Pengguna Kawasan oleh Pihak Lain 1. Surat Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan TWA Kawah Kamojang

tidak dilakukan secara rutin oleh petugas karena proses turunnya dana operasional perawatan tidak langsung turun ke pengelola lapang, sehingga banyak sarana dan prasarana yang kondisinya tidak baik lagi. F. Pengguna Kawasan oleh Pihak Lain F.1. Surat Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan TWA Kawah Kamojang Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan No.969.K08MPE1989 dan No.492Kpts-II1989 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan, menyatakan bahwa dalam TWA dengan fungsi khusus, mengingat fungsi, sifat dan keberadaannya tidak dapat dilakukan untuk kegiatan usaha pertambangan, kecuali kegiatan tersebut telah ada sebelum penetapan kawasan Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia dan Natural Resources Management Program, 1999. Penetapan TWA Kawah Kamojang dilakukan pada tanggal 14 Maret 1990, sedangkan pelaksanaan kegiatan pemboran panas bumi telah dilakukan sebelum dilakukan penetapan kawasan sebagai TWA yaitu pada tahun 1926, maka kegiatan pemboran panas bumi di TWA Kawah Kamojang boleh dilakukan. Surat perijinan atas pinjam pakai lahan TWA Kawah Kamojang oleh Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang terdiri dari : 1. Surat Persetujuan Menteri Kehutanan Nomor 341Menhut-VII1996 tanggal 15 Maret 1996 perihal persetujuan kegiatan pengembangan Lapangan Panas Bumi kapasitas 80 Mega Watt MW di TWA Kawah Kamojang Jawa Barat, seluas ± 12 Ha. 2. Surat Perjanjian Pinjam Pakai dengan Kompensasi antara Departemen Kehutanan dengan Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang Nomor 45KWL-61997 tanggal 30 Januari 1997 untuk pengembangan Area Panas Bumi Kamojang kapasitas 80 Mega Watt MW dengan jangka waktu lima tahun sampai dengan 29 Januari 2002. Ketentuan pinjam pakai tersebut berdasarkan Surat Persetujuan Menteri Kehutanan Nomor 341Menhut-VII1996 tanggal 15 Maret 1996, Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang berkewajiban memenuhi kewajiban-kewajibannya. Kewajiban-kewajiban tersebut, yaitu : 1. Membayar biaya proses pinjam pakai : a. Biaya peninjauan dalam rangka pertimbangan teknis. b. Biaya evaluasi dan pengkajian. c. Biaya penegasan batas kawasan TWA Kawah Kamojang. d. Biaya pematokan dan inventarisasi tegakan. e. Biaya Iuran Hasil Hutan IHH, Dana Reboisasi DR, pengukuran, pemancangan pal, pengawasan dan pemeriksaan hasil pekerjaan, pelaporan dan lain-lain kepada kawasan hutan yang dipinjam pakai. 2. Menyerahkan lahan pengganti kompensasi dan membayar biaya proses penyerahan lahan pengganti : a. Biaya peninjauan lapangan. b. Biaya pemeriksan clean clear. c. Biaya pengukuhan, pengukuran dan pemetaan batas. 3. Membayar biaya reboisasi lahan pengganti. 4. Menjaga dan mengamankan kawasan hutan : a. Memasang fortal. b. Memasang rambu-rambu peringatanlarangan Gambar 26. c. Memberikan pelatihan kepada masyarakat dalam hal penanggulangan kebakaran. d. Penanggulangan kebakaran hutan secara dini. e. Melakukan pencegahan kebakaran hutan secara dini. 5. Melakukan reboisasi kawasan hutan pada dan di sekitar lokasi pinjam pakai. 6. Membantu saranfasilitas pengamanan kawasan hutan. 7. Membantu membangun sarana dan prasarana wilayah. 8. Memajukan dan memperdayakan masyarakat melalui program Community Development CD dan Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi PUKK. Gambar 26. Papan peringatan Pertamina di Sumur KMJ-66 F.2. Kondisi Kawasan Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang di dalam kawasan TWA Kawah Kamojang tidak mendirikan perkantoran dan perumahan, untuk sarana perhubungan dibuat jalan yang diperkeras dan penggunan lahan sesuai dengan peruntukan dalam perjanjian di kawasan TWA Kawah Kamojang. Kondisi secara umum kawasan hutan yang dipinjam pakai, vegetasinya terbuka sebagai akibat dari kegiatan eksplorasi panas bumi jalur pemasangan pipa dan lokasi pengeboransumur. Lokasi yang digunakan untuk pemasangan jalur pipa atau instalasi sebagian terbuka, namun di kanan kiri jalur pipa sudah dilakukan rehabilitasi oleh pihak Pertamina. Sedangkan untuk lokasi pembangunan sumur bor vegetasinya terbuka karena digunakan untuk penempatan mesin dan mekanikinstalasi. F.3. Dampak terhadap Lingkungan Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang menggunakan kawasan seluas 12 Ha dari 481 Ha luas TWA Kawah Kamojang. Jadi dampak terhadap luasan TWA Kawah Kamojang berkurang. Tetapi berdasarkan Surat Persetujuan Menteri Kehutanan Nomor 341Menhut-VII1996 tanggal 15 Maret 1996, pihak Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang berkewajiban menyediakan lahan kompensasi seluas 24 Ha ratio 1:2 yang bebas dari pemilik pihak ketiga dan dalam jangka waktu paling lama satu tahun sudah diserahkan kepada Departemen Kehutanan atau Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat. Lahan kompensasi seluas 24 Ha sudah terealisasi yaitu terletak di Desa Karangwangi, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Lahan kompensasi tersebut telah diserah terimakan kepada Departemen Kehutanan Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Jawa Barat sesuai Berita Acara Serah Terima tanggal 30 Januari 1997 BKSDA Jawa Barat II, 2003. Kegiatan pembangunan lokasi pengeboran dan instalasi tidak dapat menghindarkan dari penebangan pohon dalam kawasan, maka hal tersebut dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap flora dan fauna. Menurut Rencana Pemantauan Lingkungan RPL yang dilakukan oleh pihak Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang tahun 1993, dijelaskan bahwa dampak tidak langsung kegiatan eksplorasi dan produksi Pertamina berupa gangguan terhadap flora dan fauna langka yang dilindungi, perubahan struktur dan komposisi jenis flora dan fauna. Intensitas gangguan terhadap flora dan fauna langka yang dilindungi relatif sulit diukur. Namun secara kualitatif gangguan tersebut dikategorikan ringan sampai sedang. Perubahan struktur flora yang ditinjau berdasarkan perubahan nilai penting relatif sulit diklasifikasikan. Namun dapat dikategorikan sangat ringan. Intensitas perubahan struktur fauna berdasarkan nilai keanekaragamannya diperhitungkan 57 yaitu perubahan dari 144 jenis menjadi 48 jenis. Menurut hasil Rencana Pemantauan Lingkungan RPL tahun 1993 tersebut menyimpulkan bahwa evaluasi dampak terhadap fungsi kawasan TWA Kawah Kamojang intensitasnya dikategorikan sangat ringan, sedangkan nilai derajat dampaknya dikategorikan kurang penting. Begitu pula menurut hasil Pemantauan Lingkungan Aspek Biologi yang dilakukan oleh Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran 2004 yang melakukan pemantauan lingkungan di TWA Kawah Kamojang, menjelaskan bahwa kerapatan tumbuhan berkayu berkisar antara 3.000-5.000 individu pohon berkayu per hektar. Jenis tumbuhan berkayu kategori pancang seedling merupakan jumlah yang paling dominan yaitu sekitar 80 dari seluruh penutupan vegetasi. Kisaran jumlah tersebut relatif sama dengan hasil pemantauan pada tahun 2000. Hal tersebut menunjukan telah terjadi kestabilan ekosistem yang berarti gangguan terhadap ekosistem terutama penebangan kayu ilegal yang terjadi relatif kecil. Sedangkan pengaruh terhadap aktivitas kehidupan satwa di dalam kawasan TWA Kawah Kamojang telah terjadi polusi suara atau kebisingan terutama di lokasi pemboran yang mengeluarkan suara cukup bising sehingga dapat mempengaruhi kehidupan satwaliar. Tetapi di luar lokasi pemboran masih cukup banyak berbagai jenis satwaliar secara langsung di lapangan, terutama untuk jenis burung Lampiran 6 dan primata jenis Surili Presbytis comata. Primata jenis ini merupakan salah satu primata endemik Jawa Barat dan satwa dilindungi yang masih cukup banyak populasinya. Keberadaan Surili Presbytis comata di TWA Kawah Kamojang didukung oleh kondisi habitatnya yang masih cukup rapat dan ketersediaan bahan makanan merupakan faktor pendukung masih bertahannya Surili Presbytis comata di kawasan TWA Kawah Kamojang. Menurut hasil pemantauan lingkungan aspek biologi yang dilakukan oleh Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran 2004, bahwa hasil pemantauan terhadap keberadaan burung endemik dilindungi yang dijadikan sebagai tolak ukur pemantauan yaitu Burung-madu gunung Aethopyga eximia, Ese-nangka gunung Lhopozos javanicus dan Kipas ekor merah Rhipidura phoenicura menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut saat ini masih eksis, namun memiliki kelimpahan relatif rendah bekisar antara 0,565 - 1,130 . Rendahnya kelimpahan relatif kemungkinan besar disebabkan karena adanya aktivitas penangkapan, peningkatan intensitas kebisingan akibat kendaraan bermotor yang masuk dan kebiasaan burung itu sendiri yang sering soliter dan berpasangan, sehingga dijumpai dalam jumlah yang relatif sedikit. Apabila dijumpai adanya kerusakan habitat dan penurunan populasi satwa yang dilindungi undang-undang atau satwa penting lainnya dalam TWA maka dapat dilakukan kegiatan pembinaan habitat yang rusak dan atau pembinaan populasi, rehabilitasi dengan jenis tumbuhan asli yang diambil dari TWA yang bersangkutan atau diambil dari kawasan konservasi lain yang masih berada pada zona biogeografi dan ekosistem yang sama dan reintroduksi satwa sejenis dan asli dari kawasan konservasi lain yang berada pada zona biogeografi dan ekosistem yang sama PHPA, 1996. Dampak terhadap hidrologi dari penggunaan sumberdaya air yang digunakan dalam proses eksplorasi dan produksi, yaitu intensitas terhadap penurunan cadangan air Sungai Cikamojang yang berada di kawasan TWA Kawah Kamojang dan nilai peruntukan air diperhitungkan sebesar 7,86 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi dampak terhadap fungsi kawasan TWA Kawah Kamojang intensitasnya dikategorikan sangat ringan, sedangkan nilai derajat dampaknya dikategorikan kurang penting Pertamina, 1993. Dampak terhadap tanah pasti ada yaitu akibat adanya pembangunan lokasi pemboran dan instalasi tidak dapat dihindarkan dari penebangan pohon sehingga terjadi pembukaan lahan yang akan berakibat terhadap kesuburan tanah dan meningkatnya laju arus air permukaan run off, tetapi pihak Pertamina telah melakukan usaha rehabilitasi kawasan yang vegetasinya terbuka terutama di kanan kiri pipa-pipa penyaluran gas panas bumi, sedangkan lahan terbuka di lokasi sumur pemboran tidak dapat dilakukan rehabilitasi karena diletakan mesin pemboran dan mekanikinstalasi.

G. Analisis Pendekatan SWOT