Hasil Wawancara dengan Partisipan

52 partisipan karena Ian termasuk siswa yang cerdas di kelas V SD Maju, akan tetapi menurut penuturannya mengalami kecemasan dalam belajar matematika. ian lahir di Kalasan pada tanggal 15 Januari 2007. Ian merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ian memiliki satu orang kakak laki-laki yang jarak kelahiran mereka cukup jauh. Kakak Ian saat ini duduk di bangku kelas 12. Ian termasuk siswa yang pendiam, pemalu dan siswa yang suka menolong. Data ini diperoleh oleh peneliti pada saat melaksanakan observasi di dalam kelas yang dilaksanakan sebanyak tiga kali. Pada saat pelajaran matematika berlangsung, Ian terlihat santai saja, akan tetapi ketika guru meminta Ian untuk mengerjakan soal di papan tulis, Ian menunjukkan ekspresi yang cemas, Ian menolak untuk maju, bibir Ian terlihat pucat, dan Ian terlihat memukul-mukul meja dengan menggunakan pulpen, saat situasi kelas riuh, Ian menutup telinganya dengan menggunakan kedua telapak tangannya dan Ian terlihat oleh peneliti sering menengadah ke atas.

4.1.4 Hasil Wawancara dengan Partisipan

Pertanyaan peneliti tentang pelajaran yang disenanginya, Ian berkata bahwa Ian senang belajar IPA. IPA disenangi karena materi pelajarannya berhubungan dengan alam. Menurut penuturan Ian pelajaran-pelajaran lain tidak terlalu disenanginya. Akan tetapi Ian sadar bahwa pelajaran-pelajaran tersebut harus dipelajari dan berusaha untuk bisa mengikuti semua mata pelajaran yang ada. Peneliti juga bertanya tentang tanggapan Ian terhadap pelajaran matematika, Ian dengan lebih lancar menceriterakan ketidaksenangannya pada pelajaran tersebut. Ian berkata dengan sangat terang, “...itu [pelajaran 53 matematika,red] pelajaran yang paling gak kusuka”. Menurut penjelasan Ian, matematika itu membuatnya pusing dan rumus-rumus yang harus dihafalkan pun sulit diingat. Apalagi menurut Ian, dalam belajar matematika itu, selalu ada rumus-rumus tertentu dalam mengerjakan soal-soal dengan menggunakan cara panjang atau dengan cara pendek. Ia berkata, “hmmmm….materinya sulit, ada cara pendek dan ada cara panjang, itu yang buat Ian pusing ”. Bagi Ian, angka- angka matematika tersebut membuatnya pusing. Akan tetapi, Ian mengakui kepada peneliti bahwa meskipun matematika pelajaran yang sulit, Ian selalu berusaha untuk belajar dan mengulang-ulang materi. Dari data yang diperoleh peneliti, Ian termasuk golongan cerdas. Nilai Ian pun di atas rata-rata termasuk pelajaran matematika. Peneliti mengingatkan hal tersebut kepada Ian. Ian tetap menjawab bahwa pelajaran matematika tetap bukan pelajaran yang dia senangi. ,”ya,,,,terpaksa, kalau ditanya suka matematika ? aku jawab gak, kare na matematika itu buat pusing”. Peneliti bertanya kepada Ian sejak kapan matematika menjadi pelajaran yang kurang disukai, dan Ian pun menjawab sejak kelas II SD. Ian pernah mengalami pengalaman yang kurang mengenakkan tentang pelajaran matematika ketika duduk di bangku kelas II. Ian menceritakan, bahwa ketika itu guru matematika Ian tidak masuk mengajar karena sakit, dan akhirnya digantikan oleh guru yang lain. Ketika itu, guru pengganti meminta siswa untuk mengerjakan soal di papan tulis. Ian merasa bingung karena belum paham dengan materi tersebut. Ian mengungkapkan ketidaktahuannya kepada guru tersebut dan tidak mendapat tanggapan. Ian berusaha untuk mengerjakan dengan membuka buku paket, tapi tetap juga tidak paham. Ian diminta maju mengerjakan soal di papan tulis. 54 Menurut Ian, saat maju ke depan kelas, jantung Ian berdegup kencang dan Ian tidak dapat menuliskan apa yang ada dalam pikirannya. Menurut penjelasan Ian saat mengerjakan soal di papan tulis, terbayang dalam pikirannya kalau-kalau dia tidak bisa mengerjakan dan membuat dia malu. Saat memaparkan pengalamannya kepada peneliti Ian tampak bersemangat, “...ya... pernah, bahkan waktu kelas II saya juga pernah dihukum karena tidak bisa perkalian...ya saya disuruh berdiri di depan kelas selama pelajaran matematika berlangsung. Saya jengkel dan kesal sama gurunya ”. Setelah mendengar penuturan Ian tersebut, peneliti bertanya tentang orang-orang yang berperan mendorong atau membantu dia untuk belajar matematika. Ian bercerita bahwa dia lebih banyak dibantu oleh Ibunya. Ibunya terkadang memaksa Ian harus bisa dalam pelajaran matematika. Bahkan Ibunya memberi hukuman. Menurut pengakuan Ian kadang-kadang ibu mencubit Ian bila tidak bisa mengerjakan soal-soal dan hukuman yang paling sering diberikan adalah tidak boleh bermain game. Ian bercerita bahwa Ibunya selalu menekankan pentingnya belajar matematika. Ian bercerita demikian, “hampir setiap kali ibu ngajari, pasti ibu akan bilang bahwa aku harus pandai matematika, karena matematika itu nanti menjadi penentu lulus atau tidak di SD ”. Karena itulah Ian setiap hari belajar matematika, kecuali hari Sabtu. Selain belajar matematika di sekolah dan di rumah, Ian juga harus mengikuti les di Kumon. Hal ini membuat Ian semakin tertekan setiap belajar matematika. Menurut penuturan Ian, pelajaran matematika memaksa Ian harus belajar keras. Ian sering merasa jenuh karena setiap hari harus belajar matematika. Namun, jika Ian ingat bahwa matematika menjadi penentu dalam Ujian Nasional, 55 Ian berusaha untuk belajar matematika. Bayangan Ian akan Ujian Nasional memaksa Ian untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar matematika. Peneliti berulangkali mencari tahu apakah pandangannya berubah terhadap pelajaran matematika sebagai pelajaran yang membuatnya pusing. Ternyata Ian tetap berkata bahwa matematika adalah pelajaran yang tidak ia suka, kendatipun dia sampai saat ini memperoleh nilai yang cukup baik. Setelah Ian duduk di kelas IV, pengalaman yang dulu dialami ketika duduk di bangku kelas II perlahan-lahan berubah. Saat ini, Ian tidak lagi takut dengan guru matematika. Peneliti bertanya kepada Ian ketika dalam proses pembelajaran ada materi yang tidak dipahami. Ian berkata bahwa ia akan bertanya kepada guru bila materi pelajaran tersebut tidak dia ketahui, walaupun gurunya tidak selalu memberi jawaban. Gurunya menyuruhnya belajar sendiri. “hmmm,,,kalau aku bertanya kepada guru, kadang pak guru menjawab, tapi kadang juga gak,,,”. Ian juga mengungkapkan kepada peneliti bahwa Ian selalu memperhatikan guru matematikanya saat menjelaskan di depan kelas. Peneliti juga bertanya kepada Ian terkait usaha yang dilakukan Ian jika tidak memahami materi yang disampaikan. Ian mengungkapkan bahwa meskipun dia bisa mengikuti pelajaran matematika, terkadang ada materi yang membutuhkan pengulangan dan pemahaman. Selain bertanya kepada guru, biasanya Ian juga mengulang pelajaran tersebut di rumah ataupun di tempat les. “kalau materinya gak saya pahami, saya bertanya kepada guru, tapi lebih sering bawa pulang aja ke rumah ”. Menurut pengalaman Ian, biasanya kalau ada yang bertanya kepada guru, yang dilayani adalah siswa yang ranking, dan siswa tersebut menjadi patokan dalam melanjutkan materi. Menurut Ian, jika siswa yang 56 disenangi oleh guru sudah selesai, maka materi akan dilanjutkan dan bagi siswa yang kurang paham akan tertinggal. Siswa yang belum paham akan tetap diajari ketika jam pulang sekolah. Peneliti juga bertanya kepada Ian tentang persiapan Ian ketika harus mengikuti ujian ataupun ulangan. “yaaa,,seperti biasa, ibu nyuruh buat ngulang kembali materi, dan kalau ada ula ngan aku biasanya belajar pagi”. Biasanya Ian bangun pukul 05.30 setiap harinya, tapi jika ada ulangan maka Ian bangun lebih awal lagi untuk belajar. Bukan hanya untuk pelajaran matematika saja Ian membutuhkan belajar pagi, untuk pelajaran yang lain Ian juga kerap bangun lebih awal. “kalau belajar pagi biasanya kalau ada ulangan, untuk pelajaran yang lain juga belajar pagi, tapi yang lebih sering itu belajar matematika ”. Peneliti juga melakukan konfirmasi terhadap Ian yang didapatkan peneliti melalui observasi di dalam kelas. Dari hasil pengamatan, Ian kerap memukul-mukul meja dengan menggunakan pulpen. Kejadian ini berulangkali terjadi selama peneliti melaksanakan pengamatan. Ian mengatakan bahwa dengan melakukan tindakan memukul-mukul meja, ketegangan yang dialami Ian dalam belajar matematika akan berkurang. “kadang-kadang mukul meja karena suka aja, daripada dengar suara berisik ”. Ian menambahkan bahwa hal itu juga sering terjadi secara spontan. Peneliti juga menanyakan kepada Ian tentang kondisi kelas. Ian mengatakan kondisi kelas yang sempit kadang membuat Ian merasa gerah. Ian mengakui ketidaksenangannya terhadap kondisi yang rame karena mengganggu konsentrasi. “Kalau sedang belajar di dalam kelas, suasana rame, teman-teman banyak yang mengobrol membuat saya sulit untuk berkonsentrasi ”. Peneliti juga menanyakan 57 kepada Ian apa yang membuat Ian sulit untuk berkonsentrasi. “suara berisik membuat pikiran saya buyar, jadi apa yang saya pikirkan hilang ” Peneliti menggali lebih dalam lagi, contoh konkret dalam belajar matematika jika konsentrasi Ian sudah buyar. Ian mengatakan “kalau sudah rame, mau menuliskan jawaban di buku saya bisa lupa mau nulis apa, nah,,,,aku mukul-mukul meja lagi ”. Selanjutnya, peneliti juga bertanya kepada Ian, apakah dengan melakukan tindakan memukul-mukul meja, konsentrasi Ian bisa kembali. Ian menjawab “hehehe,,,gak juga sih, tapi bisa membantu untuk fokus lagi”. Peneliti mengkonfirmasi kepada Ian, kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan Ian untuk men gembalikan konsentrasinya, dan Ian pun menjawab “gak tahu”. Hasil wawancara yang diperoleh peneliti dari Ian merupakan jawaban-jawaban singkat. Saat peneliti melakukan wawancara dengan Ian, peneliti hanya mendapatkan informasi sepotong-sepotong saja karena Ian lebih banyak diam dan hanya senyum-senyum saja. Berulangkali peneliti mengulangi pertanyaan yang sama, dan peneliti tetap tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Ian lebih banyak menggunakan gerak tubuh, antara lain mengangkat bahunya, menggelengkan kepala, melihat ke atas dan terkadang tersenyum. Pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dijawab Ian dengan tepat hanya saja tidak bercerita. Peneliti juga bertanya kepada Ian kondisi yang dialaminya ketika diminta guru maju ke depan kelas mengerjakan soal. “Kalau guru meminta maju ke depan kelas saya malu”. Lebih lanjut peneliti bertanya alasan Ian malu maju ke depan kelas. “Hmmm….saya takut jawabanku salah”. Jawaban Ian ini mendorong peneliti untuk bertanya lebih jauh lagi. Peneliti bertanya kepada Ian apa yang membuat Ian takut jika jawabannya salah. Ian mengatakan bahwa jika salah 58 biasanya teman-temannya berteriak dan berebutan unjuk jari untuk menggantikannya mengerjakan di papan tulis. Peneliti bertanya kepada Ian sudah berapa kali hal yang demikian dialami, dan Ian menjawab baru sekali. Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti, Ian memiliki standard nilai dalam matematika. Ian akan merasa kecewa jika nilai yang diperolehnya di bawah KKM. Selain itu , ibu Ian juga selalu mengharapkan agar nilai Ian selalu bagus. “Kalau saya memperoleh nilai yang rendah biasanya Ibu marah ”. Ian juga menambahkan, jika Ian maju ke depan kelas bayangan diteriaki selalu menghantuinya. Hal itu juga yang membuat Ian semakin tekun belajar. “Hmmm..kalau belajar matematika saya ingat teman saya yang dulu mengejek saya, makanya saya belajar lagi”.

4.1.5 Deskripsi Informan Penelitian Latar belakang Informan I