Antara Migran Perintis ngabaladah-Pengikut nuturkeun-Penerus neruskeun

maupun tidak langsung terkait dengan kepemilikan lahan, khususnya tanah sawah. Dengan demikian, memiliki lahan pertanian berupa sawah atau tanah keringtegalan, dan kebun bagi keluarga migran yang bermata pencaharian sebagai petani memiliki makna ”sosio-religius” selain merupakan salah satu bentuk investasidan bekal untuk kehidupan mereka setelah tidak lagi bekerja di luar negeri.

4.4.1. Antara Migran Perintis ngabaladah-Pengikut nuturkeun-Penerus neruskeun

Gelombang migrasi tenaga kerja internasional perempuan dari Desa Panyingkiran Kabupaten Karawang dan Desa Ciherang Kabupaten Purwakarta mulai terjadi awal tahun 1980- an dan semakin marak seiring dengan semakin membaiknya perekonomian negara-negara penghasil minyak di kawasan Teluk dan Timur Tengah. Era “oil booming” menyebabkan permintaan terhadap tenaga kerja dari kawasan Asia Afrika termasuk Indonesia semakin meningkat. Kesempatan kerja tersebut awalnya pada sektor formal yang diisi oleh tenaga kerja terdidik di bidang teknik dan industri perminyakan. Sementara itu, untuk sektor domestik yang dibutuhkan adalah para pembantu rumahtangga yang diisi oleh perempuan dengan persyaratan pendi dikan dan keterampilan “relatif” longgar. Berdasarkan waktu keberangkatannya, tenaga kerja migran perempuan internasional dari Desa Panyingkiran dan Ciherang dapat digolongkan ke dalam tiga 3 periode, yaitu: 1 migran perintis atau disebut ngabaladah; 2 migran pengikut atau nuturkeun ; dan 3 migran penerus atau neruskeun. Berikut digambarkan bagaimana perbedaan karakteristi dan aspek-aspek dari ketiga tipe migran tersebut. turut. Pengajian ini biasa dilakukan dengan cara diborongkan kepada kelompok pengajian, dengan besaran biaya di Panyingkiran antara Rp 3 juta – Rp 7.5 juta, sedangkan di Ciherang antara Rp 2.5 juta – Rp 7.5 juta, salah satu yang dijadikan indikator besaran biaya pengajian adalah luas pemilikan lahan pertanian. Menurut pengalaman keluarga responden yang salah seorang anggota keluarganya meninggal, sebenarnya tidak ada keharusan untuk melakukan ngajikeunngaoskeun di kuburan, tetapi karena praktek tersebut sudah berlangsung turun temurun sejak lama, maka bagi keluarga yang yang ditinggal kematian, akan selalu berusaha untuk melaksanakannya, terlebih bagi keluarga yang masuk kategori “jelema aya” atau “jelema beunghar”. Tabel 4.11. Perbedaan Antara Migran Generasi Perintis ngabaladah, Pengikut nuturkeun dan Penerus neruskeun Karakteristik Migran Migran Perintis atau Ngabaladah Migran Pengikut atau Nuturkeun Migran Penerus atau Neruskeun 1. Periode keberangkatan  1980-an -1990-an  1990-an-2000-an  2000-an-sekarang 2. Sponsor-Jaringan  Ajakan teman yang berada di Kota Karawang,Purwakarta, dan PJTKI langsung yang berada di Kota Karawang, Bandung, Jakarta  PJTKI yang mulai beroperasi ke desa- desa melalui kaki tangannya yang disebut sponsor atau calo  Sponsor atau calo PJTKI sepenuh- nya masuk dan menguasai calon tenaga kerja 3. Media informasi  Lisan, dari mulut ke mulut  Langsung melalui sponsorcalo media massa  Lisan, mulut ke mulut , sponsorcalo, dan media massa 4. Karakteristik migran: a. Rasionalitas keberangkatan b. Status sebelum keberangkatan c. Pengurusan dokumen-biaya d. Perubahan pasca-migran e. Latar pendidikan migran f. Kontrak kerja g. Pengalaman  Memperbaiki ekonomi keluarga  Keluarga tidak utuh janda ditinggal mati, atau cerai dengan beberapa anak yang menjadi tanggungan  Sepenuhnya ditanggung PJTKI atau calon majikan  Perbaikan ekonomi-status sosial  Tidak tamat SD hanya bersekolah sampai kelas awal yaitu kelas 2-3 SD  Jangka panjang  Beberapa eks-migran memiliki pengalaman da lam mengurus persyaratan dan liku-liku pengiriman migran, sehingga terdapat beberapa orang yang menjadi sponsorcalo  Meniru keberhasilan mighran perintis tetangga,saudara  Berasal dari keluarga utuh berstatus sebagai istri-ibu, anak  Ditanggung sepenuhnya calon tenaga kerja  Terbagi kedalam dua 2 kelompok:1 berhasil; 2 gagal  Tamat SD, beberapa tamat SMP dan SMA  Hanya 1 atau 2 kali kontrak, mencari majikan baru  Beberapa eks- migran memiliki pengalaman da lam mengurus persyaratan dan  Mengikuti jejak orangtua, tetangga, saudara  Anak dari migran generasi perintis dan pengikut  Seolah-olah gratis, ditanggung PJTKI melalui sponsorcalo  Belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan  Tamat SD, SMP, dan beberapa orang yang tamat SMA  Hanya 1 atau 2 kali kontrak, mencari majikan baru  Tidakbelum ada yang menjadi sponsorcalo liku-liku pengiriman migran, sehingga terdapat beberapa orang yang menjadi sponsorcalo Sumber : Penelitian tahun 2009-2011 1 Migran periode pertama atau bisa dikatakan sebagai migran generasi perintis atau dalam terminologi masyarakat setempat disebut ngabaladah yaitu mereka yang berangkat menjadi migran di luar negeri pada tahun 1980-1990-an. Memutuskan berangkat ke luar desa, terlebih ke negara yang masih asing seperti Arab Saudi bagi perempuan di Desa Panyingkiran dan Ciherang merupakan keputusan “berani” yang hampir tidak pernah terjadi pada perempuan sebelumnya. Hal ini diakui oleh beberapa migran perintis bahwa pada saat mereka akan berangkat ke Arab Saudi, banyak tetangga yang menganggap mereka “awewe minculak tur wanian” atau berani melawan adat istiadat masyarakat pedesaan. Keputusan berani tersebut harus ditebus dengan sangat mahal berupa hidup terpisah dengan anak-anak mereka selama bertahun-tahun. Dalam periode pertama ini, banyak migran perempuan yang berhasil membawa uang dalam jumlah cukup besar. Keberhasilan tersebut menjadi promosi dari mulut ke mulut yang banyak mendorong perempuan muda termasuk yang sudah berstatus sebagai istri-ibu rumahtanggaikut-ikutan pergi mengadu nasib di Arab Saudi. Migran perempuan yang berangkat bekerja ke luar negeri pada awal tahun 1980-an tidak mengeluarkan biaya. Bagi migran yang mendaftar secara resmi semua ongkos ditanggung oleh perusahaan PJTKI, sedangkan untuk mereka yang berangkat atas ajakan migran lain biaya menjadi tanggungan calon majikan. Beberapa karakteristik yang membedakan migran generasi pionir ini antara lain dalam hal motif untuk bermigrasi, status sebelum berangkat, pengurusan dokumen dan biaya kepergian, perubahan kehidupan pasca bermigrasi, latar belakang pendidikan dan kontrak kerja yang panjang. Memiliki keinginan yang kuat untuk bisa memperbaiki ekonomi keluarga antara lain tercermin dari sikap mereka yang ”nekad” untuk pergi meninggalkan anak-anak mereka di kampung halaman, karena kondisi mereka yang serba kekurangan harus menanggung biaya hidup anak-anak. Migran generasi pertama pada umumnya merupakan orangtua tunggal single parent akibat ditinggal mati suami atau bercerai. Keterampilkan dan pendidikan yang seharusnyamenjadi modal utama bekerja, bagi migran perintis bisa dikatakan nol, karena mereka berpendidikan rendah, yaitu hanya bersekolah sampai kelas awal Sekolah Dasar SD, dan pekerjaan sebelum berangkat sebagai ibu rumahtangga dan buruh tani. Mereka sama sekali tidak memiliki pengalaman mengurus rumahtangga dengan peralatan serba modern. Meskipun demikian, berkat kemauan yang keras, mereka cepat beradaptasi dan bisa berhasil dalam mengerjakan pekerjaan rumahtangga yang serba elektrik. Salah satu kelebihan nyang dimiliki migran generasi perintis adalah kemampuan mereka dalam membaca Al- Qur‟an. Keterampilan ini sangat membantu mereka dalam belajar Bahasa Arab, bahkan mereka juga banyak yang diminta untuk mengajari anak majikan untuk membaca dan menulis Al- Qur‟an oleh majikan mereka. Berkat pengalaman bekerja di luar negeri dan bergaul dengan sponsorcalo, beberapa eks-migran perintis menjadi sponsorcalo yang cukup ulet. Misalnya Mas 56 tahun, Odh 56 tahun, Arn 55 tahun, Unrh 48 tahun, Sng 46 tahun, dan Ad 48 tahun. 2 Migran generasi pengikut atau disebut sebagai nuturkeun, adalah migran yang kepergiannya ke Arab Saudi pada era tahun 1990-2000-an. Faktor lingkungan yakni keberhasilan migran perintis mendorong mereka untuk mengikuti jejak migran perintis bekerja di luar negeri. Periode kedua puncaknya terjadi pada tahun 1997-1998 ketika Negara Indonesia mengalami krisis multi dimensi dan berakhir dengan kejatuhan Presiden Suharto sebagai representasi pemimpin Orde Baru. Jika pada perode pertama 1980-1990-an beberapa perempuan dari Desa Panyingkiran dan Ciherang cukup hanya bermodalkan ”nekad”, karena hampir semua pembiayaan ditanggung oleh PJTKI, hal yang terjadi sebaliknya pada periode ini. Calon tenaga kerja yang mau bekerja di luar negeri harus mengeluarkan biaya sendiri yang jumlahnya cukup besar, bervariasi antara Rp 600.000- Rp 3.000.000. Besarnya biaya menyebabkan beberapa calon tenaga kerja harus merelakan lahan yang dimiliki keluarga mereka dilepas, dengan cara digadaikan atau bahkan dijual. Dalam kasus seorang calon migran tidak mampu menyediakan biaya untuk mengurus berbagai administrasi dan dokumen yang dibutuhkan, maka salah satu jalan yang banyak dipilih adalah dengan cara ”menggadai tenaga”. Caranya sponsor atau calo dengan dana yang diberikan oleh PJTKI akan meminjami calon tenaga kerja sejumlah uang yang dibutuhkan, yang harus dibayar dari gaji selama 4-6 bulan gaji. Meskipun demikian, minat perempuan dari kedua desa untuk menjadi pembantu rumahtangga di luar negeri semakin tinggi, hal ini karena migran generasi perintis mulai menunjukkan keberhasilannya atau apa yang sering dinamakan efek demonstrasi perantaumigran 49 , antara lain bisa membangun rumah permanen lengkap dengan berbagai perabotan modern, mampu membeli lahan di kampungnya. Hal yang cukup menarik adalah latar belakang keluarga migran kelompok ini yang berbeda dengan migran perintis, migran pengikut umumnya berasal dari keluarga utuh, bahkan status mereka sebagai istri-ibu, dan sebagian sebagai anak dari keluarga utuh. Informasi mengenai pekerjaan sampai keberangkatan migran generasi ini ke Arab Saudi pada umumnya diperoleh dan dibantu sponsor atau calo berbagai PJTKI yang masuk ke perkampungan. Kebanyakanmigran dari generai nuturkeun ini memilih sponsor atau calo yang berasal dari kampung atau desa yang sama dengan asal migran. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan rasional dan terbentuknya trust, bahwa dengan keberangkatan melalui sponsorcalo satu daerah bisa meminimalisir berbagai resiko yang mungkin dihadapi mereka ketika bekerja di negeri yang masih sangat asing. 3 Migran generasi penerus atau neruskeun. Bekerja menjadi pembantu rumahtangga di Arab Saudi salah satu tujuannya adalah untuk memperbaiki ekonomi keluarga, namum harapan tersebut sering dihadapkan kepada kenyataan bahwa tidak semua migran bisa berhasil. Kondisi ini dialami oleh beberapa migran kelompok perintis dan kelompok pengikut 50 . Ketidak berhasilan orang tua mereka, termasuk bagi yang orang tuanya cukup berhasil menjadi PRT, memiliki daya dorong kepada anak-anak perempuan untuk mengikuti jejak orang tua mereka ”buburuh ka nagri Arab” 51 . Pada era migran generasi penerus ditandai dengan semakin ketatnya persaingan 52 yang terjadi antara berbagai perusahaan PJTKI yang 49 Lihat Felix Sitorus. 1999. Pembentukan Golongan Penguasaha Lokal Di Indonesia: Pengusaha Tenun Dalam Masyarakat Batak Toba. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor: Tidak Diterbitkan 50 Beberapa contoh kasus yang terjadi pada keluarga Asyh 55 tahun yang setelah bekerja selama lebih dari 15 tahun di Arab Saudi, saat ini ktiga anaknya bekerja di Arab, sedangkan Asyh bertugas mengasuh cucu-cucu yang ditinggalkan ibu mereka bekerja di luar negeri. Hal yang sama dialami oleh keluarga Rmy 42 tahun, 51 Istilah buburuh ka nagri Arab, banyak dipakai oleh beberapa mantan migran internasional, meskipun dalam kenyataannya tidak selamanya mereka bekerja di Negara Arab Saudi. 52 . Penuturan dari Bbg, Hj. Iym, Hj. Sngsh yang merupakan sponsorcalo di tingkat desa mengakui bahwa usaha untuk mendapatkan calon tenaga kerja saat ini semakin sulit, karena banyak sekali agen-agen perusahaan besar dari melibatkan sponsor alias calo yang masuk ke berbagai pelosok pedesaan. Persaingan menyebabkan semakin sulit untuk mendapatkan calon tenaga kerja yang mau bekerja di luar negeri. Berbagai iming-iming seperti membebaskan semua biaya pengurusan administrasi, memberi uang saku kepada calon migran dan keluarganya, membelikan berbagai barang- barang yang dibutuhkan keluarga migran 53 , merupakan salah satu strategi untuk menyiasati ketatnya persaingan tersebut. Calon tenaga kerja seolah-olah dibebaskan dari berbagai biaya bahkan dibantu oleh pihak sponsorcalo, padahal mereka harus membayar berbagai pengeluaran tersebut melalui pemotongan gaji mereka yang umumnya baru bisa lunas setelah empat sampai enam bulan. Satu hal yang membedakan migran generasi perintis dengan generasi pengikut dan penerus antara lain dalam hal kontrak kerja dan kesetiaan kepada majikan. Migran generasi perintis atau ngabaladah pada umumnya memiliki etos kerja dan tekad yang kuat. Hal ini ditunjukkan oleh Mas 56 tahun yang bekerja di Arab selama hampir 21 tahun dan hanya dua kali berganti majikan. Jika pada majikan pertama, dia bekerja sesuai kontrak yaitu dua tahun, maka pada majikan kedua, selama 19 tahun. Mas mengaku betah bekerja karena dia merasa diperlakukan sebagai anggota keluarga majikan. Hal yang sama di alami Ash 55 tahun yang selama 15 tahun menjadi pembantu rumahtangga di Arab Saudi hanya berpindah majikan selama dua kali. Menurut pendapat migran generasi perintis, betah tidaknya bekerja kepada majikan paling utama ditentukan oleh kemampuan migran dalam membawa diri dan beradaptasi dengan lingkungan dan tradisi keluarga majikan, selain tentu saja dipengaruhi sikap majikan yang memiliki tradisi dan budaya yang jauh berbeda dengan yang dimiliki migran. Ketika seorang migran mampu menyesuaikan diri dengan sikap dan tuntutan kerja para majikan, maka mereka akan diperlakukan sangat baik, bahkan beberapa migran mengaku bahwa hubungan kerja yang Jakarta yang beroperasi dari desa ke desa. Tetapi karena pekerjaan tersebut sudah dijalani beberapa tahun dan kalau mendapat calon tenaga kerja hasilnya cukup besar, maka mereka masih terus menjadi sponsor atau calo untuk memasok calon tenaga kerja ke perusahaan-perusahaan besar di Jakarta yang sudah memodali mereka. Menurut penuturan para calo, keuntungan bersih yang diperoleh dari satu orang calon tenaga kerja antara Rp 2,5-Rp 3 juta. Hal ini karena mereka harus mengeluarkan berbagai biaya untuk mengurus surat-surat dan biaya administrasi yang harus dikeluarkan. 53 Hj. Iym sebagai salah seorang sponsor alias calo pengerah tenaga kerja yang puluhan tahun merekrut perempuan dari berbagai desa di sekitar Karawang. Menurut penuturannya, saat ini dia harus bersaing dengan para sponsorcalo lainnya untuk mendapat calon migran. Persaingan tersebut seringkali mengarah kepada persaingan yang tidak sehat, misalnya dia pernah mengalami kejadian salah seorang calonburuh migran yang sudah diberi uang dan barang keperluan rumahtangga, mengembalikan uang dan barang tersebut, karena ada sponsorcalo yang memberikan lebih. terjadi seringkali seperti dengan keluarga sendiri. Sikap ini yang jarang di miliki oleh migran perempuan generasi pengikut dan penerus. Dengan berbagai alasan, mereka umumnya lebih memilih bekerja sesuai dengan kontrak yaitu dua tahun, mereka lebih suka berganti majikan dalam kontrak kerja berikutnya. Faktor peran jaringan migrasi juga terbukti berpengaruh terhadap pengambilan keputusan bermigrasi bagi migran dari Desa Panyingkiran dan Desa Ciherang. Jaringan migrasi internasional terbentuk oleh perusahaan yang bergerak dalam pengerahan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri yaitu PJTKI yang begitu aktif mencari calon tenaga kerja sampai ke pelosok pedesaan melalui perwakilan di berbagai daerah atau yang oleh penduduk Karawang dan Purwakarta disebut sebagai sponsor. Hubungan kerja antara perusahaan yang berpusat di Jakarta dengan para sponsor bersifat transaksi resiprokal yang longgar. Seorang sponsor berusaha mengirim calon migran perempuan kepada perusahaan, dengan imbalan yang memadai dari perusahaan. Namun pada saat yang bersamaan, mereka merasa tidak memiliki ikatan dan loyalitas kepada salah satu perusahaan saja. Dengan demikian, mereka akan mencari perusahaan yang paling besar memberikan keuntungan dari seorang calon tenaga kerja yang berhasil direkrut. Praktek-praktek seperti ini yang kemudian mendorong persaingan yang tidak sehat dan calon tenaga kerja perempuan seringkali diperlakukan sebagai komoditas dagangan. Salah seorang sponsor yang cukup berpengalaman lebih dari lima belas tahun menyediakan calon tenaga kerja bagi beberapa perusahaan yaitu Hj. Arh 55 tahun mengakui bahwa persaingan antara sesama sponsor saat ini sangat ketat, karena banyaknya sponsor yang keluar masuk kampung mencari calon tenaga kerja dengan iming-iming berbagai kemudahan dan fasilitas untuk calon tenaga kerja dan keluarganya. Mengenai ketatnya persaingan dalam memperoleh calon tenaga kerja Arh mengungkapkan: Saya hanya sekedar berusaha daripada nganggur, saat ini banyak sekali sponsor dan persaingan makin ketat, baik sponsor dari kampung sendiri maupun dari kampung lain. Mereka sangat aktif mencari calon, saat ini saya hanya menunggu di rumah, kalau ada yang datang ya dilayani. Meskipun demikian, saya juga memiliki beberapa orang anak buah yang aktif berkeliling ke tiap kampung Wawancara 1222010. Arh sangat mengenal perilaku beberapa perusahaan pengerah tenaga kerja di Jakarta, untuk itu dia mengaku sangat hati-hati dalam mengirim calon tenaga kerja, karena harus ikut bertanggung jawab apabila ada tenaga kerja yang dikirimnya terkena masalah. Dari hasil kerja sebagai sponsor, Arh mengaku mampu menghidupi 3 orang anaknya, dan membekali mereka masing-masing sawah dan rumah 54 . Memperoleh informasi peluang bekerja di Arab selain diperoleh dari sponsor, bisa dengan sangat mudah diperoleh dari teman, saudara atau tetangga yang pernah bekerja di Arab. Beberapa migran baik di Panyingkiran maupun di Ciherang mengaku bahwa mereka lebih mempercayai informasi dari cerita mantan migran yang pernah bekerja di Arab yang merasakan pengalaman langsung. Mereka memperoleh gambaran nyata bagaimana kondisi pekerjaan yang akan dihadapi mereka sehari-hari jika memutuskan berangkat ke Arab. Peran jaringan tersebut secara sosiologis telah menjadi faktor yang mampu mendorong gelombang migrasi dari setiap periodisasi. Pada periode pertama jaringan internal berupa informasi teman yang telah terlebih dahulu berangkat menjadi tolak ukur penting. Sementara itu, pada periode kedua peran sponsorcalo sudah mulai dominan. Struktur jaringan migrasi internasional di Desa Panyingkiran dan Ciherang sejak direkrut pihak PJTKI melalui perantara sponsorcalo sampai pemberangkatan ke luar negeri, khususnya ke Arab Saudi, digambarkan sebagai berikut: Gambar 4. 5. Alur Pengiriman Migran Perempuan Dari Desa Panyingkiran-Ciherang 54 Menurut penuturan Arh, tujuh belas tahun yang lalu, suami Arh kawin lagi dengan perempuan tetangganya ketika Arh bekerja sebagai pembantu di Arab. Arh membesarkan ketiga anaknya sendirian. Agar nasib ketiga anak- anaknya tidak seperti dirinya, maka ketiga anaknya disekolahkan sampai jenjang SMA. Setelah berhenti menjadi PRT di Arab, Arh memutuskan untuk ikut ikutan menjadi sponsorcalo, dan hasilnya sangat lumayan, dia mampu membelikan sawah untuk ketiga anaknya, bahkan cucu-cucunya ada yang bisa kuliah. Satu orang anak laki-laki Arh yang ditinggal istrinya bekerja di Arab dengan meninggalkan dua orang anak yang masih kecil-kecil saat ini tinggal di rumah Arh. SponsorCalo perwakilan PJTKI Calon migran perempuan Pengerah Jasa Tenaga Kerja IndonesiaPJTKI di Jakarta Pemberian Pelatihan, dengan lama bervariasi, antara satu minggu- tiga bulan Pemberangkatan ke negara tujuan bekerja

4.4.2. Pendidikan dan Keterampilan Migran Perempuan Desa Panyingkiran-Ciherang