62
4.1.6 Deskripsi Informan Penelitian Latar belakang Informan II
Bapak Kos adalah guru matematika Ian sejak kelas IV SD. Pak Kos mengajar di SD Maju sejak tanggal 2 Februari 2015. Dia adalah Alumnus
Universitas Negeri Yogyakarta, Program Studi Guru Sekolah Dasar. Beliau tinggal di Jl. Kaliurang. Beliau mengajar di SD Maju atas permintaan Kepala
Sekolah, karena semasa kuliah Pak Kos menjalani PPL di sekolah ini. Pak Kos mengajar matematika untuk kelas IV sampai kelas VI. Peneliti tidak mengalami
kesulitan untuk meminta waktu kepada Bapak Kos selama penelitian ini. Pengalaman Bapak Kos mengajar matematika selama dua tahun ini di SD
Maju, membuatnya mengerti dan memahami perihal kecemasan matematika yang dialami para siswanya. Bapak Kos mengerti tentang istilah kecemasan matematika
math anxiety yang seringkali menjadi momok pada diri siswanya. Menurut penuturan Pak Kos, kecemasan matematika juga pernah menjadi bagian dari
pengalamannya. Menurutnya, pelajaran matematika sejak dari SD dulu tidak pernah dia sukai, bahkan hingga ke perguruan tinggi.
Pak Kos mengungkapkan bahwa setiap orang wajar memiliki rasa cemas. Menurutnya, banyak yang harus dicemaskan, baik itu kecemasan tentang
pekerjaan, tentang keluarga, maupun tentang kesehatan dan termasuk juga kecemasan terhadap pelajaran matematika. Pak Kos mengungkapkan bahwa
beliau juga kerap kali mengalami kecemasan. Dalam mengajar matematika, Pak Kos sering dihantui pengalaman masa lalunya yang tidak menyukai pelajaran
matematika.
63
Namun seiring perjalanan waktu Pak Kos mengalami pandangan yang berubah bahwa ternyata belajar matematika tidak sesulit yang dipikirkan. Dalam
perkuliahan Pak Kos mengikuti mata kuliah matematika dan kebanyakan materinya adalah materi SD. Menurut Pak Kos, ternyata matematika tidak sesulit
yang dia bayangkan sebelumnya . Timbul pertanyaan dalam dirinya “mengapa
dulu saya tidak bisa mengerjakan soal, padahal sesederhana ini”. Setelah Pak Kos lulus dari perguruan tinggi dan melamar di SD Maju, Pak
Kos diminta untuk menjadi guru kelas V dan mengampu mata pelajaran matematika mulai dari kelas IV sampai kelas VI. Pak Kos mengajar matematika
di empat kelas. Awalnya Pak Kos tidak setuju dengan tugas ini, namun demi tuntutan profesi Pak Kos menyetujuinya. Pak Kos merasa cemas, jangan-jangan
tidak bisa menyampaikan materi dengan baik. Jangan-jangan pengalaman yang dialaminya dulu, juga dialami siswanya. Kecemasan yang dibawa Pak Kos dari
pengalaman masa lalunya membuat Pak Kos mempersiapkan diri untuk menjadi guru matematika. Adapun cara yang dilakukannya adalah membaca buku-buku
dari berbagai sumber, mempelajari soal-soal yang ada di buku paket dan bahkan belajar dari temannya yang mengambil kekhususan matematika. Setelah mencoba
Pak Kos akhirnya bisa menjadi guru matematika kelas IV sampai kelas VI. Menurut Pak Kos, belajar dan berusaha adalah kunci utama. Membangun
kepercayaan diri bahwa aku pasti bisa. Peneliti menyanyakan apakah Pak Kos mengalami dan menyadari
siswanya mengalami kecemasan dan apa saja yang dia lakukan saat itu. Pak Kos berkata bahwa dia juga menyadarinya dan sering menjumpai siswanya mengalami
kecemasan. Pak Kos sering berjumpa dengan siswa yang menunjukkan ekspresi
64
bingung, dan bahkan ada yang sampai keringat dingin. Peneliti kemudian bertanya apakah yang menyebabkan kecemasan matematika tersebut terjadi pada siswanya.
Pak Kos menyampaikan bahwa dia belum mengetahui dengan pasti apa yang menjadi penyebabnya. Dia menyampaikan bahwa para siswa berasal dari berbagai
latar belakang. Berbeda dengan pengalaman Pak Kos dulu bahwa lingkungan membuat Pak Kos mengalami kecemasan dalam belajar matematika.
Tentang metode apa yang dilakukannya saat menghadapi siswa yang mengalami kecemasan, Pak Kos menuturkan bahwa dibutuhkan metode khusus
untuk menanganinya. Cara pertama yang dilakukan Pak Kos adalah pendekatan. Menurut Pak Kos, banyak siswa memiliki pandangan bahwa pelajaran matematika
itu pelajaran yang menakutkan, butuh cara berpikir yang tinggi, dan materinya abstrak. Pak Kos berusaha untuk menyajikan materi matematika dengan gaya
yang santai, meskipun hal itu membutuhkan kesabaran yang ekstra. Pengalaman Pak Kos di masa lalu menjadi cambuk baginya untuk bisa belajar matematika.
Dan inilah yang dibagikannya kepada siswa-siswa yang mengalami kesulitan maupun kecemasan dalam belajar matematika.
Sesudah mencari tahu pengalaman dan pendapat Pak Kos tentang kecemasan matematika, peneliti kemudian menyampaikan perkembangan
penelitian yang telah dilakukan peneliti. Peneliti menyampaikan bahwa partisipan yang ditemukan peneliti sebagai orang yang mengalami kecemasan matematika
adalah Ian. Peneliti juga menyampaikan deskripsi hasil wawancara dengan partisipan tersebut. Sesudah itu peneliti meminta informasi dan tanggapan atas
partisipan tersebut serta mencari tahu apa saja yang dilakukannya untuk mengatasi kecemasan yang terjadi pada siswanya.
65
Penyebab Kecemasan Matematika
Bapak Kos memberikan tanggapannya terhadap pribadi Ian. Pada awalnya, Bapak Kos tidak melihat adanya kecemasan dalam diri Ian saat belajar
matematika di ruang kelas. Keyakinan tersebut semakin nyata, karena perolehan nilai matematika Ian juga termasuk baik. Selain itu Ian juga tidak pernah
mengeluh tentang pelajaran matematika. Apalagi Ian adalah salah satu orang yang tergolong cerdas di dalam kelasnya. Peneliti bertanya kepada Pak Kos bagaimana
pandangannya terhadap Ian. Pak Kos mengungkapkan “Menurut pengamatan
saya terhadap Ian ini, Ian anak yang cerdas dan hampir tidak pernah bermasalah. Tugas yang diberikan kepadanya pasti akan diselesaikan tepat waktu
termasuk matematika. Selama ini, sepertinya Ian luput dari perhatian saya karena saya merasa Ian termasuk siswa yang cerdas yang tidak perlu lagi pendampingan
khusus”. Peneliti juga bertanya kepada Pak Kos tentang keseharian Ian saat berada di dalam kelas, beliau mengatakan
“Pribadi Ian yang pendiam tidak ditunjukkannya saat pembelajaran berlangsung. Ian seorang siswa yang aktif
bertanya jika tidak memahami materi termasuk matematika. Kakak Ian juga merupakan alumni sekolah ini, dan mereka hampir memiliki kesamaan menurut
penuturan para guru disini ”. Selama 1,5 tahun saya mendampingi Ian dalam
belajar matematika, saya tidak menemukan adanya indikasi tersebut”. Pak Kos menambahkan, bahwa selama ini menurut pengamatan Pak Kos, Ian sering
terlihat memukul-mukul meja dengan menggunakan pulpen dan terkadang memasukkan pulpen tersebut ke dalam mulut. Beliau mengatakan bahwa hal ini
kemungkinan menjadi salah satu indikator dari kecemasan yang dialami oleh Ian. “Selama ini yang saya perhatikan, Ian itu sering e mukul-mukul meja dengan
66
pulpennya,dan kelihatannya kur ang fokus”. Peneliti meminta penjelasan dari Pak
Kos sehubungan dengan pendapatnya yang mengatakan bahwa Ian kurang fokus. Kekurangfokusan Ian dapat dilihat dari gerak geriknya. Ketika suara berisik Ian
sudah tidak bisa lagi melanjutkan pekerjaannya. Misalnya saat mengerjakan soal matematika ada yang ribut, Ian akan mengalami kesulitan untuk melanjutkan
tugasnya.
Peneliti menjelaskan hasil penelitian dan observasi yang diperoleh peneliti terhadap Ian, Pak Kos memberi keterangan bahwa Ian ikut les matematika di
Kumon. Bapak Kos memberi tanggapan atas kecemasan Ian tersebut dengan berkata:
“Menurut saya, Ian mempelajari matematika karena desakan dan tuntutan orangtua. Ayah Ian seorang wiraswasta yaitu menyewakan peralatan
pesta yang hampir setiap hari dihadapkan pada hitung-hitungan. Dan sepengetahuan saya, ibu nya Ian juga seorang dosen ekonomi, yang juga
berhadapan dengan hitung-hitungan. Hal inilah kemungkinan yang membuat Ian mengalami kecemasan dalam belajar matematika
”. Ian hampir setiap hari belajar matematika, di sekolah , di rumah dan di tempat les. Hal ini juga
membuat Ian jenuh. Dan setiap membayangkan matematika, muncul kecemasan dalam dirinya. Menurut penuturan Pak Kos, setiap tiga bulan sekali, ada program
dari setiap guru kelas untuk membuat pertemuan bersama dengan orangtua siswa. Kebijakan ini dibuat oleh masing-masing guru kelas. Hal ini dilakukan agar
komunikasi antara guru dan orangtua dapat terjalin dengan baik. Pak Kos menyampaikan pandangannya terhadap kecemasan matematika yang dialami oleh
Ian berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap orangtua Ian ketika mengadakan pertemuan dengan orangtua siswa. Pak Kos mengatakan demikian
67
“ketika ada pertemuan dengan orangtua, biasanya saya juga memberi kesempatan kepada orangtua untuk berbicara secara pribadi. Biasanya untuk
orangtua Ian ini, yang menjadi pokok pembicaraan itu selalu dengan pelajaran matematika. Dari pengalaman inilah, saya memiliki pandangan bahwa Ian itu
belajar matematika karena ada tekanan dari orangtuanya”. Pak Kos menyampaikan kepada peneliti, bahwa tuntutan orangtua yang terlalu tinggi
terhadap Ian membuat Ian mengalami kecemasan. Setiap belajar matematika, yang ada dalam bayangan Ian adalah hasil yang akan diperoleh, sehingga menurut
Pak Kos Ian tidak menikmati proses yang sedang dialaminya. Peneliti juga menanyakan kepada Pak Kos, bagaimana pandangan beliau terhadap orangtua
yang memiliki harapan yang tinggi terhadap anaknya untuk pelajaran tertentu tanpa memikirkan kemampuan anak. Pak Kos mengungkapkan “sah-sah saja
orangtua menuntut anaknya untuk memperoleh hasil yang baik, tapi menurut saya sebagai orangtua juga sekaligus sebagai seorang guru, perlu mempertimbangkan
dari sisi psikologis anak ”.
Pak Kos mengungkapkan bahwa Ian belajar matematika dibawah bayang- bayang orangtuanya. Peneliti menanyakan kepada Pak Kos apakah beliau pernah
menyampaikan ketidaksetujuannya teradap cara belajar matematika yang terkesan dipaksakan kepada
orangtua Ian? Pak Kos mengungkapkan “tiga bulan yang lalu saya bertemu dengan ayah Ian, kebetulan Ibu ada acara di luar kota. Saat itu
saya menyampaikan kepada bapak Ian tentang pribadi Ian. Selain itu juga saya menanyakan cara belajar Ian di rumah, dan beliau mengatakan bahwa yang lebih
sering mendampingi Ian belajar di rumah adalah ibunya. Ayah Ian mengatakan bahwa sering terdengar suara ibu Ian agak meninggi saat mengajari Ian belajar
68
matematika ”. Pada akhir wawancara dengan Pak Kos, dia juga menganjurkan
penulis untuk mendalami topik penelitian tersebut dengan mewawancarai orang tua partisipan.
4.1.7 Deskripsi Informan III Latar Belakang Informan III