Masa Pelajar Sutan Sjahrir

Zurich setelah mengalami koma seama tujuh hari dan masih bersetatus sebagai tahanan politik. Tanggal 15 April 1966, radio, pers dan televise Indonesia menyiarkan dekrit yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno. Dekrit itubertanggal hari saat Sjahrir meninggal. Berhubung dengan jasa-jasa yang diberikannya kepada Negara dan Bangsa sepanjang hidupnya, antara lain sebagai Perdana Menteri Kabinet Republik di masa revolusi fisik, Dekrit Presiden menyatakan Sjahrir sebagai Pahlawan Nasional dan mendapat persetujuan untuk pemakaman negara dengan penghormatan penuh. 66

2.2. Masa Pelajar Sutan Sjahrir

Sjahrir muda disekolahkan di Europeesche Lagere Scholl atau disingkat ELS, sekolah ini setingakt dengan sekolah dasar, yang menjadi perbedaan pada sekolah ini adalah, sekolah ini berbahasa Belanda. Sjahrir bisa masuk ke sekolah Belanda ini karena ayahnya ambtenaar Hindia Belanda. Kemudian Sjahrir melanjutkan sekolahnya ke MULO Meer Uitgebreid Lager Onderwijs Sekolah Menengah Pertama yang berbahasa Belanda, ketika Sjahrir bersekolah di MULO ayahnya menjabat sebagai Jaksa Kepala pengadilan negeri Medan dan Penasihat Sutan Deli. Pindah dari Medan ke Bandung. Dari tahun 1926 hingga 1929, Sjahrir belajar di Algemene Middelbare School AMS Westers Klassieke Afdeling jurusan Budaya Barat Klasik atau jurusan A, Sekolah Menengah Atas berbahasa Belanda, yang mengajarkan bahasa Latin, budaya Yunani. 67 66 Ibid, hal 145 67 Ibid, hal 34-35 Sjahrir sebagai seorang pelajar telah menunjukan sifat kritisnya dengan lebih mengutamakan pengertian dari pada sekedar menghapal pelajaran. Sjahrir tidak hanya mempelajari bahasa Latin saja di sekolah itu tapi juga mendalami tentang filsafat dan sejarah-sejarah kerajaan Romawi Kuno. Perhatianya kepada masyarakat Indonesia timbul dengan adanya Universitas Sumatera Utara pemberontakan PKI dan sejarah perkembangan masyarakat negara dalam sejarah kemanusiaan. Menurut Des Alwi, nasionalisme Sjahrir tumbuh pertama kali tatkala mendengar pidato Dr Tjipto Mangunkusumo. Saat itu Dr Cipto, yang telah dikenal sebagai tokoh pergerakan, berpidato di satu alun-alun di Bandung. 68 Perhimpunan pemuda yang bernama Jong Indonesie kemudian berubah nama menjadi Pemuda Indonesia yang dimana perhimpunan ini akan menjadi penyelengara Kongres Pemuda Indonesia. Kongres ini yang nantinya akan mencetuskan Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Sebagai siswa sekolah menengah Sjahrir sudah dikenal oleh polisi-polisi di Bandung sebagai pemimpin redaksi majalah Himpunan Pemuda Nasionalis. Sjahrir tidak hanya menjadi pemimpin redaksi saja tetapi Sjahrir juga bergerak di hampir semua bidang, ia juga mendirikan Tjahja Volksuniversiteit atau Tjahja Sekoah Rakyat, yang memberikan pendidikan gratis untuk kalangan rakyat jelata. Sjahrir dan kawan- kawan juga mendirikan kelompok studi Patriae Scientiaeque, ajang diskusi politik. Menurut Des Alwi, Sjahrir pernah bercerita, telah menjadi tradisi di kalangan pelajar dan pemuda untuk melakukan debat tentang ide kebangsaan di setiap pertemuan, di situlah ia mengasah kemampuannya bersilat lidah. Sjahrir yang pada mulanya hidup pada lingkungan yang lebih pro kepada Belanda dikarenakan ayah Sjahrir bekerja sebagai pegawai Belanda, pada awalnya Sutan Sjahrir tidak begitu menyukai pergaulan dengan kaum pemberontak. Dan setelah Sjahrir mendengar pidato dari Dr Tjipto Mangunkusumo Sjahrir terpaku dengan semangat kebangsaan dan ia mulai aktif dalam perkumpulan-perkumpulan pemuda kebangsaan dan juga ikut dalam membentuk perhimpunan Jong Indonesie dan majalah perhimpunan. 69 68 TEMPO, Op.cit, hal. 12 69 Ibid, hal 13 Universitas Sumatera Utara Setelah tamat di AMS Bandung, Sjahrir berangkat ke Negeri Belanda, untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Di Amsterdam ada kakak Sjahrir, Sjahrizad, istri Dokter Djoehana Wiradikarta yang sedang belajar memperdalam ilmu kedokteran, studi pasca sarjana. 70 Dalam memperdalam pengetahuan mengenai Sosialisme, Sjahrir mencari teman-teman ekstrim radikal, berkelana ke kiri, di kalangan kaum anarkis yang mengharmkan segala hal yang berbau kapitalisme. Sjahrir bagaikan bohemian, seniman bebas merdeka, bertahan hidup secara kolektif, saling berbagi satu sama lain, kecuali sikat gigi. Ia bekerja pada sekertariat Federasi Buruh Trasnportasi Internasional. Sjahrir cenderung all-out, tak mau setengah-setengah. Sjahrir tinggal berasama kakak dan iparnya di kawasan Amsterdam Selatan di sebuah flat yang disewa oleh kakak dan iparnya. Tapi setelah keluarga kakaknya kembali ke Indonesia, Sjahrir tinggal bersama keluarga Salomon Tas masih di kawasan yang sama. Sjahrir belajar di Fakultas Hukum Gemeente Universitiet van Amsterdam universitas yang dikelola oleh kota praja Amsterdam dan kemudian ia mendaftar di Universiteit Leiden. Tapi ia jarang mengikuti perkuliahan. Minat dan perhatiannya tersita ke tempat lain, selama berada di Amsterdam Sjahrir serius mempelajari Sosialisme, karena ia sudah kena dampak zaman atau Zeitgeist di Eropa pasca perang Dunia Pertama. Yakni Marxisme yang menimbulkan iklim perjuangan untuk memperbaiki nasib kaum buruh yang dieksploitasi oleh kapitalisme. Slogan pada masa itu “Kaum proletar seluruh dunia, bersatulah”. Marxisme adalah teori yang berasal dari teori Karl Marx, ahli filsafat Jerman, yang hidup dari tahun 1818 sampai 1883, Marx menulis tentang masalah kelas pekeraja, yang ia beri nama kaum proletar. 71 Pada saat Sjahrir mencari teman-teman ekstrim radikal untuk mendalami ajaran Sosialisme ini, Sjahrir bertemu dengan Mahasiswa yang berasal dari Indonesia Moh. Hatta yang nantinya akan menjadi wakil Presiden pertama 70 H. Rosihan Anwar, Op.cit, hal 36 71 Ibid, hal. 37 Universitas Sumatera Utara Indonesia, Hatta yang menuntut pelajaran di Sekolah Tinggi Ekonomi di kota Roterdam. Putra minang ini ketua organisasi mahasiswa yang didirikan tahun 1908 yakni Perhimpoenan Indonesia PI. Kedua orang yang sama-sama merantau itu segera cocok satu sama lain. Sjahrir begabung dan terpilih sebagai sekertaris Perhimpoenan Indonesia, Februari 1930. Sjahrir wakru itu berusia 21 tahun. Perhimpoenan Indonesia dipengaruhi oleh anggota-anggota yang pro dengan komunisme, antara lain adalah Roestam Effendi, anak minang juga, guru HIS Holland-Inlandsche Scholl “Adabiah” di Padang sebelum berangkat ke Negeri Belanda. Dia orang Indonesia pertama yang jadi anggota parlemen Belanda, Tweede Kamer, mewakili partai komunis Belanda. Komunis yang lain adalah Raden Mas Abdul Madjid, putra seorang Regent Bupati di Jawa yang menjadi ketua baru Perhimpoenan Indonesia. Hatta dan Sjahrir disingkirkan dari pimpinan Perhimpoenan Indonesia oleh kaum komunis itu. Pada saat itu juga keadaan yang tidak baik sedang terjadi di Indonesia. Kekuatan PNI yang cepat bersatu dan anti-pemerintahan serta anti kapitalis, sangat menghawatirkan pemerintah Belanda. Ini segera menimbulkan tekanan bertalian dengan pemerintahannya yang sudah resah itu dan pada tanggal 24 Desember 1929, Soekarno dan tujuh pemimpin lain organisasi itu ditawan. 72 Partai Nasional PNI yang dipimpin oleh Soekarno dibubarkan oleh aktivisnya sendiri. Mr. Raden Mas Sartono, mantan tokoh Perhimpoenan Indonesia, mendirikan partai baru yakni partindo. Partai ini menginginkan kemerdekaan penuh tanpa kerja sama dengan Belanda, tetapi dengan metode yang lebih jau moderat dari pada PNI. 73 Kader-kader dari “Golongan Merdeka” yang menentang pembubaran PNI berkumpul dalam wadah baru, bernama Pendidikan Nasional Indonesia. Disingkat sebagai PNI-Pendidikan atau PNI-baru. Hatta dan Sjahrir berpendapat, mereka 72 George Mc Trunan, Op.cit hal. 117 73 Ibid, hal 118 Universitas Sumatera Utara harus kembali ke tanah air untuk membantu PNI-Pendidikan, karena Hatta belum selesai studinya, ahli-ahli Sjahrir yang meninggalkan kampus dan balik ke Indonesia. Untuk sementara saja. Sampai Hatta bisa balik. 74 2.3.Kegiatan Sutan Sjahrir Setelah Kembali Ke Indonesia Kembalinya Sjahrir ke Indonesia pada akhir Desember 1931, Sjahrir langsung aktif dalam pengembangan PNI-Pendidikan. Tanggal 26 Juni 1932, dalam kongres perama Pendidikan Nasional Indonesia, Sjahrir terpilih sebagai ketua pimpinan umum Partai Nasional Indonesia, yang bersifat partai kader bukan partai massa, dan juga menunjuk Sukemi sebagai wakil Partai Nasional Indonesia. Jumlah anggotanya pada waktu itu tidak lebih dari 1000 seribu orang, Sjahrir yang ketika itu berusia 23 tahun ia menyususn suatu daftar pertanyaan berisi tentang penjelasan tentang pengertian-pengertain mendasar yang harus dikuasi oleh anggota PNI-Pendidikan, maka mutu dan kecerdasaan dan kesadaran politik anggota meninggkat. Agustus 1932, Hatta baik ke tanah air, lalu mengambil-ahli kepemimpinan PNI-Pemdidikan. Sjahrir mulai mengurangi keterlibatannya dalam PNI- pendidikan. Pada tahun 1933, dia hanya menjadi penasihat umum. Ia berencana kembali ke Negeri Belanda melanjutakan studinya, segala sesuatu telah dipersiapkan. Tiket kapal sudah di atur. Malang, rencana itu tidak pernah terlaksana. 75 Gerakan politik Hatta dan Sjahrir melalui PNI-Pendidikan ini justru lebih radikal dari pada PNI yang dipimpin oleh Soekarno, yang hanya menggandalkan mobilisasi massa, meskipun tanpa aksi dari massa dan agitasi, organiasai ini lebih memfokuskan kepada mendidik kader-kader dalam pergerakan. Menurut Des 74 H. Rosihan Anwar, Op.cit, hal 38 75 Ibid, hal 39 Universitas Sumatera Utara Alwi, anak anggkat Sjahrir, Hatta dan Sjahrir memang mengambil ahli PNI baru ini hanya agar pergerakan nasional terus berlanjut. 76 Di tengah suasana represi politik, Gubernur Jendral De Jonge mengambil putusan menangkap 13 orang aktivis PNI-Pendidikan pada tahun 1934. Hatta dibawa ke penjara Glodok, Sjahrir ke penjara Cipinang di Batavia. Tanggal 23 Januari 1935, mereka diangkut ke Boven Digul, tempat pembuangan bagi orang- orang politik yang menentang pemerintah Hindia Belanda. Hatta dan Sjahrir diasingkan selama satu tahun di tengah hutan ganas, sungai penuh buaya, lingkungan berpenyakit di Nieuw Guniea sekarang Papua. Bayangkan nasib Sjahrir. Usianya waktu itu baru 25 tahun. 77 76 TEMPO, Op.cit, hal 29 77 H. Rosihan Anwar, Op.cit, hal 42 Boven Digul terkadang dinamakan kamp konsentrasi, seperti terdapat pada Nazi yang berada di Jerman di bawah rezim Adolf Hitler. Apakah penamaan itu tepat bisa dibincangkan. Yang pasti, kehidupan Sjahrir dan Hatta di Boven Digul tidaklah nyaman, untung mereka cepat dipindahkan Banda Neira, Maluku. Mereka tinggal di Banda dari tahun 1936 – 1942 relatif normal, di lingkungan alam serba indah. Serasa kembali ke peradaban. Mereka bertemu dengan keluarga dua pemimpin politik, dr. Tjipto mangoenkoesoemo dan Mr. Iwa Koesoema Soemantri yang terlebih dahulu di buang ke Banda Niera. Sjahrir suka bergaul dengan anak-anak di Banda Niera, dia berbahagia di tengah mereka. Bersama Hatta, ia membuka sekolah di kediamannya untuk memberi pelajaran kepada anak-anak Banda Niera. Keluarga Baadillah, saudagar keturunan Arab yang kaya, mempunyai hubungan akrab dengan Sjahrir. Keluarga itu mengijinkan Sjahrir memungut cucunya sebagai anak angkat Sjahrir yaitu, Lilly, Mimi dan Ali, yang semuanya bersaudara dengan Des Alwi. Dia kelak akan menjadi pengusaha dan mendapat julukan “Raja Banda” Universitas Sumatera Utara Malam pertama di Banda Niera, Sjahrir, 27 tahun, dan Hatta 34 tahun, menginap di rumah Iwa Koesoema Soemantri yang tak jauh dari dermaga. Esoknya mereka pindah ke ruamh dokter Tjipto Mangunkusumo. Seminggu kemudian Hatta dan Sjahrir tinggal di rumah sewaan dari De Vries, orang Belanda kaya pemilik perkebunan, yang tinggal di Batavia. 78 Sjahrir begitu terkesan saat bermain bersama anak-anak pulau. Dalam buku Renungan dan Perjuangan, dia menulis: “Tiga jam lamanya kami berlayar cepat sekali karena angin cukup kencang. Kami berlayar di atas taman-taman laut, dan melihat matahari terbit sangat indahnya; kemudian kami kembali lagi ke pantai dan sehari-harian bermain-main dan juga bersantap siang di situ.” Tak hanya bermain dengan bocah, Sjahrir-juga Hatta mengajarkan bahasa Belanda, Inggris, Perancis dan tata buku kepada anak-anak Banda. Selama berada di Banda Niera Sjahrir dan Hatta memiliki perbedaan sikap. Sjahrir yang suka akan keramaian, dan juga senang mendengarkan musik klasik Beethoven, Mozart, dan Hayden melalui gramafon putar. Sedangkan sikap Hatta yang suka kesunyian selalu merasa terganggu dengan kebiasaan Sjahrir itu, dan pernah meminta Des Alwi untuk memindahkan alat pemutar piringan hitam itu, hingga akhirnya mereka berdua pisah rumah. 79 Selama berda di pengasingan di Banda, Sjahrir banyak kesempatan berhubungan dengan dunia luar. Ia rajin menulis surat kepada istrinya, Maria Duchâteau, di Negri Belanda, berisi renungannya, pengamataanya, pendapatnya tentang perkembangan politik di dunia internasional. Kelak tahun 1945, surat- surat itu dikumpulkan oleh Maria Duchâteau, disunting kembali, diterbitkan berupa buku dengan judul Indonesische Overpeinzingen. Sjahrir mengikuti perkembangan majalah sastra budaya Poedjangga Baroe, pimpinan Sutan Takdir 78 TEMPO, Op.cit hal 38 79 Ibid, hal 40 Universitas Sumatera Utara Alisjahbana. Dia menyumbangkan tulisan waktu terjadi polemic kebudayaan dalam halaman majalah tersebut. 80 Kepandaiannya bergaul menggugah seorang Cina pemilik took memberinya sebuah radio gelombang pendek untuk mendengarkan berita dari Eropa dan Amerika Serikat. 81 80 H. Rosihan Anwar, Op.cit, hal 43 81 TEMPO, Op.cit, hal 41 Sjahrir mensinyalir naiknya rezim fasisme di Jerman, Italia dan Jepang. Di Tingkok, Jepang melakukan ekspansi menundukan China. Di Eropa Tengah, Hittler terus mencaplok daerah taklukannya. Perang dunia kedua pecah, September tahun 1939 dengan penyerbuan tentara Jerman ke Polandia. Negri Belanda diduduki Nazi Jerman pada 10 Mei 1940, keadaan di Hindia Belanda goyah, tinggal menanti invasi militer Jepang. Serangan Jepang terhadap pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat, Pearl Harbor di Hawaii, 8 Desember 1941, menyebabkan pecahnya Perang Pasifik. Oleh sebab itu, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenbourgh Stachouwer mengumumkan perang terhadap Jepang. Secara gerakan kilat, Jepang menduduki Manila di Filipina, mendarat di Semenajung Malaya dan menaklukan Singapura. Bahkan dalam waktu singkat sampai ke Tarakan di Kalimantan dan Ambon, Maluku. Ketika Ambon diserang oleh pasukan Jepang datang pesawat kecil Air Catalina milik Amerika Serikat yang mendarat di laut depang Gunung Api, pada 1 Feburari pagi, 1942, menjemput Hatta dan Sjahrir untuk diangkut ke Jawa. Sjahrir boleh memboyong ketiga anak angkatnya Lily, Mimi dan Ali dalam pesawat khusus tersebut. Hatta terpaksa meninggalkan buku-bukunya tersebut dan diserahkan kepada Des Alwi untuk membawanya ke Jawa, begitu ada angkutan kapal dari Ambon ke Surabaya. Tanggal 3 Februari 1942, Hata dan Sjahrir tiba di Sukabumi dengan kereta api di Surabaya, ditempatkan di rumah dalam kompleks polisi, setelah mereka berdua tujuh tahun dalam pengasingan dan kembali ke Jawa. Universitas Sumatera Utara 2.4.Masa Pendudukan Jepang Tanggal 28 februari, Tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang, di bawah komando Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di pantai Banten. Tanggal 9 Maret, Letjen Hein ter Poorten, Panglima Tentara Hindia Belanda KNIL menyerah kepada Jepang, di suatu upacara sederhana di pangkalan udara Kalijati, di Utara Bandung. 82 Dalam kegiatannya membangun Jaringan di bawah tanah yang anti-fasis, ia menghimpun kekuatan-kekuatan baru di bawah nanungan PNI-Pendidikan dan mereka tetap setia dengan tradisi progresif. Sjahrir berkeyakinan Jepang tidak Dan disnilah Belanda memberikan ahli kuasanya atas Hindia Belanda kepada Jepang. Pada awal-awal masuknya Jepang ke Indonesia, mereka mendapatkan sambutan yang baik dari para tokoh-tokoh nasionalis Indonesia yang memutuskan kerja sama dengan pemerintahan Jepang. Soekarno, Hatta, dan Sjahrir bersepakat untuk melakukan pembagian kerja. Soekarno dan Hatta adalah tokoh yang akan bekerjasama dengan pemerintahan pendudukan Jepang dan Sjahrir membangun jaringan bawah tanah yang anti-fasis. Sementara Soekarno dan Hatta menjalin kerja sama dengan Jepang, Sjahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah, Sjahrir yakin Jepang tidak akan memenangkan perang, oleh karena itu kaum pergerakan mesti menyiapkan diri untuk memperebutkan kemerdekaan di saat ang tepat. Anggota-anggota jaringan bawah tanah kelompok Sjahrir adalah para kader- kader PNI-Pendidikan yang masih tetap meneruskan pergerakan dan kader-kader muda yakni mahasiswa progresif. Pada saat itu Sjahrir sebagai tokoh nasionalis yang kurang dikenal oleh para tokoh-tokoh pemerintahan Jepang dibandingkan Soekarno dan Hatta, namun memang secara ideologi dan memang sudah menjadi prinsipnya ia menenrang fasisme Jerman. 82 H. Rosihan Anwar, Op.cit, hal 44 Universitas Sumatera Utara akan dapat memenangkan perang terhadap sekutu. Untuk mengetahui perkembangan pasukan Jepang, ia secara diam-diam mengikuti perkembangan perang Asia Timur Raya melalui pesawat radio gelap karena Jepang telah menyegel pesawar radio Indonesia dan memberikan sensor ketat terhadap siaran- siaran radio nasional. Informasi dari luar negeri diputus sehingga orang Indonesia berada dalam kegelapan. 83 Melalui pemantauannya, Sjahrir memperkirakan bahwa Jepang tidak akan mungkin menang melawan serangan Amerika Serikat. Atas putusan Presiden Harry Truman, Amerika Serikat menjauthkan bom atom di Hirosima dan Nagasaki. Kaisar Hirohito mengucapkan pidato di radio menyerah kalah kepada sekutu. Dan Sjahrir pun memimpin suatu gerakan bawah tanah alias underground. 84 83 Ibid, hal 47 84 Ibid, hal 52 Dengan keadaan ekonomi yang sedang merosot. Timbul krisis beras, pangan dan tekstil dan di tambah dengan Jepang kalah terus di berbagai front di wilayah Pasifik dalam menghadapi sekutu. Dalam keadaan yang demikian, jepang menjanjikan akan memberikan kemerdekaan kepada Hindia Timur Indonesia di kelak kemudian hari. Pernyataan itu dikemukan oleh PM Jenderal Kaniaki Koiso. Hal tersebut memberikan ruang bagi Indonesia untuk segera memerdekakan diri dari Jepang, sehingga Sjahrir langsung mendesak Soekarno dan Hatta begitu mereka tiba dari Saigon pada tanggal 14 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta yang belum mengetahui berita tentang menyerahnya Jepang, dan mereka tidak merspon secara posotif, mereka masih menunggu keteragan dari pihak Pemerintahaan Jepang yang ada di Indonesia secara langsung dan mereka akan menunggu pelaksanaan proklamasi kemerdekaan sesuai dengan prosedur jadwal yang mengikutsertakan para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI yaitu pada tanggal 24 September 1945. Universitas Sumatera Utara Sikap Soekarno dan Hatta tersebut mengecewakan para pemuda sebab sikap itu beresiko memberikan kesan bahwa RI adalah hadiah dari Jepang dan RI adalah negara bikinan Jepang. Pada 14 Agustus 1945, Sjahrir mendengar dari BBC, jepang akhirnya menyerah kepada sekutu. Buru-buru ia menemui Bung Karno, memintannya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada saat itu juga. Lagi-lagi Sukarno menolak. 85

2.5. Masa Revolusi Nasional Indonesia