Pengertian Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

BAB II KEWENANGAN KREDITUR DALAM MENGAJUKAN PERMOHONAN

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU, Surseance van Betaling, Suspension of Payment.

1. Pengertian

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU diatur dalam Bab Ketiga yaitu dalam Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dilakukan dengan maksud untuk mengajukan Rencana Perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Pasal 222 UUK dan PKPU menentukan bahwa: 1 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitur yang mempunyai lebih dari 1 satu Kreditur atau oleh Kreditur, 2 Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk 29 Universitas Sumatera Utara mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditur, 3 Kreditur yang memperkirakan bahwa Debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitur diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Krediturnya. Dari ketentuan Pasal 222 UUK dan PKPU ini dapat diartikan, yang dimaksud dengan penundaan kewajiban pembayaran utang pada umumnya adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren, sedangkan tujuannya adalah untuk kreditur konkuren, sedangkan tujuannya adalah untuk memungkinkan seorang debitur meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan. 55 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau disebut juga moratorium, harus dibedakan dengan gagal bayar, karena gagal bayar secara esensial berarti bahwa seorang debitur tidak melakukan pembayaran utangnya. Gagal bayar terjadi apabila si peminjam tidak mampu untuk melaksanakan pembayaran sesuai dengan jadwal pembayaran yang disepakati baik atas bunga maupun atas utang pokok. 55 H. Man S. Sastrawidjaja, Op.cit, Hal 179 Universitas Sumatera Utara Debitur yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya dalam kesulitan sehingga kemungkinan besar berhenti membayar utangnya, dapat memilih beberapa langkah dalam menyelesaikan utangnya tersebut. Beberapa upaya dimaksud antara lain, sebagai berikut: 56 1. Mengadakan perdamaian di luar Pengadilan dengan para Krediturnya, 2. Mengadakan perdamaian di dalam Pengadilan apabila debitur tersebut digugat secara Perdata, 3. Mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU, 4. Mengajukan perdamaian dalam PKPU, 5. Mengajukan permohonan agar dirinya dinyatakan pailit oleh Pengadilan, 6. Mengajukan perdamaian dalam Kepailitan. Berkaitan dengan alternatif pilihan yang tersebut di atas, Debitur seyogianya memilih alternatif yang terbaik, salah satu pilihan adalah mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU. Permohonan PKPU ini harus diajukan oleh Debitur sebelum adanya putusan Pernyataan Pailit; apabila putusan Pernyataan Pailit sudah diucapkan oleh Hakim terhadap Debitur tersebut, maka Debitur tersebut tidak dapat lagi mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU. Sebaliknya, Debitur dapat mengajukan permohonan 56 H. Man S. Sastrawidjaja., Op. Cit., hal. 201. Universitas Sumatera Utara Kepailitan bagi dirinya bersama-sama dengan permohonan PKPU. 57 Dalam keadaan demikian, Hakim akan mendahulukan memeriksa PKPU, 58 dan apabila permohonan Pailit dan permohonan PKPU diperiksa pada saat yang bersamaan, maka PKPU harus diputuskan terlebih dahulu. 59 Dikaji dari perspektif pandangan doktrina, maka Jerry Hoff lebih detail menyebutkan bahwa tujuan PKPU adalah: The purpose of suspension of payment is to prevent the bankruptcy of debtor who is unable to pay but who maybe to pay in the near future. The debtor merely facestemporary liquidity problem. In such cases, a bankruptcy would inevitavly lead to erosion of capital value. This is clearly not in the interest of creditors. Suspension of payment gives the debtor temporary relief or a breathing space against pressing creditors in order to reorganize and continue in business, and ultimately to satisfy creditors claims. If the reorganization of the business is not successful of payment can be easily converted into bankruptcy . 60 Konklusi dari konteks di atas mendeskripsikan bahwa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang hanya dapat diajukan oleh Debitur sebelum Debitur tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan. Secara tegas dinyatakan bahwa bila Debitur yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan, tidak dimungkinkan untuk mengajukan PKPU. Dalam praktik, terhadap pengajuan PKPU tersebut dapat diajukan secara 57 Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU, Teori dan Praktik , Bandung: PT. Alumni, 2010, hal. 50. 58 H. Man S Sastrawidjaja, Op. Cit., hal. 202. 59 Pasal 229 ayat 3 UU No. 37 Tahun 2004. 60 Jerry Hoff, Op. Cit., hal. 181. Universitas Sumatera Utara tersendiri PKPU murni, dan dapat diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan pailit PKPU tidak murni. 61

B. Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam Hukum

Kepailitan Sebelum Keluarnya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sebelum keluarnya Undang-Undang No. 37 tahun 2004, peraturan perundang- undangan yang digunakan untuk menyelesaikan utang piutang antara Kreditur dan Debitur adalah Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan PKPU. Dalam penyelesaian utang piutang antara debitur dan kreditur, seorang debitur yang hanya mempunyai satu kreditur dan debitur tersebut tidak membayar utangnya dengan sukarela, maka kreditur akan menggugat debitur secara perdata ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitur menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kreditur tersebut. Hasil bersih eksekusi harta debitur dipergunakan untuk membayar piutang kreditur. Sebaliknya dalam hal debitur mempunyai banyak kreditur dan harta kekayaan mendapatkan pembayaran bagi semua orang berpiutang secara adil. 62 Jerry Hof merumuskan hukum kepailitan dari segi fungsinya sebagai suatu sitaan umum: “bankruptcy is general statutory attachment encompassing all assets of the debtor” . 63 Hukum kepailitan mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu melalui hukum kepailitan akan diadakan suatu penyitaan umum eksekusi 61 Lilik Mulyadi, Op. Cit., hal. 51. 62 Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 2001, hal 230. 63 Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Jakarta: PT. Tata Nusa, 1999, hal. 12. Universitas Sumatera Utara massal terhadap seluruh harta kekayaan debitur, yang selanjutnya akan dibagikan kepada para kreditur secara seimbang dan adil di bawah pengawasan petugas yang berwenang. 64 Ada dua tujuan klasik kepailitan yaitu pembagian yang adil kekayaan debitur untuk kemanfaatan seluruh kreditur dan “fresh start” bagi debitur. 65 Instrumen hukum kepailitan sangat penting, karena jika instrumen ini tidak ada, kesemrawutan setidak-tidaknya yang menyangkut pelaksanaan hak-hak ganti kerugian akan timbul. 66 Prinsip yang mendasari pembagian pari passu adalah untuk menjamin bahwa seorang kreditor konkuren tidak memperoleh prioritas lebih dari Ronald A. Anderson dan Walter A.Kumft berpendapat bahwa: “bankcruptcy and insolvency laws provide a means by which the debtor may yield or be compelled to yield to a court the property he has so that he will be relieved of all unpaid debts and can start economic life a new.” 67 Namun, Hukum Kepailitan dipergunakan sebagai langkah terakhir apabila upaya yang lain untuk melakukan penagihan hutang tidak dapat dilakukan lagi. 64 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 1991, hal. 24. 65 Warren, Elizabeth and Westbrook, Jay Lawrence, The Law of Debtors and Creditors, Text Cases, and Problems, Boston: Little Brown and Company, 1991, hal. 199. 66 Huizink, Mr. J. B., Insolventie, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal. 135. 45 Ronald A.Anderson, Walter A. Kumf, Business Law: Principles and Cases Fourth Edition, Ohio: South Western Publishing Co. Cincinnati, 1967, hal. 862. Universitas Sumatera Utara Terdapat 2 dua cara yang disediakan oleh UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, agar Debitur dapat terhindar dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya dalam hal Debitur telah atau akan berada dalam keadaan insolven: 68 a Mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU atau Surseance van Betaling atau Suspension of Payment. Pengajuan PKPU dapat dilakukan sebelum permohonan pernyataan pailit atau pada waktu permohonan perayataan pailit sedang diperiksa oleh Pengadilan Niaga. b Mengadakan perdamaian antara Debitor dengan para Kreditornya setelah Debitur dinyatakan pailit oleh PN. Apabila tercapai, maka kepailitan itu menjadi berakhir. Perbedaan antara PKPU dan Kepailitan: dalam PKPU, Debitur tetap memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum mengalihkan dan mengurus kekayaannya sepanjang hal itu dilakukan dengan persetujuan pengurus yang ditunjuk secara khusus oleh pengadilan berkenaan dengan PKPU tersebut, sedangkan dalam hal Debitur dinyatakan pailit oleh Pengadilan, maka Debitur tidak lagi berwenang untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya yang telah menjadi harta pailit; dan kewenangan tersebut ada pada Kurator. Perbedaan antara kepailitan dan PKPU seperti telah diterangkan dapat pula dibandingkan dengan perbedaan antara liquidation menurut Chapter 7 dan reorganization menurut Chapter II U.S. Bankruptcy Code. Pada liquidation menurut 68 Herna Pardede http: herna thesis multiply.com journal item 18, diakses tanggal 6 Oktober 2005. Universitas Sumatera Utara Chapter 7 diangkat seorang trustee. Pada kasus reorganization menurut Chapter 11 tidak diangkat seorang trustee. Pada kasus Chapter 7, trustee menguasai harta pailit the property of the estate dan melikuidasi harta tersebut. Para Kreditur dibayar dari hasil likuidasi itu dan jumlah yang dapat diterima oleh seorang Kreditur ditentukan oleh Undang-Undang. Dalam Chapter 11 ini, Debitur yang disebut “debtor in possession ” tetap menguasai harta kekayaannya. Para Kreditur pada umumnya, dibayar dari pendapatan-pendapatan yang diperoleh oleh Debitur setelah pengajuan permohonan reorganization, dan setiap Kreditur memperoleh hasil pelunasannya sesuai dengan rencana yang telah disetujui baik oleh Kreditur dan pengadilan. Dalam suatu kasus Chapter 7, pembebasan dari kewajiban membayar utang discharge bagi seorang Debitur tergantung pada ketentuan Undang-Undang. Sedangkan pada kasus Chapter 11, seorang Debitur dapat dibebaskan dari kewajiban membayar utang sesuai dengan reorganization plan yang telah disetujui oleh para Kreditur dan Pengadilan itu. 69 Hak Debitur mengajukan PKPU berdasarkan Pasal 212 UUK adalah sebagai berikut: “Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditur konkuren.” 69 Ibid., hal. 2. Universitas Sumatera Utara PKPU boleh diajukan oleh Debitur sekalipun belum berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya. Pengaturan ada di Pasal 222 ayat 1 dan ayat 2 dari UU No. 4 Tahun 1998, yakni: 1 “Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa yang bersangkutan tidak akan dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditur. 2 Kreditur yang memperkirakan bahwa Debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih dapat memohon agar kepada Debitur diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitur mengajukan perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau utang kepada krediturnya.” Sebelum tahun 1998, hukum kepailitan di Indonesia dianggap belum dapat memberikan kepastian hukum. Hukum kepailitan kenyataannya hanya merupakan suatu surat mati. 70 Indonesia tidak memiliki perangkat hukum yang sanggup mengakomodir kebutuhan yang menyangkut kepailitan. 71 Faillissement verordening dianggap tidak memadai lagi untuk mengatasi keadaan, dimana debitur yang 70 Jerry Hoff, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia, Jakarta: Tatanusa, 2000, hal. 2. 71 Bisnis.com, diakses pada hari Kamis, tgl. 27 Maret 2003. Universitas Sumatera Utara mengalami kesulitan likuiditas tidak mampu lagi membayar utangnya. 72 Secara garis besar, Faillissement verordening memang masih bisa diterapkan, namun ada kelemahannya, selain memakai gaya bahasa lama, substansinyapun kurang menjamin kecepatan dan transparansi proses kepailitan. Belum lagi, kefasihan aparat yang menanganinya baik Hakim komisaris maupun pengampu atau kuratornya, karena amat jarangnya perkara kepailitan yang diajukan. 73 Bagi kreditur asing, alasan pertama mereka tidak mengajukan permohonan kepailitan adalah karena mereka mengira bahwa di Indonesia tidak ada Undang- Undang Kepailitan, atau bahwa Undang-Undang Kepailitan tersebut dibayangi suatu ketidakjelasan maupun ketidakpastian. 74

C. Permohonan PKPU Dalam Hukum Kepailitan Sesudah Keluarnya UU No.

37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Kemajuan terdapat di dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang berarti Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dimasukkan dalam judul peraturan perundang- undangan yang bersangkutan, yang menunjukkan penyebutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU dalam judul peraturan perundang-undangan ini sangat 72 Frans Hendra Winarta, Percikan Gagasan Tentang Hukum Ke III, Kumpulan Karangan Ilmiah Alumni F.H. UNPAR, Editor Wila Chandrawila Supriadi Bandung: CV. Mandar Maju, 1998, hal. 124. 73 “Menggosok Sekrup Yang Karatan”, Jakarta: Forum Keadilan, No. 2 Tahun VII, 4 Mei 1998, hal. 32. 74 Jerry Hoff, Op. Cit., hal. 2. Universitas Sumatera Utara berarti, karena PKPU merupakan sarana penting dalam menyelesaikan utang-piutang oleh debitur tidak hanya dapat melalui Kepailitan. Dan para kreditur juga diberikan suatu kewenangan untuk mengajukan suatu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap debiturnya. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian utang piutang. Hal ini sangat diperlukan karena adanya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian serta kebutuhan hukum dalam masyarakat, sedangkan ketentuan yang selama ini berlaku belum memadai sebagai sarana hukum untuk menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disingkat PKPU, di dalam Undang-Undang Kepailitan baru diatur dalam Bab III UU No. 37 Tahun 2004, yaitu mulai dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 294. Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, seorang debitur yang beritikad baik, masih memiliki hak untuk mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sebelum diucapkannya Putusan Pernyataan Pailit oleh Majelis Hakim. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada dasarnya merupakan Rencana Perdamaian dari debitur yang diberikan kesempatan oleh krediturnya untuk merestrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau Universitas Sumatera Utara sebagian kepada para krediturnya itu, baik kreditur konkuren maupun kreditur lainnya yang didahulukan. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan proses dimana: 75 1. Seorang Debitur dalam jangka waktu yang cukup, dapat memperbaiki kesulitannya, dan akhirnya akan dapat melunasi membayar utang-utangnya di kemudian hari; 2. Dan bagi pihak Kreditur, karena adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini, kemungkinan dibayarkan piutangnya dari debitur secara penuh, sehingga tidak merugikannya. Terdapat perbedaan yang sangat nyata dalam ketentuan PKPU yang terdapat dalam UU No. 37 Tahun 2004 dengan Faillisements verordening disingkat Fv dan UU No. 4 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Kepailitan disingkat UUK, yakni sesuai Pasal 222 UU No. 37 Tahun 2004, dapat diketahui bahwa PKPU dapat diminta baik oleh Debitur maupun oleh Kreditur. Hal ini merupakan ketentuan yang baru, karena menurut UUK dan Fv, permohonan untuk PKPU hanya dapat diajukan oleh Debitur saja. Menurut pendapat Munir Fuady, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh Undang-Undang melalui putusan Pengadilan Niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitur diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian composition 75 Sunarmi, Op. Cit., hal. 201. Universitas Sumatera Utara plan terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabita perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. Dengan demikian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU merupakan semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium. 76 Di dalam Undang-Undang Kepailitan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Pasal 222 ayat 2 menyatakan bahwa Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada krediturnya. Permohonan PKPU oleh si debitur ini dilakukan sebelum permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak lain kepada debitur. Namun, ada kalanya PKPU ini diajukan oleh si debitur pada saat permohonan pernyataan pailit si debitur oleh pihak lain telah dimohonkan ke pihak pengadilan. Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban membayar utang PKPU ini diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU inl harus diputus terlebih dahulu. 76 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik Edisi Revisi Disesuaikan dengan UU Nomor 37 Tahun 2004, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005. Universitas Sumatera Utara Lebih lanjut, menurut Munir Fuady dalam bukunya “Pengantar Hukum Bisnis” menyatakan: 77 “Akan tetapi, ada kalanya juga sebenarnya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU oleh debitur terpaksa dilakukan oleh debitur dengan tujuan untuk melawan permohonan pailit yang telah diajukan oleh para krediturnya. Jika diajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU padahal permohonan pailit telah dilakukan maka Hakim harus mengabulkan PKPU, dalam hal ini PKPU Sementara untuk jangka waktu 45 hari sementara gugatan pailit gugur demi hukum”. Namun, PKPU bukanlah satu-satunya cara untuk melepaskan si debitur dari kepailitan dan likuidasi terhadap harta bendanya, menurut Sutan Remy Syahdeini dalam bukunya “Hukum Kepailitan” ada dua cara untuk melepaskan si debitur dari kepailitan ini: a ialah dengan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU; b Dengan mengadakan perdamaian antara debitur dengan krediturnya, setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perdamaian ini memang tidak dapat menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi, akan tetapi apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitur yang telah diputus oleh pengadilan itu menjadi berakhir. 78

D. Alasan Kewenangan Kreditur Mengajukan PKPU Berdasarkan UU No. 37

Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan hanya memberikan kepada Kreditur, hak untuk mengajukan permohonan pernyataan Pailit saja, tetapi 77 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 27. 78 Sutan Remy Syahdeini, Op. Cit., hal. 124. Universitas Sumatera Utara tidak memberikan hak kepada Kreditur untuk mengajukan PKPU. Hal ini berbeda dengan ketentuan Chapter 11 dan US Bankruptcy Code, yang tidak hanya Debitur saja yang diberi hak untuk mengajukan permohonan untuk diadakan reorganization, tetapi juga hak ini diberikan kepada Kreditur; syarat-syarat untuk mengajukan permohonan rehabilitasi oleh Kreditur terhadap Debiturnya involuntary petition berdasarkan Chapter 11 yang sama dengan syarat-syarat bagi Kreditur untuk dapat mengajukan Kepailitan bankrupt terhadap Debiturnya involuntary petition berdasarkan Chapter 7; catatan: dalam UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan menyarankan permohonan perdamaian dapat diinisiaikan oleh Kreditur juga. 79 Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh Kreditur kepada debiturnya adalah agar debitur yang berada dalam keadaan insolvensi, mempunyai kesempatan untuk mengajukan suatu Rencana Perdamaian, baik berupa tawaran untuk pembayaran utang secara keseluruhan ataupun sebagian atas utangnya, dengan jalan melakukan restrukturisasi penjadwalan ulang atas utang-utangnya. Oleh karena itu, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini merupakan kesempatan bagi si debitur untuk melunasi atau melaksanakan kewajibannya atas utang-utang tersebut, sehingga si debitur tersebut tidak sampai dinyatakan pailit. PKPU pada dasarnya, hanya berlakuditujukan pada para kreditur konkuren saja. Walaupun pada Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 pada Pasal 222 ayat 2 tidak disebut lagi perihal kreditur konkuren . Sebagaimana halnya Undang-Undang 79 Jerry Hoff, Op.Cit., hal. 3. Universitas Sumatera Utara No. 4 Tahun 1998 pada Pasal 212 yang jelas menyebutkan bahwa debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang- utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren. Namun, pada Pasal 244 Undang-Undang No. 37 tahun 2004 disebutkan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 246, penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku terhadap: a Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fiducia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, b Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah harus dibayar dan hakim pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan, c Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitur maupun terhadap seluruh harta debitur yang tidak tercakup pada point b. Dengan demikian tegasnya. keseluruhan pemegang hak-hak jaminan yang memperoleh kedudukan didahulukan seperti gadai, fiducia, hak tanggungan, hipotik atau disebut kreditur separatis yang disebut dengan istilah kreditur separatis adalah kreditur pemegang hak jaminan kebendaan antara lain: 80 a Gadai yang diatur dalam Bab XX Buku III Undang-Undang Hukum Perdata, b Hipotek yang diatur dalam Buku III Kitab 80 Kartini Mulyadi, Pengertian Dan Prinsip-Prinsip Umum Hukum Kepailitan, Jakarta: Makalah, 2000, hal. 29. Universitas Sumatera Utara Undang-undang Hukum Perdata, sekarang terbatas pada hipotek kapal laut ukuran tertentu, dan hipotek kapal terbang saja, c Hak tanggungan diatur dalam Undang- undang No. 4 Tahun 1996, d Jaminan Fiducia diatur dalam Undang-undang No.42 Tahun 1999, kreditur-kreditur ini disebut dengan kreditur preferen atau kreditur pemegang hak istimewa. Walaupun PKPU ini hanya berlaku bagi para kreditur konkuren saja,tapi hasil seluruh kesepakatan mengenai rencana perdamaian tetap berlaku dan mengikat seluruh para kreditur, baik kreditur konkuren maupun para kreditur separatis dan dalam pelaksanaan sidang-sidang senantiasa harus mengikut sertakan seluruh para krediturnya. Termasuk hak untuk mengeluarkan suara selama Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU ini berjalan, termasuk pula dalam menanggapi usul-usul rencana perdamaian. Menurut Sutan Remy Syahdeini, Kesepakatan mengenai Rencana Perdamaian hanya mempunyai arti apabila disepakati oleh setiap kreditur, baik kreditur konkuren maupun kreditur preferen, dan bila tidak setiap kreditur terikat dengan perdamaian yang tercapai, maka kedudukan debitur dan kepentingan para kreditur yang terikat dengan perdamaian tersebut dapat dibahayakan oleh kreditur yang tidak terikat yaitu kreditor preferen. Kreditur yang tidak terikat dengan perdamaian itu dapat mengajukan permohonan pailit. Apabila permohonan pailit ini dikabulkan oleh Universitas Sumatera Utara pengadilan, maka perdamaian yang telah disepakati antara debitor dan para kreditur konkuren dan sedang berjalan implementasinya akan harus dihentikan”. 81 Pada Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 disebutkan jika dilakukan voting dalam pemberian PKPU dan persetujuannya diterima, dan ditolaknya rencana perdamaian, maka suara dimenangkan oleh lebih dari jumlah kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mengawakili paling sedikit 23 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara yang diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; 82 dan persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan, fiducia, hak tanggungan, hak agunan atas benda lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 23 dan seluruh tagihan kreditur atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut. 83 Dalam hal utang piutang, apabila hanya seorang Kreditur yang ingin mengajukan gugatan atas piutang-piutangnya yang belum dibayar, maka Kreditur tersebut dapat menggugat berdasarkan Hukum Perdata, yaitu mengenai debitur telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi, karena sebenarnya si debitur mempunyai keuangan atau harta yang cukup untuk membayar utang-utangnya, dan Kreditur dapat mengetahui bahwa usaha si debitur telah berjalan dengan lebih baik ataupun usaha telah lancar, namun si debitur tidak mau membayar, dan apabila 81 Sutan Remy Syahdeini, Op.Cit., hal. 131. 82 Pasal 229 huruf a UU No. 37 Tahun 2004. 83 Pasal 229 huruf b UU No. 37 Taun 2004. Universitas Sumatera Utara kreditur itu terdiri atas beberapa orang, maka gugatan atas utang piutang debitur tersebut dapat diajukan melalui Pengadilan Niaga atau lembaga Hukum Kepailitan, yang akan berakibat sangat berat terhadap harta kekayaan debitur. 84 Secara prinsip ada 2 dua pola PKPU, yakni: pertama, PKPU yang merupakan tangkisan bagi debitur terhadap permohonan kepailitan yang diajukan oleh krediturnya. Kedua, PKPU atas inisiatif debitur sendiri yang beritikad baik, yang memperkirakan bahwa ia tidak mampu membayar utang-utangnya kepada kreditur. Dengan melihat pola PKPU ini, maka dari sudut kepentingan apa Kreditur mengajukan PKPU? Dalam Pasal 222 ayat 3, dikatakan bahwa kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan untuk membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitur diberi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, untuk memungkinkan si debitur mengajukan Rencana Perdamaian, yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada krediturnya. Ketentuan ini juga tidak logis, mengingat jika kreditur mau memberi kesempatan terhadap debitur untuk melakukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utangnya tidak usah melalui PKPU, melainkan dengan cara merestrukturisasi kreditnya di luar acara Kepailitan ataupun PKPU. Namun, apabila kita melihat fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa para kreditur sesungguhnya telah memberikan kesempatan kepada debitur untuk membayar utangnya sebelum dia dipailitkan, dan sebelum adanya Permohonan PKPU 84 Bismar Nasution Sunarmi, Diktat kuliah Hukum Kepailitan Medan: Program Pascasarjana USU, 2010, hal. 21. Universitas Sumatera Utara ini, para kreditur telah berusaha dengan berbagai upaya agar si debitur mau membayar utangnya, yang ternyata upaya-upaya tanpa melalui Pengadilan ini tidak mendapatkan hasil yang baik. Sehingga para kreditur berfikir untuk melakukan suatu permohonan PKPU ke Pengadilan yang dapat memaksa si debitur untuk melakukan pembayaran atas hutang-hutangnya, dengan sekaligus atau dengan cara penjadwalan pembayaran yang disetujui oleh para Krediturnya. 85

1. Filosofi Kewenangan Kreditur Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran

Dokumen yang terkait

Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

13 131 117

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dan Manfaatnya Bagi Pihak Debitor Dan Kreditor. (Studi Kasus Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

0 45 211

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 12