalam posisi termarjinalkan. Meskipun lokasi bekerja nafkah dan mengurus rumahtangga terkadang harus dipisahkan oleh ruang yang
jauh, tetapi perempuan tetap dianggap harus bertanggungjawab terhadap urusan rumahtangga. Peran ganda perempuan seringkali masih dibebankan semata hanya kepada perempuan itu
sendiri.
2.3.2. Pembagian Peran Dalam Rumahtangga
Rumahtangga household adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisiksensus, dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu
dapur BPS, 2010. Konsep rumahtangga bisa meliputi orang-orang yang tinggal di asrama, tangsi, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, atau rumah tahanan yang pengurusan sehari-
harinya dikelola oleh suatu yayasan atau lembaga serta sekelompok orang yang mondok dengan makan indekos dan berjumlah 10 orang atau lebih. Rumahtangga dibedakan dengan keluarga
family. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan
saling ketergantungan Departemen Kesehatan RI, 2008. Hal yang lebih luas mengenai definisi keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan
yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara anggota keluarga
dan masyarakat serta lingkungannya. Pola pembagian kerja yang dikenal saat ini diperkirakan berawal dari pembedaan peran
laki-laki dan perempuan. Hal ini karena pada setiap masyarakat memaknai peran yang dibebankan kepada jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda-beda. Hubeis 1985; 2010
membuat kategori pekerjaan berdasarkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki, yaitu aktifitas produktif, dan aktifitas non-produktif.
Sejak lama masyarakat memposisikan perempuan sebagai orang yang memiliki peran dalam sektor reproduktif-domestik yaitu mengolah bahan makanan, mengurus rumah,
memelihara, merawat anak, orang tua, keluarga yang sakit, sedangkan laki-laki dikonstruksi masyarakat sebagai orang yang harus berperan dalam sektor produktif-publik seperti mencari
nafkah. Dalam kasus rumahtangga pertanian, FAO undated menjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai peran yang bervariasi, baik antar wilayah maupun negara. Pada beberapa
kasus, perempuan dan laki-laki mempunyai peran yang saling melengkapi, berbagi tugas dalam produksi hasil panen, peningkatan peternakan, perikanan, dan pemanfaatan hutan. Pada kasus
lain, perempuan dan laki-laki mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berbeda dalam hal pemanenan dan peternakan, perikanan, dan kehutanan.
Dalam tataran teoritis, para ahli paling tidak mengelompokkan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan ke dalam lima teori besar gender dengan berbagai variannya. Kelima
kelompok teori gender tersebut adalah: 1 psikoanalisa-identifikasi; 2 fungsionalis-struktural; 3 konfliks; 4 feminis; dan 5 sosio-biologis Umar, 1999.
Teori psikoanalisa-identifikasi dari Sigmund Freud dan para pendukungnya, intinya menggambarkan bahwa gender dibentuk oleh faktor biologis yang terbentuk mengikuti tahap
pertumbuhan dan perkembangan seorang manusia. Setiap individu memiliki apa yang dinamakan id, ego, dan super-ego
9
. Kepribadian laki-laki dan perempuan berkembang melalui tahapan: 1 oral-stage; 2 anal-stage; 3 phallic-stage; 4 talency-stage; 5 genital
–stage. Pada saat usia 3-6 tahun yaitu tahap phallic-stage kepribadian seseorang mulai terbentuk dan sekaligus mulai
terjadi identifikasi peran masing-masing. Teori fungsional-struktural, yang antara lain diusung oleh Talcot Parsons berpendapat
bahwa pembagian kerja secara seksual terjadi karena adanya kebutuhan masyarakat dan diciptakan untuk keuntungan seluruh masyarakat sebagai keseluruhan. Kaum fungsionalis
mengaitkan pembagian kerja ke dalam fungsi-fungsi perempuan dalam keluarga inti atau
9
Sigmund Freud 1856-1936, seorang Psikolog terkenal dengan teori psikoanalisa, menjelaskan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitasnya. Menurut
penelitian Freud, kepribadian seseorang tersusun atas tiga struktur, yaitu id, ego, dan super-ego. Id terkait dengan unsur biologis yang dibawa sejak lahir, termasuk di antaranya dorongan untuk mencari kesenangan dan kepuasan
biologis. Ego bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan agresif dari id. Ego juga yang mengatur antara subyektifitas individual dan tuntutan obyektif realitas sosial. Sedangkan super-ego berfungsi
sebagai aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup, lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan. Super-ego juga selalu mengingatkan ego agar senantiasa menjalankan fungsinya dalam
mengontrol id Umar, 1999
nuclear-family
10
. Talcot Parsons berpendapat fungsi perempuan antara lain mengerjakan pekerjaan rumahtangga yang sekaligus akan meniadakan kemungkinan terjadinya persaingan
antara suami dan istri, sehingga tidak merusak keserasian kehidupan perkawinan. Dengan kata lain, pembagian kerja secara seksual merupakan sesuatu yang terberikan given dan dianggap
secara wajar. Teori fungsionalisme di kritik oleh kaum Marxis yang berpendapat bahwa keserasian dalam masyarakat bukan sesuatu yang terberi, tapi buatan manusia, termasuk dalam
hal pembagian kerja secara seksual yang sangat menguntungkan laki-laki yang selalu berusaha untuk melanggengkan pembagian kerja secara seksual.
Sistem sosial yang di dominasi nilai-nilai patriarkhi semakin melanggengkan pembagian kerja yang cenderung bias laki-laki. Misalnya stereotipe yang dianggap lumrah bahwa
perempuan pantasnya bekerja pada sektor domestik-konsumsi, sedangkan laki-laki lebih cocok bekerja pada sektor publik-produksi yang akan menghasilkan kekuasaan politik dan pada
akhirnya bisa mengendalikan perubahan sosial Engels, dalam Budiman, 1981. Kelompok pendukung feminis
11
berpendapat bahwa penyebab terjadinya pembagian kerja secara seksual dalam setiap masyarakat berbeda-beda dan tergantung kepada lingkungan
masyarakat dalam konteks kesejarahannya masing-masing. Terdapat dua faktor yang mempertahankan pembagian kerja secara seksual. Pertama. Kebutuhan sosial-ekonomi
masyarakat tersebut, dan kedua tergantung dari sistem psiko-kultural dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang menyebarkannya dan mengembangbiakan sistem pembagian kerja. Jika
faktor pertama didasarkan kepada kebutuhan nyata dari sistem masyarakat tersebut, faktor kedua antara lain diperkokoh dengan faktor ideologi berupa nilai patriarkhi yang lebih mengutamakan
peran laki-laki, suami dalam keluarga dan masyarakat. Dengan kata lain, pembagian kerja
10
Mengenai konsep nuclear family , Murdock 1968 berpendapat „keluarga inti merupakan pengelompokkan
manusia yang paling universal, terdapat di segala tempat dalam segala jaman‟, meskipun bentuknya mungkin sedikit berbeda-beda. Fungsi keluarga inti selalu sama
– yakni hubungan seksual yang mendapat pengesahan masyarakat, fungsi ekonomi, fungsi pengembangan keturunan, dan fungsi pendidikan bagi anak anak yang dilahirkan di dalam
lingkungan keluarga tersebut.
11
Dalam perkembangannya, teori-teori feminis terpecah ke dalam; 1 feminis liberal, yang mendasarkan pemikirannya kepada pandangan bahwa semua manusia, laki-laki dan perempuan di ciptakan seimbang dan serasi
sehingga semestinya tidak terjadi penindasan antara satu dengan lainnya; 2 feminis Marxis-Sosialis, berupaya menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Mereka menolak anggapan tradisional
dari para teolog bahwa status perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena faktor biologis dan latra belakang sejarah, karena inferior perempuan lebih kepada struktur kelas dan keluarga dalam masyarakat kapitalis yang
menyebabkan ketimpangan gender; 3 feminis radikal, mencoba menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan perempuan, seperti lembaga patriarkhi yang merugikan perempuan. Mereka bukan hanya menuntut
persamaan hak dengan laki-laki, tetapi juga persamaan seks, dalam arti kepuasan seksual juga bisa di peroleh dari sesama perempuan, sehingga mentolerir praktek lesbian.
dilanggengkan oleh struktur sosial melalui hegemoni atau kekuasaan Gramsci, dalam Budiman, 1981.
Teori terakhir adalah sosio-biologis atau teori biososial, yang dikembangkan antara lain oleh Berghe, Toger dan Fox Umar, 1999. Pada intinya bahwa faktor biologis dan sosiologis
yang menyebabkan laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Salah satu faktor pernghambat perempuan dalam hal peran sertanya serta pembagian kerja adalah fungsi reproduksi seperti
siklus menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui anak Umar, 1999. Lebih lanjut Umar 1999 menjelaskan bahwa pada berbagai tingkatan masyarakat mulai dari masyarakat
sederhana yaitu tipe masyarakat berburu-meramu, laki-laki lebih memperoleh pengakuan dan prestise dari kelompoknya. Hal ini karena laki-laki harus berburu berbagai binatang liar dan
buas, menangkap ikan di lepas pantai yang dianggap lebih berisiko tinggi jika dibandingkan dengan pekerjaan perempuan yang bertugas meramu, mengumpulkan bahan makanan di
lingkungan sekitar tempat tinggal. Pada masyarakat hortikultura, pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin tidak terlalu tampak, karena perempuan banyak terlibat dalam berbagai jenis
pekerjaan di kebun. Pada masyarakat hortikultura, bisa dikatakan pembagian kerja dan pola relasi gender terjadi keseimbangan, meskipun dalam praktek berpolitik masih di dominasi laki-
laki. Pada masyarakat agraris dengan pola menetap, dan jenis tanaman intensif, perempuan
umumnya tersisih dari peranan produktif secara ekonomis karena produksi di dominasi laki-laki, sementara itu perempuan lebih banyak menjalankan fungsi-fungsi kerumahtanggaan. Pada
masyarakat tipe ini berkembang pola inside-outside dichotomy atau domestic-public sphere. Pada masyarakat industri, pembagian kerja secara seksual cenderung mengacu kepada
productivity oriented, dimana perempuan dianggap the second class karena fungsi reproduksinya mereduksi fungsi produktivitasnya, dengan demikian, pola relasi gender dan pembagian kerja
masih belum seimbang yang mengakibatkan status dan kedudukan perempuan tetap lemah. Dari beberapa teori gender yang dikemukakan di atas, penelitian ini menggunakan teori
struktural fungsional Levy, 1971 yang memiliki ketepatan dalam menganalisis bagaimana peran perempuan dalam aras keluarga dan rumahtangga pelaku migran internasional. Secara
teoritis penggunaan teori struktural fungsional dalam menganalisis peranan perempuan dalam aras keluarga, rumahtangga dan masyarakat di pedesaan khususnya pedesaan Jawa diperkuat
oleh Sajogyo 1985 bahwa menelaah peranan perempuan dalam keluarga, rumahtangga dan
masyarakat yang lebih besar di Jawa dalam penelitian ini dimulai dengan menelaah struktur keluarga the family, suatu grup kerabat yang paling kecil dam sistem kekerabatan kinship
yang menggambarkan kesatuan-kesatuan keanggotaan. Berlangsungya kehidupan sehari-hari antara lain karena setiap individu sebagai bagian
dari sistem sosial memiliki status dan peran yang masing-masing menyumbang terhadap keberlangsungan sistem sosial. Jika status mengacu kepada posisi seseorang diantara orang atau
individu yang lain, maka peran mengacu kepada sekumpulan norma dalam berperilaku individu yang diharapkan dilakukan sesuai dengan sistem nilai, norma yang berlaku di dalam suatu
struktur sosial. Norma-norma di dalam masyarakat terdiri dari suatu set ekspetasi dari orang lain yang
mencakup tidak hanya bagaimana seseorang seharusnya menampilkan sesuatu peran, tetapi juga bagaimana seseorang seharusnya menyikapi orang lain ketika menampilkan peran termaksud,
dan sekaligus bagaimana seseorang harus menerima peran tersebut Hubeis, 2010. Lebih lanjut Hubeis 2010 menjelaskan bahwa didalam kehidupan seharti-hari, peran dapat mengalami
perubahan dan dapat dipertukarkan, artinya ketika peran tertentu dengan berbagai alasan tidak mampu dijalankan oleh individu yang seharusnya memerankannya. Dalam penelitian ini,
ilustrasi yang terjadi adalah laki-laki yang merupakan suami dan sekaligus berstatus bapak harus berperan sebagai pengurus rumahtangga dan melakukan berbagai pekerjaan domestic karena
ditinggal istri bekerja ke luar negeri. Mengenai peran gender yang terkait dalam kehidupan sehari-hari, paling tidak terdapat tiga 3 bentuk peran Hubeis, 2010, yaitu: 1 peran
reproduktif domestik; 2 peran produktif; dan 3 peran masyarakat sosial. Peran reproduktif atau domestik yaitu peran kerumahtanggaan seperti memelihara,
mengasuh, mendidik anak, menyiapkan makanan untuk seluruh anggota keluarga. Meskipun peran reproduktif mendukung keberlangsungan peran-peran lainnya, tetapi jarang sekali
diperhitungkan sebagai bentuk pekerjaan konkret dan tidak pernah dihitung secara ekonomi unpaid work. Peran reproduktif-domestik selama ini dipersepsikan sebagai pekerjaan yang
harus menjadi tanggungjawab perempuan dan harus disosialisasikan sejak dini kepada anak perempuan sebagai bentuk penyiapan mereka ke dalam peran “keperempuanan”.
Peran produktif adalah pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan. Peran produktif memperlihatkan dengan jelas perihal kebedaan
tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan, dipertimbangkan melalui sistem perhitungan
nasional GNP atau statistik sosial ekonomi dan dapat dilakukan oleh gender laki-laki maupun perempuan dan dibayar dengan uang secara tunai atau natura.
Peran masyarakat atau sosial adalah peran yang terkait dengan kegiatan jasa dan partisipasi politik. Peran masyarakat seringkali dilekatkan dan dilakukan oleh perempuan.
Misalnya ikut membantu kegiatan Posyandu, aktif dalam kegiatan PKK, Dharma Wanita, Dharma Pertiwi, membantu menyiapkan konsumsi dalam kegiatan yang dilakukan atau momen
tertentu. Peran politik biasanya peran yang terkait dengan status atau kekuasaan seseorang pada organisasi pada berabagai tingkatan mulai tingkat desa sampai pemerintahan pusat, dimana
sebagian besar peran politik masih dilakukan dan didominasi laki-laki.
12
Diferensiasi peran dalam keluarga dan rumahtangga berdasarkan jenis kelamin dan alokasi ekonomi seringkali mengarah kepada adanya peranan yang lebih besar atau menyeluruh
yang mengarah kepada perempuan dalam pekerjaan yang bersifat reproduksi, dan pekerjaan laki- laki dalam pekerjaan produktif yang langsung menghasilkan atau pekerjaan mencari nafkah
Sajogyo, 1985. Pandangan tersebut saat ini sudah banyak berubah seiring dengan semakin banyaknya perempuan yang masuk kedalam pekerjaan produktif-publik, termasuk mereka yang
memilih bekerja sebagai PRT di negara Arab yang meskipun masih termasuk sektor domestik, tetapi memiliki pengaruh terhadap pembagian peranan antara laki-laki dan perempuan pada aras
keluarga dan rumahtangga.
2.3.3. Gender dan Akses Perempuan Terhadap Lahan