Kerangka Konsepsi Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – M

Dengan melihat pada yang telah diuraikan di atas, Pengadilan Niaga sebagai lembaga Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus adil dalam menyikapi hak dan kewajiban masing-masing pihak Kreditur dan Debitur dalam penyelesaian masalah utang piutang mereka, sehingga tercapai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

2. Kerangka Konsepsi

Dalam melakukan penelitian tesis ini, perlu dijelaskan beberapa istilah di bawah ini yang sebagai definisi operasional dari konsep-konsep yang digunakan, yakni: 1. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ialah penawaran rencana perdamaian oleh debitur yang merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya yang meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren. 30 2. Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur untuk kepentingan seluruh krediturnya bersama-sama, yang pada waktu si debitur dinyatakan pailit mempunyai utang dan untuk jumlah piutang yang masing- masing kreditur miliki pada saat itu. 31 30 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, Jakarta : PT. Sofmedia, Cet - 1, 2010, hal. 200. 31 Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Jakarta: Pradnya Paramita, 1982, hal. 35. Universitas Sumatera Utara 3. Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan sesuatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung, atau mencegah timbulnya suatu perkara. 32 4. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang, dan yang wajib dipenuhi oleh debitur, yang bila tidak dipenuhinya maka memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhan dari harta kekayaan debitur. 33 5. Utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan. 34 6. Rencana Perdamaian dalam PKPU adalah pemberian kesempatan oleh kreditur- kreditur kepada debitur untuk merestrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada krediturnya. 35 32 Pasal 1851 KUHPerdata. 33 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 angka 6 UU No. 37 Tahun 2004. 34 Setiawan, “Komentar Atas Putusan Pengadilan Niaga No. 13 Tahun 2004 Jo. Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2004 ”, Jakarta: Atmajaya, 2005, hal. 95. 35 HFA. Vollman, De Faillisementswet, vierde druk, HD, Tjoenk Wlink Zoon, Jakarta: N.V. Harlem, 1953, hal. 236; Dalam Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, Jakarta: PT. Sofmedia, 2010, hal. 161. Universitas Sumatera Utara 7. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang- Undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan. 36 8. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang- Undang, yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan. 37 9. Kreditur Separatis adalah kreditur yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah tidak ada kepailitan. 38 10. Kreditur Preferen atau Kreditur Istimewa adalah kreditur yang mempunyai hak pelunasan dahulu istimewa, sesuai dengan Pasal 1133, 1134, 1139, 1149 KUHPerdata. 39 11. Kreditur Konkuren adalah kreditur yang pelunasan piutang-piutangnya dicukupkan dari sisa penjualan atau pelelangan harta pailit setelah diambil bagiannya oleh kreditur separatis dan kreditur preferen atau kreditur istimewa. 40 12. Debitur Pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan. 41 13. Concursus creditorium adalah keharusan adanya dua atau lebih kreditur. 42 14. Insolventie adalah keadaan berhenti membayar dimana debitur tidak membayar utangnya yang disebabkan karena ketidakmampuan debitur untuk melakukan 36 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 UU No. 37 Tahun 2004. 37 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 3 UU No. 37 Tahun 2004. 38 H. Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jakarta: PT. Alumni, 2006, hal. 35. 39 Kartini Muljadi, “Kreditur Preferen dan Kreditur Separatis Dalam Kepailitan”, Dalam: Emmy Yuhassarie, Undang-Undang Kepailitan Dan Perkembangannya, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, hal. 174 - 175. 40 H. Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit., hal. 35. 41 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 4 UU No. 37 Tahun 2004. 42 Jono, Op. Cit., hal. 5. Universitas Sumatera Utara pembayaran maupun debitur yang tidak mau melakukan pembayaran atas utang- utangnya. 43 15. Fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditur, dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalilkan oleh Pemohon Pailit atau Pemohon PKPU tidak menghalangi dijatuhkannya Putusan Pernyataan Pailit. 44 16. Prinsip debt forgiveness adalah pranata hukum sebagai alat untuk memperingan beban yang harus ditanggung oleh debitur, karena sebagai akibat kesulitan keuangannya, sehingga ia tidak mampu membayar utang-utangnya sesuai dengan agreement semula, bahkan keringanannya itu sampai pada pengampunan atas utang-utangnya, bahkan sampai pada utang-utangnya hapus semua. 45 17. Kepastian hukum adalah landasan hukum yang kukuh, dimana setiap pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, wajib untuk menghormati dan menegakkan substansi hukum yang berlaku dengan tujuan untuk menjamin dan meningkatkan kepercayaan pemodal terhadap industri efek nasional. 46 43 Penjelasan Pasal 57 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004. 44 Ricardo Simanjuntak, “Kepailitan Dan Likuidasi Studi Kasus: BPPN vs PT. Muara Alas Prima”, Dalam Valerie Selvie Sinaga, Analisa Putusan Kepailitan Dan Pengadilan Niaga, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia, 2005, hal. 315. 45 Emmy Yuassarie, “Pemikiran Hukum Kepailitan Indonesia” Dalam Emmy Yuhassarie, Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya , Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005, hal. xix. 46 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung: Book Terrace Library, Edisi Revisi, Cet. 3, 2009, hal. 28. Universitas Sumatera Utara 18. Homologasi adalah Pengesahan rencana perdamaian oleh Pengadilan. 47

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan juridis normatif. Dengan demikian, objek penelitian adalah norma hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah dan sejumlah peraturan perundang-undangan. Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan dalam penelitian ini mengikuti metode-metode penelitian hukum, sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Dokumen yang terkait

Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

13 131 117

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dan Manfaatnya Bagi Pihak Debitor Dan Kreditor. (Studi Kasus Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

0 45 211

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 12