Pengambilan Cuplikan Darah Tikus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan langkah-langkah percobaan sesuai dengan metodologi penelitian serta diperoleh data- data hasil penelitian, maka dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah diperoleh tersebut.

A. Pengambilan Cuplikan Darah Tikus

Pada penelitian ini digunakan hewan uji tikus. Hal yang menjadi pertimbangan adalah bila digunakan hewan uji mencit maka volume darah yang diperoleh tidak akan mencukupi karena volume darah mencit yang terlalu sedikit. Padahal dibutuhkan serangkaian pengambilan cuplikan darah pada rentang waktu tertentu. Kelinci tidak dipilih sebagai hewan uji pula, karena terdapat perbedaan fisiologis saluran pencernaan yang besar dengan yang ada pada manusia, yaitu pola pengosongan lambung yang lambat sehingga akan berpengaruh pada pola absorpsi obat Kaplan, 1979 cit. Donatus 1989. Metode sampling atau pencuplikan yang digunakan adalah metode invasif. Cuplikan hayati yang dipilih adalah darah dengan alasan yaitu karena darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai oleh obat. Darah jugalah yang mengambil obat dari tempat absorpsi, kemudian mendistribusikannya ke jaringan termasuk tempat aksi, serta menghantarkannya ke tempat eliminasi Rowland and Tozer, 1995 60 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 Darah tikus diambil dari vena lateralis ekor tikus. Bila darah diambil dari mata, maka hanya dapat dilakukan satu kali pencuplikan saja. Vena lateralis ekor tikus lebih jelas terlihat pada tikus yang muda, karena pada tikus yang tua terjadi penebalan kulit pada ekor sehingga akan susah terlihat. Oleh karena itu digunakan tikus umur 2 – 3 bulan. Ekor tikus terlebih dahulu dicukur dengan bersih, kira- kira 3 – 4 cm dari ujung ekor. Bagian yang akan ditoreh diusap dengan parafin cair dengan maksud agar tidak terjadi penjendalan darah pada bagian itu. Dalam menampung tetesan darah, dilakukan dengan hati- hati agar sel sel darah tidak ruptur. Darah dibiarkan menetes lewat dinding tabung effendorf yang telah diberi antikoagulan. Plasma darah diperoleh dengan menambahkan heparin sebagai antikoagulan sehingga protein dalam darah yang telah diperoleh tidak mengendap. Bila darah membeku, maka obat baik yang terikat maupun yang tidak terikat akan terjebak dalam gumpalan atau jendalan darah tersebut. Darah yang telah ditampung tersebut kemudian dipusingkan selama 10 menit pada 3500 rpm, kemudian akan diperoleh cairan bening atau supernatan yang disebut plasma. Intensitas efek farmakologik atau toksik sering dikaitkan dengan kadar obat pada reseptor yang lazim terletak di dalam sel- sel jaringan Soehardjono, 1990. Karena sebagian besar sel jaringan dialiri cairan jaringan atau plasma, pemantauan kadar obat dalam plasma merupakan metode yang tepat untuk mengikuti jalannya terapi. Komposisi plasma dalam darah lebih banyak dari serum. Dengan demikian jumlah parasetamol yang dapat terikat pada plasma lebih banyak dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 sensitivitas dalam pengukuran menjadi lebih kecil pula Smith and Stewart, 1981. Plasma juga dapat menembus hampir semua jaringan tubuh termasuk sel- sel darah. Sehingga dapat mencerminkan kadar obat meskipun tidak benar- benar 100 . Parasetamol termasuk asam lemah pKa 9,5 sehingga mudah terikat protein plasma, terutama albumin. Albumin termasuk protein globuler yang dapat larut dalam air. Parasetamol akan berikatan dengan residu asam amino penyusun albumin, yaitu gugus asam amino asam aspartat C 4 H 7 NO 4 Wagner, 1975 yaitu melalui ikatan hidrogen. Bentuk obat yang dapat memberikan efek farmakologis adalah bentuk obat tak terikat atau bebas. Sehingga perlu dilakukan pemisahan antara protein dengan obat agar diperoleh bentuk obat bebasnya. Adanya protein dapat menyebabkan kerusakan pada kolom, selain itu absorbansinya juga akan ikut terukur. Dilakukan proses denaturasi protein dengan menggunakan asam trikloroasetat TCA yang akan memecah struktur asli dari protein. TCA akan merusak struktur sekunder, kuartener dan tersier dari protein dengan cara memutuskan ikatan non kovalen dalam protein sehingga protein kehilangan aktivitas biologiknya. Proses denaturasi dapat digambarkan seperti yang terlihat pada gambar 5 Murray, Granner, Mayes, Rodwell, 1995. Denaturasi Aktif asli inaktif terdenaturasi Gambar 5. Gambaran denaturasi protein PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 Protein yang telah mengalami denaturasi akan menjadi kurang larut dan kemudian mengendap. Endapan protein ini kemudian disentrifugasi atau dipusingkan. Setelah dilakukan pemusingan, maka pada bagian atas tabung sentrifugasi terbentuk jernihan atau supernatan yang mengandung parasetamol bebas. Jernihan ini diambil dengan hati- hati menggunakan pipet mikro agar protein yang sudah terendapkan tidak ikut terambil, dan siap untuk digunakan dalam proses selanjutnya.

B. Validasi Metode Analisis