Petugas di TWA Kawah Kamojang semuanya berasal dari Perum Perhutani

Tarif masuk di TWA Kawah Kamojang relatif rendah jika dibandingkan dengan tarif masuk di TWA lainnya. Hal ini dikarenakan fasilitas yang diberikan di TWA Kawah Kamojang masih terbatas baik dari jenisnya maupun kapasitasnya. Tarif pengunjung TWA Kawah Kamojang dibandingkan dengan tarif masuk berdasarkan SK Menhut No. 878Kpts-II1992 dan PP No. 59 Tahun 1998 lebih besar sedikit, hal tersebut wajar disesuaikan dengan keadaan perekonomian sekarang. Pergantian pimpinan bernilai 15 karena sistem pergantian pimpinanAsper Wilayah selama lima tahun terakhir ini sebanyak dua kali. Sistem pergantian pimpinan berdasarkan periode waktu sesuai dengan sistem pergantian Asper di Perum Perhutani yaitu setiap dua tahun sekali. Sistem pergantian pimpinan sebaiknya jangan terlalu sering, idealnya per lima tahun sekali dilakukan pergantian karena dengan sering mengganti pimpinan, maka sistem atau strategi pengelolaan yang digunakan akan berlainan sesuai dengan tipe kepemimpinannya sehingga sistem atau strategi tersebut tidak akan mantap. B.1.3. Personal Sukses tidaknya suatu obyek wisata dikelola, betul-betul tergantung pada kualitas personalia yang berdedikasi, memiliki wawasan luas dan kreatif Ko,

2001. Petugas di TWA Kawah Kamojang semuanya berasal dari Perum Perhutani

KPH Bandung Selatan. Masyarakat tidak dilibatkan dalam pengelolaan wisata. Pihak BKSDA Jawa Barat II hanya bertugas sebagai pengawas, pemantau dan menjaga keamanan kawasan. Jumlah petugas lapang bernilai 5, yaitu berkisar antara 3 – 10 orang petugas. Jumlah petugas untuk hari-hari biasa sedikit pengunjung sebanyak tiga orang terdiri dari satu orang berstatus pegawai dan dua orang berstatus tenaga borongan dengan tingkat pendidikan satu orang Sarjana S1 dan dua orang setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA. Menurut Ko 2001, pengelola obyek wisata alam di Indonesia jarang sekali yang lulusan suatu akademi pariwisata atau perguruan tinggi lainnya yang terkait dengan masalah pengelolaan obyek wisata alam. Jumlah petugas untuk hari libur banyak pengunjung sebanyak enam sampai tujuh orang terdiri dari satu orang pegawai, dua orang tenaga borongan, satu orang pegawai harian tetap dan dua sampai tiga orang Patroli Tunggal Mandiri PTM. Petugas BKSDA Jawa Barat II yang bertugas di Wilayah Resort Kamojang Barat berjumlah tiga orang mencakup wilayah CA Kawah Kamojang dan TWA Kawah Kamojang dengan luas wilayah 8.286 Ha. Tingkat pendidikannya setingkat dengan SLTA. Kondisi personil di lapangan ini sangat terbatas. Seperti dikatakan Riyanto 2004a, pengelolaan Kawasan Suaka Alam KSA dan Kawasan Pelestarian Alam KPA mengalami banyak kendala, diantarnya kurangnya sumberdaya manusia yang profesional di bidang konservasi sumberdaya alam. B.1.4. Kegiatan Pokok Kegiatan pokok Perum Perhutani dalam pengelolaan TWA Kawah Kamojang yaitu hanya pengusahaan wisata. Kegiatan rutinnya penjagaan lokasi wisata dari pukul 09.00 sampai pukul 16.00 untuk hari-hari biasa sepi pengunjung, sedangkan untuk hari-hari libur ramai pengunjung dari pukul 08.00 sampai pukul 17.00. Kegiatan hariannya meliputi penjagaan tiket masuk, penjagaan tiket kamar mandi air panas, kebersihan dan keamanan pengunjung. Sedangkan untuk keamanan kawasan dari penebangan dan pemburuan liar masih sangat kurang diperhatikan, hal ini dikarenakan keterbatasan personil di lapangan. Kegiatan dari petugas BKSDA sendiri yaitu mengadakan pengawasan, pemantauan dan patroli keamanan kawasan. Petugas BKSDA yang bertugas di Wilayah Resort Kamojang Barat sebanyak tiga orang dengan luas wilayah Taman Wisata Alam 481 Ha, maka dalam melakukan kegiatan patroli sering mengadakan gabungan dengan petugas BKSDA wilayah kerja lain. B.1.5. Sikap Masyarakat Masyarakat di sekitar TWA Kawah Kamojang tidak banyak dilibatkan dalam pengelolaan wisata alam oleh Perum Perhutani KPH Bandung Selatan. Masyarakat yang dilibatkan hanya empat orang yaitu sebagai penjual di dalam kawasan wisata. Masyarakat yang berjualan di TWA Kawah Kamojang bukan masyarakat sekitar Kamojang melainkan dari Patrol, Kabupaten Bandung. Kelompok Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung terlibat dalam pengelolaan Bumi Perkemahan Kamojang di TWA Kawah Kamojang di bawah naungan BKSDA Jawa Barat II, bukan di bawah naungan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Bandung Selatan. Gambar 18. Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang sedang berkerja bakti Anggota Kelompok Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang berjumlah 40 orang yang merupakan pemuda-pemudi daerah setempat. Mereka mempunyai keinginan untuk mengembangkan potensi obyek wisata di Kamojang dengan didukungnya oleh dua industri besar yang berada di Kamojang, yaitu Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang dan PT. Indonesia Power. Masyarakat di sekitar TWA Kawah Kamojang, khususnya masyarakat Desa Laksana, Kecamatan Ibun sangat mengharapkan keterlibatnya dalam pengelolaan TWA Kawah Kamojang. Seperti halnya berjualan di lokasi wisata, menjadi tenaga kebersihan, pemandu wisata dan menjadi tenaga keamanan. Masyarakat sekitar kawasan seharusnya dilibatkan dalam pengelolaan TWA Kawah Kamojang, seperti halnya menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 pasal 34 ayat 3, yaitu untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas blok pemanfaatan TWA dengan mengikutsertakan rakyat. Pengertian mengikutsertakan disini adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitarnya untuk berperan dalam usaha di kawasan tersebut. Juga dikatakan menurut Riyanto 2004b, guna memperoleh manfaat yang optimal dari kawasan TWA sebagai obyek wisata, maka pelaksanaan pemanfaatannya perlu dilakukan dalam bentuk pengusahaan dengan mengikutsertakan masyarakat. Keberadaan masyarakat di sekitar Kawasan Pelestarian Alam KPA diharapkan dapat mendukung fungsi kelestarian kawasan. Kegiatan kepariwisataan di KPA diharapkan dapat memberikan alternatif peluang bekerja dan berusaha sehingga sedikit demi sedikit ketergantungan masyarakat terhadap kawasan mulai berkurang dan bahkan di kemudian hari mereka dapat dimanfaatkan untuk mejaga pelestarian alam. B.1.6. Permasalahan Pengelolaan Pembuatan Bumi Perkemahan Kamojang yang dikelola oleh Kelompok Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang Gambar 19 masih dalam permasalahan antara pengelola kawasan yaitu BKSDA Jawa Barat II dan Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang dengan pengelola pengusahaan wisata yaitu Perum Perhutani Unit II Jawa Barat dan Banten KPH Bandung Selatan. Pihak Perum Perhutani sebagai yang mempunyai hak dalam pengusahaan wisata di TWA Kawah Kamojang sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 284Kpts-II1990 tanggal 4 Juni 1990, yaitu ijin pengusahaan pariwisata alam diserahkan kepada Perum Perhutani. Maka pihak BKSDA Jawa Barat II sebaiknya koordinasi terlebih dahulu dengan Perum Perhutani. Sehingga walaupun ada kerjasama dengan pihak Kelompok Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang dalam pengusahaan wisata di TWA Kawah Kamojang harus ada koordinasi dengan pihak Perum Perhutani melaui tembusan dari pihak Kelompok Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang dengan BKSDA Jawa Barat II. Sebenarnya Perum Perhutani bisa melakukan kerjasama dengan Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang dalam pengelolaan bumi perkemahan tersebut, maka kesepakatan Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang bersama BKSDA Jawa Barat II, pihak Perum Perhutani perlu tahu. Di lain pihak, BKSDA Jawa Barat II dengan berbagai pertimbangan seperti dengan melihat Perum Perhutani sebagai pemegang ijin pengusahaan pariwisata di TWA Kawah Kamojang, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 284Kpts-II1990, dalam pelaksanaan pengusahaan kawasan hutan wisata, Perum Perhutani mempunyai kewajiban untuk menyusun Rencana Karya Lima Tahun RKLT dan Rencana Karya Tahunan RKT, membuat AMDAL, membuat sarana dan prasarana pengusahaan hutan wisata sesuai dengan Rencana Karya yang telah disyahkan, mempekerjakan tenaga ahli dalam bidang konservasi, membantu melaksanakan pengamanan kawasan hutan wisata dan memberikan laporan pengusahaan hutan wisata setiap tahun kepada Departemen Kehutanan. Namun pada kenyataannya, hanya RKL saja yang dibuat, pembuatan sarana dan prasarana pengusahaan hutan wisata belum sesuai dengan Rencana Karya yang ada. Menurut Riyanto 2004b, di lain pihak pemegang ijin pengusahaan pariwisata alam di dalam penyusunan Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam harus mengacu kepada rencana pengelolaan kawasan, sedangkan dokumen tersebut belum banyak disusun oleh Pemerintah. Hal tersebut sangat dilematik dan kondisi tersebut perlu segera dilakukan percepatan oleh Pemerintah dalam menyusun rencana pengelolaan di setiap Kawasan Pelestarian Alam KPA. b a Gambar 19. Bumi Perkemahan Kamojang : a papan Bumi Perkemahan Kamojang dan b Bumi Perkemahan Kamojang BKSDA Jawa Barat II dengan melihat kenyataan seperti itu, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 Pasal 34 ayat 3 tentang Konsevasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan TWA dengan mengikutsertakan rakyat. Maka daripada itu, pihak Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Jawa Barat II melakukan perjanjian kerjasama kemitraan dengan Kelompok Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang dengan Surat Perjanjian yang ditanda tangani pada tanggal 21 Maret 2005. Pemberian ijin pembuatan bumi perkemahan tersebut di luar area pengusahaan TWA oleh Perum Perhutani, yaitu di lokasi pinjam pakai Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang yang tidak dipergunakan dan akan dikembalikan kepada BKSDA Jawa Barat II. Adanya kerjasama dengan Karang Taruna setempat diharapkan dapat membantu dalam pengawasan keamanan TWA Kawah Kamojang karena mengingat petugas lapang BKSDA Jawa Barat II untuk Resort Kamojang Barat terbatas. Kerjasama kemitraan ini merupakan implementasi dari program Pengelolaan Kawasan Konservasi Bersama Masyarakat PKKBM. Inti dari permasalahan pengelolaan TWA Kawah Kamojang yaitu kurangnya komunikasi dan koordinasi antara pengelola kawasan BKSDA Jawa Barat II dengan pengusaha wisata alam Perum Perhutani KPH Bandung Selatan. Seakan-akan setiap kegiatan di dalam Kawasan TWA Kawah Kamojang berjalan sendiri-sendiri. Selain itu juga adanya kecurigaan dari masing-masing pihak. Perum Perhutani KPH Bandung Selatan merasa takut melakukan pengembangan di TWA Kawah Kamojang karena kalau dilakukan pengembangan, pengelolaan pengusahaan wisata di TWA Kawah Kamojang takut diambil alih oleh BKSDA Jawa Barat II, terlebih lagi dengan kejadian pembuatan Bumi Perkamahan Kamojang yang bekerjasama dengan Kelompok Pencinta Wisata Karang Taruna Kamojang. Sehingga dalam pengembangannya tidak begitu diperhatikan, berbeda halnya dengan kawasan wisata lain yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Bandung Selatan, seperti Pemandian Air Panas Cimanggu, Wana Wisata Cibolang, Wana Wisata Gunung Puntang, Kawah Putih, Wana Wisata Ranca Upas, Pusat Pengembangan Agribisnis dan Wisata Patuha Resort yang pengawasannya di bawah Asisten Perhutani Asper Wisata. Menurut Riyanto 2004b, sikap yang ditunjukkan oleh pemegang ijin pengusahaan pariwisata alam umunya merupakan cerminan dari hambatan-hambatan yang dihadapi dalam menjalankan usahanya. Pihak BKSDA Jawa Barat II juga menilai, bahwa Perum Perhutani KPH Bandung Selatan kurang begitu memperhatikan dalam pengembangan TWA Kawah Kamojang. Pihak Perum Perhutani KPH Bandung Selatan seharusnya tidak khawatir melakukan pengembangan di TWA Kawah Kamojang asalkan memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai pemegang ijin pengusahaan pariwisata alam di kawasan konservasi. Selain itu juga menurut Ko, 2001 dan Perum Perhutani, 1994 peraturan perundang-undangan yang melandasi izin penyelenggaraan usaha kepariwisataan pada Kawasan Pelestarian Alam KPA, yaitu terdiri dari : 1. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 3. UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan. 4. UU No. 41 Tahun 1991 tentang Pokok-pokok Kehutanan. 5. UU No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan. 6. UU No. 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. 7. UU No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. 8. PP No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 9. Keputusan Menteri Kehutanan No. 687Kpts-II1989 tentang Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut. 10. Keputusan Menteri Kehutanan No. 688Kpts-II1989 tentang Tatacara Permohonan Ijin Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut. 11. Keputusan Menteri Kehutanan No. 284Kpts-II1990 tanggal 4 Juni 1990 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Wisata kepada Perum Perhutani. 12. Keputusan Menteri Kehutanan No. 441Kpts-II1990 tanggal 24 Agustus 1990 tentang Pengenaan Iuran dan Pungutan Usaha di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut. 13. Keputusan Menteri Kehutanan No. 878Kpts-II1992 tanggal 8 September 1992 tentang Tarif Pungutan Masuk ke Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut. 14. Keputusan Menteri Kehutanan No. 104Kpts-II1993 tanggal 20 Februari 1993 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Pariwisata Alam pada 13 lokasi Kawasan Pelestarian Alam di Pulau Jawa kepada Perum Perhutani. 15. Keputusan Menteri Kehutanan No. 167Kpts-II1994 tanggal 25 April 1994 tentang Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam di Kawasan Pelestarian Alam. 16. PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. 17. Keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Inonesia No. KEP.11MENLH394 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 18. Keputusan Menteri Kehutanan No. 446Kpts-II1996 tanggal 23 Agustus 1996 tentang Tata Cara Permohonan Pemberian, Pencabutan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam. 19. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447Kpts-II1996 tanggal 23 Agustus 1996 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam. 20. Keputusan Menteri Kehutanan No. 448Kpts-II1996 tanggal 23 Agustus 1996 tentang Pengalihan Kepemilikan Sarana dan Prasarana Kepariwisataan Negara. 21. Keputusan Menteri Kehutanan No. 248Kpts-II1997 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 446Kpts-II1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam. 22. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 602Kpts-II1998 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 23. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.39MENLH81996 tentang Jenis Usaha Atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 24. Keputusan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan No. 45KptsII- Kum1992 tanggal 16 Juli 1992 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Pembagian dan Tata Usaha, Pungutan Usaha dan Iuran Usaha Pariwisata Alam di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam Laut. 25. Keputusan Direktur Jenderal PHPA No. 46KptsDJ-VI1992 tanggal 1 Juli 1992 tentang Tarif Pungutan Usaha Pariwisata Alam di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut. 26. Keputusan Direktur Jenderal PHPA No. 77KptsDJ-VI1992 tentang Tata Cara Pengenan, Pemungutan, Penyetoran dan Penatausahaan Pungutan Masuk ke Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut. Seperti halnya menurut Riyanto 2004b, salah satu pokok masalah pengusahaan pariwisata alam di Kawasan Pelestarian Alam KPA yaitu belum adanya komunikasi secara institusional yang harmonis antara pihak pembina dengan pemegang ijin pengusahaan pariwisata alam maupun dengan instansi lainnya terutama Pemerintah Daerah. Hal tersebut cenderung akan menimbulkan konflik kepentingan dalam peruntukkan obyek wisata alam maupun ketidakpedulian terhadap daya dukung kawasan pelestarian alam. Idealnya pihak pembina lebih pro-aktif dalam menyebarkan informasi dan melaksanakan pembinaan terhadap kegiatan pariwisata alam. B.2. Perawatan Sarana perawatan dan pelayanan bernilai 15, yaitu terdiri dari tempat peristirahatan, tempat parkir dan MCK. Tetapi dalam pengelolaan TWA Kawah Kamojang terlihat bahwa sarana dan prasarana yang ada belum terpelihara dengan baik sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak enak dipandang. Kurangnya perawatan terhadap sarana dan prasarana yang ada karena sulit dan panjangnya proses turunnya dana pemeliharaan dari KPH. Permohonan dana perawatan harus dengan proposal yang diserahkan kepada KPH melalui BKPH. Dana tersebut tidak langsung turun tetapi harus melalui pengecekan lapang dari KPH terlebih dahulu. Apabila disetujui dana perawatan baru dapat turun melalui BKPH tidak langsung ke pengelola lapang, sehingga perawatan di TWA Kawah Kamojang tidak dilakukan secara rutin. B.3. Pelayanan Pelayanan suatu kegiatan menyangkut penjualan jasa membutuhkan suatu pelayanan yang baik. Mutu pelayanan bernilai 15, terdiri dari tiga bentuk pelayanan yang diberikan kepada pengunjung yaitu keramahan petugas, kemampuan berkomunikasi dan kerapian berpakaian. Namun kemampuan petugas dalam berkomunikasi masih kurang sehingga diberi nilai 10. Dengan demikian perlu mengikutsertakan petugas lapang TWA Kawah Kamojang dalam kursus bahasa asing karena pengunjung yang datang ke TWA Kawah Kamojang ada pengunjung mancanegara. Pengunjung mancanegara ini biasanya tamu-tamu dari Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang dan PT. Indonesia Power, pengunjung dari Kampung Sampireun dan pengunjung mancanegara yang sengaja mengunjungi TWA Kawah Kamojang. C. Kebijakan Pengelolaan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang C.1. Kebijakan BKSDA Jawa Barat II