yang selama ini belum ada Rencana Pengelolaan TWA Kawah Kamojang secara tertulis.
Strategi pengelolaan Taman Wisata Alam TWA adalah usaha untuk meningkatkan keberadaan dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan
wisata alam, penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun alternatif strategi pengelolaan TWA Kawah Kamojang berdasarkan potensi TWA Kawah
Kamojang, pengelolaan, potensi pasar wisata dan penggunaan kawasan oleh pihak lain.
C. Manfaat Penelitian
1. Memberi masukan bagi Perum PerhutaniKPH Bandung Selatan dan Balai
Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Jawa Barat II dalam mengelola TWA Kawah Kamojang.
2. Memberikan informasi kepada pihak pengelola pengguna kawasan oleh pihak
lain, yaitu Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang, PT. Indonesia Power dan masyarakat yang berminat untuk berpartisipasi dalam pengembangan dan
pemanfaatan obyek wisata TWA Kawah Kamojang. 3.
Bermanfaat bagi ilmu pengetahuan bidang wisata alam dan kepariwisataan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Wisata Alam TWA
Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam PHKA, 2003a. Sedangkan
menurut PHPA 1996, fungsi TWA adalah sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan dan sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan, satwa dan keunikan alam. PHPA 1995 menyatakan, TWA dalam penyelenggaraannnya harus
didasarkan atas kelestarian dan merupakan usaha konservasi terhadap flora, fauna serta ekosistemnya. Kehadiran pengunjung yang diharapkan sebagai sumber
pendapatan devisa dalam usaha pengembangan obyek wisata alam, perlu perhatian dan pengelolaan yang baik dan benar. Hal ini demi terselenggarannya
obyek-obyek alamiah secara lestari dan tidak mengalami gangguan dan kerusakan.
B. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Pariwisata
Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Pasal 5, pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan cara
mengusahakan, mengelola dan membuat obyek-obyek baru sebagai obyek dan daya tarik wisata. Pasal 6, pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan
dengan memperhatikan : a kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya, b nilai-nilai agama, adat-
istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, c kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup dan d kelangsungan usaha
pariwisata itu sendiri PHKA, 2003a. Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, meningkatkan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor
produktivitas lainnya Pendit, 1999. Sedangkan menurut Robert McIntosh dan Shashikant Gupta 1980 dalam Pendit 1999, pariwisata adalah gabungan gejala
dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani
wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya. Pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata
alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam. Di dalamnya juga menyangkut usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut PHKA, 2003a.
Kebijaksanaan kepariwisataan dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang mempengaruhi kehidupan kepariwisataan itu sendiri. Segala persoalan
ditimbulkan oleh adanya sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari seseorang yang merasa asing oleh sebab keadaannya sendiri dipindahkan dari
keadaan sehari-harinya yang biasa di rumahnya sendiri ke tempat baru, di mana kemudian kebutuhan-kebutuhan lain yang menyangkut paut peraturan dan
tindakan politik pemerintah dalam bidang pariwisata Pendit, 1999. Selain perhatian-perhatian pemerintah terhadap promosi dan
pengembangan pariwisata secara sistematis, sebagaimana tercermin dalam pembentukan atau pengakuan terhadap Organisasi Pariwisata Nasional, perlu juga
perhatian ulang mengarahkan pariwisata ke dalam pengawasan dan kebijaksanaan negara tanpa menghambat inisiatif swasta. Semua itu jika dilihat pentingnya
pariwisata dan sudut pandang ekonomi, sosial, budaya dan politik Wahab, 1989. Ruang lingkup kegiatan pemerintah dalam kepariwisataan dewasa ini
bervariasi menurut kepentingan keterlibatan negara dalam kepariwisataan dan kondisi yang terjadi dalam negara itu sistem politik, ekonomi, perundang-
undangan, perkembangan sosial ekonomi, tingkat perkembangan pariwisata, tingkat kematangan badan usaha swasta serta kemampuan keuangan. Intervensi
negara dalam bidang pariwisata condong harus diperluas dan ditambahkan terus dengan harapan utama untuk merumuskan dan merencanakan pertumbuhan
pariwisata dan membuka jalan untuk mencapai tujuan-tujuan utama dari kebijakan pariwisata Wahab, 1989.
Fungsi lain yang penting dari negara dalam pariwisata yaitu mengawasi standar dan kualitas jasa-jasa wisata baik melalui Organisasi Pariwisata Nasional
maupun departemen-departemen yang lain. Perluasan pengawasan adalah sebagian dari kebijakan pariwisata nasional yang harus diungkap dalam
ketentuan-ketentuan hukum, agar berbagai badan usaha pariwisata baik milik negara, swasta dan asing, dapat melihat dengan jelas tempat mereka berada dan
memperbaiki kebijakan-kebijakan mereka sebagaimana mestinya. Suatu kebijakan yang moderat, mantap, jelas, dan tegas sangat didambakan di seantero negara
pariwisata, tanpa memandang sistem ekonomi dan politiknya yang bermacam- macam Wahab, 1989.
Manajemen pariwisata tidak terbatas pada kawasan, obyek, dan daya tarik wisatanya saja, tetapi juga para wisatawan dan berbagai unsur penunjangnya.
Nuansa pariwisata perlu sekali diciptakan, agar dapat meningkatkan gairah dan suasana kegiatan pariwisata, hingga mudah untuk melaksanakan manajemennya
Darsoprajitno, 2002. Pengusahaan pariwisata alam bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan
gejala keunikan dan keindahan alam yang terdapat dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Pengusahaan
pariwisata alam berupa usaha sarana pariwisata alam. Jenis-jenis usaha sarana pariwisata alam meliputi usaha akomodasi, makanan dan minuman, sarana wisata
tirta, angkutan wisata, cinderamata, dan sarana wisata budaya PHKA, 2003a. Pengembangan ekowisata di Indonesia mempunyai kendala dan
kelemahan dalam hal pendanaan dan sumberdaya manusia. Mengatasi permasalahan pengembangan ekowisata dibutuhkan suatu kerjasama dan
kemitraan yang bersifat lintas sektoral, baik di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Banyaknya negara yang terlibat dalam pengembangan ekowisata
dibutuhkan suatu bentuk kemitraan yang bersifat sinergis, saling menguntungkan, tidak bersifat eksploitatif, adil dan transparan Sudarto, 1999.
Guna membantu industri pariwisata, negara dapat mengambil berbagai langkah mulai dari memantapkan suatu situasi yang layak bagi investasi swasta
sampai pada pengeluaran ketentuan-ketentuan yang menjamin kestabilan ekonomi, dan secara aktif mempersiapkan para investor dalam pariwisata dengan
subsidi-subsidi yang luar biasa. Stabilitas ekonomi merupakan persyaratan pokok untuk mendorong para investor dalam pariwisata. Persiapan suatu rencana
pengembangan pariwisata adalah indikasi baik tentang kesediaan negara untuk
menunjang dan membantu industri pariwisata Wahab, 1989.
C. Kebijakan Pembangunan dan Strategi Pengelolaan Taman Wisata Alam C.1. Kebijakan Pembangunan Taman Wisata Alam
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, taman wisata alam dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pariwisata alam dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan kegiatan penunjang budidaya PHKA, 2003a.
Menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 687Kpts-II1989 tentang Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman
Wisata Laut Pasal 11, dalam pembangunan sarana dan prasarana pengusahaan obyek wisata alam serta pengelolaannnya, pemegang ijin wajib mendasarkan pada
Rencana Karya Pengusahaan Perum Perhutani, 1994. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam Pasal 4, usaha sarana pariwisata alam
diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut : a luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam
maksimum 10 dari luas zona pemanfaatan, b bentuk bangunan bergaya arsitektur budaya setempat dan c tidak mengubah bentang alam yang ada
PHKA, 2003a. Mackinnon et al. 1990, mengatakan bahwa dalam pembangunan
kawasan yang dilindungi, tiap negara memiliki pertimbangan kebijaksanaan yang khas tersendiri. Ada kawasan yang ditetapkan terutama bagi kepentingan
penelitian ilmiah atau pengawetan suatu ekosistem atau spesies yang terancam punah. Kawasan lain melayani kombinasi berbagai tujuan termasuk rekreasi dan
perlindungan nilai-nilai budaya. Dasar-dasar kebijaksanaan dalam pembangunan TWA menurut PHPA
1995, menyatakan bahwa dalam mewujudkan pembangunan TWA sebagai kekayaan alam untuk dimanfaatkan guna kepentingan dan kebijaksanaan rakyat
semaksimal mungkin, atas dasar pelestarian alamnya. Obyek wisata alam tersebut dengan keunikan dan keindahan alamnya baik flora maupun faunanya serta
kondisi alam sendiri, dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat dalam hal rekreasi alam dan pendidikan serta sosial budaya.
Pengembangan integrasi dan koordinasi dapat dilakukan melalui, koordinasi dengan lintas sektoral sejak penyusunan rencana pengelolaan sampai
pada tahap pelaksanaan pengelolaan kawasan dan pengembangannya. Bersama- sama organisasi pemerintah dan non-pemerintah, baik dalam maupun luar negeri,
dan masyarakat mengembangkan suatu sistem kemitraan dalam upaya pengelolaan maupun pengembangan TWA. Pembinaan daerah penyangga dititik
beratkan pada pengikutsertakan secara aktif masyarakat sekitar dalam pengembangan wisata alam di kawasan tersebut PHPA, 1996.
C.2. Strategi Pengelolaan Taman Wisata Alam TWA
Strategi menurut Andrews 1980 dan Chaffe 1985 dalam Rangkuti 2000 adalah kekuatan motivasi untuk stakeholders, seperti stakeholders
debtholders , manajer, karyawan, konsumen, komunitas, pemerintah dan
sebagainya, yang baik secara langsung maupun tidak langsung menerima keuntungan atau biaya yang ditimbulkan oleh semua tindakan yang dilakukan
oleh perusahaan. Tujuan utama perencanaan strategi adalah agar perusahaan dapat melihat
secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal Rangkuti, 2000. Adapun tujuan
pengelolaan menurut PHPA 1996 adalah terjaminnya kelestarian kondisi lingkungan kawasan TWA, terjaminnya potensi kawasan TWA dan optimalnya
pemanfaatan TWA untuk wisata alam, penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, budaya, bagi kesejahteraan masyarakat. Begitu pula
menurut Jubenville et al. 1987, pengelolaan di kawasan yang digunakan sebagai tempat rekreasi dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan ketersediaan
sumberdaya rekreasi, pengelolaan pengunjung dan pelayanan. Pengelolaan rekreasi alam merupakan suatu sistem terbuka yang secara
langsung dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di luar sistem, organisasi dan batas hukumnya. Menejemen rekreasi alam di dalamnya terdapat tiga input utama,
yaitu pengunjung, sumberdaya alam dan pengelolanya. Sumberdaya alam merupakan media di mana kegiatan rekreasi tersebut dilaksanakan dan harus
dikelola agar dapat memberikan kepuasan bagi para pengunjung. Pengelolaan
mengkoordinasikan kegiatan dengan pelayanan dan sumberdaya yang ada dengan kebutuhan para pengunjung Jubnville et al, 1987.
Pengelolaan suatu obyek wisata alam merupakan bagian strategi pelindungan alam. Tujuan pengelolaannya harus sejalan dengan tujuan
pengelolaan suatu kawasan konservasi. Hal ini berarti, bahwa pengelolaan harus dilandasi peraturan ketat perihal konservasi. Asas inilah yang kurang diperhatikan
di banyak obyek wisata alam Indonesia khususnya yang berlokasi di luar kawasan konservasi yang dikelola oleh Departemen Konservasi Ko, 2001.
Menurut Riyanto 2004a, tujuan pengelolaan Kawasan Suaka Alam KSA dan Kawasan Pelestarian Alam KPA adalah mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia. Sedangkan pengelolaan kawasan dilakukan sesuai dengan fungsi kawasan, yaitu :
a. Sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan.
b. Sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa
beserta ekosistemnya. c.
Untuk pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan wisata alam berdasarkan PHPA 1996 dalam upaya pencapaian
tujuan pengelolaan, kawasan TWA ditata ke dalam blok perlindungan dan blok pemanfaatan sesuai dengan potensinya. Blok perlindungan dapat dilakukan
kegiatan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta wisata terbatas, dibangun sarana dan prasarana untuk kegiatan monitoring dan tidak
dilakukan kegiatan yang bersifat merubah bentang alam. Blok pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan kawasan dan potensinya, pengusahaan wisata
alam, kegiatan penangkaran, dibangun sarana dan prasarana pengelolaan. Menurut PHPA 1996, prinsip pengelolaan TWA, yaitu :
1. Pendayagunaan potensi TWA tumbuhan, satwa, ekosistem, dan daya tarik
obyek wisata untuk kegiatan wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penyedia plasma nutfah untuk budidaya, diupayakan tidak
mengurangi luas dan merubah fungsi kawasan.
2. Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan kawasan TWA ditata ke dalam
blok perlindungan dan blok pemanfaatan sesuai dengan fungsinya. Menurut PHPA 1996, pengelolaan potensi kawasan TWA, meliputi
inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan serta penanganan hasil-hasil melalui sistem database, pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan kondisi dan potensinya, pembinaaan habitat, pembinaan populasi tumbuhan dan satwa, rehabilitasi kawasan, penyediaan plasma nutfah untuk
menunjang kegiatan budidaya, pengkayaan dan penangkaran jenis untuk kepentingan penelitian. Sedangkan pengelolaan wisata alamnya meliputi
inventarisasi dan identifikasi obyek dan daya tarik wisata alam; inventarisasi, identifikasi dan analisis sosial ekonomi dan budaya masyarakat, kecenderungan
pasar pengunjung, kebijaksanaan sektor kepariwisataan daerah, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang berada di sekitar kawasan; peningkatan
peran serta masyarakat sekitar kawasan dalam kesempatan dan peluang usaha dan kerja peningkatan kesejahteraan; penjagaan keunikan dan keindahan alam serta
mutu kondisi lingkungan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya.
Tata laksana pengelolaan yang mengacu pada kualitas dan kuantitas obyek, biasanya lebih menyakinkan dan hasilnya lebih mantap. Jika
pengelolaannya baik dan benar, kemungkinan timbulnya dampak negatif dapat dengan mudah diperhitungkan Darsoprajitno, 2002.
Perencanaan pengelolaan adalah suatu rencana bersifat umum dalam rangka pengelolaan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata
Alam yang disusun oleh menteri. Rencana karya pengusahaan pariwisata dalam kawasan yang bersangkutan, yang dibuat oleh pengusaha pariwisata alam yang
didasarkan pada rencana pengelolaan alam hayati dan ekosistemnya PHKA, 2003a.
Menurut PHKA 2003b, kriteria yang dipakai untuk menilai daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam adalah daya tarik potensi kawasan,
potensi pasar, kadar hubungan, kondisi lingkungan, pengelolaan dan pelayanan, iklim, akomodasi, prasarana dan sarana penunjang, ketersediaan air bersih,
hubungan dengan obyek wisata lain, keamanan, daya dukung, pengaturan pengunjung, pemasaran dan pangsa pasar.
D. Wisata Alam