Woman international migration, land occupation and gender equality research in paddy Rice Field Village community West Java

(1)

i

MIGRASI INTERNASIONAL PEREMPUAN,

PENGUASAAN LAHAN DAN KESETARAAN GENDER :

Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat

MUHAMMAD ZID

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ii Pernyataan Mengenai Disertasi

dan Sumber Informasi

Dengan ini saya menyatakan disertasiMigrasi Internasional Perempuan,

Penguasaan Lahan dan Kesetaraan Gender. Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat adalah merupakan karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun ke Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar putaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2012

Muhammad Zid NRP. I 363070011


(3)

iii ABSTRACT

MUHAMMAD ZID. Woman International Migration, Land Occupation and Gender Equality.Research in Paddy Rice Field Village Community West Java.Under the Direction of EKAWATI SRI WAHYUNI, LALA M. KOLOPAKING, and ENDRIATMO SOETARTO.

International migration of female labors from villages of West Java to Middle Eastern countries, especially to Saudi Arabia, is caused by a combination of lack of job opportunity, lack of land ownership, poverty, the opening of opportunity to work abroad with relatively simple requirement, and much higher wages than it is in Indonesia.

The objective of the research is to analyze the linkage between international migration of female labors, land ownership and gender equality in West Java. Paradigm used in this research is Post-Positivism which combines quantitative and qualitative methods. The research is conducted in two villages in two regencies. Data is obtained through in-depth interviews and Focus Group Discussion with ex-migrants, migrants on leave, and newly ex-ex-migrants, and also with key informants,

such as sponsors/middlemen of labor service company (PJTKI), village elites, and

traditional, religious, educational and women leaders. Number of respondents is 134 people.The results suggestthatinternationalmigrationof womenfrom both villages is a form ofsurvivalandcopingstrategies of poor rural households who are landless farmers.West Javan rural women, by working as domestic workers abroad, are able to

save their family‟s economy, and therefore, have a “strong” position in their

communities.There are twotypes ofmigrant familiesin utilizingremittance: (1) those who use itforvariousproductiveandlong-term needs, such as purchasingof land(dry land and paddy rice field), businesscapital, and for continuingeducationof family members, and (2) Families who spendthe money forconsumptive purposes, such as buyingvarioushousehold goods and clothes and for family recreation. Expenses other than the needs forproduction and consumption are expenditures for charities for social, religious and national causes.These charities have become a sort of recognition to the rise of thesocialstatusof migrantwomenin theircommunities.Rationalreasons for buying land are: (1)provisionof daily meals; (2) preparationtobuilda house; (3) businesscapital; (4) saving for the future; (5) for not tobecomefarm labors; (6) as

reservefor the event of ngamumule-mulasara; and (7)the cost of educationof family

members.The implicationsofruralland occupationbymigrantwomenare: a more equalgenderrelations, the beginning of emancipation citizenshipand a formation processtowards theestablishment ofthe existence ofwoman. The existenceof woman

changesgenderrelations to become moreequalat rural family, household

andcommunity levels. This is partlyvisiblein form ofdivision of laborbetweenman andwomanin familiesandhouseholds that is nolonger rigidly basedongender.

Key words: migration, international, women migrant workers, rural land, gender.


(4)

iv MUHAMMAD ZID. Migrasi Internasional Perempuan, Penguasaan Lahan dan Kesetaraan Gender: Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat. Dibimbing oleh: EKAWATI SRI WAHYUNI (Ketua), LALA M. KOLOPAKING (Anggota), ENDRIATMO SOETARTO (Anggota).

Migrasi tenaga kerja internasional perempuan dari pedesaan Jawa Barat ke negara-negara Timur Tengah khususnya Negara Arab Saudi merupakan tindakan rasional individu untuk bisa keluar dari berbagai kesulitan hidup yang di alami rumahtangga miskin di pedesaan. Berbagai kesulitan tersebut antara lain ; kurangnya lapangan kerja, rendahnya pemilikan lahan pertanian, dan kemiskinan.Di pihak lain, terbukanya peluang bekerja di luar negeri dengan persyaratan yang relatif mudah,

dukungan keluarga, mudahnya networking, dan upah yang jauh lebih tinggi jika

dibandingkan dengan upah di Indonesia menjadi daya tarik sekaligus konsepsi rasional perempuan pedesaan untuk melakukan migrasi menjadi tenaga kerja internasional sebagai pembantu rumahtangga (PRT). Dilatari oleh kondisi tersebut, maka tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keterkaitan antara migrasi internasional perempuan, penguasaan lahan dan kesetaraan gender di pedesaaan Jawa Barat.

Penelitianini secara khusus mendalami dan fokus kepada: (1) rasionalitas bermigrasi perempuan pedesaan khususnya dari Desa Panyingkiran dan Desa Ciherang; (2) keterkaitan antara migrasi internasional perempuan dengan penguasaan lahan di pedesaan; (3) penggunaan remitan yang dihasilkan migran internasional perempuan pedesaan, termasuk yang dialoksikan dalam lahan pertanian dan non-pertanian;(4) penguasaan lahan terhadap prosespembentukan relasi gender dan menguatnya posisi perempuan pada aras keluarga, rumahtangga, dan komunitas pedesaan Jawa Barat.

Paradigma yang digunakan adalah Post-Positivisme dengan memadukan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian dilakukan di Desa Panyingkiran Kecamatan Rawamerta Kabupaten Karawang, dan Desa Ciherang Kecamatan

Pasawahan Kabupaten Purwakarta. Kedua desa secara purposive dipilih karena

merupakan desa yang paling banyak memiliki perempuan yang bekerja sebagai PRT di luar negeri, khususnya di Arab Saudi. Data diperoleh melalui survey, wawancara

mendalam dan Focus Grup Discussion (FGD) dengan eks-migran, migran yang

sedang cuti, dan habis kontrak kerja. Wawancara juga dilakukan dengan informan kunci yaitu sponsor/calo PJTKI, elite desa seperti; aparat desa, tokoh adat, tokoh agama, pendidik, tokoh perempuan. Adapun keseluruhan responden dalam penelitian ini sebanyak 134 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa migrasi internasional yang dilakukan perempuan dari Desa Panyingkiran dan Ciherang merupakan bentuk tindakan rasional individu dari rumah tangga miskin lapisan terbawah di pedesaan yang tidak

memiliki lahan pertanian (landlessnes). Keberangkatan migran perempuan untuk

bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di luar negeri terkait dengan beberapa

faktor pendorong (push factors). Pertama, setting Panyingkiran dan Ciherang sebagai

desa yang berbasis pertanian menempatkan penguasaan lahan sebagai elemen penting dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi ukuran pelapisan sosial di masyarakat


(5)

v

pedesaan.Kedua, rendahnya aksesibilitas perempuan pada sektor non pertanian

menandakan tidak terserapnya mereka di sektor tersebut.. Ketiga, kurangnya

pekerjaan di pedesaan terutama jika sedang tidak musim bertani, mendorong

penduduk untuk bekerja di luar sektor pertanian. Keempat, pendidikan yang rendah

serta keterampilan yang kurang, menjadikan migran perempuan asal Desa Panyingkiran dan Ciherang hanya terserap ke dalam pekerjaan rendah yang

dikategorikan sebagai – dirty, dangerous and difficulty(3 D) sebagai pekerjaan

yang sudah tidak diminati lagi oleh pekerja lokal di negara tujuan bekerja.

Negara Arab Saudi masih menjadi tujuan utama bekerja penduduk Desa Panyingkiran dan Ciherang. Beberapa alasannya adalah; kemudahan persyaratan bekerja; banyaknya sponsor/calo PJTKI yang mengkhususkan pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi; dan keinginan - sebagian - migranuntuk bisa melaksanakan ibadah rukun Haji. Gelombang migran perempuan dari Desa Panyingkiran dan Ciherang dikelompokkan ke dalam tiga periodisasi, yaitu: (1) migran perintis atau ngabaladah, adalah mereka yang berangkat pada era tahun 1980-1990-an; (2) migran

pengikut atau nuturkeun, migran yang berangkat pada tahun 1990-2000-an; dan (3)

migran penerus atau neruskeun, yaitu mereka yang berangkat semenjak tahun 2000-

sekarang.

Perempuan pedesaan Jawa Barat yang sering dikonstruksikan sebagai tipe ”awewe jiga dulang tinande”, ”pondok lengkahna” dengan bekerja sebagai PRT di Negara Arab Saudi, mampu menyelamatkan ekonomi keluarga dan memiliki posisi yang ”kuat” dalam komunitasnya. Mereka mampu bertransformasi menjadi perempuan yang mampu keluar dari kesulitan yang dihadapi keluarga, meski untuk itu harus ditebus dengan berbagai pengorbanan yang cukup besar. Dalam terminologi

masyarakat Sunda, tipe perempuan ini ”ngindung ka waktu, mibapa ka jaman”, alias

bisa mengikuti perubahan dan tuntutan jaman.

Rasionalitas migran, dorongan dan dukungan keluarga, peran jaringan (sponsor/calo), pertemanan sesama migran di daerah asal dan di negara tujuan bekerja, serta keinginan yang kuat untuk mengatasi kemiskinan menjadi faktor yang determinan dalam mempengaruhi keputusan untuk memilih bekerja ke luar negeri. Pertama, rasionalitas migran berupa keinginan untuk memperbaiki kehidupan

sosial-ekonomi keluarga.Kedua, dorongan dan dukungan keluarga atau kerabat migran

sebagai sub sistem sosial ditingkat lokal, memainkan peran penting dalam

pengambilan keputusan untuk melakukan migrasi bagi perempuan pedesaan.Ketiga,

jaringan migrasi internasional memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan migrasi perempuan pedesaan. Migran perempuan di kedua desa lebih memilih sponsor atau calo PJTKI yang berasal dari daerah yang sama, hal ini karena

terbangunnya trust berupa “jaminan rasa aman” ketika menghadapi masalah selama

bekerja di luar negeri. Keempat, basis ekonomi keluarga migran perempuan yang

cenderung menguat sebagai akibat penguasaan asset sumberdaya – tanah darat dan

sawah – setidaknya telah memunculkan pembentukan kearah perubahan relasi gender

pada aras keluarga, rumahtangga dan komunitas pedesaan.

Terdapat dua tipe migran perempuan dan keluarganya dalam memanfaatkan

remitan. Pertama adalah tipe keluarga rikrik-gemi bari dagdag-degdeg, yaitu mereka


(6)

vi panjang antara lain:modal berusaha yang terkait dengan pertanian dan non-pertanian; membeli lahan - tanah darat, sawah -, modal berusaha, melanjutkan pendidikan

anggota keluarga. Tipe kedua adalahmangpang meungpeung alias aji mumpung

dalam memanfaatkan uang kiriman anggota keluarga yang bekerja di luar negeri. Keluarga tipe ini banyak membelanjakan uang kiriman untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif seperti membeli berbagai perabotan rumah tangga, membeli pakaian, rekreasi keluarga. Pengeluaran lain diluar kebutuhan yang bersifat konsumtif, produktif adalah pengeluaran yang bersifat sosial-keagamaan, berupa sambungan, berbagai sumbangan acara keagamaan, dan kenegaraan. Jenis sambungan dan sumbangan ini menjadi semacam pengakuan terhadap menguatnya status sosial migran perempuan pada komunitasnya.

Migran yang mampu membeli lahan – berupa tanah darat dan sawah –

memiliki alasan rasional bahwa lahan: (1) bekal makan sehari-hari; (2)persipan untuk

membangun rumah; (3) modal berusaha; (4) saving masa depan; (5) agar tidak

menjadi buruh tani; (6) bekal untuk acara ngamumule-mulasara; dan (7) biaya

pendidikan anggota keluarga.

Penguasaan lahan oleh migran internasional perempuan di Desa Panyingkiran dan Ciherang setidaknya telah mengantarkan kepada kebaruan kajian migrasi. Hal ini

karena beberapa alasan. Pertama, lahan merupakan faktor produksi penting di

pedesaan menjadi instrumen komodifikasi atas lahan.Kedua, penguasaan migran

perempuan atas lahan menjadi indikasi bahwa telah terjadi gejala dinamika agraria di

pedesaan dan mengubah peta ekonomi pedesaan. Ketiga, munculnya penguasaaan

lahan oleh migran perempuan dapat dijadikan parameter nyata telah terjadinya proses pembentukan kekuasaan yang berimbang antara laki-laki dan perempuan yang

kemudian membangun prestise, status sosial di masyarakat.

Implikasi dari penguasaan lahan pedesaan oleh migran perempuan adalah mulai hidupnya kewargaan emansipatif dan peluang tumbuhnya proses pembentukan

kearah eksistensi perempuan. „Kedirian‟ ini bisa mengubah peta relasi gender yang

terjadi pada aras rumah tangga dan komunitas pedesaan. Selain itu, implikasi dari penguasaan lahan juga menjadi penanda bahwa telah terjadi komodifikasi terhadap

lahan.Kedua,perubahan yang terjadi akibat penguasaan lahan oleh perempuan

terutama berkaitan erat dengan pola hubungan dan struktur kesempatan kerja di pedesaan pada sektor pertanian dan non-pertanian.

Migrasi internasional perempuan pedesaan masih menyisakan dua masalah

klasik yaitu: (1) pendidikan dan keterampilah; (2) perlindungan migran. Pertama,

migran perempuan memiliki pendidikan dan keterampilan rendah, hanya mereproduksi generasi migran berikutnya yang memiliki kualitas sama dengan migran sebelumnya. Hal ini mengindikasikanpendidikan masih belum menjadi

prioritas utama dalam memanfaatkan remiten. Kedepan, fenomen yo-yo migration

akan terus terjadi dan secara potensial volumenya akan terus bertambah. Kedua,

lemahnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesejahteraan para migran –

terutama migran perempuan – di luar negeri. Selama pemerintah lalai dalam

melindungi nasib para penghasil devisa negara dan penyelamat keluarga tersebut, maka berbagai kasus yang menimpa mereka akan terus terjadi. Ketidakseriusan


(7)

vii pemerintah dalam menangani tenaga kerja di luar negeri bisa memiliki efek negatif terhadap pencitraan pemerintah Indonesia di forum internasional.

Kata kunci: migrasi, internasional, buruh migran perempuan, lahan pedesaan, gender


(8)

viii @ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan lain suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(9)

ix MIGRASI INTERNASIONAL PEREMPUAN, PENGUASAAN LAHAN DAN

KESETARAAN GENDER

Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat

Oleh : Muhammad Zid NRP. I 363 07 0011

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Pada Program Studi Sosiologi Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(10)

x Penguji Luar Komisi :

Ujian Tertutup : Prof. Dr. Aida Vitayala Hubeis (Dosen dan Guru Besar Dept.

Sains Komunikasi danPengembanganMasyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB)

Dr. Satyawan Sunito(Dosen Dept. Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB)

Ujian Terbuka : Prof. Dr. Aida Vitayala Hubeis (Dosen dan Guru Besar Dept.

Sains Komunikasi danPengembanganMasyarakat Fakultas

Ekologi Manusia IPB)

Dr. Lisna Yoeliani Poeloengan


(11)

xi Judul Disertasi :MIGRASI INTERNASIONAL PEREMPUAN, PENGUASAAN

LAHAN DAN KESETARAAN GENDER: Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat

Nama : Muhammad Zid

NRP : I. 363070011

Program Studi : Sosiologi Pedesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ekawati Sri Wahyuni, MS Ketua

Dr. Lala M. Kolopaking, MS Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Sosiologi Pedesaan (SPD)

Dr. Ir. Arya H. Dharmawan. M.Sc.Agr Dr. Dahrul Syah. M.Sc.Agr


(12)

xii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata‟alla, Tuhan Yang Maha Pemilik segala ilmu pengetahuan yang tidak terbatas, karena berkat rakhmat dan hidayah-Nya, disertasi ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul

”Migrasi Internasional Perempuan, Penguasaan Lahan Dan Kesetaraan Gender:

Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat, dilaksanakan dalam rentang waktu cukup lama yaitu sejak bulan Maret 2009 sampai bulan Oktober 2011.

Penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis menghaturkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi terutama kepada Ibu Dr. Ekawati Sri Wahyuni, MS, sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Lala M. Kolopaking, MS dan Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA sebagai anggota komisi atas bimbingannya sejak penyusunan proposal sampai selesainya disertasi ini. Allah telah memberikan guru-guru terbaik kepada penulis, dari mereka penulis mengetahui makna belajar dan bekerja keras, cerdas, serta ikhlas. Semoga Allah memberikan balasan berlipat ganda atas jerih payah membimbing penulis selama studi di IPB.

Kepada Bapak Dr. Arya Hadi Dharmawan. M.Sc.Agr sebagai Ketua Program Studi Sosiologi Pedesaan Sekolah Pascasarjana IPB yang sejak awal banyak memberi motivasi kepada mahasiswa agar cepat menyelesaikan studi. Semua Dosen Program Studi Sosiologi Pedesaan: Dr. Felix Sitorus, MS, Dr. Rilus A. Kinseng, MA, Dr. Titik Sumarti, MS, Dr. Djuara P. Lubis, MS, Dr. Soeryo Adiwibowo, MS, Dr. Arief Satria, M.Si, Dr. Satyawan Sunito, Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS. Dr. Saharudin, Staf Administrasi Prodi Sosiologi Pedesaan dan KPM, Angra Irena Bonar, Hetti, dan Teh Susi terimakasih banyak membantu administrasi akademik.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Rektor, PR I, PR II Universitas Negeri Jakarta yang telah memberi ijin studi lanjut di IPB, juga kepada Bapak Drs. Komarudin. M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial sekaligus mitra “ngamen” ke berbagai daerah. Bapak Pembantu Dekan I, II, III Fakultas Ilmu Sosial,


(13)

xiii Drs. H. Warnadi, M.Si, Drs. Sucahyanto. M.Si, H. Muzani, Dipl-Eng. M.Si, Drs. H.M. Muchtar. M.Si, Dra. Asma „Irma Setianingsih. M.Si yang masing-masing sebagai mantan dan Ketua Jurusan Geografi FIS UNJ. Dra. Evy Clara. M.Si, sebagai Ketua Jurusan Sosiologi FIS UNJ. Dukungan moral dari Bapak dan Ibu Anggota Senat Fakultas Ilmu Sosial dan Universitas Negeri Jakarta, wabil khusus kepada Ibu Prof. Dr. Suriani, Prof. Diana Nomida, Prof Dr. Tuti Nuriah Erwin, Prof. Dr. Nadiroh, terimakasih atas dorongan untuk menyelesaikan studi.

Semua teman dosen di Jurusan Geografi FIS UNJ yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas pengertian dan dukungannya, juga teman tim dosen muda yang tergabung dalam tim mata kuliah yang diampu penulis yaitu Geografi Pedesaan, Pengantar Sosiologi, Biogeografi, PKL Geografi Sosial-Ekonomi Pemetaan, dan Sosiologi Pedesaan, yaitu Aris Munandar. S.Pd. M.Si, Ode Sofyan Hardi. S.Pd. M.Si. M.Pd,Ilham B. Mataburu. S.Si. M.Si,. Juga kepada Mahasiswa Geografi Angkatan 2007, 2009, dan 2010 yang mengambil Mata Kuliah Geografi Pedesaan, atas kesediaannya membantu mengumpulkan data di Desa Panyingkiran dan Ciherang. Saudara Tarmiji Al Khudri S.Pd, dan M. Tulodo, S.Pd, terimakasih sudah mengkoordinir turun lapang. Teman-teman di Jurusan Sejarah, Sosiologi, Ilmu Sosial Politik, Ilmu Agama Islam. Demikian halnya kepada Bapak Zulkarnaen. S.Pd. M.Pd, Amin. S.Pd. M.Si sebagai Dekan dan Wakil Dekan FKIP UNISMA, Ketua Jurusan Geografi, teman-teman dosen Jurusan Geografi dan Penjaskes UNISMA Bekasi.

Satu orang teman yang sejak pertama kenal sembilan belas tahun yang lalu yaitu Drs. H. Budiaman. M.Si dan Ibu Hj. Arenarita Peni Andaryati, S.Pd, menjadikan persahabatan kami menjadi persaudaraan antar dua keluarga. Terimakasih Kang Budi atas semangat, kelucuan dan ketulusannya.

Pak M. Kusnaedi sebagai Kepala Desa beserta aparat Desa Panyingkiran, Pak Rukmawijaya beserta staf Desa Ciherang, juga kepada pejuang keluarga di kedua desa yang bertahun-tahun hidupnya dihabiskan menjadi pembantu rumahtangga di


(14)

xiv “Nagri Arab”. Respek saya kepada responden utama saya yaitu Hj. Mas, Hj. Odh, Hj.

Asyh, Hj. Bad, ITA, N.Yt dan Hajah-hajah lainnya. Selama penelitian dan “mondok

-moek”di kedua desa, penulis menginap di rumah “Teh Haji Uyum-Kang Dede” di Panyingkiran, dan Kang Yayu di Ciherang, mereka keluarga migran yang tabah dan ulet, terimakasih atas penerimaan dan bantuannya.

Dr. Djaja Hendra-UWM-Jogjakarta partner diskusi dan jalan pagi keliling kampus, Dr.Sofyan Sjaf-FEMA IPB,Dr. Imam Mujahidin Fahmid, UNHAS-Makasar, merupakan teman satu kelas di Sosiologi Pedesaan Angkatan 2007, partner diskusi yang mencerahkan meskipun kadangkala menjengkelkan. Semoga pertemanan yang unik dan dinamik terus berlanjut. Juga teman-teman SPD Angkatan 2004, 2005, 2006, 2008, 2009, 2010, 2011 yang sudah jadi doktor atau masih berjuang meraihnya, semoga tetap semangat. Teman-teman Mahasiswa S3 IPB Angkatan 2007 di kelas Falsafah Sains dan Bahasa Inggris; Dr. Karnan-UNRAM, Dr. Isni Nurruhwati-UNPAD, Dr. Efriyaldi-UNRI, Dr. Supriyadi-UNHAS, Dr. Indah-Universitas Trisakti, Dr. Agus Dinas Pertanian-Kaltim, Dr. Suryana-Dinas Peternakan Kalsel.

Prof. Dr. H.M. Hasan (Alm) sosok ilmuwan kebapakan, seorang pendidik yang sesuai antara ucapan dan perbuatannya adalah orang pertama yang memberi kesempatan penulis untuk jadi PNS di IKIP (UNJ) Jakarta, dan selalu memompakan

semangat agar tidak pernah berhenti Tolabul ‟Ilmu. Untuk guru/ustad sejak

SD/Madrasah, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi, merekalah yang menunjukkan jalan terang kehidupan yang lurus menuju Ridho Illahi. Semoga Allah SWT membalas amal baik Ibu/Bapak semua.

”Indung tungguling rahayu hirup, Bapa tangkaling darajat bagja”, adalah ungkapan yang paling tepat dan mulia untuk Almarhumah Ema Djuhariyah Binti Ustara, dan Almarhum Bapak Fattah Bin Madhamin, dua orang paling penulis sayangi dan banggakan. Ema, sosok perempuan lembut yang dengan berbagai kekuatannya membantu mencari nafkah keluarga. Bapak adalah figur pendidik, memberi teladan langsung dan menanamkan disiplin kepada anak-anaknya. Berkat


(15)

xv kerja keras mereka, keluarga petani dari desa nun jauh di Pesisir Banten Selatan, mampu menyekolahkan sebagian anak-anaknya ke jenjang perguruan tinggi. Bagi mereka saya mengucapkan do‟a tulus pada Allah: ”Allahumagfirli Wali-walidayya Warhamhuma Kama Robbayani Shaghira”.

Kakak penulis yaitu Teh Iyot, Teh Yuyum, Teh Esah, Teh Emut (alm), Teh Tini,S.Pd, Teh Eem, kedua adik yaitu Dra. Hj. Uum. M.Si, dan si Bucu Iroh Rohayati. S.Sos. M.Si, mereka para perempuan hebat, pejuang keluarga dan simpul ”kanyaah jeung kadeudeuh”. Keponakan tercinta; A Agi-Teh Anna, Alit, Dik-dik, Kakang, Ayang, Neng Sinar, De Reja, Didi-Ihat, Teh Eni-Edi, Ade-Piah, Peri, Endi, Yayah, Ilih, Yuda, Aa, Eno, Eneng, kalian generasi penerus keluarga besar kita, jangan pernah memutuskan silaturahim, dan tetap di jalan yang di Ridhoi Allah.

Keluarga besar di Malang: Ibu Hj. Masyita-Bapak H. Syarif Idris (Alm), Yuk Tuti-Mas Bambang (Alm), Yuk Nunik-Mas Hadi, Mas Totok-Mbak Upi, Mas Heru-Mbak Tri, Mas Iyung (Alm), Pipit-Susi, Eri-Mas Triastono dan Ilin-Teges beserta anak-anaknya, terimakasih atas pengertian dan dorongannya.

Terakhir, kepada Istriku tercinta Dra. Dian Andriani, tempat hati berlabuh, curahan suka dan duka, tanpa dia disertasi ini tidak pernah akan terwujud. Keempat permata hati keluarga: Neng Vidya Nurrul Fathia (SMT V FISIP UNDIP), M. Ichlasul Ilman Pahlevi Bakti (Kls 8 SMPN 1 Kota Bekasi), Raihansyah Bagja Pamungkas (Kls 5 SD N 6 Margahayu Kota Bekasi), dan si Bungsu M. Zaki Satianagara (Kelas 2 SD N 6 Margahayu Kota Bekasi), Semoga Allah SWT menjadikan kalian anak yang solehah/soleh, dan jadi penerang bagi keluarga, agama

serta masyarakat. Kepada Allah Subhanahu Wata‟ala jualah kita berserah dan

berpasrah diri.

Bogor, April 2012 Muhammad Zid


(16)

xvi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Panggarangan Kabupaten Lebak-Banten, pada tanggal 12 April 1963 sebagai anak ketujuh - satu-satunya laki-laki- dari sembilan bersaudara pasangan Fattah Bin Madhamin (Alm) dengan Djuhariyah Binti Ustara (Alm). Pendidikan dasar ditamatkan di SD Negeri Panggarangan 4 pada tahun 1975, SMP PGRI Panggarangan tamat pada tahun 1979, SMA Negeri I Rangkasbitung, tamat tahun 1983, kesemuanya di Kabupaten Lebak-Banten. Pendidikan Sarjana di tempuh di Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS IKIP (sekarang UPI) Bandung, tahun 1983-1988. Pada tahun 1997-2000 menempuh program Magister pada Program Studi Sosiologi Pedesaan Institut Pertanian Bogor (IPB), kemudian pada tahun 2007-2012 melanjutkan pendidikan program Doktor di Program Studi Sosiologi Pedesaan IPB, keduanya dengan dukungan dana BPPS-DIKTI, Kemendikbud Republik Indonesia. Selama menempuh S3, Alhamdulillah dua kali mendapat penghargaan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB atas perolehan IPK 4.

Sejak tahun 1993-sekarang bekerja sebagai dosen di Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan membantu mengajar di Jurusan Sosiologi, dan Jurusan PIPS di Universitas yang sama. Sejak tahun 1988-sekarang menjadi dosen Luar Biasa di Jurusan Pendidikan Geografi FKIP UNISMA Bekasi. Mata kuliah yang diampu di kedua perguruan tinggi tersebut adalah Pengantar Sosiologi, Dasar-dasar Geografi, Sosiologi Pedesaan, Geografi Pedesaan, Biogeografi, dan PKL Sosial Ekonomi Pemetaan. Pernah menjabat Sekretaris Jurusan dan Ketua Jurusan Geografi FIS UNJ tahun 2001-2007, Sekretaris KKN-LPM UNJ, tahun 2000-2001, Ketua Jurusan Pend. Geografi FKIP UNISMA Bekasi tahun 1993-1996. Saat ini menjadi anggota Senat UNJ, dan anggota Senat merangkap sekretaris Senat Fakultas Ilmu Sosial UNJ.Organisasi profesi yang diikuti penulis adalah anggota Ikatan Geograf Indonesia (IGI), anggota Asian Population Association (APA), Anggota Asian Rural Sociology (ARA).

Selama mengikuti program doktor menulis beberapa makalah untuk seminar


(17)

xvii

Kemiskinan dan Penguasaan Lahan di Pedesaan Kabupaten Karawang dan

Purwakarta-Jawa Barat”. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dan

Kongres Ikatan Geograf Indonesia (IGI) di Universitas Pendidikan Ganesha

(Undhiksa) Singaraja-Bali pada tanggal 11-12 Nopember 2011; “Pendekatan

Sustainable Livelihood System dengan Social Capital Dalam Pembangunan Pedesaan” Seminar Nasional dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Geograf Indonesia (PIT IGI) di Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Surabaya. Tgl 11-12 Sesember 2010 di Surabaya. “Eksistensi Dan Peranserta

Perempuan Buruh Nelayan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga”.

Proceding “International Seminar on Education, Women, and Sport” Universitas

Negeri Jakarta-Kemenag PPA-Komite Olimpiade Indonesia- Persatuan Karyawan Pulau Pinang. Jakarta 21 Desember 2009.

Beberapa tulisan dimuat dalam Jurnal, di antaranya; ”Belajar dari

Panyingkiran dan Ciherang: Antara Resiko dan Manfaat Migran Internasional

Perempuan dari Pedesaan” (Jurnal WARTA DEMOGRAFI. Tahun 40. No 2. 2010

FE UI); ”Migrasi Internasional Perempuan Dan Penguasaan Lahan Pedesaan di Jawa

Barat: Antara Resiko dan Penggunaan Remitan” (Jurnal MIMBAR DEMOKRASI

Jurusan ISP FIS UNJ. Vol. 12 No. 1, edisi April 2012; ”Migrasi Tenaga Kerja

Internasional Perempuan dan Penguasaan Lahan Pedesaan: Kasus Tipe Komunitas

Desa Sawah di Jawa Barat” (Jurnal Ilmiah FORUM PASCASARJANA IPB, akan

diterbitkan pada Vol. 35 No.3, Juli 2012); ”Migrasi Internasional Dan Diaspora”

(Jurnal SPATIAL Vol 7. No 2. Okt 2009. Jurusan Geografi FIS UNJ); ”Migrasi

Tenaga Kerja Perempuan Indonesia di Luar Negeri: Menyoal Antara Teori dan

Praktek” (Jurnal REGION Vol 2. No 4 Maret 2011FKIP UNISMA); “Sistem

Perekonomian Masyarakat Pedesaan: Mencoba Keluar Dari Hegemoni Globalisasi Melalui Perspektif Modal Sosial” (Jurnal Ilmiah MIMBAR DEMOKRASI. Vol.8

Nomor 2. April. 2009. Jurusan ISP FIS UNJ); “Potret Buram Buruh Kontrak Jawa

-Deli di Sumatra”.(Jurnal LONTAR Vol.5 No. 1.Jan-Juli 2008. Jurusan Sejarah FIS UNJ);“Fenomena Strategi Nafkah Keluarga Nelayan: Adaptasi Ekologis Di


(18)

xviii

Cikahuripan-Cisolok Sukabumi” (Jurnal SOSIALITA Vol.9.No.1, Juni 2011. FIS

UNJ).

Berkat dukungan penuh Ketua Komisi Pembimbing disertasi, dua artikel yang merupakan bagian dari disertasi penulis diterima untuk dipresentasikan secara lisan

dalam XIII-World Congress of Rural Sociology (WCRS) di Lisbon-Portugal, tgl 29

Juli- 4 Agustus 2012 dan sesi presentasi-poster pada Asian Population Asociation 2nd


(19)

xix DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR BOKS ... xxvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii

I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1.Latar Belakang ………... 1

1.2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 5

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1.4. Novelty ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Teoritisasi Migrasi Internasional ... 9

2.2. Migrasi Internasional: Antara Tindakan Rasional Weber-Coleman, Embedded-Granovetter ... 11

2.3. Gender, Pembagian Peran Dalam Rumahtangga dan Akses Tarhadap Lahan ... 15

2.3.1.Gender Sebagai Konstruksi Sosial ... 15

2.3.2.Pembagian Peran Dalam Keluarga ... 18

2.3.3.Gender Dan Akses Perempuan Terhadap Lahan ... 23

2.4. Migrasi Internasional: Dari Narasi Struktur Agraria Ke Penguasaan Lahan ... 27

2.5.Penelusuran Terhadap Penelitian Sejenis dan Posisi Peneliti .... 30


(20)

xx

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1.Paradigma Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3. Pendekatan Penelitian ... 39

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.5. Unit Analisis dan Analisis Data ... 45

IV. SETING SOSIAL EKONOMI DAN KARAKTERISTIK MIGRAN PEREMPUAN DESA PANYINGKIRAN-CIHERANG.... 49

4.1.Kabupaten Karawang – Purwakarta: Representasi Kultur Sunda Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat ... 49

4.2.Kondisi Sosio-Geografis dan KependudukanDesa Panyingkiran – Ciherang... 54

4.2.1. Desa Panyingkiran... 54

4.2.2. Desa Ciherang... 62

4.3. Penguasaan Lahan Desa Panyingkiran-Ciherang: Potret Ketimpangan dan Kemiskinan ... 66

4.4. Sejarah Migrasi dan Kondisi Migran Desa Panyingkiran-Ciherang.. 72

4.4.1. Antara Migran Perintis-Pengikut-Penerus... 74

4.4.2. Pendidikan dan Keterampilan Migran Perempuan Desa Panyingkiran-Ciherang... 82

4.5.Negara Tujuan bekerja dan Dinamika Jumlah Migran ... 86

4.6.Magnet Nagri Arab:Lain Kapok Kalah Beuki Gawok ... 96

4.7. Memudarnya Norma dan Melemahnya Peran Agama ... 100

4.8. Ikhtisar ... 111

V. MIGRASI INTERNASIONAL PEREMPUAN DAN PENGUASAAN LAHAN PEDESAAN ... 115

5.1. Rasionalitas dan Makna Lahan ... 115

5.2. Pemanfaatan Remiten: Antara Konsumtif-Produktif dan Sosial-Keagamaan... ... 138


(21)

xxi

5.3. Lahan dan Tradisi Ngamumule-Mulasara ... 149

5.4. Ikhtisar... 151

VI. MIGRASI INTERNASIONAL PEREMPUAN DAN KESETARAAN GENDER ... 154

6.1. Migrasi dan Perubahan Peran Dalam Rumahtangga... 154

6.2. Pergeseran Beberapa Fungsi Sosialisasi-Internalisasi Keluarga: Membanding Keluarga Migran-Non Migran... 164

6.2.1. Keluarga Migran... 165

6.2.2. Keluarga Non-Migran... 168

6.3. Rapuhnya Ikatan Keluarga: Resiko Pilihan Bekerja ... 171

6.4. Ikhtisar ... 175

VII. SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 179

7.1. Simpulan Tataran Empirik ... 179

7.2.Simpulan Tataran Teoritik ... 180

7.3. Rekomendasi ... ... 181

DAFTAR PUSTAKA ... 184 LAMPIRAN


(22)

xxii DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

2.1. Keterkaitan Antara Teori Sosio-Migrasi Internasional ... 14

2.2. Akses Perempuan Pedesaan Terhadap Sumberdaya... 26

2.3. Penelitian Sejenis dan Posisi Peneliti... 32

3.1. Rincian Dan Jumlah Responden ... 42

3.2. Responden Berdasarkan Pendidikan ... 43 3.3. Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 43 3.4. Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 43 3.5. Responden Berdasarkan Pengalaman Bekerja ... 44 3.6. Keterkaitan Antara Pokok-Isu Penelitian Dengan Jenis-Teknik-Analisis.. 48 4.1. Negara Tujuan Bekerja Migran ... 53 4.2. Kondisi Sosio-Geografis Desa Panyingkiran-Ciherang ... 54 4.3. Penduduk Usia Produktif Desa Panyingkiran... 60 4.4. Lembaga Pendidikan, Guru, dan Siswa... 62 4.5. Komposisi Jumlah Penduduk dan KK Desa Ciherang ... 64 4.6. Mobilitas Penduduk Desa Ciherang... 65 4.7. Komposisi Penggunaan Lahan Desa Ciherang ... 65 4.8. Pendidikan Yang Ditamatkan Penduduk Desa Ciherang ... 66 4.9. Pemilik Tanah Guntai Desa Panyingkiran... 69 4.10. Komposisi Jenis Mata Pencaharian ... 70 4.11. Perbedaan Antara Migran Generasi Perintis, Pengikut dan Penerus.... 75 4.12. Pendidikan Migran Perempuan Asal Desa Panyingkiran-Ciherang.... 84 4.13. Keterkaitan Antara Seting Sosial Ekonomi Pedesaan Dengan Dorongan

Melakukan Migrasi Internasional dari Desa Panyingkiran-Ciherang. 87 4.14. Negara Tujuan Bekerja Migran Perempuan Indonesia Tahun 2007-2009 .. 88


(23)

xxiii 4.15. Jumlah Tenaga Kerja Kabupaten Karawang yang Bekerja Di Luar

Negeri Tahun 2007-2010 ... 91 4.16. Sebaran Migran Perempuan Desa Ciherang Berdasarkan Negara Tujuan .. 92 4.17. Pemberangkatan TKI Perempuan Kab. Purwakarta Tahun 2008-2010 ... 93 4.18. Sikap Yang Dihadapi Migran Waktu Pertama Bekerja ... 108 4.19. Masalah Yang Sering Dialami di Tempat Bekerja ... 108 4.20. Keterkaitan Antara Seting Sosial Ekonomi dengan dorongan

Melakukan Migrasi ... 113 5.1. Pemanfaatan Tanah Darat oleh Keluarga Migran ... ... 118 5.2. Alasan Pembelian Lahan Bagi Migran... 120 5.3. Penguasaan Lahan oleh Migran Perempuan Desa Panyingkiran-Ciherang.. 128 5.4. Pemanfaatan Remitan Hasil Bekerja di Arab ... 141 5.5. Bentuk Penyelewengan Suami Migran Dan Cara Penyelesaian ... 144 5.6. Pola Pemanfaatan Remitan Tipe Keluarga Rikrik-Gemi... 146 6.1. Pembagian Peran Dalam Rumahtangga Migran ... 155 6.2. Pengambilan Keputusan Pada Rumahtangga Migran Perempuan ... 157 6.3. Perbedaan Dalam Menjalankan Fungsi Keluarga Antara Keluarga

Non-Migran Dengan Migran ... 165 6.4. Kasus Yang dialami Keluarga Migran Perempuan ... 173


(24)

xxiv DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

2.1. Alur Pikir Studi... 35 2.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ...58 4.3 Perekonomian Non-Pertanian Desa Panyingkiran... 59 4.4. Pemilik Lahan Pertanian Desa Panyingkiran tahun 2010... ... 68 4.5 Alur Pengiriman Migran Perempuan Dari Desa Panyingkiran-Ciherang 81 4.6. Penempatan TKI di Luar Negeri ... 87 4.7. Negara Tujuan Bekerja Migran Perempuan Indonesia ... 89 4.8. Negara Tujuan Bekerja Migran Perempuan Indonesia ... 90 5.1 Pembelian Lahan Oleh Migran Perempuan Desa

Panyingkiran-Ciherang... 116 5.2 Jumlah Pembelian Tanah Darat Oleh Migran Perempuan... 117 5.3 Pembelian Tanah Sawah oleh Migran Perempuan Desa


(25)

xxv DAFTAR BOKS

No. Teks Halaman

1. Para Petani Tunakisma dan Optimalisasi Lahan Pertanian ... ... 71

2. Pergeseran The Bread Winner ... 163


(26)

xxvi DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Tahun Keberangkatan Migran, Pembelian Lahan ... 191

2. Pembelian Lahan Dengan Rentang Waktu 5 Tahunan... 195

3. Masa Kerja Migran Per-2 tahun... ... 198

4. Pendidikan Yang Bisa Ditamatkan Anggota Keluarga Migran... 201

5. Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 204 6. Peta Lokasi Penelitian ... 209


(27)

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Migrasi tenaga kerja internasional yang dilakukan perempuan dari Desa Panyingkiran dan Desa Ciherang-Jawa Barat sudah berlangsung sejak tahun 1980-an, mereka bekerja pulang pergi ke Negara-negara Timur Tengah, khususnya ke Negara Arab Saudi. Secara sosiologismigrasi internasional bisa dimaknai sebagai salah satu tindakan rasional individu sebagai strategi dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapi rumahtanggamasyarakat pedesaan. Dihadapkan kepada berbagai kesulitan hidup, setiap individu dan rumahtangga dari berbagai lapisan sosial akan memiliki strategi yang berbeda pula. Upaya untuk bisa keluar dari berbagai kesulitan penghidupan tersebut oleh Ellis (2000), Owusu (2007), Wahyuni (2000), dee

Haan (2000) disebut sebagai ”survival strategy” dan ”coping strategy” yang bisa diartikan

sebagai suatu strategi nafkah yang dilakukan sebuah rumahtangga miskin atau “wirang”

(Kolopaking, 2000)ketika menghadapi kesulitan ekonomi. Tindakan ekonomi ini disengaja oleh rumahtangga untuk memuaskan sebagian besar kebutuhan dasar, paling tidak pada level yang minimum, sesuai dengan norma sosial dan budaya masyarakat.

Lebih rinci Ellis (2000) menjelaskan bahwa strategi yang dilakukan rumahtangga untuk bisa bertahan hidup dan meningkatkan standar hidup antara lain berupa: (1) meningkatkan produktivitas lahan seperti intensifikasi dan ekstensifikasi pada lahan pertanian; (2) pembagian tugas untuk mencari nafkah antara suami, istri, dan anak; (3) menjalin kerjasama dengan anggota komunitas dalam upaya mempertahankan jaminan sosial masyarakat; (4) menjalin hubungan patron-klien; (5) melakukan migrasi untuk bekerja, baik di kota maupun menjadi tenaga kerja ke luar negeri. Bagi rumahtangga yang memiliki keterbatasan akses dan lahan pertanian, salah satu strategi yang banyak dilakukan anggota keluarga adalah melakukan pilihan terakhir yaitu dengan cara mengirim salah seorang anggota keluarga, biasanya anak perempuan yang belum kawin atau istri untuk menjadi tenaga kerja internasional ke luar negeri.

Kesempatan untuk bekerja di luar negeri terbuka untuk laki-laki dan perempuan seiring dengan banyaknya permintaan dari negara-negara maju dan kaya di kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah, tetapi peluang pekerjaan paling besar adalah sebagai tenaga pembantu rumahtangga (PRT) yang diisi oleh perempuan muda, baik yang berstatus belum menikah maupun sudah menikah. Tenaga kerja internasional yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah perempuan dari Desa Panyingkiran Kecamatan Rawamerta Kabupaten Karawang dan Desa


(28)

2

Ciherang Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta, yaitu dua desa yang sejak tahun 1980-an b1980-anyak mengirim tenaga kerja terutama perempu1980-an ke negara kawas1980-an Timur Tengah khususnya Arab Saudi. Negara Arab Saudi menjadi tujuan tradisional utama migran perempuan dari Jawa Barat, karena merupakan negara awal tujuan tenaga kerja Indonesia, juga karena terdapat Kota Mekah yang merupakan tujuan ibadah haji Umat Islam. Bagi masyarakat Jawa Barat (etnis Sunda) yang kuat pemahaman agama Islamnya (secara tradisional) melakukan ibadah haji atau umroh selain menjalankan kewajiban salahsatu rukun Islam yang kelima, juga memiliki prestise luar biasa dan penting bagi status sosial individu atau keluarga dalam masyarakat. Atas dasar paparan tersebut, maka fokus dalam penelitian ini adalah migran perempuan yang bekerja di Negara Timur Tengah, khususnya mereka yang pernah bekerja di Negara Arab Saudi.

Fakta empiris membuktikan bahwa migrasi internasional didominasi oleh kaum perempuan pedesaan atau apa yang dinamakan feminisasi migrasi, padahal selama ini perempuan seringkali dipersepsikan sebagai kaum yang lemah, tidak berdaya, bekerja pada ranah reproduktif-domestik, dan apabila bekerja pun seringkali dianggap sebagai pencari nafkah

tambahan keluarga(the second bread winner). Terlebih perempuan dari etnis Sunda yang selama

ini dipersepsikan sebagai “pondok lengkahna; awewe kudu jiga dulang tinande”, yang secara

harfiah berarti perempuan memiliki keterbatasan dalam melangkah atau bergerak jika dibandingkan dengan laki, perempuan juga harus bersikap menerima pemberian dari laki-laki yang menjadi suaminya.Persepsi yang cenderung memarjinalkan perempuan tersebut saat ini sudah tidak tepat lagi, karena dalam tataran realita, banyak perempuan yang justru menjadi

pencari nafkah utama (the bread winner), dan menjadi “penyelamat” ekonomi keluarga, salah

satunya dengan cara menjadi migran internasional.

Bekerja di luar negeri dalam waktu yang cukup lama memerlukan keberanian luar biasa, keputusannya selain atas pertimbangan rasional individu migran (Weber, 1964), Coleman (1992), juga melibatkan persetujuan dan dukungan anggota keluarga (Massey, 1990b). Bagi perempuan yang sudah menikah, kepergian ke luar negeri bertambah berat karena mereka mempunyai peran sebagai istri dan ibu rumahtangga yang secara sosiologis dan agama dituntut kehadirannya dalam rumahtangga. Dalam pemikiran sosiologi ekonomi klasik dari Weber


(29)

3

choice theory)1tindakan aktor untuk memutuskan bekerja keluar negeri didasarkan kepada pertimbangan rasional individu. Artinya bahwa tindakan perempuan untuk melakukan migrasi ke luar negeri mengarah pada satu tujuan yaitu memperbaiki kondisi ekonomi keluarga, dan tujuan

itu ditentukan juga oleh nilai atau pilihan (preference) yang dipilih dengan pertimbangan

rasional. Dalam pemaknaan Weber (1964), dan Coleman (1992) peran individu sebagai aktor sangat penting karena untuk menafsirkan masyarakat harus didasarkan kepada pola-pola tindakan bermakna dari anggota-anggotanya yaitu individu, kehidupan sosial juga tidak memiliki entitasnya sendiri-sendiri tetapi meliputi strategi yang disusun oleh individu-individu yang bertindak rasional dengan memperhitungkan tindakan-tindakan individu yang lain. Keputusan tindakan rasional migran perempuan untuk bekerja di luar negeri selain karena terbatasnya lapangan pekerjaan, ketiadaan akses pemilikan lahan, keinginan untuk memperbaiki status sosial ekonomi, dalam prakteknya paling tidak dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: (1) selalu memperhatikan pertimbangan dan persetujuan keluarga; (2) keberhasilan migran sebelumnya;

dan (3) informasi sertanetworking yang terbentuk.

Melalui pendekatan kausalitas kumulatif (cumulative causation), Massey (1990b)

memandang bahwa terbentuknya jaringan migrasi melalui model pelembagaan migrasi internasional yang berkelanjutan merupakan suatu cara untuk mengembangkan aktivitas migrasi secara lebih progresif. Menurut Massey (1990b) paling kurang terdapatenam faktor potensialyang secara kumulatif dapat dipengaruhi oleh aktivitas migrasi internasional yang terjadi. Keenam faktor tersebut adalah: (1) distribusi pendapatan; (2) distribusi lahan; (3) organisasi pertanian; (4) kebudayaan; (5) distribusi regional dari modal manusia; dan (6) perubahan-pelabelan sosial. Apa yang dikonsepsikan Massey dalam konteks ini secara substantif menjadi relevan untuk menganalisis migrasi perempuan pedesaan di Jawa Barat, yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

1

Akar dari tradisi teori pilihan rasional berasal dari pemikiran ekonomi neo-klasik yaitu pemikiran

utilitarianisme dari Adam Smith dan Max Weber. Pandangannya adalah bahwa pengambilan dan penetapan sebuah keputusan tentang suatu tindakan akan melibatkan sejumlah pilihan masuk akal (rational choice) yang bisa diambil setelah mempertimbangkan kehadiran sejumlah faktor lain. Dalam rangka memproduksi sebuah tindakan, seorang individu dapat memanipulasi, memanfaatkan ataupun sekedar mempertimbangkan kehadirannya. Dalam perspektif sosiologi yang lebih baru, teori pilihan rasional diusung oleh James S. Coleman (1992) dalam Ritzer (2007:391),

yang menyebutnya sebagai “paradigma tindakan rasional”. Menurut Coleman, teori pilihan rasional adalah satu -satunya teori yang mungkin menghasilkan integrasi berbagai paradigma sosiologi, dimana pendekatannya beroperasi mulai dari dasar metodologi individualisme dan dengan menggunakan teori pilihan rasional sebagai landasan tingkat mikro untuk menjelaskan fenomena tingkat makro.


(30)

4

Kepulangan migran ke daerah asal dengan membawa remitan mampu memperbaiki kondisi ekonomi keluarga dan komunitas masyarakat sekitar. Secara empiris berbagai studi yang pernah dilakukan membuktikanhal tersebut. Penelitian Mantra (1998; 2000, 2001) menemukan bahwa migrasi internasional tenaga kerja perempuan ke Arab Saudi di Kabupaten Cilacap dan Bawean, memiliki dampak positif antara lain meningkatkan ekonomi keluarga, berubahnya perilaku konsumsi keluarga, terjadinya mobilitas sosial melalui perubahan status sosial ekonomi keluarga migran. Aktivitas migrasi juga secara tidak langsung ikut mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perilaku masyarakat yang ditandai dengan perubahan perilaku konsumsi dan berkembangnya kehidupan ekonomi di sekitar daerah migran, seperti yang ditemukan Kolopaking (2000) di Banyumas dan Sukabumi. Penelitian Wulan (2010) di Purwokerto, Wonosobo, dan Cianjur, menunjukkan bahwa migrasi internasional buruh migran perempuan (BMP) secara ekonomi meningkatkan kesejahteraan keluarga migran juga meningkatkan keberdayaan perempuan migran melalui remitan sosial yang dimiliki mereka.

Pemanfaatan remitan yang dihasilkan selain untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar keluarga, sebagian ada yang digunakan untuk berbagai pemenuhan kebutuhan yang bersifat

produktif seperti modal berusaha dan bekerja, membeli lahan – tanah darat dan sawah – biaya

pendidikan anggota keluarga. Ketertarikan migran untuk memanfaatkan remitan kepada lahan karena pertimbangan bahwa lahan sebagai sumber daya, bagi penduduk pedesaan yang bermata pencaharian sebagai petani, memiliki nilai ekonomi, dan sekaligus nilai sosi0-religius yang

tinggi ditengah berbagai pengaruh kapitalisme yang berimplikasi kepada deagrarianization,

depeasantization, derulalization (Soetarto, 2012). Pun demikian, bagi masyarakat pedesaan di Jawa Barat, lahan juga memiliki sisi historis dan politik yang mendalam karena lahan mengkategorisasi struktur sosial masyarakat, bahkan menjadi penyebab ketimpangan di masyarakat pedesaan. Bagi keluarga migran, mampu membeli lahan merupakan salah satu strategi untuk bisa memperbaiki ekonomi rumahtangga sekaligus meningkatkan status sosial. Dalam jangka panjang, penguasaan lahan merupakan salah satu upaya untuk bisa berhenti dari

ketergantungan menjadi buruh tenaga kerja internasional atau apa yang dinamakan yo-yo

migration2(Margolis, 1994). 2

Maxine L. Margolis dalam bukunya berjudul:” An ethnography of Brazilian Imigrants In New York City”. 1994, menjelaskan bahwa “yo-yo migration refers by migrant, come closer to “commuting” than to “migrating”, some

returnes become”shuttle migrants” or “cultural commuter” who move back and forth between home and host


(31)

5

Pertautan antara migrasi tenaga kerja internasional perempuan dengan penguasaan lahan pedesaan dan kesetaraan gender yang terjadi di Indonesia merupakan penanda baru dalam studi migrasi internasional kontemporer, khususnya dalam kasus di Jawa Barat. Penelitian ini memperoleh signifikansinya karena secara khusus mendalami dan fokus kepada: (1) rasionalitas bermigrasi dari perempuan pedesaan Jawa Barat; (2) pola pemanfaatan remitan yang dihasilkan migran tenaga kerja internasional perempuan pedesaan Jawa Barat, termasuk yang dialokasikan dalam pembelian lahan berupa tanah darat dan tanah sawah;(3) rasionalitas dan makna lahan bagi migran perempuan beserta keluarganya; dan (4) implikasi penguasaan lahan terhadap kesetaraan gender, khususnya dalam pembagian peran dan pengambilan keputusan pada aras keluarga dan rumahtangga di pedesaan Jawa Barat yang masih dominan dengan nilai-nilai patriarkhi3.

1.2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berbagai kesulitan hidup seperti terbatasnya pekerjaan di pedesaan, kurangnya akses terhadap lahan pertanian, bagi sebagian keluarga miskin di pedesaan antara lain direspon dengan cara mengirim anggota rumahtangga untuk menjadi tenaga kerja internasional di luar negeri, dan bagi masyarakat pedesaan Jawa Barat termasuk dari Desa Panyingkiran dan Ciherang, Negara Arab Saudi sampai saat ini menjadi pilihan utama untuk bekerja.

Bekerja sebagai pembantu rumahtangga (PRT) di luar negeri banyak dipilih oleh perempuan dari pedesaan sebagai sebuah tindakan rasional ekonomi dengan harapan bisa menghasilkan upah berupa remitan yang bisa digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup keluarga dan rumahtangga migran di daerah asal. Melalui remitan yang dihasilkan diharapkan mampu mencukupi berbagai kebutuhan dasar yang bersifat konsumtif, sampai

pemenuhan berbagai kebutuhan yang bersifat produktif seperti membeli lahan – tanah darat dan

sawah -, modal bekerja dan berusaha, membiayai upacara kematian, dan membiayai pendidikan

3

Konsep patriarkhi menekankan pada kesalingterkaitan aspek-aspek ketimpangan gender, dan menganalisis pembagian kepentingan antara kebanyakan laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh struktur sosial dari relasi gender. Patriarkhi dalam pengertian yang lebih lanjut diartikan sebagai sistem sosial di mana laki-laki mendominasi, menindas dan mengeksploitasi perempuan, perempuan selalu dirugikan di banyak bidang analisis patriarkhi juga bervariasi dalam soal apakah posisi laki-laki sebagai kepala rumahtangga dan unit keluarga dianggap sebagai kunci bagi kemampuan mereka untuk mendominasi. Analisis tradisional seringkali mernempatkan laki-laki sebagai kepala rumahtangga, sedangkan analisis yang lebih baru lebih mengkaji relasi sosial yang lebih luas yang mana laki-laki mendominasi perempuan adalah di bidang reproduksi, kekerasan, seksualitas, pekerjaan, kultur dan negara. Outhwaite (2008)


(32)

6

anggota keluarga. Pada kenyataannya, kemampuan migran perempuan untuk meningkatkan

kesejahteraan keluarga baru bisa terwujud ketika mereka bulak-balik (yoyo-migration) pergi ke

luar negeri beberapa kali.

Bagi migran perempuan yang berstatus sebagai ibu rumahtangga, memilih bekerja di luar negeri terpaksa harus meninggalkan berbagai peran yang menjadi tanggungjawabnya yang dituntut baik secara sosial maupun keagamaan. Migrasi internasional perempuan juga berimplikasi terhadap relasi gender antara lain perubahan peranan dan pengambilan keputusan yang terjadi dalam keluarga, rumahtangga maupun komunitas pedesaan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Apa rasionalitas migran perempuan dari pedesaan bekerja di luar negeri?

2. Bagaimana rasionalitas dan makna penguasaan lahan bagi migran perempuan dan

keluarganya pada komunitas pedesaan?

3. Bagaimana relasi gender khususnya pembagian peran dan pengambilan keputusan yang

terjadi dalam keluarga dan rumahtangga migran perempuan?

1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah seperti yang diungkapkan dalam latar belakang masalah, tujuan yang akan dicapai penelitian ini ialah: (1) mengetahui rasionalitas yang mempengaruhi migran perempuan untuk bekerja di luar negeri; (2) menganalisis keterkaitan antara pemanfaatan remitan yang dihasilkan migran internasional perempuan dengan penguasaan lahan; (3) menganalisis rasionalitas dan makna penguasaan lahan bagi migran perempuan dan keluarganya pada komunitas pedesaan; dan (4) menganalisis bagaimana migrasi internasional perempuan dan kesetaraan gender, khususnya dalam perubahan peran dan pengambilan keputusan dalam keluarga dan rumahtangga migran dan dibandingkan dengan keluarga dan rumahtangga non-migran.

Sebagai sebuah penelitian, signifikansi atau kegunaan penelitian ini mencakup pada tataran akademis dan praktis.

a. Secara akademis, penelitian ini mensintesis arah baru studi migrasi dalam perspektif

penguasaan lahan dan kesetaraan gender pada aras kerluarga, rumahtangga pada komunitas pedesaan.


(33)

7

b. Tujuan praktis dari penelitian diharapkan menjadi bahan masukan kepada pihak-pihak yang

terkait dengan ketenaga kerjaan internasional perempuan serta kaitannya dengan penguasaan lahan dan relasi gender pada masyarakat pedesaan. Informasi ini penting, karena permasalahan tenaga kerja perempuan yang bekerja di luar negeri sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang kompleks dan belum ada jalan keluar yang tepat, termasuk penanganan migran kembali atau eks-migran yang memiliki berbagai potensi berupa remitan sosial yang belum banyak dimanfaatkan.

c. Sebagai bahan rujukanaktual arah penelitian berikutnya yang terkait dengan gerak penduduk,

khususnya migrasi tenaga kerja internasional perempuan pedesaan serta kaitannya dengan penguasaan lahan dan kesetaraan gender di pedesaan.

1.4. Novelty

Penelitian dengan topik migrasi perempuan internasional yang sudah dilakukan umumnya mengkaji penggunaan remitan ekonomi, remitan sosial, serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan keluarga dan masyarakat sekitar, pembangunan daerah, serta dampak negatif yang ditimbulkan. Penelitian yang secara spesifik mendalami migrasi internasional perempuan di Jawa Barat dan pengaruhnya terhadap penguasaan lahan oleh perempuan serta peran gender pada aras keluarga, rumahtangga dan komunitas pedesaan di Jawa Barat merupakan suatu topik yang baru.

Kebaruan penelitian ini adalah, pertamabahwa migran perempuan dari Desa Panyingkiran dan

Ciherang Jawa Barat sebagian masih tertarik untuk membelanjakan remitan yang dihasilkan ke dalam bentuk lahan, dengan cara membeli tanah darat, dan sawah ditengah semakin meluruhnya deagrarianization, depeasantization dan derulalizationsebagai pengaruh langsung dan tidak langsung kapitalisme yang masuk ke pelosok pedesaan di berbagai negara berkembang termasuk pedesaan di Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa secara aksiologis, penguasaan lahan yang dilakukan oleh migran dan eks-migran perempuan memunculkan dinamika agraris di pedesaan

dan mengubah peta perekonomian pedesaan. Kedua, penguasaan lahan oleh perempuan menjadi

parameter nyata bahwa telah terjadi proses pembentukkan kekuasaan yang berimbang antara laki-laki dan perempuan yang mengarah kepada kesetaraan gender di tengah masyarakat pedesaan Jawa Barat yang masih dominan nilai budaya patriarkhi, dimana perempuan masih sering dipersepsikan sebagai individu yang memiliki keterbatasan dalam berbagai aktivitas


(34)

8

second bread winner. Ketiga, penguasaan lahan oleh perempuan di pedesaan mampu meningkatkan status sosial keluarga pelaku migran pada komunitas pedesaanyang masih menempatkan lahan sebagai salahsatu indikator ekonomi dalam menentukan status sosial masyarakat pedesaan yang masih bercorak agraris.


(35)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan dipaparkan teoretisasi migrasi internasional dari beberapa ahli migrasi yang meliputi pengertian, migrasi dari perspektif peneliti coba pertautkan dengan

ekonomi rasional-Weber, Coleman, embedded-Granovetter, dan cumulative causation-Massey.

Bagian lain mengungkap gender dan pembagian peran dalam rumahtangga, migrasi

internasional: dari narasi struktur agrarian ke penguasaan lahan, penelusuran terhadap penelitian

sejenis dan posisi peneliti dalam penelitian migrasi internasional. Bagian terakhir dipaparkan

mengenai alur pemikiran studi.

2.1. Teoretisasi Migrasi Internasional

Migrasi merupakan fenomena yang telah berlangsung lama mengikuti perjalanan

peradaban manusia4. Perpindahan penduduk dari negara asal ke negara tujuan terjadi hampir di

seluruh belahan dunia, jumlah yang terus meningkatdengan berbagai alasan seperti alasan ekonomi, situasi politik di dalam negeri yang tidak menentu dan alasan bencana alam.

Migrasi internasional didefinisikan sebagai suatu bentuk mobilitas penduduk yang melampaui batas-batas wilayah negara dan budaya (Zlotnik, 1998; Appleyard, 1989;Haris, 2003). Pengertian yang lebih luas dikemukakan Lee (1992); Bogue (1969); Bedford(1981)dalam Haris (2002) yang mendefinisikan migrasi internasional sebagai suatu aktivitas perpindahan penduduk yang mencakup aspek perubahan tempat tinggal, tujuan migrasi maupun keinginan-keinginan menetap atau tidak menetap di daerah tujuan.Berdasarkan konteks pelaku atau migran, PBB mendefinisikan bahwa migran internasional adalah seseorang yang tinggal di luar negara asal tempat tinggalnya selama periode sekurang-kurangnya satu tahun. PBB menaksir bahwa pada tahun 2005 ada sekitar 200 juta migran internasional di seluruh dunia, termasuk sekitar 9 juta di antaranya pengungsi (Kosser, 2009).

Pada awalnya, teori migrasi dipahami dalam konteks ekonomi, misalnya Lewis (1986),

Fei dan Ranis (1961) yang menganggap bahwa migrasi sebagai ”equilibrium mechanism”yaitu

keseimbangan antara sektor subsisten dengan sektor modern di negara berkembang dan negara

maju.Dalam pandangan teori neoklasik ekonomi makro5, Wood (1982), berpendapat bahwa

4

Melalui pendekatan historis, Pigay (2005: 12-16) menguraikan sejarah migrasi manusia yang berjalan seiring peradaban di berbagai belahan bumi.

5

Beberapa asumsi dan logika migrasi internasional neoklasik makro adalah: (1) migrasi internasional tenaga kerja disebabkan oleh perbedaan tingkat upah antar negara; (2) Penghilangan perbedaan upah akan mengakhiri


(36)

10

perpindahan tenaga kerja terjadi dari negara yang mengalami surplus tenaga kerja tetapi kekurangan kapital menuju negara yang kekurangan tenaga kerja tetapi memiliki surplus kapital. Teorineoklasik ekonomi mikro berpendapatbahwa migran potensial, selalu mempertimbangkan ‟cost and benefit‟ dari setiap perpindahan ke daerah tujuan yang memiliki potensi lebih besar dibandingkan dengan daerah asal migran (Massey, 1993; Kuper dan Kuper, 2000).Todaro (1998) menyatakan migrasi merupakan suatu proses yang sangat selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan dan demografi tertentu, maka pengaruhnya terhadap faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi dari masing-masing individu juga bervariasi. Selektifitas dalam menentukan pergi atau tidaknya individu meninggalkan daerah asal bermula dari

pemikiran rasional dengan memperhitungkan biaya costdan benefit yang akan diperoleh dengan

kepergian tersebut, termasuk memperhitungkan kemungkinan berbagai resiko yang akan dihadapi individu pelaku migran.

Faktor yang melatarbelakangi migrasi tenaga kerja ke daerah tujuan adalah faktor makro

yang lebih dikenal dengan daya tarik (pull factor) dari daerah tujuan dan daya dorong (push

factor) dari daerah asal (Lee, 1995), Piore (1979)6. Seseorang melakukan mobilitas disebabkan oleh adanya motivasi tertentu, ketimpangan perkembangan ekonomi antar daerah, secara rasional akan mendorong penduduk untuk melakukan mobilitas, dengan harapan di daerah baru akan

perpindahan tenaga kerja, dan migrasi tidak akan terjadi bila perbedaan tersebut tidak ada; (3) aliran internasional sumberdaya manusia sebagai modal – yaitu berupa pekerja dengan tingkat keterampilan tinggi - melakukan respon dan pola migrasi yang unik dan berbeda yang mungkin bersifat berlawanan dengan tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan; (4) Pasar tenaga kerja adalah mekanisme utama, di mana aliran internasional tenaga kerja didorong, pasar jenis lain tidak punya efek penting terhadap migrasi internasional. Secara lengkap, Wood, Charles H. 1982. membagi teori migrasi internasional menjadi tiga perspektif, yaitu: (1) neoklasik (equilibrium); (2) historis-struktural; dan (3) perspektif alternatif yang memposisikan rumahtangga sebagai unit analisis.

6

Piore (1979) sebagai pendukung teori ini berargumentasi bahwa migrasi internasional disebabkan oleh permintaan permanen terhadap buruh imigran yang otomatis muncul dari struktur ekonomi negara-negara yang maju. Migrasi tidak disebabkan oleh faktor pendorong di negara pengirim. Inti teori dual labour market: (1) migrasi internasional, sebagian besar terjadi atas dasar permintaan, dan dimulai oleh rekrutmen oleh pengguna tenaga kerja di negara maju, (2) perbedaan upah internasional bukan merupakan kondisi yang cukup untuk terjadinya migrasi buruh, (3) tingkat upah yang rendah di negara penerima, tidak meningkat sebagai respon terhadap penurunan pasokan pekerja imigran, (4) meskipun demikian, tingkat upah yang rendah, bisa jatuh sebagai akibat peningkatan pasokan pekerja imigran, karena kendali sosial dan kelembagaan yang mencegah naiknya upah yang memang sudah rendah tersebut, tidak mencegah turunnya upah tersebut, (5) pemerintah punya kemungkinan kecil untuk mempengaruhi migrasi internasional dalam hal upah dan tingkat kesempatan kerja. Teori Segmented Labour Market dari Piore (1979)berasal dari perspektif demografi-ekonomi berpendapat bahwa arus migrasi tenaga kerja dari suatu negara ditentukan oleh faktor permintaan (demand) pasar kerja yang lebih tinggi di negara lain. Faktor penarik berupa pasar kerja (pull factor) terhadap arus migrasi tenaga kerja, jauh lebih dominan jika dibandingkan dengan faktor penekan lain untuk berpindah (push factor) yang ada di daerah asal.


(37)

11

memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik.Lewis, (1986); Ranis & Fei(1961); Todaro(1979); Titus, (1985); dan Lee, (1992).

Pendekatan The new economics of migration of theory dari Massey (1993) menganggap

bahwa migrasi sebagai pilihan keluarga,merupakan salah satu cara mengurangi resikoyang dilakukan keluarga. Kepala keluarga akan membiayai perjalanan anggota keluarga yang melakukanmigrasi dan biaya hidup selama dia mencari pekerjaan, dan migran mempunyai komitmen untuk mengirim remitan kepada keluarga. Pandangan Massey sejalan dengan Ellis

(2000) dan Owusu (2007) bahwa migrasi – internal maupun internasional - merupakan salah satu

cara yang biasa dilakukan keluarga miskin di pedesaan sebagai bentuk survival strategy dan

coping strategy disamping pilihan yang lainnya.

Massey (1990b) dalam teori cumulative causation mengemukakan bahwa migrasi

internasional merupakan akumulasi berbagai faktor yang mendorong setiap keputusan migrasi dalam konteks sosial migrasi. Beberapa faktor yang penting dalam menghubungkan umpan-balik antara perilaku individu dalam melakukan migrasi dan struktur masyarakat. Paling tidak terdapat enam faktor potensial yang secara kumulatif dapat dipengaruhi oleh aktivitas migrasi internasional yang terjadi, yaitu: (1) distribusi pendapatan; (2) distribusi lahan; (3) organisasi produksi pertanian; (4) kebudayaan; (5) distribusi regional dari sumberdaya manusia; dan (6)

perubahan sosial.Teori cumulative causation dalam penelitian ini dijadikan dasar untuk

mengungkapkan bagaimana migrasi internasional perempuan dari pedesaan mempengaruhi penguasaan lahan dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan pada aras rumahtangga di komunitas pedesaan Jawa Barat. Penguasaan lahan oleh migran perempuan akan terjadi ketika mereka bekerja dalam waktu yang cukup lama dan harus bolak-balik ke luar negeri atau apa

yang dikonsepsikan sebagai bentuk yo-yo migration(Margolis, 1994).

2.2.Migrasi Internasional: Antara Tindakan Rasional-Weber; Coleman dan Embedded-Granovetter.

Keterkaitan antara migrasi internasional perempuan pedesaan sebagai sebuah tindakan rasional dari individu mendapat tempat dalam pemikiran Weber mengenai tindakan ekonomi

yang rasional (rational action). Tindakan aktor sesungguhnya tidak hanya sekedar


(38)

12

(2003)7 sebagi “fenomena yang relevan secara ekonomi” dan “fenomena yang dikondisikan

secara ekonomi”.Menurut Coleman (1992) individu selalu bertindak sangat rasional. Hal ini karena setiap individu atau aktor memiliki kepentingan, dimana mereka mengontrol sumberdaya dan persaingan tetapi mereka kekurangan sesuatu karena tidak dapat secara penuh mengontrol sumberdaya dan persaingan tersebut untuk memenuhi kepentingannya. Itulah sebabnya, individu/aktor kemudian melakukan pertukaran sumberdaya yang dimilikinya. Dalam konteks migran perempuan, sumberdaya yang mereka miliki hanya berupa tenaga kasar yang siap “dijual” kepada negara-negara yang membutuhkan dengan berbagai resiko yang harus dihadapi.

Keterbatasan sumberdaya yang dapat dipertukarkan oleh migran perempuan menyebabkan bentuk pertukaran yang tidak seimbang, artinya migran perempuan harus mengelurakan energy lebih sedangkan imbalan dari pertukaran yang diperoleh berupa upah atas kerja keras mereka dihargai jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan resiko kerja. Kondisi ini diakibatkan antara lain lain pendidikan dan keterampilan migran perempuan yang rendah sehingga posisi tawar mereka sangat lemah. Namun demikian, upah yang diterima migran perempuan jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan upah di Indonesia untuk jenis pekerjaan yang sama.

Jika ahli ekonomi lebih menekankan kepada tindakan ekonomi murni, berupa tindakan yang secara eksklusif didorong oleh kepentingan dan rasional “harapan terhadap nilai kegunaan” (utility), maka sosiologi ekonomi tradisi Weberian mempelajari tindakan ekonomi yang berorientasi sosial, yaitu suatu tindakan yang didorong oleh kepentingan ekonomi dan diorientasikan pada aktor lain berdasarkan pertimbangan yang bukan motif ekonomi

semata-mata tetapi bisa dipengaruhi juga habits, berupa kebiasaan-kebiasaan, tradisi, dan emosi atau

perasaan. Menurut Weber, ketiga aspek tersebut adalah faktor penggerak ekonomi terpenting dari individu dalam kegiatan ekonomi. Di sini terdapat titik temu antara tindakan rasionalnya instrument dan rasionalitas yang berorientasi nilai dari Weber dengan tindakan migran

7

Menurut Swedberg (2003), yang dimaksud dengan “fenomena yang relevan secara ekonomi” dan “fenomena yang dikondisikan secara ekonomi berupa; (1) fenomena ekonomi terdiri dari norma-norma ekonomi dan kelembagaan ekonomi yang terbentuk untuk memenuhi tujuan ekonomi (misalnya, perbankan)- dipelajari melalui teori ekonomi, (2) fenomena yang relevan secara ekonomi adalah fenomena non-ekonomi yang memberi dampak pada fenomena ekonomi (misalnya ascetic Protestanism, sebuah analisa dalam The Protestan Ethic)- dipelajari melalui sejarah ekonomi maupun sosiologi ekonomi, (3) fenomena yang dikondisikan secara ekonomi adalah fenomena pada tingkat tertentu dipengaruhi oleh fenomena ekonomi (misalnya tipe religi yang cenderung diadopsi sebagian tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan anggotanya) – dipelajari melalui sejarah ekonomi maupun sosiologi ekonomi.


(39)

13

perempuan untuk bekerja sebagai PRT ke luar negeri. Kondisi ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa tindakan bekerja ke luar negeri, selain didasari motif ekonomi, juga terdapat keinginan lain yang bersifat non-ekonomi seperti meningkatkan status sosial keluarga. Weber membagi tindakan individu selalu dalam konteks sosial, artinya bahwa tindakan sosial

bisa dipahami sebabagai verstehen atau pemahaman subyektif untuk memahami secara valid

mengenai arti-arti subyektif suatu tindakan sosial dari individu (Weber, dalam Lawang, 1988). Weber membagi tindakan menjadi empat macam yaitu: (1) rasionalitas instrumental (zweckrationalitat); (2) rasionalitas yang berorientasi nilai (wertrationalitat); (3) tradisional/non-rasional; dan (4) afektif.

Tindakan migran perempuan sebagai aktor yang memiliki berbagai keinginan yang bersifat ekonomi maupun pertimbangan lain yang bersifat non-ekonomi oleh Granovetter

dikatakan sebagai tindakan yang embedded atau terlekat dalam relasi sosial dan struktur jaringan

sosial. Pada bagian inilah secara teoritis terdapat asosiasi yang erat antara sosiologi, ekonomi dan kependudukan sebagai suatu sintesa baru yang secara ontologis dan epistemologis keilmuan melahirkan suatu sintesa baru berupa ilmu sekaligus kajian sosiologi migrasi.

Granovetter mendasarkan teoriembedded mengenai organisasi pada tiga asumsi klasik

sosiologi, yaitu: (1) upaya untuk meraih tujuan ekonomi seringkali dibarengi oleh tujuan non-ekonomi seperti sosiabilitas, persetujuan, status dan kekuasaan; (2) tindakan non-ekonomi (seperti tindakan lainnya) disituasikan secara sosial, dan tidak dapat dijelaskan oleh semata-mata motif-motif individu; ini terlekat dalam jaringan-jaringan yang sedang berjalan, dari relasi-relasi personal, dan bukan dilakukan oleh aktor-aktor yang terfragmentasi; (3) institusi-institusi ekonomi tidak muncul secara otomatis dalam beberapa bentuk yang menjadi tak dapat dihindari

oleh situasi-situasi eksternal, tetapi menjadi “terkonstruksi secara sosial” (Granovetter, 1992).

Tindakan migran perempuan untuk memutuskan bekerja sebagai PRT di luar negeri sebenarnya merupakan titik temu antara tindakan individu sebagai aktor yang rasional sekaligus

merefleksikan tindakan yang embedded kepada relasi dan struktur sosial. Keinginan untuk

memperbaiki ekonomi rumahtangga, keinginan untuk merubah status sosial melalui jalan

penggunaan remitan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan termasuk membeli lahan – tanah

darat dan sawah – merupakan wujud dari tindakan individu yang mengutamakan utilitas dan


(40)

14

Penjelasan mengenai keterkaitan antara teori sosiologi dan ekonomi yang diusung Weber, Coleman, Swedberg, Granovetter dengan Massey mengenai dorongan dan tindakan individu dalam melakukan migrasi internasional, dijelaskan dalam tabel 2.1. dibawah ini.

Sebuah tindakan rasional perempuan bertindak dan mengambil keputusan pergi bekerja

ke luar negeri yang merupakan coping dan survival strategypada aras mikro dan meso dengan

keinginan-keinginannya untuk bisa berhasil secara ekonomi, dan embedded secara sosial untuk

mendapat pengakuan berupa naiknya status sosial dari warga komunitas dimana migran perempuan berasal. Dengan demikian, secara teoritis terdapat relasi yang kuat antara nilai-nilai rasional ekonomi dengan struktur sosial dimana individu sebagai aktor dalam memutuskan kepergian ke luar negeri.

Tabel 2.1. Keterkaitan Antara Teori Sosio-Migrasi Internasional

Tokoh Teori-Konsep Asumsi-asumsi Keterkaitan dengan fenomena

Migrasi Internasional Perempuan

Weber (1908) Social-rationality

Tindakan ekonomi dengan basis ekspektasi terhadap utilitas dan berorientasi sosial

Motif perempuan untuk melakukan migrasi antara lain untuk bisa mengubah dan memperbaiki status sosial keluarga

Coleman (1992)

Individual-rational

Aktor bertindak secara rasional; memiliki alternatif pilihan; tindakan aktor memiliki dampak; memiliki ekspektasi parameter sistem

Motif perempuan melakukan migrasi didorong oleh pertimbangan individu aktor secara rasional dan ekspektasi terhadap keberhasilan Swedberg

(1993)

Social-rationality

Aktor bertindak ekonomi didorong motif ekonomi dan utilitas, juga karena rasional sosial

Migrasi internasional perempuan pedesaan merupakan tindakan rasional yang paling

memungkinkan mengubah dan memperbaiki status sosial keluarga dan rumahtangga Granovetter

(1992)

Social-embeddednes

Relasi jaringan sosial Tindakan ekonomi adalah : bentuk tindakan sosial, diposisikan secara sosial, dan bagian dari struktur sosial

Networking terbentuk dengan sesama migran, sponsor/calo PJTKI

Remitan ekonomi, sosial bisa menaikkan status sosial dalam komunitas migran


(41)

15 Massey (1990b; 1993) Cumulative causation Migrasi internasional merupakan tindakan individu untuk mengurangi resiko dalam keluarga

Migrasi internasioanl memiliki penyebab kumulatif berupa enam faktor sosio-ekonomi yaitu; distribusi pendapatan, distribusi lahan, organisasi pertanian, kebudayaan, distribusi regional modal manusia, dan pelabelan sosial

Anggota keluarga yang biasanya anak perempuan, atau yang

berstatus sebagai istri “dikirim”

untuk bekerja keluar negeri sebagai bentuk “survival

strategy dan copyng strategy”

Migran perempuan diharapkan mampu memberbaiki status sosial ekonomi keluarga antara lain berupa pemilikan rumah, lahan pertanian dan modal berusaha

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

2.3. Gender, Pembagian Peran Dalam Rumahtangga dan Akses Terhadap Lahan 2.3.1. Gender Sebagai Konstruksi Sosial

Mengacu kepada Instruksi Presiden No 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, pengertian gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.Gender adalah relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil pembelajaran sosial budaya yang membedakan peran, fungsi dan tanggung jawab yang diemban oleh seorang perempuan dan laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial budaya. Pembedaan peran, fungsi dan tanggungjawab yang berbasis pada relasi gender seperti ini dapat mengalami perubahan dan berbeda wilayah atau antar-daerah, antar-negara, antar-suku bangsa dan antar-bangsa yang dapat dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, ekonomi, politik, agama dan negara (Hubeis, 2008). Mengacu kepada pengertian gender tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah kesetaraan gender adalah terdapat relasi yang setara antara laki-laki dan perempuan berupa kondisi untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamana nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Mosse, (1996); Djohani, (1996) menjelaskan bahwa secara sederhana, gender dapat diartikan sebagai pembagian peran, kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan karakteristik perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh norma-norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Gender dibedakan dengan jenis kelamin (Mosse, 1996), jika jenis kelamin lebih merujuk kepada perbedaan


(42)

16

biologis antara laki-lakidengan perempuan, maka gender mengarah kepada seperangkat perilaku khusus yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumahtangga, seksualitas, dan tanggung jawab keluarga. Dalam hal ini, gender bukan hanya berbicara mengenai perempuan saja, namun juga membicarakan tentang laki-laki dalam

kaitannya dengasn partnership dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan untuk

mencapai suatu tujuan (Puspitawati, 2009).

Pemahaman keliru mengenai gender dimulai dari persepsi yang salah mengenai sifat dan peran laki-laki dan perempuan. Masyarakat terlanjur memberi stereotipe bahwa laki-laki adalah makhluk kuat, tegas, rasional, pemimpin, dan maskulin. Sedangkan perempuan dipersepsikan sebagai makhluk yang lemah lembut, emosional, dan feminin. Kekeliruan ini bermula dari

pemaknaan terhadap gender pada masyarakat yang masih di dominasi nilai budaya patriarkhi8.

Secara teoritis, terdapat dua ideologi mengenai pengarus utamaan gender, yaitu woman in

development (WID) dan gender and development (GAD).Ideologi WID lebih meyakini bahwa permasalahan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan merupakan masalah yang bersumber dari perempuan yang selama ini termarginalkan, dengan demikian pemecahannya antara lain melalui penciptaan program yang melibatkan perempuan dalam pembangunan seperti meningkatkan produktivitas dan pendapatan perempuan melalui penciptaan lapangan kerja. Salah seorang pendukung ideologi pertama adalah Sajogyo (1985), menekankan kepada pentingnya mengikutsertakan perempuan dalam kegiatan produksi agar bisa mendukung pembangunan yang dilaksanakan. Dengan pendekatan WID, perempuan dilibatkan dalam kegiatan di luar rumah sebagai tenaga kerja produksi, tetapi perannya dalam rumahtangga tidak diusik.

Menurut ideologi GAD, sumber permasalahan termarjinalkannya perempuan terletak pada ideologi pembangunan yang tidak adil dan menyebabkan ketidaksejajaran hubungan kekuasaan antara kelompok kaya-miskin, pusat-daerah, kota-desa, dan lelaki-perempuan. Kondisi ini menyebabkan berlangsungnya pembangunan yang tidak adil dan tidak berperan

8

Patriarkhi bisa dimaknai sebagai sebuah sistem sosial di mana dalam tata kekeluargaan sang ayah sebagai laki-laki menguasai semua anggota keluarganya, semua harta milik dan sumber-sumber ekonomi, dan membuat semua keputusan penting. Dewasa ini sistem sosial yang patriarkhis mengalami perkembangan dalam hal lingkup institusi sosialnya, di antaranya lembaga perkawinan, institusi ketenagakerjaan, dan lain-lain. Pengertiannya pun berkembang

menjadi semakin meluas dari „hukum Ayah‟ ke hukum suami, hukum bos laki-laki, dan hukum laki-laki secara umum pada hampir semua institusi sosial, politik, dan ekonomi . Penjelasan lebih jelas Baca Indrasari

Tjandraningsih. “Analisis Gender Dalam Memahami Persoalan Perempuan “Jurnal Analisis Sosial, 1996. Bandung:


(43)

17

sertanya perempuan secara maksimal dan hanya menjadi subordinat dari berbagai program pembangunan yang sedang berlangsung.

Sebagai sebuah konstruksi sosial, gender terkait erat dan selalu berbeda pada setiap masyarakat, dan peran gender dipengaruhi oleh kelas sosial, usia, dan latar belakang etnis. Pada aras keluarga, peran gender antara lain akan terlihat dalam hal pembagian kerja antara

suami-istri, peran anak laki-laki dengan anak perempuan, “siapa memutuskan apa”,“siapa melayani

siapa”, dan “siapa melindungi siapa”, serta akses terhadap sumberdaya (termasuk lahan) dan mengatur bagaimana cara-cara berhubungan dengan pihak luar. Dengan demikian, peran yang harus dilakukan seorang perempuan dari kelas sosial atas akan berbeda dengan yang berasal dari kelas bawah, perempuan yang berada di perkotaan dengan yang berada di pedesaan akan memiliki peran gender yang berbeda, terlebih ketika perempuan kurang memiliki akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang akan mempengaruhi kiprahnya pada aras keluarga, rumahtangga dan komunitas sekitarnya.

Perempuan dalam rumahtangga di pedesaan, terutama yang berasal dari keluarga miskin, harus berperan ganda yaitu selain sebagai pengurus rumahtangga juga sebagai pencari nafkah keluarga. Namun karena mereka memiliki pendidikan dan keterampilan rendah sehingga mereka perlu ditambah pendidikan dan keterampilannya agar dapat mengakses sumber mata pencaharian lain yang memiliki upah lebih baik demi kesejahteraan keluarga. Perempuan juga mempunyai peran yang setara dengan laki-laki, dalam hal ini sebagai suami-istri dalam setiap pengambilan keputusan dalam rumahtangga (Wahyuni dan Kolopaking, 2010).

Sajogyo (1985) menjelaskan bahwa peran perempuan dalam kegiatan produksi atau sumbangan terhadap pembangunan masih dianggap remeh. Masih terdapat ketidakadilan terhadap perempuan, apapun jenis pendidikan, keterampilan dan pekerjaan untuk perempuan harus disesuaikan dengan budaya masyarakat setempat yang masih mengutamakan peran ganda perempuan yaitu sebagai istri, ibu, dan pengurus rumahtangga, selain sebagi pencari nafkah. Proses perubahan moda mencari nafkah dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa juga terus berlangsung. Menurunnya luas lahan pertanian untuk setiap keluarga petani juga terus meningkat yang mendorong pekerja dari desa bermigrasi ke kota atau ke luar negeri untuk mendapat pekerjaan, termasuk di antara mereka adalah para perempuan.


(44)

18

Para perempuan yang terdorong ke luar desa untuk bekerja di sektor non-pertanian belum sempat dibekali dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai, sehingga mereka hanya mampu masuk ke sektor-sektor pekerjaan dengan upah rendah, berat, dan berbahaya. Oleh karena pandangan tradisional masyarakat yang masih memandang perempuan bukan pekerja utama, membuat para pekerja perempuan itu berada dalam posisi termarjinalkan. Meskipun lokasi bekerja nafkah dan mengurus rumahtangga terkadang harus dipisahkan oleh ruang yang jauh, tetapi perempuan tetap dianggap harus bertanggungjawab terhadap urusan rumahtangga. Peran ganda perempuan seringkali masih dibebankan semata hanya kepada perempuan itu sendiri.

2.3.2. Pembagian Peran Dalam Rumahtangga

Rumahtangga (household) adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami

sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur (BPS, 2010). Konsep rumahtangga bisa meliputi orang-orang yang tinggal di asrama, tangsi, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, atau rumah tahanan yang pengurusan sehari-harinya dikelola oleh suatu yayasan atau lembaga serta sekelompok orang yang mondok dengan makan (indekos) dan berjumlah 10 orang atau lebih. Rumahtangga dibedakan dengan keluarga (family). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI, 2008). Hal yang lebih luas mengenai definisi keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.

Pola pembagian kerja yang dikenal saat ini diperkirakan berawal dari pembedaan peran laki-laki dan perempuan. Hal ini karena pada setiap masyarakat memaknai peran yang dibebankan kepada jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda-beda. Hubeis (1985; 2010) membuat kategori pekerjaan berdasarkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki, yaitu aktifitas produktif, dan aktifitas non-produktif.


(1)

Lampiran 5. Foto-Foto Kondisi Migran Perempuan Desa Panyingkiran dan Ciherang

1.

Suasana menuju kampung “Migran Perempuan” desa Ciherang


(2)

3.

Hj. Sun salah seorang sponsor / calo dan mantan TKI yang berhasil

4.

Hj. Arn, salahseorang Sponsor/Calo TKI Desa Panyingkiran, sebelumnya bekerja sebagai PRT di

Arab Saudi


(3)

(4)

(5)

7.

Cabang PJTKI yang ada di desa Ciherang


(6)