Dengan melihat pada yang telah diuraikan di atas, Pengadilan Niaga sebagai lembaga Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus adil dalam
menyikapi hak dan kewajiban masing-masing pihak Kreditur dan Debitur dalam penyelesaian masalah utang piutang mereka, sehingga tercapai keadilan, kemanfaatan
dan kepastian hukum.
2. Kerangka Konsepsi
Dalam melakukan penelitian tesis ini, perlu dijelaskan beberapa istilah di bawah ini yang sebagai definisi operasional dari konsep-konsep yang digunakan,
yakni: 1.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ialah penawaran rencana perdamaian oleh debitur yang merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk
melakukan restrukturisasi utang-utangnya yang meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren.
30
2. Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur untuk
kepentingan seluruh krediturnya bersama-sama, yang pada waktu si debitur dinyatakan pailit mempunyai utang dan untuk jumlah piutang yang masing-
masing kreditur miliki pada saat itu.
31
30
Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, Jakarta : PT. Sofmedia, Cet - 1, 2010, hal. 200.
31
Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Jakarta: Pradnya Paramita, 1982, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
3. Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan
menyerahkan, menjanjikan, atau menahan sesuatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung, atau mencegah timbulnya suatu perkara.
32
4. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah
uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul
karena perjanjian atau Undang-Undang, dan yang wajib dipenuhi oleh debitur, yang bila tidak dipenuhinya maka memberi hak kepada kreditur untuk mendapat
pemenuhan dari harta kekayaan debitur.
33
5. Utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk
membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan
sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan.
34
6. Rencana Perdamaian dalam PKPU adalah pemberian kesempatan oleh kreditur-
kreditur kepada debitur untuk merestrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada krediturnya.
35
32
Pasal 1851 KUHPerdata.
33
Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 angka 6 UU No. 37 Tahun 2004.
34
Setiawan, “Komentar Atas Putusan Pengadilan Niaga No. 13 Tahun 2004 Jo. Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2004
”, Jakarta: Atmajaya, 2005, hal. 95.
35
HFA. Vollman, De Faillisementswet, vierde druk, HD, Tjoenk Wlink Zoon, Jakarta: N.V. Harlem, 1953, hal. 236; Dalam Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, Jakarta: PT. Sofmedia, 2010,
hal. 161.
Universitas Sumatera Utara
7. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-
Undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan.
36
8. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-
Undang, yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan.
37
9. Kreditur Separatis adalah kreditur yang dapat menjual sendiri benda jaminan
seolah-olah tidak ada kepailitan.
38
10. Kreditur Preferen atau Kreditur Istimewa adalah kreditur yang mempunyai hak
pelunasan dahulu istimewa, sesuai dengan Pasal 1133, 1134, 1139, 1149 KUHPerdata.
39
11. Kreditur Konkuren adalah kreditur yang pelunasan piutang-piutangnya
dicukupkan dari sisa penjualan atau pelelangan harta pailit setelah diambil bagiannya oleh kreditur separatis dan kreditur preferen atau kreditur istimewa.
40
12. Debitur Pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan
Pengadilan.
41
13. Concursus creditorium adalah keharusan adanya dua atau lebih kreditur.
42
14. Insolventie adalah keadaan berhenti membayar dimana debitur tidak membayar
utangnya yang disebabkan karena ketidakmampuan debitur untuk melakukan
36
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 UU No. 37 Tahun 2004.
37
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 3 UU No. 37 Tahun 2004.
38
H. Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jakarta: PT. Alumni, 2006, hal. 35.
39
Kartini Muljadi, “Kreditur Preferen dan Kreditur Separatis Dalam Kepailitan”, Dalam: Emmy Yuhassarie, Undang-Undang Kepailitan Dan Perkembangannya, Jakarta: Pusat Pengkajian
Hukum, hal. 174 - 175.
40
H. Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit., hal. 35.
41
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 4 UU No. 37 Tahun 2004.
42
Jono, Op. Cit., hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
pembayaran maupun debitur yang tidak mau melakukan pembayaran atas utang- utangnya.
43
15. Fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau
lebih kreditur, dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalilkan oleh Pemohon Pailit
atau Pemohon PKPU tidak menghalangi dijatuhkannya Putusan Pernyataan Pailit.
44
16. Prinsip debt forgiveness adalah pranata hukum sebagai alat untuk memperingan
beban yang harus ditanggung oleh debitur, karena sebagai akibat kesulitan keuangannya, sehingga ia tidak mampu membayar utang-utangnya sesuai dengan
agreement semula, bahkan keringanannya itu sampai pada pengampunan atas
utang-utangnya, bahkan sampai pada utang-utangnya hapus semua.
45
17. Kepastian hukum adalah landasan hukum yang kukuh, dimana setiap pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung, wajib untuk menghormati dan menegakkan substansi hukum yang berlaku dengan tujuan untuk menjamin dan
meningkatkan kepercayaan pemodal terhadap industri efek nasional.
46
43
Penjelasan Pasal 57 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004.
44
Ricardo Simanjuntak, “Kepailitan Dan Likuidasi Studi Kasus: BPPN vs PT. Muara Alas Prima”, Dalam Valerie Selvie Sinaga, Analisa Putusan Kepailitan Dan Pengadilan Niaga, Jakarta:
Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia, 2005, hal. 315.
45
Emmy Yuassarie, “Pemikiran Hukum Kepailitan Indonesia” Dalam Emmy Yuhassarie, Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya
, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005, hal. xix.
46
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung: Book Terrace Library, Edisi Revisi, Cet. 3, 2009, hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
18. Homologasi adalah Pengesahan rencana perdamaian oleh Pengadilan.
47
G. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan juridis normatif. Dengan demikian, objek penelitian adalah norma hukum
yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah dan sejumlah peraturan perundang-undangan. Sebagai suatu penelitian
ilmiah, maka rangkaian kegiatan dalam penelitian ini mengikuti metode-metode penelitian hukum, sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian