Analisis Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Melalui TPI Terhadap PAD Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

(1)

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

SKRIPSI

ANALISIS PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN MELALUI TPI TERHADAP PAD DESA BAGAN PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI

TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

Diajukan oleh:

CORY PASARIBU 050501014

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan


(2)

ABSTRACT

North Sumatera province is a region in the west of Indonesia, it has geographical condition with very large ocean region, it makes the potencial of the ocean and fishery is veri big. Contribution of fishery sector is from retribution quotation at TPI, and then the retribution will reserve and account as one of framer indicator territory income.

This research tried to do examine exploitation fishery resources by TPI to PAD in Bagan Percut village, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. For the purpose analysis, this research use primer and sekunder data, and method of path analysis. This research tried to examine the fisherman income too, is that war fulfill alive needed and how the retribution system was going at examine territory.

This research result show that in the path analysis structur-1, respondent comprehension variable (X1) influential positive to activity of TPI. That’s equel to

-0,021. It’s meaning, if respondent comprehension rise strata 1 (cateris paribus) so will make activity of TPI increase up to 0,021 . Loyalty of TPI variable (X2) influential

positive to activity of TPI. That’s equel to 0,380. It’s meaning, if loyalty of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make activity of TPI increase up to 0,380 . Use of TPI variable (X3) influential positive to activity of TPI. That’s equel to

0,262. It’s meaning, if use of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make activity of TPI increase up to 0,262.

The result in the path analysis structur-2, respondent comprehension variable (X1) influential negative to retribution . That’s equel to -0,383. It’s meaning, if

respondent comprehension rise strata 1 (cateris paribus) so will make retribution decrease to 0,383. Loyalty of TPI variable (X2) influential negative to retribution.

That’s equel to -0,029. It’s meaning, if loyalty of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make retribution decrease to -0,029. Use of TPI variable (X3)

influential negative to retribution. That’s equel to -0,031. It’s meaning, if use of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make retribution decrease to 0,031. Activity of TPI variable (X2) influential negative to retribution. That’s equel to

-0,146. It’s meaning, if activity of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make retribution decrease to -0,146.

Keyword: Respondent Comprehension, Loyalty of TPI, Use of TPI, Activity of TPI, Retribution


(3)

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah kawasan barat Indonesia, memiliki kondisi geografis dengan wilayah laut yang sangat luas, sehingga potensi kelautan dan perikanannya sangat besar. Kontribusi yang diberikan oleh kegiatan sektor perikanan terhadap daerah adalah melalui pungutan retribusi yang dilakukan pada tempat pelelangan ikan, selanjutnya retribusi ini akan masuk dan dihitung sebagai salah satu indikator pembentuk pendapatan asli daerah (PAD)

Riset ini mencoba untuk melakukan penelitian pemanfaatan sumber daya perikanan melalui TPI terhadap PAD Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Sredang. Untuk analisa tujuan, riset ini menggunakan data primer dan sekunder, analisis yang digunakan untuk menaksir model adalah analisis jalur (Path Analysis). Pada riset ini juga mencoba meneliti pendapatan nelayan apakah telah memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) dan bagaimana sistem retribusi yang berlangsung di daerah penelitian.

Hasil riset ini menunjukkan bahwa pada analisis jalur sub struktur-1, hasil dari variabel pemahaman nelayan dan pedagang (X1) berpengaruh negatif terhadap kinerja

TPI sebesar 0,021. Artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan kinerja TPI sebesar 0,021. Variabel loyalitas TPI (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja TPI sebesar 0,380.

Artinya apabila tingkat loyalitas terhadap TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan kinerja TPI sebesar 0,380. Variabel manfaat TPI (X3)

mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja TPI sebesar 0,262. Artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan kinerja TPI sebesar 0,262.

Sedangkan pada analisis jalur sub struktur-2, hasil dari variabel pemahaman nelayan dan pedagang (X1) berpengaruh negatif terhadap retribusi sebesar -0,383.

Artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,383. Variabel loyalitas TPI (X2)

mempunyai pengaruh negatif terhadap retribusi sebesar -0,029. Artinya apabila tingkat loyalitas terhadap TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,029. Variabel manfaat TPI (X3) mempunyai pengaruh

negatif terhadap retribusi sebesar -0,031, artinya apabila manfaat TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,031. Variabel kinerja TPI (Y1) mempunyai pengaruh negatif terhadap retribusi sebesar -0,146,

artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,146.

Kata Kunci : Pemahaman TPI, Loyalitas TPI, Manfaat TPI, Kinerja TPI dan Retribusi.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan berkat dan rahmat-Nya, penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Irsyad Lubis, SE, M.Soc, PhD, sebagai sekretaris Departemen Ekonomi Prmbangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli M.S, sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan semangat pantang menyerah kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

5. Ibu Dra. Raina Linda Sari, sebagai Dosen Pembanding I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Paidi Hidayat, M.Si, sebagai Dosen Pembanding II Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Juga saya ucapkan terima kasih yang sangat besar kepada kedua orang tua penulis yang telah sabar dan mencurahkan segenap kasih sayangnya dan segala pengorbanannya serta doanya sehingga penulis dapat memperoleh pendidikan tinggi ini, kepada orang tua penulis yang paling penulis sayangi dan cintai Ayahanda M. Pasaribu dan Ibunda R. Simanjuntak dengan doa mereka jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Juga tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kakak serta adikku, Eva, Erni, Meika dan Christian yang telah memberikan dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis. 9. Terima Kasih yang sebesar-besarnya pada sahabat-sahabatku Aulia Zulaika,

Astari Merinda, Vica Nasuha, Weny Subandi, Ria Elvira selama

penyelesaian skripsi, dan yang selama ini bersama-sama dalam suka maupun duka, tidak ketinggalan terima kasih kepada teman ku Tina, Niel, Dodi,

adven dan Pita yang memberi dukungan serta motivasi untuk menyelesaikan

skripsi ini dan teman – teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih,

Medan, Maret 2009


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Ekonomi ... 7

2.2 Pembangunan Daerah………... 9

2.3 Otonomi Daerah ... 13

2.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)……… 16

2.5 Pembangunan Perikanan……….. 18

2.6 Perikanan Darat……… 20

2.7 Nelayan dan Kemiskinan………. 21

2.7.1 Pengertian dan Penggolongan Nelayan……… 21

2.7.2 Kemiskinan Nelayan……… 22

2.8 Peranan SDM dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan……. 23

2.9 Pengembangan Masyarakat Nelayan dan Desa Pantai ... 25


(7)

2.11 Biaya dan Pendapatan serta Sistem Bagi Hasil………... 28

2.12 Tempat pelelangan Ikan (TPI)………. . 29

2.13 Peraturan daerah tentang Retribusi……….. 30

2.14 Kerangka Berpikir……… 33

2.15 Hipotesis……….. 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 38

3.2 Populasi dan Responden... 38

3.3 Banyak Sampel………. 38

3.4 Teknik Penarikan Sampel……… 39

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.6 Metode Analisis Data……….. 40

3.7 Defenisi Operasional ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 45

4.1.1 Deskripsi Wilayah Penelitian ... 45

A. Keadaan Geografis………... 45

B. Keadaan Penduduk………... 46

4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 51

4.2.1 Karakteristik Responden ... 51

4.2.2 Karakteristik Rumah Tangga sampel ... 51

4.2.3 Pendapatan Sampel... 51

4.2.4 Jumlah Produksi, Biaya Produksi dan Keuntungan Nelayan ... 51

4.3 Analisis Data ... 52

4.3.1 Analisis Jalur Sub Struktur-1... . 52


(8)

4.4 Penghitungan Pengaruh………. 60 4.5 Penghasilan Nelayan Tidak Memenuhi Standar

Kebutuhan Hidup Layak (KHL)... 63 4.6 Sistem Retribusi yang Berlangsung di TPI Percut Sei Tuan... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 67 5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pertumbuhan Ekonomi Kaabupaten Asahan………... 15

2. PDRB Harga Konstan Kabupaten Asahan Tahun 2001-2005…………. 16

3. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Asahan Tahun 2001-2005… 16 4. Analisis Regresi Linear Sederhana (simple regression) Pengaruh PDRB

Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Asahan……….. 16 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Luas Wilayah Kabupaten Asahan


(10)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR JUDUL HALAMAN

1. Kerangka konseptual ………... 35


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah membuat suatu kebijakan yang tertuang dalam materi UU 32/ 2004 yaitu mengenai kebijakan otonomi daerah. Dalam UU ini disebutkan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Dalam penjelasan dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi yang seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Prinsip otonomi yang nyata adalah suatu prinsip bahwa urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yakni memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan. (Romli, 2007)

Melalui otonomi daerah ini maka setiap kawasan di Indonesia mencoba untuk menggali lagi potensi yang dimiliki sehingga dapat memberikan kemajuan terhadap


(12)

perekonomian daerah. Tiap-tiap daerah mulai mengkaji sektor-sektor mana yang ternyata memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatannya sehingga dianggap sebagai komoditi unggulan. Di dalam sistem perekonomian, sektor ekonomi di kelompokkan kedalam tiga sektor utama, yaitu sektor pertanian yang meliputi pertanian bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor pengolahan meliputi pertambangan dan penggalian, industri manufaktur, listrik, gas dan air minum, konstruksi dan bangunan. sektor pelayanan meliputi perdagangan hotel dan restaurant, transportasi dan komunikasi, jasa keuangan dan jasa sosial lainnya.

Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah kawasan barat Indonesia, memiliki kondisi geografis dengan wilayah laut yang sangat luas, sehingga potensi kelautan dan perikanannya sangat besar. Dengan kondisi seperti ini membuat sektor pertanian menjadi salah satu sektor unggulan bagi perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor namun pada pembahasan ini penulis lebih memfokuskan kepada sektor perikanan sebagai salah satu sektor yang memberikan kontribusi kepada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) yaitu pada daerah pesisir tepatnya Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Desa Percut, sebuah desa yang berpenduduk lebih kurang dari 2.500 KK terletak diujung Timur Laut Kabupaten Deli Serdang menuju laut lepas dan lebih kurang 1 jam menempuh perjalanan darat dari Kota Medan. Di desa ini dahulunya kehidupan masyarakat yang pokok adalah nelayan dan hingga kini kegiatan itu masih terus berjalan dan turun ke anak-anak para keluarga nelayan tersebut. Pendidikan


(13)

formal anak bukan sesuatu yang menjadi prioritas. Karena prioritas utama mereka adalah mencari uang dan turun ke laut.

Dari perspektif ekonomi sektor riel, satu-satunya yang membuat optimis bangsa Indonesia untuk keluar dari jebakan krisis ekonomi adalah adanya sumber daya alam yang kaya dan beragam. Apabila kita dapat memanfaatkan sumber daya alam ini secara optimal, efisien dan berkesinambungan, tidak mustahil Indonesia dapat mewujudkan masyarakat yang maju, mandiri, serta adil dan makmur. Pada test case selama krisis sektor-sektor riel yang berbasis sumber daya alam terbukti memberikan harapan. Sektor perikanan salah satunya, ketika semua sektor menunjukkan pertumbuhan negatif sektor ini justru kebalikannya. Hal ini karena sektor perikanan menggunakan rupiah pada faktor produksinya sementara transaksi penjualan ke pasar dunia menggunakan nilai dolar (Mulyadi, 2005). Pendayagunaan sumber daya perikanan ditujukan untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Oleh karena itu pembangunan di subsektor perikanan yang meliputi: produksi, industri pengolahan, teknologi, ketrampilan dan fasilitas pendukung perlu ditingkatkan.

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan subsektor perikanan yaitu:

1. Pembangunan di subsektor perikanan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup nelayan dan memajukan kualitas kehidupan desa pantai.


(14)

2. Untuk mencapai tujuan seperti butir (1) tersebut maka diperlukan upaya peningkatan dan diversifikasi produksi ikan.

3. Bila pernyataan (2) tersebut tercapai maka pembangunan di subsektor perikanan mampu untuk menyerap banyak tenaga kerja dan mampu memperluas kesempatan berusaha.

4. Untuk dapat mencapai peningkatan dan diversifikasi produksi ikan yang bernilai tambah yang tinggi, maka diperlukan kegiatan agribisnis perikanan. (Soekartiwi, 1996)

Secara umum pemanfaatan sumber daya perikanan tersebut masuk dalam kategori rendah. Hal ini terjadi karena produksi perikanan nasional lebih dari 80% disumbangkan oleh perikanan rakyat yaitu nelayan dengan perahu tanpa motor dan petani ikan dengan sistem budidaya tradisional (Mulyadi, 2005). Rendahnya tingkat pendidikan, ketrampilan dan peralatan yang dimiliki oleh nelayan menyebabkan rendahnya tingkat pendapatan dan tingkat produktivitas, karena tidak ada penyesuaian dengan tingkat teknologi yang menyebabkan tingkat pendapatannya rendeah, sehingga kehidupan nelayan semakin tua semakin berat beban yang ditanggung. (Emerson, 1979)

Kontribusi yang diberikan oleh kegiatan sektor perikanan terhadap daerah adalah melalui pungutan retribusi yang dilakukan pada tempat pelelangan ikan, selanjutnya retribusi ini akan masuk dan dihitung sebagai salah satu indikator pembentuk pendapatan asli daerah (PAD). Namun pungutan retribusi ini berbeda-beda untuk setiap tempat pelelangan ikan. Besar kecilnya sumbangan yang berasal


(15)

dari retribusi terhadap PAD dipengaruhi oleh kinerja TPI, dimana faktor-faktor yang menentukan kinerja TPI itu sendiri antara lain :

1) Pemahaman nelayan dan pedagang terhadap tempat pelelangan ikan (TPI) 2) Loyalitas terhadap tempat pelelangan ikan (TPI)

3) Manfaat tempat pelelangan ikan (TPI)

Berdasarkan uraian di atas , kemudian penulis merangkumnya untuk diteliti dalam suatu tulisan yang berjudul “ Analisis Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Melalui TPI Terhadap PAD Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI

berpengaruh terhadap kinerja TPI?

2. Apakah penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI, manfaat TPI dan kinerja TPI berpengaruh terhadap retribusi?

3. Apakah penghasilan nelayan memenuhi standar Kebutuhan hidup layak (KHL)?

4. Bagaimana sistem retribusi yang berlangsung di TPI Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang?


(16)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis apakah penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI berpengaruh terhadap retribusi.

2. Menganalisis apakah penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI, manfaat TPI dan kinerja TPI berpengaruh terhadap retribusi.

3. Menganalisis apakah penghasilan nelayan memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL)

4. Menganalisis bagaimana sistem retribusi yang berlangsung di TPI Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. sebagai tambahan informasi dan masukan bagi mahasiswa/i Fakultas ekonomi Universiatas Sumatera Utara yang ingin melakukan penelitian selanjutnya. 3. Sebagai penambah, pelengkap, sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian

yang sudah ada menyangkut topik yang sama.

4. Dalam mengetahui apakah pendapatan nelayan telah memenuhi satandar Kebutuhan hidup layak (KHL).


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah suatu cara untuk memajukan dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat yang merupakan usaha untuk menghilangkan suatu mata rantai dari lingkungan kemiskinan yang dihadapi masyarakat berkembang, sedangkan dalam UUD 1945 dikatakan bahwa bangsa Indonesia bertujuan untuk melindungi segenap individu dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, maka sudah sewajarnya Indonesia melakukan pembangunan, yang telah tercermin dalam GBHN yang berisikan tujuan pembangunan, hasil dari pembangunan itu sendiri yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan pancasila dalam wadah NKRI yang merdeka, berdaulat bersatu dan berkedaulatan rakyat bersuasana perikehidupan yang aman, damai serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

Banyak terdapat defenisi tentang pembangunan ekonomi baiknya kita tinjau tentang pengertian pembangunan ekonomi yang diartikan sebagai proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat mengalami peningkatan dalam jangka panjang. Dari definisi ini mengandung 3 unsur yaitu:

1. Suatu proses yang berarti perubahan yang terus menerus yang di dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi.


(18)

2. Usaha peningkatan pendapatan per kapita. 3. Berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Perkembangan ekonomi selalu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan per kapita karena kenaikan pendapatan per kapita merupakan suatu pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Namun masalah pembangunan merupakan suatu jalinan eksistensi dari masyarakat sosial dan ekonomi, oleh karena itu kebijakan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang bersifat non ekonomi yaitu untuk melengkapi analisis yang ditinjau dari sudut ekonomi.

Dalam memberikan defenisi pembangunan ekonomi para ahli ekonomi dan perencana ekonomi mengalami suatu evolusi dalam pemikiram mereka sehingga lahirlah suatu pengertian pembangunan yang baru yang dikemukakan dalam buku Todaro (Todaro 1996) dalam bukunya Economic For Development World And

Introduction to Principles Problem And Policres For Development, yang menyatakan

pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa, lembaga nasional termasuk pula percepatan akselerasi pra ekonomi pengurangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut. Pembangunan ekonomi telah mengalami perubahan yang mencakup dimensi yang luas, terpadu dan mencakup sebagai aspek kehidupan, oleh sebab itu pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis dan bukan sebagai konsep yang statis dalam memahami ekonomi pembangunan, perlu


(19)

juga dibedakan pembangunan ekonomi (Economic development) dan pertumbuhan ekonomi (Economic growth).

Dalam pembangunan ekonomi terkandung arti adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat atau GDP, dimana kenaikan dibarengi oleh perombakan dan modernisasi serta memperhatikan aspek pemerataan pendapatan (Income inquirey), sedangkan pertumbuhan ekonomi diikutkan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pendapatan penduduk dan tanpa memandang pembahasan struktur ekonomi. Pada umumnya pembangunan selalu dibarengi dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Pada tingkat perubahan mungkin saja pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi atau sebalinya. Sehubungan dengan itu, istilah pertumbuhan ekonomi itu pada umumnya diikutkan dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi yang biasa terdapat di negara maju, dimana struktur ekonominya yang sudah berindustri yang tidak mengalami perubahan struktural lagi, sedangkan pembangunan dan kemajuan ekonomi di negara-negara berkembang yang mengalami proses perubahan struktural dari keterbelakangan ke arah kemajuan dan modernisasi.

2.2. Pembangunan Daerah

Sebelum membahas tentang pembangunan ekonomi daerah, terlebih dahulu dibahas tentang pengertian daerah (regional), pengertian dipandang dari sudut tinjauan ekonomi adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi


(20)

tertentu seperti propinsi, kabupaten, kecamatan dan sebaginya. Jadi daerah di sini didasarkan pada pembagian administrasi suatu daerah dalam pengertian seperti ini, dinamakan daerah perencanaan atau daerah administrasi. Lebih lanjut dikatakan pembangunan daerah merupakan suatu kegunaan pembangunan baik yang termasuk maupun yang tidak termasuk urusan rumahtangga (RT) daerah yang meliputi berbagai sumber pembiayaan baik yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan yang berasal dari luar masyarakat. Kegunaan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah termasuk BUMN, BUMD adalah berasal dari masyarakat lainnya.

Dari uraian ini kita menggunakan sumber-sumber pembiayaan masyarakat, sehingga pembangunan di daerah dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:

1. Pembangunan di pemerintahan daerah yaitu pembangunan yang dibiayai dari PAD (Pendapatan asli daerah), perencanaan, prioritas proyek, dan kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh daerah.

2. Pembangunan yang menjadi kewajiban pemerintah pusat tetapi

pelaksanaannya oleh pemerintah daerah misalnya proyek yang dibelanjai oleh dana inpres.

3. Pembangunan yang menjadi kewajiban pemerintah daerah yang

pelaksanaanya oleh pemerintah pusat tetapi alokasinya berada di daerah pembangunan yang merupakan kewajiban pemerintah daerah yang dibiayai dari sumber APBD. APBD menggambarkan kemampuan daerah dalam memobilisasi potensi keuangannya. Adapun penerimaan dari sumber daerah


(21)

cukup besar maka bearti pula mengurangi ketergantungan daerah yang bersangkutan kepada pusat.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sawsta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam waktu tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi SDM, kelembagaan dan sumber daya fisik maupun lokal. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif yang bearsal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Pembangunann ekoonomi daerah adalah suatu proses mencakup pembentukan inisiatif yang baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasiatas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar baru, ahli ilmu pengetahuan dan pengembangan-pengembangan perubahan baru.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dari jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah, oleh karena itu pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakat dan dengan menggunakan sumber daya yang


(22)

diperlukan untuk merangsang dan mengembangkan perekonomian daerah. Dalam hal pembangunan daerah pemerintah daerah mengambil beberapa peranan sebagai berikut:

1. Entrepeneur

Dalam hal ini pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis, pemerintah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri (BUMN) asset pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan baik sehingga ekonomis dan menguntungkan.

2. Koordinator

Dalam hal ini berfungsi untuk menetapkan atau menganalisis strategi bagi pembangunan daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan ekonomi melibatkan kelompok dalam masyarakat dalam proses pengumpulan informasi tentang pembangunan masyarakat. Dalam peranannya sebagai koordinator pemerintah daerah bisa juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya, dunia usaha dan masyarakat dalam penyusunan sasaran-sasaran ekonomi, perencanaan-perencanaan, strategi-strategi. Pendekatan ini sangat potensial dalam menjaga konsistensi pembangunan daerah dengan nasional dan menjamin bahwa perekonomian daerah akan bermanfaat kepada masyarakat.


(23)

3. Fasilitator

Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan cattitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerah. Hal ini akan mempercepat pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning yang lebih baik).

4. Stimulan

Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang ada tetap berada di daerah tersebut. Stimulasi ini dapat dilakukan dengan cara antara lain: pembuatan busur-busur pengembangan kawasan industri, pembuatan outlet untuk produk industri kecil dan membantu industri kecil untuk melakukan pameran.

2.3. Otonomi Daerah

Istilah otonomi daerah berasal dari bahasa yunani, “Outonomos/Autonomia”, yang berarti keputusan sendiri (self ruling). Secara terperinci otonomi dapat mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:

1) Otonomi adalah suatu kondisi atau ciri untuk tidak dikontrol oleh pihak lain ataupun kekuatan luar.


(24)

2) Otonomi adalah bentuk pemerintahan sendiri (self government), yaitu hak untuk memerintah atau menentukan nasib sendiri (the right of self government, self determination)

3) Pemerintah sendiri yang dihormati, diakui dan dijamin tak adanya kontrol oleh pihak lain terhadap fungsi daerah (local internal offairs) atau terhadap minoritas suatu bangsa.

4) Pemerintahan otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk menentukan nasib sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun mencapai tujuan hidup secara adil (self determination, self suffiency, self reliance).

5) Pemerintah otonomi memiliki supremasi/dominasi kekuasaan (supremacy of authority) atau hukum (role) yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemegang kekuasaan di daerah.

Dalam pemberian status otonomi kepada suatu daerah ada beberapa prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam pemberian status tersebut antara lain: 1) Penyelengaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek

demokrasi, keadilan, pemertaan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. 2) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan

bertanggung jawab.

3) Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan kota, sedang otonomi daerah propinsi merupakan otonomi daerah yang terbatas.


(25)

4) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

5) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan wewenang dalam daerah kabupaten atau kota tidak ada lagi wilayah administrasi.

6) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.

7) Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wilayah pemerintah.

8) Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan tak hanya dari

pemerintahan kepada daerah tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta SDM dan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Dalam UU Pemerintah Daerah yang baru yakni UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, diberikan penegasan tentang makna otonomi daerah, seperti pada pasal I ayat 5:


(26)

“bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan pada pasal 1 ayat 6 menyatakan pengertian dari daerah otonom adalah:

“kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwewenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia”. (Saragih, 2003)

2.4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dari tahun ke tahun kebijakan mengenai pendapatan asli daerah (PAD) di setiap daerah propinsi, kabupaten, dan kota relatif tidak banyak berubah. Artinya, sumber utama PAD komponennya itu-itu juga yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah (BUMD), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Pajak Daerah

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Sebelum dilakukannya perubahan UU Nomor 18 Tahun. Sebelum dilakukannya


(27)

perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997, jenis pajak daerah propinsi mencakup 3 (tiga), yakni sebagai berikut:

- Pajak kendaraan bermotor (PKB).

- Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

- Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).

Sedangkan pajak daerah kabupaten atau kota terdiri atas 6 (enam) jenis, yakni sebagai berikut:

- Pajak hotel dan restoran.

- Pajak penerangan jalan.

- Pajak reklame.

- Pajak hiburan.

- Pajak pengambilan dan pengelaan bahan galian Golongan C.

- Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Perbedaan antara pajak daerah dan retribusi daerah tidak hanya


(28)

didasarkan atas objeknya, tetapi juga perbedaan atas pendekatan tarif. Oleh sebab itu, tarif retribusi bersifat fleksibel sesuai dengan tujuan retribusi dan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah masing-masing untuk melaksanakan atau mengelola jenis pelayanan publik di daerahnya. Semakin efisien pengelolaan pelayanan publik di suatu daerah, maka semakin kecil tarif retribusi yang dikenakan.

Semakin banyak jenis pelayanan publik dan meningkatnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah terhadap masyarakatnya, maka kecenderungan perolehan dana retribusi semakin besar. Namun, banyaknya jenis retribusi yang dikenakan kepada masyarakat jelas merupakan beban bagi masyarakat lokal. Oleh sebab itu, kebijakan retribusi daerah sering menimbulkan kontroversial di daerah, baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah diberlakukan. Karena terkadang pemda memungut retribusi tanpa ada imbalan langsung yang dirasakan oleh masyarakat. (Saragih, 2003)

2.5. Pembangunan Perikanan

Sub sektor perikanan dari sektor pertanian merupakan salah satu sub sektor yang berpotensi untuk dikembangkan, disamping karena ketersediaannya yang cukup banyak, juga karena potensi pasarnya yang cukup besar, dan sub sektor ini pun menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemanfaatan dalam jumlah yang semakin besar atas sumberdaya perikanan ini hanya dapat terwujud bila diadakan usaha pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan cadangan untuk masa depan dan kelestarian lingkungan sekitar.


(29)

Pembangunan perikanan adalah suatu usaha untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan semaksimal mungkin dengan memperhatikan aspek kelestarian dan keberlangsungannya di masa depan. (Dahuri, 1993)

Peningkatan pendapatan nelayan adalah merupakan tujuan dari pembangunan perikanan, yaitu dengan meningkatkan produktivitasnya, memperluas kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha. Hasil dari peningkatan produksi ini, disamping memenuhi kebutuhan protein hewani, juga untuk meningkatkan devisa negara melalui peningkatan ekspor dan penekanan impor. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut ialah :

1) Intensifikasi

Usaha intensifikasi dalam hasil perikanan laut dilakukan melalui penyebaran nelayan tradisional ke perairan lepas pantai dan samudera atau perairan pantai lain.

2) Ekstensifikasi

Usaha ini dilakukan dengan cara mengarahkan penangkapan ikan ke daerah utara, barat dan Indonesia bagian timur.

3) Rehabilitasi

Hal ini ditujukan pada sarana-sarana dan prasarana penangkapan ikan yang ada. Di samping penyuluhan dan bimbingan yang dilaksankan oleh perusahaan-perusahaan besar (inti).


(30)

4) Peningkatan pengadaan sarana-sarana pemasaran perikanan.

5) Peningkatan prasarana pelabuhan perikanan dan jaringan irigasi untuk pertambakan. (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1998)

2.6. Perikanan Darat

Perikanan darat merupakan perikanan air tawar dan air payau. Air payau adalah percampuran antara air tawar dan air laut. Tempat yang dipergunakan untuk perikanan darat meliputi sungai, danau, bendungan, rawa, empang, kolam, sawah, serta tambak di tepi pantai. Usaha perikanan darat pada umumnya diusahakan oleh petani sebagai mata pencaharian tambahan. Perikanan darat yang merupakan milik umum adalah perikanan darat non budi daya. Ikan di sini tidak dipelihara dan tidak dikembangkan, terdapat di sungai, danau, dan rawa. Jika dahulu danau dan rawa dibiarkan begitu saja oleh penduduk dan ikan hidup di dalamnya bukan sengaja dipelihara, sekarang tempat itu dapat diusahakan untuk memelihara ikan secara besar-besaran.

Perikanan darat yang merupakan milik perseorangan adalah perikanan darat budidaya. Ikan ini dipelihara, diberi makan, dan dikembangkan. Terdapat di empang, kolam, sawah, dan tambak. Jenis ikan yang dikembangkan adalah ikan mujair, tawes, sepat, mas, gabus, lele, bandeng, dan udang. (Evy, 2001)


(31)

2.7. Nelayan dan Kemiskinan

2.7.1. Pengertian dan Penggolongan Nelayan

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Mulyadi, 2005). Nelayan merupakan salah satu golongan terbesar dalam kelompok petani dunia, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a) Menangkap ikan dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat. b) Mempunyai sumber daya yang terbatas sehingga menciptakan tingkat

kehidupan yang rendah.

c) Bergantung seluruhnya atau sebahagian kepada produksi yang dihasilkan. d) Kurang memperoleh layanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya.

(Soekartiwi, 1986).

Sesungguhnya, nelayan bukanlah suatu entititas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya, nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain. (Mulyadi, 2005)


(32)

2.7.2. Kemiskinan Nelayan

Kemiskinan adalah suatu konsep yang cair, serba tidak pasti serta bersifat multidimensional. Disebut cair karena kemiskinan bisa bersifat subjektif, tetapi sekaligus juga bermakna objektif. Secara objektif bisa saja masyarakat tidak dapat dikatakan miskin karena pendapatannya sudah berada di atas batas garis kemiskinan, yang oleh sementara ahli diukur menurut standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi. Akan tetapi, apa yang tampak secara objektif tidak miskin itu, bisa saja dirasakan sebagai kemiskinan oleh pelakunya karena adanya perasaan tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya, atau bahkan dengan membandingkan dengan kondisi yang dialami oleh orang lain, yang pendapatannya lebih tinggi darinya. Begitu banyak pengertian tentang kemiskinan, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa istilah kemiskinan selalu menunjuk pada sebuah kondisi yang serba kekurangan. (Mulyadi, 2005)

Kemiskinan mempunyai bermacam-macam aspek. Aspek-aspek ini berbeda-beda tingkatnya dalam tiap-tiap negara. Baldwin dan Meier mengemukakan 6 sifat ekonomis yang terdapat di negara-negara miskin atau sedang berkembang yaitu negara tersebut merupakan produsen barang-barang primer, menghadapi masalah tekanan penduduk, sumber-sumber alam belum banyak diolah, penduduknya masih terbelakang dari segi ekonomi, kekurangan kapital dan orientasi perdagangan ke luar negeri. (Irawan dan Suparmoko, 1992)

Di lihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan. Dari


(33)

ketiga kelompok tersebut, pada umumnya nelayan juragan tidak miskin. Kemiskinan nelayan cenderung dialami oleh nelayan perorangan dan buruh nelayan. Di lihat dari lingkupnya, kemiskinan nelayan terdiri atas kemiskinan prasarana dan kemiskinan keluarga. Kemiskinan prasarana dapat diindikasikan pada ketersediaan prasarana fisik di desa-desa nelayan, yang pada umumnya masih sangat minim, seperti tidak tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak adanya akses untuk mendapatkan bahan bakar yang sesuai dengan harga standar. Kemiskinan prasarana itu secara tidak langsung juga memiliki andil bagi munculnya kemiskinan keluarga. Misalnya, tidak tersedianya air bersih akan memaksa keluarga untuk mengeluarkan uang untuk membeli air bersih, yang berarti mengurangi pendapatan mereka. Kemiskinan prasarana juga dapat mengakibatkan keluarga yang berada di garis kemiskinan bisa merosot ke dalam kelompok keluarga miskin. (Mulyadi, 2005)

2.8. Peranan SDM dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan

Pentingnya wilayah kelautan dalam pengembangan pembangunan berkelanjutan, tidak hanya karena wilayah lautnya yang sangat luas di Indonesia melainkan karena juga banyak terdapatnya sumber daya-sumber daya yang potensial untuk dimanfaatkan. Keanekaragaman sumber daya yang terkandung merupakan modal yang baik bagi masyarakat Indonesia bila dimanfaatkan dan dikelola secara bijaksana. (Zen, 1996)


(34)

Pengeloalaan sumber daya alam haruslah mengacu pada strategi konservasi, yaitu:

a. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan, dengan menjamin terpeliharanya proses ekologi kelangsungan hidup biota dan ekosistemnya.

b. Pengawetan keanekaragaman sumber plasma mutlak yaitu menjamin

terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya bagi kepentingan umat manusia.

c. Pelestarian di dalam pemanfaatan baik jenis maupun ekosistemnya, yaitu dengan mengendalikan cara-cara pemanfataannya sehingga diharapakan dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan.

Oleh sebab itu, SDM sangat berperan penting dalam pengelolaan sumber-sumber alam yang ada di wilayah pesisir dan laut, yang masih banyak dengan cara tradisional. Para nelayan menangkap ikan tanpa membedakan yang kecil dan yang besar. Dalam kegiatan pengeksploitasian sumber daya tersebut, banyak menyerap tenaga kerja tanpa batasan umur, Artinya semua lapisan umur dapat bekerja dan tidak memerlukan jenjang pendidikan formal dan ketrampilan khusus, yang penting adalah keberanian dalam mengarungi laut lepas dan kekuatan fisik. (Puasat Riset Kelautan dan Perikanan, 2000)

Ketersediaan lapangan kerja di bidang uasaha kelautan, baik aktivitas yang dilakukan di darat maupun yang di laut yang selalu ada setiap saat, mempunyai dampak yang negatif terhadap masyarakat, khususnya usia sekolah cenderung malas untuk bersekolah atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebab


(35)

laki-laki dan perempuan dapat bekerja. Bila laki-laki ikut berlaut menjadi nelayan, pekerja tambak, usaha pembuatan kapal dan lain-lain. Sementara wanita berperan dalam industri pembuatan ikan asin, pemisahan ikan hasil tangkapan nelayan berdasarkan jenisnya, yang semua kegiatan tersebut dilakukan di darat. Sementara anak-anak usia sekolah dapat melakukan kegiatan seperti membersihkan kapal ketika mendarat, membersihkan jaring, yang juga mendapat imbalan yang dapat menyenangkan mereka. Asyik dan mudahnya mencari uang membuat mereaka malas dan lupa untuk sekolah.

Sebagaimana umumnya, SDM merupakan salah satu faktor penentu dalam pengembangan-pengembangan sektor-sektor lainnya, demikian juga halnya dengan usaha kelautan untuk masa yang akan datang. Oleh sebab itu peningkatan taraf pendidikan dan wawasan masyarakat di wilayah pesisir pantai sangat penting. Karena untuk dapat mengelola secara benar diperlukan pengetahuan yang cukup tentang potensi sumber daya kelautan, wilayah pesisir dan masalah-masalah yang akan dihadapi yang berkaitan dengan pengeksploitasian SDA tersebut maka pendayagunaan yang berlebihan yang dapat merusak lingkungan laut dan wilayah pesisir dapat dihindarkan dan langkah-langkah untuk penaggulanganm masalah dapat terarah dan efektif.

2.9. Pengembangan Masyarakat Nelayan dan Desa Pantai

Strategi pada pembangunan masyarakat desa harus diterapkan juga pada pembangunan masyarakat pantai, yaitu membantu masyarakat untuk dapat


(36)

membangun dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri, dengan mendasarkan pada pengembangan potensi alam lingkungan desa. Kebijakan yang didasarkan di dalam melaksanakan pembangunan masyarakat desa meliputi beberapa hal. Pertama, program pembangunan masyarakat desa diarahkan untuk mencegah dan meniadakan kemiskinan dan kesengsaraan yang dapat terjadi di kalangan masyarakat.

Kedua, mendorong dan meningkatkan aktivitas, kreativitas, prestasi dan partisipasi

masyarakat dalam pembangunan.

Ketiga, di dalam usaha menghapus kemiskinan di dalam masyarakat perlu

diusahakan peningkatan sumber daya alam, swadaya serta produktivitas masyarakat guna dapat menciptakan kehidupan ekonomi yang berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Keempat, meningkatkan dan memanfaatkan peranan lembaga-lembaga masyarakat yang berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Kelima, pembangunan desa diarahkan untuk lebih mengutamakan desa dengan masyarakat yang relatif miskin, masyarakat terpencil, masyarakat di wilayah kritis, wilayah pantai, kepulauan perbatasan, dan sebagainya. (Mulyadi, 2005)

2.10. Potensi Modal Sosial dalam Komunitas Nelayan

Untuk dapat melihat dan mengidentifikasi potensi modal sosial yang ada dalam suatu masyarakat maka terlebih dahulu harus diketahui bahwa modal sosial berintikan elemen-elemen pokok, yaitu (1) saling percaya (trust); yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran (fairness), sikap egaliter (egali-tarianism),


(37)

toleransi (tolerance) dan kemurahan hati (geberosity); (2) jaringan sosial (networks); yang meliputi adanya partisipasi (participations), pertukaran timbal balik

(reciprocity), solidaritas (solidarity), kerjasama (colabo-ration/cooperation), dan

keadilan (equity); (3) pranata (institutions), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared value), norma-norma dan sanksi-sanksi (norms and sanctions), dan aturan-aturan (rules). Dari elemen-elemen pokok modal sosial tersebut, maka dapat diidentifikasi salah satu potensi modal sosial yang ada dalam komunitas nelayan. Potensi modal sosial tersebut terwujud dalam bentuk kelembagaan yaitu:

Patron Klien (Toke-Anak Buah)

Sikap saling percaya (trust) sebagai salah satu elemen dari modal sosial merupakan salah satu dasar bagi lahirnya hubungan patron-klien. Secara umum pranata patron-klien merupakan sebuah pranata yang lahir dari adanya saling percaya antara beberapa golongan komunitas nelayan, yaitu pertama, golongan pemilik kapal (modal ekonomi), yang berperan sebagai patron. Kedua, yaitu golongan komunitas nelayan yang tidak memiliki modal ekonomi tetapi memiliki modal lain, diantaranya keahlian dan tenaga yang berperan sebagai klien.

Adanya saling percaya di antara beberapa golongan komunitas nelayan tersebut membuat mereka mampu membentuk jaringan sosial. Dari perspektif nelayan (nelayan tradisional dan nelayan buruh) dapat dipahami bahwa pranata sosial-ekonomi patron-klien merupakan pranata yang mampu menjalankan fungsi ekonomi dan fungsi sosial bagi kehidupan mereka. (Mulyadi, 2005)


(38)

2.11. Biaya dan Pendapatan serta Sistem Bagi Hasil

Ongkos produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori, yaitu ongkos berupa pengeluaran nyata (actuil cost) dan ongkos yang tidak merupakan pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini, pengeluaran-pengeluaran nyata ada yang kontan dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran-pengeluaran kontan adalah (1) bahan bakar dan oli; (2) bahan pengawet (es dan garam); (3) pengeluaran untuk makanan/konsumsi awak; (4) pengeluaran untuk retribusi dan pajak.

Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah/gaji awak nelayan pekerjaan yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar sesudah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata ialah penyusutan dari boat/sampan, mesin-mesin dan alat-alat tangkap. Karena pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan di sini hanya merupakan taksiran kasar.

Pada umumnya, pendapatan para nelayan penggarap ditentukan secara bagi hasil dan jarang diterima sistem upah/gaji tetap yang diterima oleh nelayan. Sistem upah/gaji bulanan ternyata hanya diperoleh pada alat penangkapan dengan jermal, hal mana mungkin disebabkan karena alat adalah bersifat pasif.

Dalam sistem bagi hasil, bagian yang dibagi ialah pendapatan setelah dikurangi ongkos-ongkos eksploitasi yang dikeluarkan pada waktu beroperasi ditambah dengan ongkos penjualan hasil. Jadi, di sini termasuk ongkos bahan bakar, oli, es dan garam, biaya makanan para awak kapal, dan pembayaran retribusi. Biaya lain yang masih termasuk ongkos eksploitasi seperti biaya reperasi dengan demikian adalah seluruhnya tanggungan dari pemilik alat dan boat. (Mulyadi, 2005)


(39)

2.12. Tempat pelelangan Ikan (TPI)

Tempat pendaratan ikan adalah suatu lingkungan kerja meliputi areal perairan, daratan serta sarana yang bisa digunakan untuk memberikan pelayanan umum dan jasa guna memperlancar aktivitas kapal perikanan dan kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan produksi perikanan, yang berfungsi sebagai:

a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan. b. Berlabuhnya kapal-kapal perikanan. c. Pendaratan ikan hasil tangkapan. d. Memperlancar kegiatan perikanan.

e. Tempat pemasaran, pengolahan dan distribusi ikan hasil tangkapan. f. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan.

g. Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data.

Sedangkan TPI adalah suatu bangunan yang merupakan komponen pusat pendaratan ikan dimana terjadi kegiatan transaksi jual beli ikan antara nelayan sebagai produsen dan pedagang. Pelelangan adalah suatu kegiatan pemasaran ikan di tempat pelelangan ikan dengan tata cara dan mekanisme tertentu untuk mendapatkan harga yang menguntungkan bagi nelayan dan di lain pihak dapat mewujudkan harga yang wajar bagi masyarakat konsumen. Tempat pelelangan ikan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) TPI yang tetap (tidak berpindah-pindah) (2) Mempunyai bangunan induk TPI (3) Ada yang mengkoordinasi pelelangannya (4) Mendapat izin dari yang berwewenang. Biasanya TPI ini dikoordinasikan oleh dinas perikanan,


(40)

koperasi atau pemerintah daerah. Tempat-tempat pelelangan ikan tersebut pada umumnya terletak di tepi pantai. (Mubyarto, 1984)

2.13. Peraturan daerah tentang Retribusi

Terhitung UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah yang ditindak lanjuti dengan keluarnya peraturan pemerintah No. 19 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan peraturan pemerintah No. 20 Tahun 1997 tentang retribusi daerah. Peluang retribusi sektor perikanan, antara lain seperti tercantum pada pasal 3 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1997 yaitu: retribusi pasar grosir berbagai jenis barang termasuk TPI, ternak, hasil bumi, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan. Pemerintah daerah menghadapi banyak kendala dalam rangka peningkatan sumber pendapatan dan memberi dampak pada penurunan sumber PAD karena objek/jenis pungutan dibatasi, maka berkaitan dengan ini oleh pemerintah daerah provinsi Sumatera Utara telah pula dikeluarkan Perda No. 5, 6, 7 Tahun 1999. Adapun Perda tersebut meliputi:

1. Perda No. 5 Tahun 1999 yang mengatur tentang retribusi tempat pendaratan kapal perikanan.

Dimana dijelaskan pada pasal 1 huruf J bahwa: “Retribusi adalah pembayaran atas pelayanan pada pendaratan kapal”. Besarnya retribusi ditetapkan dalam Bab VI pasal 6.


(41)

2. Perda No. 6 Tahun 1999 tentang retribusi pengujian kapal perikanan.

Pada Bab I huruf P adalah pembayaran atas pelayanan pengujian kapal periksa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Adapun besarnya tarif retribusi ditetapkan dalam pasal 8 Bab VI. Dengan mencermati ketentuan PP No. 20 Tahun 1999 dan Keputusan Mentri Dalam Negeri No. 116 Tahun 1998 tentang ruang lingkup dan jenis retribusi daerah Tingkat I dan Tingkat II dapat dikemukakan sebagai berikut :

o Retribusi pasar grosir dan pertokoan adalah jenis pungutan yang kewenangannya sama-sama dimiliki oleh provinsi dan kabupaten/kota dengan catatan bahwa jasa yang menjadi dasar retribusi ini adalah meliputi pasar grosir berbagai jenis barang termasuk TPI, hasil bumi, fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, diadakan/diselenggarakan oleh Pemda. Dengan dasar tersebut, maka Perda No. 16 Tahun 1998 diubah dengan menerbitkan Perda No. 7 Tahun 1999 khususnya untuk menyesuaikan ketentuan dari pengertian retribusi, sehingga dengan ketentuan ini secara yuridis provinsi dapat mengelola dan melakukan pungutan retribusi dengan memperhatikan basis titik lokasi potensi perikanan dengan cara menyewa/kontrak tempat sebagai persyaratan adanya jasa Pemda seperti Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Belawan, Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga dan dengan pihak ketiga di Tanjung Balai.


(42)

3. Perda No. 7 Tahun 1999 tersebut adalah tentang perubahan pertama Perda provinsi Tingkat I Sumatera Utara No. 16 Tahun 1998 tentang retribusi pasar grosir dan atau pertokoan, dimana dalam pasal 1 menyatakan bahwa:

Perda provinsi Tingkat I Sumatera Utara No. 16 Tahun 1998 telah disahkan Mentri Dalam Negeri No. 974.22.958 tanggal 26 Oktober 1998 dan telah diundangkan dalam lembaga daerah provinsi Tingkat I Sumatera Utara No. 23 seri B No. 5 Tahun 1998 tanggal 5 November 1998 telah dirubah dan berbunyi:

Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas pasar dan atau pertokoan oleh Pemda yang meliputi pasar grosir berbagai jenis barang, TPI, ternak, hasil bumi, pertokoan, supermarket, yang disewa atau dimiliki oleh Pemda.

Pasal 7 (1) besarnya reribusi pemanfaatan penggunaan fasilitas pasar grosir dan atau pertokoan ditetapkan sebesar Rp.2000/m. (2) besarnya retribusi TPI sebesar 5% dari harga lelang. Selanjutnya dalam peraturan pemerintah provinsi sebagai daerah otonomi diantaranya mengenai kewenangan di bidang pemerintahan tertentu dan pada pasal 3 menegaskan bahwa kewenangan wilayah laut provinsi di antaranya adalah: penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut provinsi Sumatera Utara.


(43)

2.14. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian adalah dasar pemikiran dari penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaah kepustakaan. Uraian dalam kerangka berpikir menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel penelitian. Variabel-variabel penelitian dijelaskan secara mendalam dan relevan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menjawab permasalahan penelitian (Riduwan, 2005)

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dapat dibuat kerangka pemikiran yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti. Berawal dari aktivitas nelayan sebagai pelaku ekonomi yang memanfaatkan TPI sampai kepada pungutan wajib berupa retribusi terhadap penggunanan TPI itu sendiri

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun

budidaya. Hasil tangkapan nelayan akan didistribusikan untuk dipasarkan di tempat pelelangan ikan (TPI). TPI adalah suatu bangunan yang merupakan komponen pusat pendaratan ikan dimana terjadi kegiatan transaksi jual beli ikan antara nelayan sebagai produsen dan pedagang. Transaksi jual beli ikan ini dilakukan dengan cara

pelelangan. Pelelangan adalah suatu kegiatan pemasaran ikan di tempat pelelangan ikan

dengan tata cara dan mekanisme tertentu untuk mendapatkan harga yang menguntungkan bagi nelayan dan di lain pihak dapat mewujudkan harga yang wajar bagi masyarakat konsumen. Pada kegiatan pelelangan yang dilakukan akan dipungut


(44)

suatu retribusi sebagai iuran wajib atas penggunaan TPI, dimana retribusi ini akan masuk ke dalam kas daerah dan dihitung sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Sumbangan yang berasal dari retribusi terhadap PAD dipengaruhi oleh kinerja TPI, dimana apabila kinerja TPI semakin baik maka sumbangan retribusi akan semakin meningkat terhadap PAD.

Tingkat kinerja TPI ditentukan oleh beberapa faktor yaitu antara lain: 1) Pemahaman nelayan dan pedagang terhadap tempat pelelangan ikan (TPI)

Nelayan dan pedagang sebagai pelaku ekonomi harus memahami bagaimana TPI, tujuan dari TPI dan manfaat dari TPI itu sendiri. Apabila nelayan dan pedagang benar-benar memahami maka mereka akan cenderung untuk mengikuti kegiatan di TPI. Dan apabila pemahaman ini semakin baik maka akan berdampak kepada kinerja TPI yang akan semakin baik pula.

2) Loyalitas terhadap tempat pelelangan ikan (TPI)

Mengutamakan TPI dengan melakukan penggunaan secara berulang-ulang oleh nelayan dan pedagang akan berpengaruh terhadap kinerja TPI itu sendiri yang selanjutnya akan mempengaruhi besarnya sumbangan retribusi terhadap PAD. Apabila loyalitas terhadap TPI semakin baik maka kinerja TPI semakin baik pula dan selanjutnya besarnya sumbangan retribusi terhadap PAD akan meningkat.

3) Manfaat tempat pelelangan ikan (TPI)

Apabila TPI dapat memberikan harga yang sesuai, membina mutu hasil perikanan dan meningkatkan pendapatan baik nelayan maupun pedagang


(45)

maka dikatakan TPI tersebut benar-benar bermanfaat. Dan apabila TPI ini semakin berfungsi dengan baik maka kinerja TPI akan semakin baik dan selanjutnya akan mempengaruhi besarnya retribusi.

Dalam konsep ini retribusi merupakan variabel Y yang disebut sebagai variabel dependen atau variabel terikat, Pemahaman terhadap TPI sebagai variabel X1, Kinerja TPI sebagai variabel X2, Manfaat TPI sebagai variabel X3, yang ketiga

variabel ini (X1, X2, X3) merupakan variabel independen atau variabel bebas.

Model diagram jalur berdasarkan paradigma hubungan antar variabel sebagai berikut:

€1

€2

Gambar.1 Kerangka konseptual Pemahaman

Nelayan dan Pedagang terhadap TPI

Loyalitas terhadap TPI

Manfaat TPI

Kinerja TPI


(46)

Keterangan :

Bahwa dari kerangka konseptual ini, kita dapat melihat dan mengetahui bahwa variabel independen (X1, X2, X3) mempengaruhi faktor dependen (Y).

Diagram jalur persamaan strukturalnya sebagai berikut:

€1 €2

Gambar.1 Diagram jalur

2.15. Hipotesis Secara empiris, hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang

menjadi objek penelitian yang memerlukan pengujian untuk membuktikan

kebenarannya. Dari rumusan masalah tersebut di atas maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

1. Penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI berpengaruh terhadap kinerja TPI.

X1

X2

X3


(47)

2. Penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI, manfaat TPI dan kinerja TPI berpengaruh terhadap retribusi.

3. Penghasilan nelayan tidak memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL).


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Bagan Percut. Kecamatan Percut Sei Tuan. Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Populasi dan Responden

Nelayan yang bertempat tinggal di kawasan Desa Bagan Percut. Kecamatan Percut Sei Tuan. Kabupaten Deli Serdang dan masih aktif atau masih bekerja sebagai nelayan dan pedagang yang beraktivitas di TPI Bagan Percut.

3.3. Banyak Sampel

Menurut Sugiyono (2003). Tentang penentuan jumlah sampel. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda), maka jumlah anggota sampeL minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Berdasarkan keterangan tersebut maka jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 50 orang. Rincian responden dan besarnya sampel sebagai berikut:

Tabel 1. Rincian Responden

No. Responden Jumlah (orang)

1 Tekong 13

2 Anak Buah Kapal 12

3 Pedagang Toke 13


(49)

3.4. Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel diambil dengan berdasarkan pertimbangan subyektif peneliti, di mana persyaratan yang dibuat sebagai kriteria harus dipenuhi sebagai sampel. Jadi dasar pertimbangannya ditentukan tersendiri oleh peneliti (Subagyo, 2004)

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan sebagai berikut: 1) Data Primer, diperoleh langsung dari responden di lapangan, dengan membuat

kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan objek yang diteliti, dimana kuesioner ini akan dibagikan kepada seluruh nelayan yang menjadi responden dan kemudian mengadakan tanya jawab langsung.

2) Data sekunder, merupakan data tambahan yang menjadi pendukung data primer. Diperoleh melalui buku-buku, literatur, atau tulisan-tulisan yang terkait dengan objek yang diteliti, yaitu sumber daya perikanan. Penulis juga memperoleh data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Sumatera Utara.


(50)

3.6. Metode Analisis Data

Data primer yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan alat uji yang sesuai.

1) Menguji hipotesis pertama, dianalisis dengan menggunakan model analisis jalur (Analysis Path) yang digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Kemudian data-data diolah dengan program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 15.

Model persamaannya adalah sebagai berikut:

Y1 = β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ

Y2 = β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4Y1 + µ

Keterangan :

Y2 = Retribusi

Y1 = Kinerja TPI

X1 = Pemahaman terhadap TPI

X2 = Loyalitas terhadap TPI

X3 = Manfaat TPI

β1,β2,β3 = Koefisien Regresi


(51)

Untuk variabel X1, X2 dan X3 diukur dengan menggunakan skala likert dengan

kisaran 1-5 dengan berbagai alternatif jawaban.

Langkah kerja analisis jalur ini pada garis besarnya adalah sebagai berikut:

a. Pengujian secara Keseluruhan

Uji secara keseluruhan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut: Ha : β1 ≠ 0 ……….. = i = 1 (ada pengaruh)

Ho : β1 = β2 = 0 ……….. = βk = 0 (tidak berpengaruh)

1. Kaidah pengujian signifikansi secara manual: Menggunakan rumus F-hitung:

F-hitung =

) /( ) 1 (

1 / 2 2

k n R

k R

− −

Keterangan:

R2 = Koefisien Determinasi

n = Jumlah sampel

k = Jumlah variabel eksogen

Jika F-hitung ≥ F-tabel, maka tolak Ho artinya signifikan dan F-hitung ≤ F -tabel, terima Ho artinya tidak signifikan.


(52)

2. Kaidah pengujian signifikansi:Program SPSS

• Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0.05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak sinifikan.

• Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0.05 ≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.

b. Pengujian secara Individual

Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan menjadi hipotesis statistik berikut:

Ha : βi≠ 0

Ho : βi = 0

Secara individual uji statistik yang digunakan adalah uji t yang dihitung dengan rumus:

) (bi

Se bi hitung

t− =

Keterangan:

bi = Koefisien variabel ke-i

Se(bi) = Simpangan baku dari variabel ke-i.

Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi analisis jalur bandingkan antara nilai probabilitas 0.05 dengan nilai probabilitas Sig dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:


(53)

• Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0.05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak sinifikan.

• Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0.05 ≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.

2). Menguji hipotesis kedua, digunakan analisis deskriptif dengan melihat bagaimana penghasilan nelayan di daerah penelitian.

3). Menyelesaikan permasalahan ketiga, digunakan analisis deskriptif untuk melihat bagaimana sistem retribusi yang berlangsung di TPI daerah penelitian.

3.7. Defenisi Operasional

1. Pendapatan asli daerah (PAD) adalah sumber keuangan daerah yang digali dalam wilayah daerah yang bersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah.

2. Kinerja TPI adalah kualitas hasil kerja TPI yang diperoleh berdasarkan keberlangsungan kerjanya

3. Pemahaman nelayan dan pedagang terhadap TPI adalah penilaian nelayan dan pedagang terhadap fungsi TPI.


(54)

4. Loyalitas terhadap TPI adalah perilaku mengutamakan sebuah TPI dengan melakukan penggunaan TPI tersebut secara berulang-ulang.

5. Manfaat TPI adalah suatu hasil yang dapat diperoleh dalam rangka penggunaan TPI.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1 Deskripsi Wilayah Penelitian A. Keadaan Geografis

Desa Bagan Percut terletak di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Desa Percut dibagi dalam 19 dusun diantaranya merupakan desa pantai yaitu: Dusun Talang, Dusun Kerentang, dan Dusun Alu-alu yang terkenal dengan nama Bagan Percut. Menurut tatanan desa terakhir luas desa Percut adalah 1.063 Ha. Meskipun desa Percut merupakan desa pertanian yang terdiri dari sawah tadah hujan, berpengairan teknis dan setengah teknis, serta keadaan topografinya datar. Tetapi di samping pertanian, di sebelah utara, wilayah pantai cukup luas, menjadikan perikanan menjadi mata pencaharian yang penting sekali bagi sebahagian penduduknya. Ketinggian tanah dari permukaan laut Desa Bagan Percut sekitar 2 m dan banyaknya curah hujan pada daerah ini 0-278 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata 23°C-30°C.

Secara administrasi Desa Bagan Percut mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka


(56)

• Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Rejo

• Di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cinta Damai dan Pematang Lalang. Menurut pengamatan penulis di Desa Pantai Percut, di pinggiran pantai banyak ditemui tumbuhan kayu bakau dan tanahnya berawa-rawa. Di dalam iklim tropis terdapat musim kemarau dan musim penghujan, di mana pergantian musim ini, dapat mempengaruhi keadaan kehidupan biologis laut, pada setiap bulannya sering didapati air pasang mati dan air pasang besar yang dapat mempengaruhi tingkat produksi hasil laut.

Pada umumnya, saat air pasang mati tingkat produksi hasil laut, lebih kecil dibandingkan pada saat air pasang besar. Pada musim hujan dan berombak besar atau disebut juga musim barat, sering berlangsung pada bulan Oktober dan Desember. Pada saat musim barat ini, kebayakan para nelayan enggan pergi ke laut sehingga pendapatannya sama sekali tidak pasti yang mencerminkan suasana kehidupan sehari-hari amat menekan.

B. Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Bagan Percut berjumlah 11.010 orang, dengan jumlah kepala keluarga 2.451 KK. Secara terperinci keterangan mengenai penduduk desa dapat dilihat pada tabel 2.


(57)

Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 1989

No Jernis

Kelamin

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. Laki-laki 5.575 50,64

2. Perempuan 5.435 49,36

Jumlah 11.010 100,00

Sumber: Data Monografi Desa Bagan Percut, 1989

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa jumlah penduduk menurut jenis kelamin terdapat laki-laki 5.575 jiwa atau 50,64%, sedangkan perempuan sebesar 5.435% jiwa atau 49,36%.

1. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Usia

Distribusi penduduk Desa Bagan Percut menurut usia terdiri dari 00-03 tahun hingga 19 tahun ke atas. Untuk mengetahui lebih jelasnya distribusi penduduk menurut tingkat usia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Usia

No .

Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase

(%)

1. 00-03 890 8,08

2. 04-06 910 8,27

3. 07-12 833 7,57

4. 13-15 732 6,65

5. 16-18 1.495 13,58

6. 19 ke atas 6.150 55,85

Jumlah 11.010 100,00


(58)

Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Bagan Percut dengan tingkat usia yang terbesar adalah usia 19 tahun ke atas sebanyak 6.150 orang atau 55,85%, selebihnya usia 16-18 tahun sebanyak 1.495 orang atau 13,58%, usia 07-12 tahun sebanyak 833 orang atau 7,57%, usia 04-06 tahun sebanyak 910 orang atau 8,27%, usia 00-03 tahun sebanyak 890 orang atau 8,08%. Jumlah yang terkecil adalah usia 13-15 tahun sebanyak 732 orang atau 6,65%.

2. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Distribusi penduduk Desa Bagan Percut menurut pendidikan terdiri dari lulusan pendidikan umum dan pendidikan khusus yaitu pendidikan umum seperti tamat Kanak-kanak, tamat SD, tamat SMP/SLTP, tamat SMA/SLTA, tamat Perguruan tinggi/Sarjana (S1-S3), Pendidikan khusus seperti Pondok Pesantren, Madrasah, Pendidikan Keagamaan, Kursus/ketrampilan. Untuk mengetahui lebih jelasnya distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Tamat Kanak-kanak 123 1,54

2. Tamat SD 1883 23,51

3. Tamat SMP/SLTP 1618 20,20

4. Tamat SMA/SLTA 3783 47,23

5. Akademi/D1-D3 25 0,31

6. Perguruan tinggi (S1-S3) 45 0,56

7. Pondok Pesantren 27 0,34

8. Madrasah 450 5,63

9. Pendidikan Keagamaan 30 0,37

10. Kursus/ketrampilan 25 0,31

Jumlah 8009 100,00


(59)

Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Bagan Percut dengan tingkat pendidikan yang terbesar adalah tamat SMA/SLTA sebanyak 3783 orang atau 47,23%, selebihnya tamat SD sebanyak 1883 orang atau 23,51%, tamat SMP/SLTP sebanyak 1618 orang atau 20,20%, tamat Madrasah sebanyak 450 orang atau 5,63%, tamat SD sebanyak 123 orang atau 1,54%. Jumlah yang terkecil adalah Akademi/D1-D3 dan Kursus/ketrampilan sebanyak 25 orang atau 0,31%, Pondok Pesantren sebanyak 27 orang atau 0,34%, Pendidikan Keagamaan sebanyak 30 orang atau 0,37%, Perguruan tinggi (S1-S3) sebanyak 45 orang atau 0,56%.

3. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Desa Bagan Percut bervariasi yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, ABRI, Karyawan Swasta, Pedagang, Petani, Pertukangan, Buruh Tani, Pensiunan, Nelayan, Pemulung dan Jasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Pegawai Negeri Sipil 194 7,44

2. ABRI 14 0,54

3. Karyawan Swasta 120 4,60

4. Pedagang, 600 23,01

5. Petani 300 11,51

6. Pertukangan 45 1,73

7. Buruh Tani 400 15,34

8. Pensiunan 60 2,30

9. Nelayan 850 32,61

10. Pemulung 4 0,15

11. Jasa 20 0,77

Jumlah 2607 100,00


(60)

Berdasarkan tabel 5. dapat diketahui bahwa jumlah penduduk dengan mata pencaharian sebagai PNS adalah sebanyak 194 orang atau 7,44%, yang bekerja sebagai ABRI sebanyak 14 orang atau 0,54%, Karyawan Swasta sebanyak 120 orang atau 4,60%, Pedagang sebanyak 600 orang atau 23,01%, Petani sebanyak 300 orang atau 11,51%, Pertukangan sebanyak 45 orang atau 1,73, Buruh Tani sebanyak 400 orang atau 15,34%, Pensiunan sebanyak 60 orang atau 2,30, Nelayan 850 sebanyak orang atau 32,61, Pemulung sebanyak 4 orang atau 0,15% dan jasa 20 orang atau 0,77%.

4.2. Analisis Hasil Penelitian 4.2.1. Karakteristik Responden

Penulis melakukan survey ke lapangan untuk memperoleh berbagai informasi. Dari hasil survey tersebut penulis mendapatkan berbagai macam ciri-ciri responden, umur, pendidikan, pengalaman, pendapatan, jumlah produksi , biaya produksi dan keuntungan nelayan untuk sekali melaut. Dengan jumlah responden sebanyak 50 orang.

4.2.2. Karakteristik Rumah Tangga sampel

Rata-rata umur rumah tangga sampel merupakan usia produktif yaitu nelayan 38,73 tahun dan pedagang 40,08 tahun. Rata-rata pendidikan sampel adalah tamat SD. Dan rata-rata pengalaman rumah tangga sampel nelayan yaitu 9,77 tahun sedangkan pedagang 15,62 tahun.


(61)

4.2.3. Pendapatan Sampel

Rata-rata pendapatan pedagang untuk aktivitasnya di TPI dalam sebulan sebesar Rp. 2.792.307, sedangkan rata-rata pendapatan nelayan dalam sebulan sebesar Rp. 555.000.

4.2.4. Jumlah Produksi, Biaya Produksi dan Keuntungan Nelayan

Rata-rata produksi hasil tangkapan nelayan dalam sekali melaut adalah bernilai Rp. 601.920. Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan oleh nelayan dalam sekali melaut yaitu Rp. 290.933. Rata-rata keuntungan nelayan dalam sekali melaut yaitu sebesar Rp. 310.987.

4.3. Analisis Data

4.3.1. Analisis Jalur Sub Struktur-1

Menguji hipotesis pertama, dianalisis dengan menggunakan model analisis jalur (Path Analysis). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan SPSS pada lampiran 1 dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:

Tabel 6. Analisis jalur pengaruh penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI terhadap kinerja TPI

Variabel Koefisien t sig

Pemahaman 0,021 0,151 0,881

Loyalitas 0,380 2,680 0,010

Manfaat 0,262 1,859 0,069

R2 = 0,163 F-hit = 2,978


(62)

Berdasarkan tabel di atas dapat ditentukan hasil model estimasi berikut ini:

Y = 0,021 X1 + 0,380 X2 + 0,262 X3

Dari model estimasi dapat ditentukan bahwa: 1. Variabel Pemahaman TPI (X1)

Variabel penilaian pemahaman responden (X1) mempunyai pengaruh positif

terhadap variabel kinerja TPI (Y1). Koefisien menunjukkan sebesar 0,021.

Artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan kinerja TPI sebesar 0,021.

Hal ini sesuai dengan kerangka pemikiran sebelumnya dimana jika pemahaman responden terhadap TPI semakin baik maka kinerja TPI akan semakin baik pula.

2. Variabel Loyalitas terhadap TPI (X2)

Variabel loyalitas terhadap TPI (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap

variabel kinerja TPI (Y1). Koefisien menunjukkan sebesar 0,380. Artinya

apabila tingkat loyalitas terhadap TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan kinerja TPI sebesar 0,380.

Hal ini sesuai dengan kerangka pemikiran sebelumnya dimana jika loyalitas terhadap TPI semakin baik maka kinerja TPI akan semakin baik pula.


(63)

3. Variabel Manfaat TPI (X3)

Variabel penilaian manfaat TPI (X3) oleh responden mempunyai pengaruh

negatif terhadap variabel kinerja TPI (Y1). Koefisien menunjukkan sebesar

0,262. Artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan kinerja TPI sebesar 0,262.

Hal ini sesuai dengan kerangka pemikiran sebelumnya dimana jika manfaat TPI semakin baik maka kinerja TPI akan semakin baik pula.

Sebagai bahan pertimbangan apakah masing-masing variabel penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI berpengaruh nyata terhadap variabel Y1 dapat diuji dengan prosedur sebagai berikut:

1. Variabel Pemahaman TPI (X1)

Berdasarkan lampiran 1 nilai sig variabel penilaian pemahaman TPI oleh responden > nilai probabilitas 0.05 (0,881 > 0.05). dengan demikian diterima Ho artinya variabel penilaian pemahamn TPI oleh responden tidak berpengaruh nyata terhadap variabel kinerja TPI pada tingkat kepercayaan 95%.

2. Variabel Loyalitas terhadap TPI (X2)

Nilai sig variabel loyalitas TPI > nilai probabilitas 0.05 (0,010 > 0.05). dengan demikian diterima Ha artinya variabel loyalitas TPI berpengaruh nyata terhadap variabel kinerja TPI pada tingkat kepercayaan 95%.


(64)

3. Variabel Manfaat TPI (X3)

Nilai sig variabel penilaian manfaat TPI oleh responden > nilai probabilitas 0.05 (0,069 > 0.05). dengan demikian diterima Ho artinya variabel penilaian manfaat TPI oleh responden tidak berpengaruh nyata terhadap variabel kinerja TPI pada tingkat kepercayaan 95%.

Secara serentak untuk menentukan pengaruh variabel penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI terhadap kinerja TPI dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

• Berdasarkan lampiran 1 dapat diketahui bahwa nilai sig 0,041 > nilai probabilitas 0,05. dengan demikian diterima Ha artinya variabel penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI secara serentak berpengaruh nyata terhadap kinerja TPI pada tingkat kepercayaan 95%.

• Koefisien determinasi menunjukkan 0,163 artinya kemampuan variabel penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI hanya mampu memberikan penjelasan variasi variabel kinerja TPI sebesar 16,3 % sedangkan sisanya 83,7% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model regresi.


(65)

4.3.2. Analisis Jalur Sub Struktur-2

Menguji hipotesis kedua, dianalisis juga dengan menggunakan model analisis jalur (Path Analysis). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan SPSS pada lampiran 2 dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Analisis jalur pengaruh penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI, manfaat TPI dan kinerja TPI terhadap retribusi

Variabel Koefisien t Sig

Pemahaman -0,383 -2,750 0,009

Loyalitas -0,029 -0,188 0,852

Manfaat -0,031 -0,210 0,835

Kinerja -0,146 -0,989 0,328

R2 = 0,179 F-hit = 2,978

Berdasarkan tabel di atas dapat ditentukan hasil model estimasi berikut ini:

Y = -0,383 X1 + -0,029 X2 + -0,031 X3 + -0,146 Y1

Dari model estimasi dapat ditentukan bahwa: 1. Variabel Pemahaman TPI (X1)

Variabel penilaian pemahaman responden (X1) mempunyai pengaruh negatif

terhadap variabel retribusi (Y2). Koefisien menunjukkan sebesar -0,383.

Artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,383.

Hal ini bertentangan dengan kerangka pemikiran sebelumnya dimana jika pemahaman responden terhadap TPI semakin baik maka retribusi akan semakin meningkat. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Hal ini


(66)

terjadi karena semakin mereka mengerti mengenai peraturan TPI, semakin tumbuh niat mereka untuk melakukan penyimpangan. Salah satunya dalam pembayaran retribusi sehingga muncul ketidakdisiplinan dalam pembayaran retribusi.

2. Variabel Loyalitas terhadap TPI (X2)

Variabel loyalitas terhadap TPI (X2) mempunyai pengaruh negatif terhadap

variabel retribusi (Y2). Koefisien menunjukkan sebesar -0,029. Artinya

apabila tingkat loyalitas terhadap TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,029.

Hal ini bertentangan dengan kerangka pemikiran sebelumnya dimana jika loyalitas terhadap TPI semakin baik maka retribusi akan semakin meningkat. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Hal ini terjadi karena adanya ketidakpuasan terhadap peraturan dalam hal pembayaran retribusi. Retribusi yang dibayar tidak ada kejelasan dalam realisasinya. Sehingga mereka kurang berkenan membayar retribusi.

3. Variabel Manfaat TPI (X3)

Variabel penilaian manfaat TPI (X3) oleh responden mempunyai pengaruh

positif terhadap variabel retribusi (Y2). Koefisien menunjukkan sebesar

-0,031. Artinya apabila penilaian manfaat TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan retribusi sebesar 0,031. Hal ini


(67)

bertentangan dengan kerangka pemikiran sebelumnya dimana jika manfaat TPI semakin baik maka kinerja TPI akan semakin baik pula. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari responden di lapangan bahwa manfaat TPI itu sendiri ternyata tidak begitu dirasakan oleh pengguna TPI.

4. Variabel kinerja TPI (Y2)

Variabel kinerja TPI (Y2) mempunyai pengaruh negatif terhadap variabel

retribusi (Y2). Koefisien menunjukkan sebesar -0,146. Artinya apabila tingkat

kinerja TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,146.

Hal ini bertentangan dengan kerangka pemikiran sebelumnya dimana jika kinerja TPI semakin baik maka retribusi akan semakin meningkat. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Hal ini terjadi karena berdasarkan data-data yang diperoleh dari penilaian responden bahwa ternyata kinerja TPI tidak begitu baik.

Sebagai bahan pertimbangan apakah masing-masing variabel penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI berpengaruh nyata terhadap variabel Y1 dapat diuji dengan prosedur sebagai berikut:


(1)

Cory Pasaribu : Analisis Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Melalui Tpi Terhadap Pad Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, 2009.

USU Repository © 2009

LAMPIRAN V

TABULASI DATA MANFAAT TPI (X3)

NOMOR NOMOR ITEM

PERNYATAAN JUMLAH

RESPONDEN 18 19 20 SKOR

1 2 4 3 9

2 4 4 4 12

3 4 3 3 10

4 2 4 4 10

5 3 3 3 9

6 2 4 4 10

7 2 4 4 10

8 4 4 4 12

9 2 4 4 10

10 2 4 3 9

11 4 4 3 11

12 4 3 3 10

13 2 3 4 9

14 4 3 3 10

15 4 4 4 12

16 4 4 3 11

17 4 4 3 11

18 4 4 4 12

19 4 3 4 11

20 4 4 4 12

21 3 3 4 10

22 2 4 3 9

23 4 4 3 11

24 4 4 3 11

25 4 3 4 11

26 2 4 4 10

27 2 4 3 9

28 2 4 4 10

29 2 4 4 10

30 4 4 4 12

31 2 4 4 10

32 2 4 4 10

33 2 4 3 9

34 2 4 3 9

35 2 4 4 10

36 2 4 3 9

37 4 4 4 12


(2)

39 4 5 5 14

40 4 3 3 10

41 2 4 3 9

42 4 2 5 11

43 4 4 4 12

44 4 4 5 13

45 2 3 3 8

46 4 2 5 11

47 2 3 3 8

48 2 3 3 8

49 4 5 5 14


(3)

Cory Pasaribu : Analisis Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Melalui Tpi Terhadap Pad Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, 2009.

USU Repository © 2009

LAMPIRAN VI

TABULASI DATA KINERJA TPI (Y1)

NOMOR

NOMOR ITEM PERNYATAAN

JUMLA H RESPONDE

N 21 22 23 24 25 26 SKOR

1 4 3 3 4 4 3 21

2 2 4 4 4 4 4 22

3 4 3 4 4 4 4 23

4 4 3 4 4 4 4 23

5 2 3 4 4 4 4 21

6 4 3 4 4 4 4 23

7 4 3 4 4 4 4 23

8 4 4 4 4 4 4 24

9 4 3 4 4 4 4 23

10 2 4 4 4 4 3 21

11 2 3 3 4 4 3 19

12 2 3 3 4 4 3 19

13 4 3 3 4 4 3 21

14 4 4 4 4 4 4 24

15 2 3 4 4 4 4 21

16 4 4 4 4 4 4 24

17 4 4 2 4 4 4 22

18 2 3 4 4 4 4 21

19 2 3 4 4 4 4 21

20 2 4 4 4 4 4 22

21 4 4 4 4 4 4 24

22 2 3 3 4 4 3 21

23 2 4 4 4 4 4 22

24 4 4 4 3 3 3 21

25 4 4 4 4 4 4 24

26 4 3 4 3 3 4 21

27 2 3 4 4 4 3 20

28 4 4 4 4 4 4 24

29 4 3 4 4 4 4 23

30 4 4 4 4 4 4 24

31 4 3 4 4 4 4 23

32 4 3 4 3 3 2 19

33 4 3 4 4 4 3 22

34 2 3 4 4 4 3 20

35 4 3 4 3 3 4 21

36 4 4 4 4 4 4 24

37 4 4 4 4 4 4 24


(4)

39 1 4 4 4 4 4 21

40 2 4 4 4 4 4 22

41 4 4 4 4 4 2 22

42 4 3 4 5 4 4 24

43 4 3 4 4 4 4 23

44 4 2 2 4 4 4 20

45 4 4 4 4 4 4 24

46 4 3 4 5 4 5 25

47 4 3 4 4 4 3 22

48 4 3 4 4 4 3 22

49 4 4 4 4 4 4 24


(5)

Cory Pasaribu : Analisis Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Melalui Tpi Terhadap Pad Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, 2009.

USU Repository © 2009

LAMPIRAN VII

TABEL DATA X1, X2, X3 DAN Y1

NOMOR Pemahaman

(X1) Loyalitas (X2) Manfaat (X3) Kinerja (Y1) Retribusi (Y2) RESPONDEN

1 15 14 9 21 20.000

2 13 12 12 22 17.000

3 16 14 10 23 3.000

4 14 15 10 23 10.000

5 13 9 9 21 1.000

6 14 15 10 23 17.000

7 14 15 10 23 13.000

8 15 13 12 24 13.000

9 14 15 10 23 17.000

10 17 14 9 21 15.000

11 17 10 11 19 17.000

12 17 10 10 19 18.000

13 16 14 9 21 7.000

14 14 14 10 24 9.000

15 14 10 12 21 13.000

16 17 10 11 24 15.000

17 17 13 11 22 9.000

18 14 10 12 21 13.000

19 14 10 11 21 9.000

20 14 10 12 22 9.000

21 14 10 10 24 9.000

22 14 10 9 21 7.000

23 15 11 11 22 15.000

24 16 14 11 21 10.000

25 15 12 11 24 15.000

26 21 14 10 21 5.000

27 20 14 9 20 5.000

28 17 14 10 24 5.000

29 18 7 10 23 5.000

30 22 13 12 24 5.000

31 15 14 10 23 5.000

32 22 14 10 19 5.000

33 14 14 9 22 5.000

34 19 15 9 20 5.000

35 21 14 10 21 15.000

36 20 14 9 24 5.000

37 18 15 12 24 9.000

38 19 14 10 23 5.000


(6)

40 18 14 10 22 2.000

41 20 14 9 22 5.000

42 14 13 11 24 5.000

43 15 13 12 23 5.000

44 14 13 13 20 5.000

45 17 14 8 24 5.000

46 16 13 11 25 5.000

47 17 14 8 22 5.000

48 24 14 8 22 5.000

49 15 13 14 24 5.000