Analisis Pengaruh Pembangunan Industri Pengolahan Kelapa Sawit Dan Turunannya Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Sumatera Utara.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN INDUSTRI

PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA

TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA

DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

FAKHRURRAZI

020501017

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan

2008


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK N a m a : FAKHRURRAZI

N I M : 020501017

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN

Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

Tanggal Juli 2008 Ketua Departemen,

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) NIP. 132 206 574

Tanggal Juli 2008 Dekan,

(Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec NIP. 131 285 985


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

N a m a : FAKHRURRAZI N I M : 020501017

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN

Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

Tanggal Juli 2008 Pembimbing,

(Prof. DR. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec NIP.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN H a r i :

Tanggal : Juli 2008

N a m a : FAKHRURRAZI N I M : 020501017

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN

Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

Ketua Departemen, Pembimbing Skripsi,

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) (

NIP. 132 206 574 NIP.

Prof. DR. Sya’ad Afifuddin, SE,M.Ec)

Penguji I Penguji II

( Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si) (

NIP. NIP. 131 300 070 Kasyful Mahalli, SE, Msi)


(5)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : FAKHRURRAZI Nim : 020501017

Departemen : Ekonomi Pembangunan Fakultas : Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi ini guna salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, dengan mengambil judul “ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN TURUNANNYA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA”. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat digunakan seperlunya.

Medan, Juli 2008 Yang menbuat pernyataan

NIM.020501017 Fakhrurrazi


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :

Analisis Pengaruh Pembangunan Industri Kelapa Sawit dan Turunannya

Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Sumatera Utara. Isi dan materi Skripsi ini

didasarkan pada penelitian kepustakaan serta perkembangan dan data-data skunder yang terkait dengan hal yang diteliti.

Mulai perencanaan sampai penyelesaian skripsi ini, Penulis telah mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut :

1. Yang terhormat Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Yang terhormat Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc. Sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Yang terhormat Bapak Prof. DR. H. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec selaku dosen pembimbing Penulis, yang telah dengan sabar memberikan petunjuk serta bimbingan, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Yang terhormat Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, Msi selaku dosen pembimbing I Penulis yang telah memberikan banyak masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Yang terhormat Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku dosen pembimbing II Penulis yang juga telah banyak memberikan masukan.

6. Yang terhormat kepada seluruh dosen yang mengajar di Fakultas Ekonomi khususnya Ekonomi Pembangunan atas segala kebaikan mereka dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis.


(7)

7. Yang terhormat kepada seluruh karyawan dan staff Badan Pusat Statistik (BPS) cabang Medan, yang telah membantu Penulis untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan untuk penyelesaian skripsi ini.

8. Yang terhormat kepada seluruh rekan-rekan jurusan Ekonomi Pembangunan khususnya stambuk 2002-2004 yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Yang paling saya muliakan kepada Bapak dan Ibu orang tua yang telah memberikan dorongan dan doa restu, baik moral dan material selama Penulis menuntut ilmu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmad dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Skripsi ini tentu saja masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif senantiasa Penulis harapkan dari segenap pembaca demi kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang. Kepada Peneliti lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil penelitian ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya semoga skripsi ini ada mamfaatnya.

Medan, Juli 2008

Penulis,

FAKHRURRAZI


(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal

2.1 Proses Penyulingan Minyak Kelapa Sawit... 26

2.2 Proses Pengolahan Kelapa Sawit ... 27

2.3 Proyeksi Konsumsi CPO dunia, 2000-2005 ... 30

3.1 Kurva Uji t-statistik ... 46

3.2 Kurva Uji F-Statistik ... 47

3.3 Uji Durbin-Watson Statistik ... 48

4.1 Uji t-statistik terhadap Indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya ... 82

4.2 Uji t-statistik terhadap ekspor kelapa sawit dan turunannya ... 83

4.3 Uji t-statistik terhadap jumlah pabrik kelapa sawit dan turunannya ... 84

4.4 Uji t-statistik terhadap luas lahan kelapa sawit ... 85

4.5 Uji F-statistik ... 86


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Hal

Tabel 1. Perkembangan Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja

Nasional dan Regional Sumatera Utara ... 3 Tabel 1. Perkembangan Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Nasional

dan Regional Sumatera Utara di Sektor Industri Pengolahan

kelapa sawit dan turunannya ... 4 Tabel 3. Kondisi Geografis Sumatera Utara berdasarkan

Kabupaten/Kotamadya ... 51 Tabel 4 Banyaknya Penduduk Sumatera Utara Berumur 15 Tahun

ke Ata Menurut Jenis Kegiatan (jiwa) ... 58 Tabel 5 Persentase Penduduk Sumatera Utara yang Bekerja ... 59 Tabel 6 Perkembangan Angka Penyerapan Tenaga Kerja Sumatera Utara

Usia 15 Tahun ke Atas ... 60 Tabel 7 Persentase Penduduk Sumatera UtaraUsia 15 Tahun ke Atas ... 61 Tabel 8 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sumatera Utara

di Sektor Industri Pengolahan kelapa sawit dan turunannya ... 62 Tabel 9 Perkembangan Indeks Harga yang diterima Petani Kelapa

sawit dan Turunannya, Indeks Harga yang dibayar Petani Kelapa sawit,Nilai Tukar Petani Kelapa sawit dan

turunannya Sumatera Utara ... 63 Tabel 10 Perkembangan Nilai FOB Ekspor Kelapa Sawit dan

Turunannya Sumatera Utara ... 65 Tabel 11 Perkembangan Ekspor Minyak Goreng Sawit Sumatera Utara ... 72 Tabel 12 Perkembangan Ekspor Sabun Mandi Sumatera Utara ... 73 Tabel 13 Jumlah Pabrik Kelapa Sawit dan Turunannya

di Sumatera Utara ... 76 Tabel 14 Luas Lahan Kelapa Sawit di Sumatera Utara ... 77 Tabel 115 Hasil Analisa Regres Penelitian ... 79


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Permasalah ... 7

1.3 Hipotesis Penelitian ... 8

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

BAB II URAIAN TEORITIS ... 11

2.1 Ketenagakerjaan ... 11

2.1.1 Pengertian ketenagakerjaan ... 11

2.1.2 Teori Ketenagakerjaan ... 12

2.1.3 Tenaga kerja dlm sektor industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya ... 17

2.2 Indeks Harga Kelapa Sawit dan Turunannya ... 19

2.2.1 Nilai Tukar Petani Kelapa Sawit dan Turunannya ... 19

2.2.2 Indeks Harga yang diterima Petani Kelapa Sawit dan Turunannya ... 19

2.2.3 Indeks Harga yang dibayar Petani Kelapa Sawit dan Turunannya ... 20

2.3 Ekspor ... 21

2.3.1 Teori Mengenai Ekspor ... 21

2.3.2 Peranan dan Manfaat Ekspor ... 23

2.3.3 Deskripsi Crude Palm Oil (CPO) ... 24

2.3.4 Ekspor Hasil Industri Kelapa Sawit dan Turunannya .... 27

2.3.5 Prospek CPO dan Turunannya di Pasar Internasional ... 30

2.4 Idustri/Pabrik ... 31

2.4.1 Pengertian Industri/ Pabrik ... 31

2.4.2 Peranan Sektor Industri Kelapa Sawit dan Turunannya Dalam Pembangunan Ekonomi ... 33

2.4.3 Keterkaitan Ekonomi Sektor Industri Kelapa Sawit dan Turunannya ... 36

2.4.4 Peranan Industri Pengolahan Kelapa Sawit dan Turunannya ... 37 2.4.5 Perkembangan Industri Minyak Kelapa sawit dan


(11)

Turunannya di Sumatera Utara ... 38

2.4.6 Tujuan Pembangunan Industri Kelapa Sawit dan Turunannya ... 38

2.5 Luas Lahan Kelapa Sawit ... 40

2.5.1 Pengertian Luas Lahan ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 42

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 42

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.4 Pengolahan Data ... 43

3.5 Model Analisis ... 43

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 45

3.61 Koefisien Korelasi (R-Square) ... 45

3.6.2 Uji t-statistik ... 45

3.6.3 Uji F-statistik ... 46

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 47

3.7.1 Multikolinearity ... 47

3.7.2 Autokorelasi/ Serialkorelasi ... 48

3.8 Definisi Operasional Variabel ... 49

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 TINJAUAN UMUM DAERAH SUMATERA UTARA ... 50

4.1.1 Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara ... 50

4.1.2 Perkembangan Ekonomi Sumatera Utara 2003-2005 .... 54

4.1.3 Perkembangan Ketenagakerjaan Sumatera Utara ... 57

4.2 Perkembangan Indeks Harga yang diterima Petani Kelapa sawit dan Turunannya ... 62

4.3 Perkembangan Nilai Ekspor Kelapa Sawit dan Turunannya di Sumatera Utara ... 64

4.3.1 Konsumsi CPO Terbesar Pada Minyak Kelapa Sawit ... 66

4.3.2 Perkembangan Ekspor CPO Sumatera Utara ... 67

4.3.3 Perkembangan Ekspor Produk Turunan CPO Sumatera Utara ... 70

4.3.4 Perkembangan Ekspor Minyak Goreng Sawit Sumatera Utara ... 70

4.3.5 Perkembangan Ekspor Sabun Sumatera Utara ... 73

4.3.6 Perkembangan Ekspor Oleochemical Sumatera Utara ... 74

4.3.7 Perkembangan Jumlah Industri Kelapa Sawit Dan Turunannya di Sumatera Utara ... 76

4.4 Perkembangan Luas Lahan Kelapa Sawit di Sumatera Utara .... 77

4.5 Analisis Penelitian ... 78

5.2 Interprestasi Model ... 79


(12)

5.4 Koefisien Determinasi R2

5.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 87

... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

5.1 Kesimpulan ... 89

5.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

THE ANALYSIS OF DEVELOPMENT INDUSTRIES OF PALM

AND ITS DERIVATION TO ABSURB EMPLOYEE

IN NORTH SUMATERA

FAKHRURRAZI

ABSTRACT

The research analyzes the relation beetwen the palm and its derivation developing and employee allocation in North Sumatera. The object to exhibite how the palm and its derivation variables that is indexing prices accepted the farmer. Value exports of palm and its derivation, size of palm land, number of palm its derivation industries. Theory of palm and its derivation developing and the employee theory with Ordinary Least Square /OLS model were used to exhibite how many influence of independent variables to dependent variable.

The results shows that there is a significant influence of the palm and its derivation developing to employee allocation by 0,74 coefficient of determinant (R-Square). While, each of the independent variables has the significant effect to dependent variables. there fore, the scription concludes that development palm and its derivation, is so important to solve the unemployment problems in North Sumatera.

Key Words : Employee, Indexing Prices Accepted the Farmer, export of palm and its derivation, size of palm land.


(14)

ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN INDUSTRI KELAPA

SAWIT DAN TURUNANNYA TERHADAP PENYERAPAN

TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

FAKHRURRAZI

ABSTRAK

Analisis penelitian ini adalah hubungan antara pembangunan industri kelapa sawit dan turunannya dan tenaga kerja di sumatera utara Objek penelitian ini menggambarkan bagaimana variabel pembangunan industri kelapa sawit dan turunannya yang di indeks dengan harga yang di terima petani kelapa sawit dan turunannya, nilai ekspor kelapa sawit dan turunannya, luas lahan. Teori turunan kelapa sawit dan teori tenaga kerja dengan menggunakan model OLS telah digunakan untuk menggambarkan bagaimana pengaruh variable independent terhadap variabel independent.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari pembangunan industri kelapa sawit dan turunannya terhadap penyerapan tenaga kerja dengan koefisien determinan atau R-Square R2= 0,74 %. Sedangkan setiap variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, skripsi ini menyimpulkan bahwa pembangunan industri kelapa sawit dan turunannya sangat penting untuk mengatasi masalah pengangguran di Sumatera Utara.

Kata kunci: Pengangguran, Indeks harga yang diterima petani, Ekspor kelapa sawit dan turunannya, Luas lahan.


(15)

THE ANALYSIS OF DEVELOPMENT INDUSTRIES OF PALM

AND ITS DERIVATION TO ABSURB EMPLOYEE

IN NORTH SUMATERA

FAKHRURRAZI

ABSTRACT

The research analyzes the relation beetwen the palm and its derivation developing and employee allocation in North Sumatera. The object to exhibite how the palm and its derivation variables that is indexing prices accepted the farmer. Value exports of palm and its derivation, size of palm land, number of palm its derivation industries. Theory of palm and its derivation developing and the employee theory with Ordinary Least Square /OLS model were used to exhibite how many influence of independent variables to dependent variable.

The results shows that there is a significant influence of the palm and its derivation developing to employee allocation by 0,74 coefficient of determinant (R-Square). While, each of the independent variables has the significant effect to dependent variables. there fore, the scription concludes that development palm and its derivation, is so important to solve the unemployment problems in North Sumatera.

Key Words : Employee, Indexing Prices Accepted the Farmer, export of palm and its derivation, size of palm land.


(16)

ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN INDUSTRI KELAPA

SAWIT DAN TURUNANNYA TERHADAP PENYERAPAN

TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

FAKHRURRAZI

ABSTRAK

Analisis penelitian ini adalah hubungan antara pembangunan industri kelapa sawit dan turunannya dan tenaga kerja di sumatera utara Objek penelitian ini menggambarkan bagaimana variabel pembangunan industri kelapa sawit dan turunannya yang di indeks dengan harga yang di terima petani kelapa sawit dan turunannya, nilai ekspor kelapa sawit dan turunannya, luas lahan. Teori turunan kelapa sawit dan teori tenaga kerja dengan menggunakan model OLS telah digunakan untuk menggambarkan bagaimana pengaruh variable independent terhadap variabel independent.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari pembangunan industri kelapa sawit dan turunannya terhadap penyerapan tenaga kerja dengan koefisien determinan atau R-Square R2= 0,74 %. Sedangkan setiap variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, skripsi ini menyimpulkan bahwa pembangunan industri kelapa sawit dan turunannya sangat penting untuk mengatasi masalah pengangguran di Sumatera Utara.

Kata kunci: Pengangguran, Indeks harga yang diterima petani, Ekspor kelapa sawit dan turunannya, Luas lahan.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Salah satu tujuan yang penting dalam pembangunan ekonomi adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk meningkatkan pertambahan tenaga kerja itu sendiri, dimana pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Pada umumnya negara berkembang adalah negara yang bergerak pada sektor industri pertanian, dalam arti bahwa bagian terbesar Produk Domestik Brutonya (PDB).

Menurut Todaro (1997) Pembangunan itu merupakan suatu proses perbaikan kualitas segenap bidang kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting yaitu (1) peningkatan standar hidup setiap orang (pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain-lain) melalui proses-proses pertumbuhan ekonomi yang relevan, (2) penciptaan berbagai kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa percaya diri (self esteem) setiap orang melalui pembentukan segenap sistem ekonomi dan lembaga (institution) sosial, politik dan juga ekonomi yang mampu mempromosikan jati diri dan penghargaan hakekat kemanusiaan; dan (3) peningkatan kebebasan setiap orang melalui perluasan jangkauan pilihan mereka, serta peningkatan kualitas maupun kuantitas aneka barang dan jasa


(18)

Beberapa faktor hal tersebut menonjol atau penting bagi Negara-negara berkembang. Pertama, pertumbuhan penduduk dinegara berkembang cenderung tinggi, sehingga cenderung melebihi pertumbuhan kapital. Kedua, profil demografi lebih muda, sehingga lebih benyak penduduk yang masuk kelapangan kerja, Ketiga, struktur industri di Negara berkembang yang cenderung mempunyai tingkat diversifikasi kegiatan ekonomi rendah serta tingkat keterampilan penduduk yang belum memadai, membuat usaha penciptaan lapangan kerja menjadi semakin kompleks.

Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (diatas 8 %) maka penciptaan lapangan kerja baru akan mampu memenuhi tambahan angkatan kerja, dan ini yang terjadi di Indonesia sebelum tahun 1990 sampai dengan 1997. Namun dengan adanya krisis moneter, dimana tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia negative, yaitu menurut BPS tahun 1998 pertumbuhan antara -13,6 % sampai dengan -15% dan tahun 1999 pertumbuhan antara -2% sampai dengan -5,1%, akan membuat industri yang ada tidak mampu menciptakan kesempatan kerja yang baru Untuk menampung pernambahan angkatan kerja. Akibat dari hal tersebut adalah penciptaan lapangan kerja tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah meningkatnya pengangguran mengingat banyak perusahaan yang mengurangi aktivitas produksinya atau bahkan menutup usahanya.

Hal tersebut diatas berakibat ketakutan terhadap pengangguran yang sering kali menimbulkan pemikiran yang menjurus pada keyakinan bahwa pekerjaan yang tersedia sifatnya terbatas dan ini muncul karena adanya pengangguran yang disebabkan oleh kemajuan teknologi. Sebenarnya pengangguran yang berlebihan


(19)

memerlukan tindakan kebijakan makro ekonomi yang dapat menyediakan kesempatan kerja secara menyeluruh dan bukannya tindakan mengurangi penawaran tenaga kerja.

Tabel 1.

Perkembangan Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Nasional dan Regional Sumatera Utara Tahun 2001-2005

(%)

Wilayah Tahun

2001 2002 2003 2004 2005

Indonesia 1,08 0,93 -0,94 -3,26 1,31

Sumatera Utara -1,19 -0,98 -1,88 -1,68 8,62

Sumber: Diolah Dari Data Sekunder BPS 2006

Berdasarkan kondisi diatas, tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja secara nasional masih relatif kecil. Pada tahun 2001 penyerapan tenaga kerja sebesar 1,08 %, pada tahun 2002 turun menjadi 0, %, pada tahun 2004 mengalami penyerapan tenaga kerja yang negatif yaitu sebesar -3,26 % namun pada tahun 2005 meningkat menjadi 1,31 %. Di Sumatera Utara pertumbuhan penyerapan tenaga kerja cenderung negatif. Pada tahun 2001 penyerapan tenaga kerja regional Sumatera Utara -1,19 % pada tahun 2002 menjadi 0,98% kemudian pada tahun 2003 menjadi-1,88 % namun pada tahun 2005 penyerapan tenaga kerja regional Sumatera Utara meningkat secara signifikan menjadi 8,62 %. Maka timbul permasalahan bagaimana agar pertumbuhan positif tersebut berkesinambungan pada tahun berikutnya.

Berdasarkan catatan berita International Labour Organization (ILO) 2006, pada tahun 2005 tenaga kerja international yang bekerja di sektor industri pengolahan kelapa sawit adalah setengah dari angka penyerapan tenaga kerja secara International keseluruhan yakni sebesar 1,3 milyar jiwa yang mana 450 juta jiwa adalah tenaga


(20)

kerja upahan dan selebihnya adalah berusaha sendiri di sektor pengelolaan industri kelapa sawit dan turunannya. Sementara perkembangan penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya secara nasional dan daerah Sumatera Utara dapat dilihat pada table 2. berikut:

Tabel 2.

Perkembangan Persentase Penyerapan Tenaga Kerja

Nasional dan Regional Sumatera Utara di Sektor Industri pengolahan kelapa sawit dan Turunannya

Tahun 2000-2005

Wilayah Tahun

2001 2002 2003 2004 2005

Indonesia 39,75 40,63 42,00 40,41 41,81

Sumatera Utara 55,23 55,56 56,03 51,60 52,68

Sumber: Statistik Tenaga Kerja Indonesia dan Sumatera Utara Tahun 2006, BPS Melalui tabel 2. dapat dilihat bahwa baik secara nasional maupun daerah Sumatera Utara, sektor industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya memberi kontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2001 perkembangan persentase nasional pada sektor industri kelapa sawit adalah sebesar 39,75 %, pada tahun 2003 meningkat menjadi 42 %, namun pada 2005 mengalami penurunan sehingga menjadi 41,81 %. Di Sumatera Utara persentase penyerapan tenaga kerja disektor industri pangolahan kelapa sawit sebesar 55,53 %, pada tahun 2003 naik mnejadi 55,56 %, namun pada tahun 2005 menurun menjadi 52,68 %. Berdasarkan kenyataan ini maka perlu lebih dikembangkan lagi potensi sektor industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya dalam upaya perluasan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran dalam upaya membangun industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya, khususnya di wilayah Sumatera Utara yang memiliki


(21)

pertumbuhan penyerapan tenaga kerja negatif dan persentase penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan kelapa sawit yang sangat besar.

Salah satu komoditi yang diharapkan mampu memberikan konstribusinya dalam perekonomian yang berasal dari sub sektor perkebunan adalah komoditi kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang sangat penting dalam mendorong perekonomian Indonesia umumnya dan sebagai perluasan lapangan kerja Sumatera Utara khususnya, kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Selama krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia yang ditandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi minus 13,06% pada akhir 1998 (BPS, 1999), sektor industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya khususnya aggribisnis sangat diharapkan menjadi penyelamat perekonomian nasional. Sektor industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya menjadi penyelamat terhadap kesempatan kerja dampak dari krisis ekonomi.

Pada tahun 2006, ekspor produk turunan CPO Sumatera Utara komiditi yang paling banyak diekspor adalah minyak goreng sebesar 1.792.293 ton, disusul oleh Oleochemical 61.102 ton pada tahun yang sama,dan sabun mandi sebesar 5.421 ton pada tahun yang sama juga. Sedangkan industri margarine Sumatera Utara tidak dapat secara kontinu memproduksi produknya karena produsen margarine Sumatera Utara tidak dapat secara kontinu memproduksi produknya karena produsen margarine Sumatera Utara berproduksi sesuai pesanan,sehingga berpengaruh juga kepada ekspornya yang tidak kontinu.


(22)

Salah satu aspek yang menggambarkan keberhasialan pembangunan adalah Nilai Tukar Petani kelapa sawit dan turunannya. Merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani kelapa sawit adalah rasio antar indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dengan indeks harga yang dibayari petani petani kelapa sawit yang dinyatakan dalam persentase. Nilai Tukar Petani kelapa sawit Sumatera Utara tahun 2005 adalah 94,9% dengan indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya 464,7 dan indeks harga yang dibayar petani kelapa sawit dan turunannya 489,9. untuk memperoleh nilai tukar harga yang baik, maka perlu diupayakan peningkatan indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya. Dengan adanya peningkatan indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya maka akan mendorong pertumbuhan produksi industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya dimana harga menjadi stimultan untuk meningkatkan produksi.

Sebagai gambaran lain dari keberhasilan pembangunan industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya yakni, volume dan nilai ekspor dari hasil industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya terus meningkat. Bedasarkan keunggulan kompetitif dalam perdagangan internasional, produk hasil industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya merupakan komoditi ekspor andalan negara Indonesia dan bahkan Sumatera Utara mengingat corak kehidupan yang masih bersifat agrikultur. Nilai FOB hasil industri pengolahan kelapa sawitdan turunannya Sumatera Utara mengalami pertumbuhan 14,38 % tahun 2003, 49,88 % tahun 2004 dan 18,73 % tahun 2005. ketika diambil kebijaksanaan untuk mengekspor hasil industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya bukan berarti mengabaikan permintaan


(23)

dalam negeri namun dilakukan peningkatan jumlah produksi dan daya saing produk agar dapat menghadapi era globalisasi dan liberalisme perdagangan. Peningkatan jumlah produksi tentu harus didukung pertambahan imput tenaga kerja.

Pemerintah juga turut ambil peran dalam pembangunan industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya baik dalam kebijaksanaan industri pengolahan, perencanaan dan pembiayaan pembangunan industri pengolahan kelapa sawit, terutama dalam pembangunan industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya. Adanya program proyek pembangunan sektor industri pengolahan kelapa sawit memperluas kesempatan kerja non petani seperti pembangunan jalan ekonomi, bangunan-bangunan irigasi serta penyuluhan-penyuluhan tentang industri pengolahan kelapa sawit kelapa sawit dan turunannya. Maka pengeluaran pemerintah tersebut merupakan salah satu investasi yang bertujuan untuk kekuatan dan ketahanan ekonomi disektor industri pengolahan kelapa sawit pada masa yang akan datang.

Dari uraian –uraian diatas, penulis melihat adanya pengaruh yang cukup besar dari pembangunan industri pengolahan kelapa sawit kelapa sawit dan turunannya terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara. Untuk itu penulis mengambil judul “Analisis Pengaruh Pembangunan Industri Pengolahan Kelapa Sawit dan turunannya Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Sumatera Utara”

1.2 Perumusan Masalah

Dengan uraian diatas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:


(24)

1. Bagaimanakah pengaruh nilai tukar yang diterima kelapa sawit dan turunannya yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara?

2. Bagaimanakah pengaruh ekspor hasil industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara? 3. Bagaimanakah pengaruh jumlah pabrik/ industri kelapa sawit dan

turunannya terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara?

4. Bagaimanakah pengaruh luas lahan kelapa sawit terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atau kesimpulan sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikaan atau diuji secara empiris.

Bedasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

2. Ekspor hasil industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

3. Jumlah pabrik/ industri kelapa sawit dan turunannya berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja da Sumatera Utara.


(25)

4. Luas lahan kelapa sawit berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai tukar yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui pengaruh ekspor hasil industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah pabrik/ industri kelapa sawit dan turunannya terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui pengaruh luas lahan kelapa sawit terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa dan masyarakat yang tertarik untuk mengetahui tentang pembangunan industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya dalam hal penyerapan tenaga kerja.

2. Sebagai bahan masukan atau kajian untuk melakukan penelitian selanjutnya atau sebagai bahan perbandingan bagi pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang.


(26)

3. Untuk memperkaya wawasan ilmiah dan non-ilmiah penulis dalam menulis disiplin ilmu yang penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual.

4. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan USU yang ingin melakukan penelitian masa yang akan datang.


(27)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Ketenagakerjaan 2.1.1 Pengertian

Tenaga kerja adalah pengertian tentang potensi yang terkandung dalam diri manusia yang dikaitkan dengan perdagangan diberbagai kegiatan atau usaha yang ada keterlibatan manusia yang dimaksud adalah keterlubatan unsur-unsur jasa atau tenaga kerja. Yang biasa disebut sebagai tenaga kerja pada dasarnya adalah penduduk pada usia kerja (15 tahun keatas) atau berumur 15-64 tahun, dan dapat pula dikatakan bahwa tenaga kerja itu adalah penduduk yang secara potensial dapat bekerja.

Tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting disamping sumber alam, model, dan teknologi. Ditinjau dari segi umum pengertian tenaga kerja menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa serta mempunyai nilai ekonomi yang dapat berguna bagi kebutuhan masyarakat, secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia.

Tenaga kerja menurut Payaman Simanjuntak adalah: ”Penduduk yang sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umum tenaga kerja adalah 10 tahun tanpa batas maksimum.”


(28)

Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok ketenagakerjaan disebut bahwa: ”Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang mencari pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan batas atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

2.1.2 Teori Ketenagakerjaan

Walaupun dibanyak negara berkembang tingkat pertumbuhan ekonomi telah menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya, akan tetapi ternyata bahwa kesempatan kerja baru yang tercipta tidak dapat mengimbangi pertambahan tenaga kerja yang telah terjadi hingga sekarang. Maka jumlah tenaga kerja yang baru yang tidak dapt memperoleh pekerjaan telah membesar jumlah pengangguran yang telah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Keadaan ini memperbesar masalah pengangguran yang dihadapi oleh negara-negara berkembang.

Atas dasar pengalaman, banyak pakar pembangunan menyimpulkan bahwa pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang menitik beratkan pada promosi pertumbuhan sektor industri perkotaan yang cepat. Sayangnya, strategi industrialisasi yang cepat di banyak kasus gagal membawa dampak sesuai dengan yang diinginkan. Dewasa ini banyak negara berkembang dihadapkan pada kondisi unik dari kombinasi permasalahan pergerakan penduduk dari desa ke kota dalam jumlah besar, stagnannya produktivitas pertanian dan meningkatnya pengangguran dan underemployment di daerah kota.

Untuk memperoleh pengertian sepenuhnya tentang arti penting dari masalah kesempatan kerja (employment), khususnya di perkotaan, kita harus


(29)

memperhitungkan pula masalah pertambahan pengangguran terbuka maupun terselubung yang jumlahnya lebih besar yaitu mereka yang kelihatan aktif bekerja tetapi secara ekonomis sebenarnya mereka tidak bekerja secara penuh (underutilized).

Dalam pengelompokan berbagai bentuk pengangguran, menurut Edgar O Edwar (1974) perlu diperhatikan dimensi-dimensi berikut:

a. Waktu, yaitu dimana banyak diantara mereka yang ingin bekerja lebih lama. b. Intensitas pekerjaan, yaitu yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi makanan. c. Produktivitas, dimana kurangnya produktivias sering kali disebabkan oleh

kurangnya sumber-sumber daya komplementer untuk melakukan pekerjaan. Berdasarkan hal-hal diatas, Edwards membedakan lima bentuk pengangguran yaitu:

a. Pengangguran terbuka (open unemployment): baik yang suka rela (mereka yang tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik) maupun yang secara terpaksa (mereka yang mau bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan). b. Setengah menganggur (under-employment): yaitu mereka yang bekerja menurut

lamanya (hari, minggu, musiman) kurang daripada yang mereka bisa kerjakan. c. Tampaknya bekerja tetapi tidak bekerja secara penuh: yaitu mereka yang tidak di

golongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah menganggur, dimana termasuk disini adalah: pengangguran tidak kentara (disguised unemployment), pengangguran tersembunyi (hidden employment), pensiun lebih awal (prematur retired employment).

d. Tenaga kerja yang lemah (imfaired labour): yaitu mereka yang mungkin bekerja full time, tetapi intensitasnya lemah karena kurang gizi atau berpenyakitan.


(30)

e. Tenaga yang tidak produktif (unproductive labour): yaitu mereka yang kurang mampu untuk bekerja secara produktif, tetapi karena sumber-sumber daya penolong kurang memadai maka mereka tidak menghasilkan sesuatu secara optimal atau menurut hasil semestinya.

A.W. Philip memperkenalkan hubungan pengangguran dengan tingkat upah. Berdasarkan hasil studi lapangan, philip menyimpulkan adanya pengaruh yang negatif antara pengangguran dengan tingkat upah. Secara grafik hubungan tersebut tercermin pada gambar tersebut.

Wages

0 UN

Gambar 2.1. Kurva Philip

Kurva Philip diperoleh semata-mata atas dasar studi empirik, tidak ada dasar teorinya. Lipsey mencoba untuk mengisi dasar teorinya dan untuk tujuan ini dia menggunakan sebagai dasar penjelasannya adalah teori pasar tenaga kerja. Dalam pasar tenaga kerja, tingkat upah cenderung turun apabila terdapat pengangguran (kelebihan penawaran tenaga kerja) dan akan naik apabila terdapat kelebihan permintaan tenaga kerja. Penggangguran mempunyai hubungan negatif dengan


(31)

kelebihan permintaan tenaga kerja. Dengan demikian, apabila dalam pasar terdapat kelebihan penawaran, ini akan tercermin pada banyak orang yang menganggur. Analisa Lipsey mengenai kurva Philip dengan menggunakan teori pasar tenaga kerja mulain dengan dua pernyataan yakni pertama penawaran dan permintaan akan tenaga kerja menentukan tingkat upah, kedua laju perubahan tingkat upah ditentukan oleh besarnya kelebihan permintaan (excess demand) akan tenaga kerja.

Pada suatu waktu dan tingkat teknologi tertentu, ada hubungan antara jumlah input tenaga kerja dengan jumlah output. Dengan hukum hasil lebih yang makin berkurang (law of diminishing return), setiap tambahan satu unit input tenaga kerja akan menambah output dengan tingkat yang sangat mengecil. Permintaan tenaga kerja tergantung pada kualitas input tenaga kerja, jumlah, kualitas faktor produksi yang digunakan seperti tingkat penggunaan teknologi. Kualitas input tenaga kerja mengacu pada melek huruf, pendidikan, pelatihan, dan keahlian angkatan kerja. Suatu negara yang tingkat buta hurufnya tinggi, sedikit sekali harapannya untuk bisa menikmati teknologi modern yang memerlukan penggunaan komputer dan mesin-mesin canggih. Kualitas dan kuantitas berbagai faktor juga tergantung pada permintaan tenaga kerja.

Faktor-faktor yang menentukan permintaan tenaga kerja adalah:

1) Elastisitas permintaan output terhadap laju harga perubahan output. Ketika harga output meningkat namun diikuti peningkatan permintaan output maka permintaan tenaga kerja akan tetap meningkat.


(32)

2) Perbandingan biaya untuk input tenaga kerja dengan total biaya. Apabila perbandingannya meningkat maka input tenaga kerja yang dipergunakan akan semakin meningkat.

3) Kemampuan substitusi oleh input lain. Misalnya input modal teknologi, jika penggunaan teknologi lebih efisien dan efektif daripada penggunaan tenaga kerja maka akan terjadi penurunan permintaan tenaga kerja.

4) Elastisias penawaran input lain. Apabila input lain lebih elastis terhadap perubahan harga dibanding input tenaga kerja maka permintaan tenaga kerja akan menurun.

The low of adminising return (hukum hasil lebih yang semakin berkurang) menyatakan hubungan antara input produksi (misalnya tenaga kerja) dengan output. Secara spesifik, ’’hukum hasil lebih yang semakin berkurang mengatakan bahwa kita akan memperoleh semakin sedikit tambahan output bila kita menambah secara terus menerus sejumlah yang sama tambahan input, sementara tetap mempertahankan input yang lainnya’’.

Hukum atau kaidah ini merupakan hubungan ekonomi penting yang sering mendapat sorotan luas. Namun harus diingat, hal ini tidaklah selalu berlaku secara universal pada semua tingkat teknologi. Seringkali hukum ini hanya berlaku sesudah penambahan faktor produksi. Penambahan beberapa unit pertama akan memberikan tambahan output yang semakin meningkat, karena sejumlah tenaga kerja tertentu memang dibutuhkan, akan tetapi pada tahap-tahap berikutnya hukum hasil lebih yang semakin berkurang, akn berlaku pada sebagian besar tingkat teknologi.


(33)

Saebagai rangkumannya, hukum hasil lebih yang semakin berkurang (low of diminising return) pada intinya menyatakan bahwa penambahan suatu input, sementara input-input lain tetap, akan meningkatkan total produksi. Akan tetapi penambahan total output itu cenderung berkurang dari kewaktu-kewaktu.

2.1.3 Tenaga Kerja dalam Sektor Industri Pengolahan Kelapa Sawit dan Turunannya

a. Tenaga kerja sebagai Faktor produksi

Tenaga kerja dalam sektor industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya adalah salah satu faktor produksi yang utama karena berfungsi sebagai pengatur organisasi produksi pengolahan kelapa sawit secara keseluruhan. Dinegara-negara yang sedang berkembang, kemajuan pertanian diukur dengan tingginya produktifitas tenaga kerja, dan semua usaha diarahkan untuk meningkatkan produktifitas tersebut.

b. Produktifitas tenaga kerja

secara kualitatif para peneliti sependapat bahwa pekerja di industri kelapa sawit seperti di Indonesia juga bekerja dan memberi sumbangan pada kenaikan hasil produksi. Mereka juga mengatakan bahwa hasil industri kelapa sawit akan selalu dapat ditingkatkan lagi dengan setiap penambahan tenaga kerja misalnya dengan pemeliharaan kelapa sawit yang lebih teliti. Kalau ini memang benar maka setiap pengurangan tenaga kerja haruslah berarti pengurangan hasil produksi, karena itu produtifitas marginal tenaga kerja tidaklah nol tetapi positif.

c. Moblitas dan efisiensi tenaga kerja

Salah satu penyebab penting mengapa tenaga kerja berjubelan di pedesaan karena kesempatan kerja dikota hampir tidak ada. Industri-industri yang mampu


(34)

menyerap banyak tenaga kerja belum banyak berkembang kalau ada biasanya memerlukan tenaga kerja yang terdidik atau terlatih. Sementara peninjauan ekonomi saja tidak mampu menerangkan penggunaan tenaga kerja secara efisien karena adanya penggunaan alat-alat kerja oleh tenaga kerja yang sebenarnya tidak bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi. Dengan demikian maka dalam meninjau masalah mobilatas tenaga kerja untuk peningkatan produksi dan pembangunan hasil kelapa sawit sebenarnya faktor non ekonomi harus pula dipertimbangkan.

d. Kesempatan Kerja Berdasar kan J enis J abatan

Pengertian jabatan disini bukan menunjukkan pada kedudukan sebagai manajer (fisrt line, middle, top) dalam perusahaan pengertian jabatan disini adalah menyangkut penempatan seseorang pada suatu pekerjaan tertentu, apakah itu manajeril, operasional, atau profesi. Jenis jabatan digunakan sebagai dasar analisis adalah Klasifikasi Jabatan Indonesia (KJI) yang merupakan adopsi dari International Standard Clasification of Ocuption (ISCO). Menurut klasifikasi jabatan indonesia, jenis jabatan dibedakan menjadi delapan yaitu:

1. Professional 2. Manajerial 3. Tenaga produksi 4. Klerikal

5. Pekerja pertanian 6. Pramuniaga 7. Teknisi 8. Lain-lain


(35)

2.2 Indeks Harga Kelapa Sawit dan Turunannya

Indeks yang dimaksud disini adalah harga yang dibayar kepada petani atau yang menghasilkan bahan baku untuk memperoleh nilai yang telah ditentukan. orang yang sudah mengusahakan hasil dari pertanian untuk mendaptkan nilai tukar atau disebut dengan indeks harga tukar.

2.2.1 Nilai Tukar Petani Kelapa Sawit dan Turunannya

Nilai tukar petani kelapa sawit dan turunannya merupakan salah satu indikator untuk mnegukur tingkat kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani kelapa sawit dan turunannya adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya dengan indeks harga yang dibayar petani kelapa sawit dan turunannya (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk turunan.

2.2.2 Indeks Harga yang diterima Petani Kelapa Sawit dan Turunannya

Indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani kelapa sawit. Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi dan biaya pengepakan kedalam harga penjualannya atau disebut farm gate (harga diladang setelah pemetikan). Pengertian harga rata-rata adalah harga yang bila dikalikan dengan


(36)

volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diterima petani tersebut. Data harga tersebut dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani produsen. Indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya terdiri dari:

a) Indeks sektor tandan buah segar (TBS) yaitu indeks kelompok kebun kelapa sawit. b) Indeks sektor industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya, yaitu indeks kelompok industri pengolahan

2.2.3 Indeks Harga yang dibayar Petani Kelapa Sawit dan Turunannya

Indeks harga yang dibayar petani kelapa sawit dan turunannya adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk proses produksi pertanian. Harga yang dibayar petani kelapa sawit dan turunannya adalah harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi konsumen, baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri maupun untuk keperluan produksi pertanian. Data harga untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani, sedangkan harga barang/jasa untuk keperluan rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung dengan pedagang atau penjual jasa dipasar terpilih.


(37)

2.3 Ekspor

2.3.1 Teori Mengenai Ekspor

Ekspor adalah barang-barang atau komoditi yang diperdagangkan diluar negeri dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing juta Dolar US. Ekspor merupakan salah satu elemen Neraca Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran yang selalu diikuti dengan perkembangan impor yakni barang-barang atau komoditi dari luar negeri yang diperdagangkan di dalam negeri.

Aktifitas ekspor maupun impor timbul karena adanya perbedaan produktifitas di dalam suatu negara, maka spesialisasi dan perdagangan akan semakin menguntungkan. Begitu pula halnya antar negara. Perdagangan internasional memungkinkan spesialisasi dan pembagian kerja yang efisien lebih efisien dibanding hanya mengandalkan produktifitas domestik saja.

Diversifikasi atau keanekaragaman kondisi produksi merupakan alasan mendasar setiap negara untuk terlibat dalam perdagangan internasional. Sementara alasan paling utama perdagangan internasional adalah prinsip keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo. Prinsip tersebut mengatakan bahwa perdagangan antara dua wilayah, secara absolut lebih produktif atau kurang produtif dibanding wilayah lain pada suatu komoditi.

Keunggulan yang besar akan diperoleh bila suatu negara berspesialisasi pada bidang yang mempuyai keunggulan komparatif, mengekspor produk tersebut dan menukarkannya dengan produk negara lain yang di negaranya mempunyai keunggulan konparatif. Prisip keunggulan komparatif juga dapat diterapkan pada kasus banyak barang atau banyak negara. Setiap negara di dunia ini sulit untuk tidak


(38)

melakukan perdagangan internasional, karena setiap negara mempunyai tujuan yang ingin di capai dari kegiatan perdagangan internasional tersebut.

Menurut ahli ekonomi klasik, yang menjadi dasar tujuan perdagangan internasional adalah sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Di samping itu dapat dilihat tujuan-tujuan diadakannya perdagangan internasional yakni :

a. Mempertinggi efesiensi pengguna faktor-faktor produksi.

Dengan kegiatan perdagangan internasional maka setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi untuk diekspor. Hal ini akan memperoleh keuntungan antara lain: faktor-faktor produksi akan dapat digunakan dengan lebih efesiensi dan penduduk negara itu akan menikmati lebih banyak barang-barang.

b. Memperluas pasar produksi dalam negeri

Setiap produksi yang dihasilkan tentunya memerlukan pasar yang lebih luar agar kapasitas produksi tidak menggangu di dalam negeri. Jadi untuk meningkatkan penjualan hasil-hasil yang diproduksikan di dalam negeri harus diadakan perdagangan internasional yang memberikan peluang besar dalam memperoleh keuntungan.

c. Mempertinggi produktivitas kegiatan ekonomi

Dengan dilaksanakan perdagangan internasional, maka suatu negara akan menjalin hubungan yang erat dengan negara lain dan akan memberikan motivasi yang tinggi untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Disamping itu memungkinkan negara tersebut untuk mempelajari pandangan-pandangan baru yang akan memperbaiki cara kerja yang teratur sehingga akan mempertinggi tingkat efesiensi.


(39)

2.3.2 Peranan Dan Manfaat Ekspor

Ekspor adalah salah satu sektor pertanian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa dimana dapat mengadakan perluasan dalam sektor industri ,sehingga mendorong dalam industri lain,selanjutnya mendorong sektor lainnya dari perekonomian ( Baldwin,1965). Dari defenisi diatas dapat dilihat peranan sektor ekspor yaitu:

1. Pasar diseberang lautan memperluas pasar bagi barang – barang tertentu. Sebagaimana ditekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industri dapat tumbuh dengan cepat jika industri itu dapat menjual hasilnya diseberang lautan daripada hanya dipasar dalam negeri yang lebih sempit .

2. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru ,akibat nya permintaan akan barang – abarang dipasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri industri dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk menaikkan produktifitas.

3. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan , karena industri tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam kapital sosial sebanyak yang dibutuhkannyaseandainya barang – barang itu akan dijual didalam negeri misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil yang rendah atau hubungan trasnportasi yang belum memadai. Dengan demikian ,selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim keluar neger,ekspor juga menambah permintaan dalam negeri ,sehingga secara langsung ekspor memperbesar output industri – industri itu sendiri,dan secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri untuk menggunakan


(40)

faktor produksinya,misalnya modal,dan juga menggunakan metode – metode produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di pasar perdagangan internasional.

2.3.3 Deskripsi Crude Palm Oil (CPO) 1. Deskripsi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman sawit merupakan suatu jenis tanaman palma yang mempunyai Produk olahan utama berupa minyak sawit mentah - crude palm oil (CPO) memiliki potensi pasar yang baik, baik nasional, maupun luar negeri (ekspor). Produksi minyak sawit dunia tidak saja digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, akan tetapi juga telah diolah lebih lanjut menjadi salah satu bahan bakar alternatif ramah lingkungan untuk automotif yang disebut biodesel. Saat ini, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah berhasil mengembangkan palm biodiesel dari minyak sawit mentah (CPO). Selain itu, lembaga-lembaga penelitian (seperti LPND, LPD, Perguruan Tinggi), maupun Badan Usaha Milik Negara juga telah melakukan kegiatan serupa (olahan lanjut dari CPO).

Walaupun demikian, tercatat bahwa ekspor terbesar hasil olahan dari kelapa sawit adalah CPO dan sebagian besar hasil ekspor ini (60%) kembali ke Indonesia berupa produk-produk olahan lanjutan, seperti kosmetika. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kerangka sistem pengelolaan interaksi proses inovasi belum terlihat adanya peran litbang untuk mendukung industri pengolahan kelapa sawit, atau industri belum mampu menyerap hasil-hasil litbang yang telah ada( Bisnis Indonesia, Desember 2005)


(41)

2. Gambaran Umum Produksi Minyak Kelapa Sawit

Tanaman Kelapa Sawit secara umum waktu tumbuh rata-rata 20 – 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini dikarenakan kelapa sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat samapi enam tahun. Dan pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagi periode matang (the mature periode), dimana pada periode tersebut mulai menghasilkan buah tandan segar ( Fresh Fruit Bunch). Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami penurunan produksi buah tandan segar. Dan terkadang pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa sawit mati

Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan secara maksimal. Buah sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel), dimana daging sawit dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil) sedangkan buah sawit diolah menjadi PK (kernel palm). Ekstraksi CPO rata-rata 20 % sedangkan PK 2.5%. Sementara itu serta dan cangkang biji sawit dapat dipergunakan sebagai bahan bakar ketel uap.

Minyak sawit dapat dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat (RBD Stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD Olein). RBD Olein terutama dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng. Sedangkan RBD Stearin terutama dipergunakan untuk margarin dan shortening, disamping untuk bahan baku industri sabun dan deterjen. Pemisahan CPO dan PK dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak dan gliserol. Secara


(42)

keseluruhan proses penyulingan minyak sawit tersebut dapat menghasilkan 73%

olein, 21% stearin, 5% PFAD ( Palm Fatty Acid Distillate) dan 0.5% buangan . Berikut ini bagan proses penyulingan minyak kelapa sawit dan pengolahan kelapa

sawit.


(43)

Diagram 2.2 Proses Pengolahan Kelapa Sawit

2.3.4 Ekspor Hasil Industri Kelapa Sawit dan Turunannya

Dibidang industri (khususnya industri yang berorientasi ekspor seperti industri kelapa sawit dan industri turunannya) juga dilaksanakan penyesuaian-penyesuaian (adjusment) yaitu dari stretegi industri substitusi impor menuju strategi industri yang berorientasi pada pasar global. Setelah dikeluarkan kebijaksanaan deregulasi diperbankan, maka seterus berbagai perangkat kebijaksanaan deregulasi dan


(44)

debirokratisasi telah dikeluarkan oleh pemerintah. Hasilnya dapat dilihat adalah menaiknya nilai ekspor dan bergesernya posisi ekspor minyak dan gas (migas) yang semula mendominasi nilai ekspor Indonesia digantikan oleh ekspor non-migas sejak tahun 1986/1987 keragaan (performance) ekspor non-migas yang cemerlang sejak tahun 1986/1987 terus di ikuti dengan terus menaiknya jumlah nilai ekspor yang berasal dari produk industri kelapa sawit. Selain mengandalkan pasar domestik, pasar ekspor merupakan pasar utama CPO Indonesia.

Ekspor CPO pada dekade terakhir meningkat dengan laju antara 7-8% per tahun. Di samping dipengaruhi oleh harga di pasar internasional dan tingkat produksi, kinerja ekspor CPO juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, khususnya tingkat pajak ekspor. Dengan asumsi tingkat pajak ekspor adalah masih di bawah 5%, maka ekspor CPO diperkirakan akan tumbuh dengan laju 4-8% per tahun. Pada periode 2000-2005, ekspor akan tumbuh dengan laju 5%-8% per tahun sehingga volume ekspor pada periode tersebut sekitar 5.4 juta ton. ekspor ini sepenuhnya didukung oleh ekspor cpo dari Sumatera Utara.

Seperti di jelaskan sebelumnya volume dan nilai ekspor hasil industri kelapa sawit dan turunannya semakin meningkat. Maka ekspor hasil industri menduduki urutan pertama yang di ikuti ekspor hasil perikanan dan peternakan.

Beberapa variabel penting yang erat berpengaruh terhadap masa depan eksport hasil industri kelapa sawit dan turunannya adalah :

a) Situasi ekonomi internasional.akibat situasi yang kurang mantap di Timur Tengah dan Eropa mendorong pasar dunia beralih kekawasan Asia Pasifik.


(45)

b) Proteksionisme dari negara-negara maju.karena volume ekspor Indonesia untuk tiap komoditi adalah relatif kecil maka pemerintah perlu berhati-hati dalam mengantisipasi gejala proteksionisme negara-negara maju.

c) Perubahan kebijaksanaan organisasi perdagangan dunia termasuk pemanfaatan perundingan GATT dan sebagainya.

d) Sistem globalisasi yang timbul karena pengaruh semakin majunya teknologi informasi cenderung memperpendek jarak antar bangsa yang satu dengan yang lainnya,antar satu sistem perdagangan satu sama lain.konsekuensi bagi negara berkembang adalah perlunya profesionalisme dan meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri.

Disamping masalah-masalah internasional yang mempengaruhi peluang ekspor hasil industri kelapa sawit dan turunannya, maka variabel yang berasal dari dalam negeri juga tidak kalah pentingnya, yaitu antara lain :

1) Situasi dan kondisi politik dan keamanan yang mantap, maka akan mendorong situasi perekonomian yang kondusif unruk melakukan ekspor.

2) Bila produktifitas nasional meningkat maka produksi meningkat dan peluang ekspor di mungkinkan terus meningkat.

3) Deregulasi dan debirokratisasi. Sektor-sektor ekonomi yang belum tersentuh oleh kebijaksanaan ini masih memungkinkan untuk memberikan peluang meningkatkan ekspor.


(46)

Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke (2001), dan Susila (2002) menunjukkan bahwa propek pasar CPO di pasar internasional relatif masih cerah. Hal ini antara lain tercermin dari sisi konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan laju pertumbuhan konsumsi CPO dunia diproyeksikan mencapai sekitar 3.5%-4.5% per tahun sampai dengan tahun 2005 (Gambar 1). Dengan demikian, konsumsi CPO dunia pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai 27.67 juta ton. Untuk jangka panjang, laju peningkatan konsumsi diperkirakan sekitar 3% per tahun.

2.3.5 Prospek CPO dan Turunannya Di Pasar Internasional

Gambar 2.3 Proyeksi Konsumsi CPO dunia, 2000-2005

Peningkatan yang signifikan terutama akan terjadi pada negara yang sedang berkembang seperti di Cina, Pakistan, dan juga Indonesia. Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan konsumsi dengan laju sekitar 4%-6% per tahun.


(47)

Konsumsi CPO di Cina dan Pakistan diproyeksikan juga akan tumbuh dengan laju sekitar 4-6% per tahun(Susila,2000).

Seperti kebanyakan harga produk primer pertanian, harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga cenderung fluktuatif dengan dinamika yang perubahan yang relatif sangat cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada menduga kisaran harga untuk periode 2000-2005. Jika tidak ada shock dalam perdagangan dan produksi, maka harga CPO di pasar internasional pada periode tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan situasi harga tahun 2001 yang dengan rata-rata sekitar US$ 265/ton. Di samping itu, mulai menurunnya stok pada periode menjelang 2005 juga mendukung perkiraan tersebut. Dengan argumen tersebut, harga CPO sampai dengan 2005 diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US$ 350-450/ton (Susila dan Supriono 2001).

2.4 Industri/ Pabrik

2.4.1 Pengertian Industri/ Pabrik

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Adapun macam-macam jenis industri yang digolongkan yaitu:


(48)

a. Jenis industri berdasarkan tempat bahan baku. 1) industri ekstraktif

Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar. Contoh: pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan,

pertambangan, dan lain-lain. 2) industri nonekstraktif

Industri nonekstraktif adalah industri yang didapat dari tempat lain selain alam sekitar.

b. Golongan/ macam industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya 1) industri kimia dasar

Contoh seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk. 2) industri mesin dan logam dasar

Misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil 3) aneka industri

Misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain- lain. c. Penggolongan industri berdasarkan produtivitas perorangan

1) industri primer

Adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya: hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.


(49)

Adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali. Misalnya: pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan hasil frakmentasi CPO menjadi minyak goreng, sabun, dan sebagainya.

3) industri tersier

Adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa. Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan.

2.4.2 Peranan Sektor Industri Kelapa Sawit dan Turunannya Dalam Pembangunan Ekonomi

Mengikuti analisis klasik dari kuznets (1974), pertanian di negara-negera sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut:

a. Kontribusi Produk

Kuznets (1964) mencoba menganalisa kontribusi output dari sektor pertanian terhadap pertumbuhan PDB dengan melihat bagaimana keterkaitan antara pangsa output dari sektor tersebut didalam pertumbuhan relatif dari produk-produk neto pertanian dan non pertanian.

Setelah dilakukan studi empiris disejumlah negara sedang berkembang dengan formula kuznets diperoleh dua hiotesis yaitu:

1. Pangsa output dari sektor industri kelapa sawit dan turunannya dalam PDB menurut seiring waktu sebagai suatu konsekuensi dari pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.


(50)

2. Pangsa tersebut berkolerasi terbalik dengan tingkat pembangunan ekonomi yang diukur dalam bentuk PNB atau PDB perkapita. Hal ini bisa dilihat dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah lintas negara (cross country analysis) yang menunjukkan pertumbuhan PDB berbeda antara negera dengan tingkat pembangunan yang berbeda. Pendekatan kedua adalah deret waktu (time series analysis) yang menunjukkan perubahan dari rasio tersebut disuatu negara dalam suatu periode tertentu.

Laju tertinggi dari peranan dalam peranan relatif sektor industri kelapa sawit dan turunannya dalam ekonomi cederung berasosiasi dengan kombinasi dari tiga hal berikut yakni pangsa awal dari output sub sektor pertanian, yaitu industri kelapa sawit dan turunannya, laju pertumbuhan output sub sektor ini yang relatif rendah, dan laju pertumbuhan output dari sektor lainnya yang relatif tinggi.

b. Kontribusi Pasar

Dinegara seperti Indonesia dengan populasi pertanian-pertanian dan keluarganya, sangat penting bagi pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor non pertanian, khususnya industri. Pengeluaran petani untuk produk-produk industri baik barang-barang konsumsi (pakaian, meubel, alat-alat bangunan dan peralatan rumah tangga) maupun barang-barang produsen (pupuk, pestisida, mesin, alat-alat pertanian, dan input-input lainnya) memperlihatkan satu aspek yang sangat penting dari kontribusi pasar sektor pertanian terhaadap pembangunan ekonomi (diversifikasi sektoral).

Sektor pertanian berperan lewat kontribusi pasarnya terhadap diversifikasi dan pertumbuhan. Output dari sektor-sektor non pertanian seperti yang dijelaskan diatas


(51)

sangat tergantung pada dua faktor penting yang dapat dianggap sebagai prasyarat. Pertama, dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Dalam suatu sistem ekonomi tertutup, kebutuhan petani akan barang-barang non makanan harus dipenuhi oleh industri dalam negeri. Jadi secara teoritis (dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain mendukung), efek dari pertumbuhan pasar domestik terhadap perkembangan dan pertumbuhan industri domestik lebih terjamin daripada dalam suatu sistem ekonomi terbuka. Sedangkan dalam sistem ekonomi terbuka, industri dalam negeri menghadapi persaingan dari barang impor. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi yang tinggi dari petani tidak menjamin adanya pertumbuhan yang tinggi disektor-sektor non pertanian dalam negeri.

Kedua, jenis teknologi yangdigunakan disektor pertanian yang menentukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau moddernisasi dari sektor tersebut. Permintaan terhadap barang-barang produksi dari sektor pertanian tradisional lebih kecil (baik dalam jumlah maupun komposisinya menurut jenis barang) dibandingkan permintaan dari sektor pertanian modern.

c. Kontribusi faktor-foktor Produksi

faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor-sektor non pertanian tanpa harus mengurangi volume produksi ( produktivitas ) di sektor pertanian adalah tenaga kerja.secara teoritis banyaknya tenaga kerja di sektor pertanian tidak akan menurun sampai pada suatu titik diman laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor non pertanian melewati tingkat pertumbuhan tenaga kerja ( titik balik ). Kesimpulan yang diperoleh dari keterangan diatas adalah:


(52)

1. Lebih mudah bagi suatu negara untuk mencapai pertumbuhan tenaga kerja nol persen di sektor pertanian jika jumlah tenaga kerja di sektor non pertanian sudah mencapai suatu pangsa yang relatif besar, dibandingkan apabila pertanian masih merupakan sektor yang dominan dalam penyerapan tenaga kerja. Artinya jika di banyak negara sedang berkembang kondisi titik balik tidak mungkin dapat dicapai selama pembangunan ekonomi belum mencapai suatu tahap akhir.

2. Semakin tinggi laju pertumbuhan jumlah tenaga kerja, semakin sulit mencapai titik balik. Implikasinya, semakin tinggi laju pertumbuhan populasi semakin sulit kondisi tersebut dicapai

d. Kontribusi Devisa

kontribusi sektor pertanian disuatu negara terhadap pendapatan devisa adalah lewat pertumbuhan ekspor dan pengurangan impor negara tersebut atas komoditi-komoditi pertanian. Kontribusi sektor itu terhadap ekspor juga bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk-produk berbasis pertanian, seperti makanan, minuman, tekstil dan produk-produknya, barang-barang dari kulit, ban mobil, obat-obatan, dan lain-lain.

2.4.3 Keterkaitan Ekonomi Sektor Industri Kelapa Sawit dan Turunannya

Keterkaitan sektor industri kelapa sawit dan turunannya dengan sektor-sektor lainnya dapat dianalisis dengan memakai metedologi input-output (I-O). Keterkaitan


(53)

produksi menunjukkan ketergantungan dalam proses produksi antara proses-proses sektor lain. Ada dua bentuk keterkaitan produksi kebelakang.

Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor industri kelapa sawit dan turunannya mempunyai tiga fungsi utama. Pertama, sebagai sumber investasi disektor-sektor non pertanian. Surplus uang disektor industri kelapa sawit menjadi sumber dana investasi di sektor-sektor lain. Kedua, sebagai sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lain, khususnya agroindustri dan sektor perdagangan. Ketiga, melalui peningkatan permintaan dipasar output dimana output industri kelapa sawit dan turunannya sebagai sumber diversifikasi produksi disektor-sektor ekonomi lainnya.

Berdasarkan uraian ini dapat diprediksikan apabila sektor industri kelapa sawit dan turunannya mengalami stagnasi, kerugian yang dihadapi ekonomi domestik akan sangat besar akibat pengaruh sektor pertanian yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan industri kelapa sawit dan turunannya dengan pertanian juga mengalami stagnasi kerena tiga fungsi dari industri kelapa sawit tersebut.

Pembahasan teori mengenai keterkaitan ekonomi dengan industri pengolahan dan turunannya dan studi-studi kasus di negara-negara afrika, asia, dan amerika latin yang membuktikan betapa pentingnya industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya bagi perkembangan hasil produksi di sektor pertanian.

2.4.4 Peranan Industri Pengolahan Kelapa Sawit dan Turunannya

Pabrik kelapa sawit merupakan industri untuk mengekstraksi minyak dari buah kelapa sawit. Sifat alami buah kelapa sawit tidak bisa disimpan lama. Maka,


(54)

pengusaha kebun kelapa sawit untuk bermitra dengan pabrik kelapa sawit. Oleh sebab itu, pabrik kelapa sawit menjadi satu keharusan. Tanpa pabrik kelapa sawit buah kelapa sawit tidak dapat dimanfaatkan. Dan adapun yang dimaksud dengan industri turunan adalah pabrik yang mengolah hasil dari produksi kelapa sawit yaitu minyak sawit CPO), minyak inti sawit, dan minyak sawit lainnya. yang kemudian diolah menjadi produk-produk yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat, seperti minyak goreng, sabun, margarin dan sebagai bahan baku pabrik-pabrik kimia salah satunya.

2.4.5 Perkembangan Industri Minyak Kelapa Sawit dan Turunannya Sumatera Utara

Dalam membahas permintaan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Sumatera Utara tidak bisa terlepas dari keadaan dan sumberdaya lingkungan fisik seperti perkembangan luas areal dan produksi,perkembangan harga minyak kelapa sawit dalam dan luar negeri,total produksi CPO,sumbangan CPO kepada pendapatan ekspor,sumbangan kepada tenaga kerja,perkembangan pasaran minyak kelapa sawit dunia,posisi dan kedudukan Minyak Kelapa Sawit Indonesia,pasaran minyak dan lemak dalam negeri,serta peranan kantor pemasaran bersama yang mungkin berpengaruh terhadap ekspor minyak kelapa sawit Sumatera utara.


(55)

Sejak reformasi, salah satu diskursus yang mengemuka dalam pembangunan ekonomi nasional adalah perlunya shifting paradigm agar pembangunan lebih berbasis pada pertanian dalam arti luas sehingga industri yang seharusnya dikembangkan adalah industri manufaktur agro (agroindustri). Pengembangan agroindustri diyakini akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Diakui atau tidak, ekonomi Indonesia sekarang mempunyai masalah yang krusial dalam bidang pengangguran dan kemiskinan. Titik lemah perekonomian kita adalah tidak bergeraknya sektor riil sehingga kesempatan kerja terbatas. Padahal sebagian besar penduduk miskin berada pada sektor ini, khususnya pertanian dalam arti luas.

Oleh karena itu, diperlukan keberanian untuk melakukan terobosan strategi menjadikan agroindustri sebagai lokomotif ekonomi untuk menarik sektor lainnya. Seperti diketahui, keunggulan komparatif perekonomian Indonesia adalah besarnya potensi sumber daya alam terbarukan (renewable resource) dan pengalaman agroindustri sebagai penyelamat ekonomi kita selama krisis. Hasil kajian akhir tahun 2007 IPB, menunjukkan prospek agroindustri 2008 cukup cerah, mengingat adanya tren kenaikan harga dan peluang pasar global sangat besar.

Langkah ini tentu perlu didukung dengan strategi peningkatan daya saing ekspor komoditas agroindustri untuk melakukan penetrasi di pasar internasional. Strategi ini dapat ditempuh dengan pemetaan beberapa komoditas unggulan terlebih dulu, kemudian menyiapkan sejumlah strategi fungsional dan operasional


(56)

pendukungnya. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat pemerintah diharapkan lebih fokus, sistematis dan tepat sasaran.

2.5. Luas Lahan Kelapa Sawit

2.5.1 Pengertian Luas Lahan Kelapa Sawit

Luas lahan kelapa sawit adalah merupakan luas lahan pertanian atau areal tanaman perkebunan kelapa sawit yang di dalamnya terdapat pohon-pohon kelapa sawit yang sedang mengeluarkan hasil buah kelapa sawit, pohon kelapa sawit yang sudah tua atau pohon-pohon yang sudah tidak mengeluarkan hasil buah kelapa sawit dan pohon-pohon kelapa sawit yang belum berbuah atau pohon-pohon yang baru ditanam tetapi belum mengeluarkan hasil buah kelapa sawit. Luas kelapa sawit di Sumatera Utara terdiri dari lahan yag dimiliki dan dikelola oleh perkebunan rakyat (PR), Perkebunan Negara (PN), Perkebunan Swasta Nasional (PSN), dan Perkebunan Swasta Asing (PSA). Keempat pengusaha perkebunan ini memiliki ciri-ciri yang berbeda dilihat dari segi luas lahan yang dimiliki, tingkat produktivitas lahan kelapa sawit, pengelolaan dan sumber dana untuk investasi. (Afifuddin, 2002)

Luas lahan menghasilkan adalah merupakan luas lahan tanaman pertanian yang terdapat pohon yang mengeluarkan hasil buah kelapa sawit. pohon-pohon yang menghasilkan bagi komoditi kelapa sawit adalah pohon-pohon-pohon-pohon yang berumur 4 (empat) tahun keatas (Khera, 1978; 45) luas lahan menghasilkan pada suatu masa tertentu adalah tergantung kepada keputusan untuk menanam pada masa lalu. Petani (produsen) membuat keputusan untuk menanam kelapa sawit adalah berdasarkan kepada ekspektasi permintaan harga, opportunity cost atau biaya


(57)

pendapatan penggunaan alternatif lahan tanaman perkebunan, biaya produksi, serta resiko ketidakpastian dalam penanaman kelapa sawit tersebut.

Kelapa sawit ialah sejenis tanaman keras, pohon kelapa sawit mulai mengeluarkan hasil antara empat atau lima tahun setelah pohon tersebut ditananam. Hayat produtivitas melebihi 25 tahun, hasil kelapa sawit meningkat dengan cepat dalam masa 7-10 tahun setelah ditanam dan seterusnya menurun secara perlahan, ciri-ciri tanaman kelapa sawit produksi yang tertangguh yang merupakan ciri-ciri penawaran dan masa produktif yang panjang adalah penting untuk memahami prilaku produksi dan investasi kelapa sawit. (Afifuddin 1989; 110)

Berdasarkan teori ekonomi dalam pasar persaingan sempurna dalam jangka pendek produsen tidak dapat mengubah kapasitas produksi, sedangkan untuk penigkatan industri, tidak ada produsen baru yang memasuki pasar. Untuk tanaman keras, dalam jangka pendek adalah menuai hasil panen, atau tidak, untuk tanaman kelapa sawit, hasil panen dipengaruhi oleh tingkat keseringan pemungutan buah atau mengutip buah kelapa sawit.


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya (IT), ekspor hasil pertanian kelapa sawit, dan turunannya. Investasi yang diterima disektor industri pengolahan kelapa sawit sebagai upaya membangun pertanian yang berperan terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara periode 1985-2005.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder yang bersumber primer dicatat dari Biro Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara, kurun waktu tahun 1985-2005 (21 tahun), Dinas Ketenagakerjaan (DISNAKER) Sumatera Utara.


(59)

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal artikel, laporan-laporan penelitin ilmiah yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melakukan pencatatan langsung berupa data time series dari tahun 1985 sampai 2005 (sampel data 21 tahun).

3.4 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program sofeware komputer E-Views 4.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.5 Model Analisis Data

Model analisa yang digunakan dalam menganalisa data adalah model ekonometrika. Metode analisis data yang digunakan adalah model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/ OLS).

Upaya pembangunan industri dan turunannya serta pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja adalah indeks harga yang diterima petani kelapa sawit, ekspor hasil pertanian kelapa sawit dan turunannya, dan investasi pemerintah di sektor industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya, serta jumlah industri kelapa sawit dan turunannya yang dinyatakan dalam fungsi berikut:

Y= f (X1,X2,X3, X4

Dari fungsi (1) dapat dispesifikasi kedalam model sebagai berikut:

)..………..(1)


(60)

Dimana :

Y : Angka penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara (jiwa)

α : Intercept

ß1 ß2 ß3 : X

Koefisien Regresi

1 :

X

Indeks Harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya (IT)

2 :

X

Ekspor hasil pertanian kelapa sawit dan turunannya (Juta Dolar US) 3

X

: Jumlah pabrik/ industri kelapa sawit dan turunannya (Unit) 4

µ : term of error

: Luas lahan kelapa sawit (Ha)

Secara matematis bentuk hipotesisnya adalah: 0

1> ∂∂X

Y

artinya X1

0 2 > ∂∂X

Y

(indeks harga yang diterima petani kelapa sawit dan turunannya) meningkat maka Y (penyerapan tenaga kerja) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.

artinya jika X2

0 3> ∂∂X

Y

(ekspor hasil pertanian kelapa sawit dan turunannya ) meningkat maka Y (penyerapan tenaga kerja) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.

artinya jika X3 (jumlah pabrik/ industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya) meningkat maka Y (penyerapan tenaga kerja) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.


(61)

0 4 > ∂∂X

Y

artinya jika X4 (luas lahan kelapa sawit) meningkat, maka Y (penyerapan tenaga kerja) akan mengalami kenaikan.

3.6 Test of Goodness of Fit ( Uji Kesesuaian) 3.6.1. Koefisien Determinasi (R-square)

Koefisien determinasi dikakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan terhadapa varibel dependen .

3.6.2. Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengajian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Hο : bi = b Ha : bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. bila nilai t-hitung > t-tabel maka tingkat kepercayaan tertentu Hο ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

t*

Sbi b

bi )

( −


(62)

Dimana :

bi = koefisien variabel ke-i b = nilai hipotesis nol

Sbi = simpangan baku dari variabel independden ke-i

0

Gambar 1. Uji Statistik

3.6.3. Uji F-statistik

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel independen. Untuk menguji ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

Ho : bi = b2

Ha : bi = 0 ………...i = 0 (ada pengaruh) ………..bk = 0 (tidak ada pengaruh)

Pengujian ini dikakukan dengan membandingkan nilai hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoreh dengan rumus :

F* k) -)/(n R -(1 1) -/(k R 2 2 = Ho diterima Ha diterima Ha diterima


(63)

Dimana : R2

K = jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model = koefisien determinasi

persamaan n = jumlah sampel

Ha diterima Ho

diterima

F-tabel

Gambar 2. Uji F-statistik

3.7Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1. Multikoleanirity

Multikoleanirity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahuia ada tidaknya multikoleanirity dapat dilihat dari R-square, F-hitung, t-hitung serta standar error. Adanya multikoleanirity ditandai dengan : standar error tidak terhingga, tidak ada satupun t-statistik yang sign ifik an p ada α = 5 %, α = 1 0 %, α = 1 %, terjadi perubahan tanda atau tidaka sesuai dengan teori, R2 sangat tinggi.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik, 2005.

Laporan Perekonomian Sumatera Utara

1985-2005

,

Medan: BPS Sumut.

Biro Pusat Statistik, 2005.

Sumatera Utara Dalam Angka

1985-2005

, Medan : BPS

Sumut.

Biro Pusat Statistik, 2005.

Laporan Pertanian Sumatera

Utara

2001- 2005

, Medan:

BPS Sumut.

Elfrindi, 2004.

Ekonomi Ketenagakerjaan

, Padang, Andalas University Press

Gujarati Damodar dan Sumarno Zain, 1997.

Ekonometrika Dasar

, Jakarta: Erlangga.

Ginting Julius E. 2006, Pengaruh Industri Produk Turunan CPO Terhadap

Pengembangan Wilayah di Sumatera Utara, Sekolah Pascasarjana, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Kamaluddin Rustian, 1998.

Pengantar Ekonomi Pembangunan

, Jakarta: Lembaga

Penerbit FE UI.

Mubyarto, 1989.

Pengantar Ekonomi Pertanian

, Yogyakarta: LP3ES.

Nawawi Hadari, 1991.

Metode Penelitian,

Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Suroto, 1986.

Strategi Pembangunan Dan Perencanaan Kesempatan Kerja

,

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Mosher A.T., 1969.

Menggerakkan dan Membangun Pertanian,

Jakarta: YasaGuna.

Mangkoesubroto Guritno, 1995.

Ekonomi Publik

, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Nopirin, 1987.

Ekonoi Moneter Buku Ke-dua

, Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta.

Samuelson Paul, 1992.

Makro Ekonomi

, Alih Bahasa Haris Munandar, Jakarta:

Erlangga.

---, 1992. Makro Ekonomi, alih bahasa Haris Munandar, Jakarta:

Erlangga

Soekartawi, 1994. Pembangunan Pertanian, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Suroto, 1986. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja,

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


(2)

Suryana, 2000 Ekonomi Pembangunan Problematik dan Pendekatan, Jakarta:

Penerbit Salemba Empat

Tambunan Tulus, 2001 Tranformasi Ekonomi di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat.

Todaro MP, 1997. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid I, Terjemahan Haris

Munandar, Jakarta: Erlangga.


(3)

LAMPIRAN DATA PENELITIAN

Tahun

EMP (Y)

INDX (X1) EX (X2) JPAB (X3) Lahan (X4)

1985

3,394,159

9,623 224,679 108 388,800

1986

3,565,218

10,023 165,475 109 393,400

1987

3,954,000

11,562 159,475 109 392,500

1988

4,002,435

11,960 293,424 115 388,500

1989

4,138,792

12,230 327,119 121 420,800

1990

3,820,329

12,260 159,531 122 472,100

1991

3,985,217

13,250 259,824 114 513,200

1992

4,099,809

13,930 108,293 116 508,400

1993

4,193,154

13,540 388,652 118 521,100

1994

4,318,993

15,390 539,446 118 554,400

1995

4,493,198

18,390 452,302 121 600,200

1996

4,575,651

19,540 430,445 121 622,200

1997

4,642,728

21,310 746,698 124 649,400

1998

4,747,872

34,420 406,468 125 715,600

1999

3,820,329

29,000 506,733 127 732,100

2000

5,037,500

35,170 495,627 115 755,500

2001

4,977,323

40,820 443,022 116 869,070

2002

4,928,353

50,050 959,921 133 886610

2003

4,835,793

56,910 975,356 130 896,230

2004

4,756,708

66,320 1,349,076 129 910,200

2005

5,166,132

46,470 1,350,098 134 923,100


(4)

LAMPIRAN 2. HASIL REGRESI PENELITIAN

LEMP = 11.78597292 + 8.939310385*INDX + 0.917135287*EX + 1.862717364*LJPAB + 0.736559427*LAHAN

Dependent Variable: LEMP Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 14:53 Sample: 1985 2005

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 11.78597 1.622256 7.265062 0.0352

INDX 8.939310 0.837507 10.67371 0.0061

EX 0.917135 0.091745 9.996567 0.0126

LJPAB 1.862717 0.133254 13.98436 0.0065

LAHAN 0.736559 0.101773 7.237273 0.0104

R-squared 0.736483 Mean dependent var 4354938.

Adjusted R-squared 0.670604 S.D. dependent var 510.7412

S.E. of regression 293.1299 Akaike info criterion 28.21888

Sum squared resid 1.372412 Schwarz criterion 28.46757

Log likelihood -291.2982 F-statistic 31.17929


(5)

MULTICOLINEARITAS

INDX =f(EX, LJPAB, LAHAN)

Dependent Variable: INDX Method: Least Squares Date: 07/14/08 Time: 21:47 Sample: 1985 2005

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 13.1780.4 16.4652.1 0.800356 0.4345 EX 0.015066 0.006991 2.155064 0.0458 LJPAB -32.74309 35226.40 -0.929504 0.3656 LAHAN 0.069006 0.012581 5.485079 0.0000 R-squared 0.438699 Mean dependent var 25.81752 Adjusted R-squared 0.422587 S.D. dependent var 17272.28 S.E. of regression 56.60798 Akaike info criterion 20.29016 Sum squared resid 5.454308 Schwarz criterion 20.48912 Log likelihood -209.0467 F-statistic 56.39917 Durbin-Watson stat 1.459566 Prob(F-statistic) 0.000000

EX = f(INDX, LJPAB, LAHAN)

Dependent Variable: EX Method: Least Squares Date: 07/14/08 Time: 21:50 Sample: 1985 2005

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -10.41569 44.95626 -2.316852 0.0332 INDX 14.24185 6.608552 2.155064 0.0458 LJPAB 22.29351 969663.0 2.299098 0.0344 LAHAN -0.182038 0.642215 -0.283453 0.7803 R-squared 0.507537 Mean dependent var 511507.8 Adjusted R-squared 0.573574 S.D. dependent var 365756.6 S.E. of regression 174042.7 Akaike info criterion 27.14163 Sum squared resid 5.154811 Schwarz criterion 27.34059 Log likelihood -280.9871 F-statistic 23.77630 Durbin-Watson stat 1.495783 Prob(F-statistic) 0.000003


(6)

LJPAB =f (INDX, EX, LAHAN)

Dependent Variable: LJPAB Method: Least Squares Date: 07/14/08 Time: 21:51 Sample: 1985 2005

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 46.40443 0.048746 95.19564 0.0000 INDX -1.485406 1.591006 -0.929504 0.3656 EX 1.067507 4.633508 2.299098 0.0344 LAHAN 2.104207 1.314707 1.598091 0.1284 R-squared 0.391017 Mean dependent var 4.787579 Adjusted R-squared 0.336491 S.D. dependent var 0.063061 S.E. of regression 0.038021 Akaike info criterion -3.531728 Sum squared resid 0.024575 Schwarz criterion -3.332771 Log likelihood 41.08314 F-statistic 12.67308 Durbin-Watson stat 1.442417 Prob(F-statistic) 0.000135

LAHAN =f(INDX, EX, LJPAB)

Dependent Variable: LAHAN Method: Least Squares Date: 07/14/08 Time: 21:53 Sample: 1985 2005

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -25.85451 18.38918. -1.405963 0.1777 INDX 9.259466 1.688119 5.485079 0.0000 EX -0.025841 0.091164 -0.283453 0.7803 LJPAB 623292.1 390022.8 1.598091 0.1284 R-squared 0.500692 Mean dependent var 624448.1 Adjusted R-squared 0.583167 S.D. dependent var 191842.0 S.E. of regression 65573.30 Akaike info criterion 25.18937 Sum squared resid 7.316510 Schwarz criterion 25.38832 Log likelihood -260.4884 F-statistic 51.39468 Durbin-Watson stat 1.055952 Prob(F-statistic) 0.000000