Konsumsi CPO terbesar pada Minyak Kelapa Sawit Perkembangan Ekspor CPO Sumatera Utara

ribu ton US 406 juta pada tahun 2002. Pada tahun-tahun berikutnya volume ekspor CPO meningkat secara signifikan sejalan dengan meningkatnya permintaan global. Pada tahun 2004 volume ekspor CPO dan turunannya Sumatera Utara meningkat 45,5 dari tahun sebelumnya menjadi 2,9 juta ton dengan perolehan sebesar US 960 juta. Pada tahun berikutnya volume ekspor CPO Sumatera Utara diperkirakan semakin meningkat, menyusul semakin tingginya kebutuhan minyak makan dunia.

4.3.1. Konsumsi CPO terbesar pada Minyak Kelapa Sawit

Minyak goreng kelapa sawit dipasar dalam negeri saat ini memiliki peranan paling besar, dibandingkan dengan berbagai jenis minyak nabati lainnya seperti kelapa, keang tanah, jagung, biji bunga matahari, biji kapok, dan sebagainya. Jenis minyak goreng lainnya yang banyak diproduksi didalam negeri adalah minyak goreng kelapa. Sedangkan industri minyak dari bahan baku lainnya, hingga saat ini relatif masih kecil. Industri minyak goreng dari kelapa sawit pada saat ini merupakan konsumen minyak kelapa sawit CPO paling besar. Industri minyak goreng rata-rata menyerap sekitar 70 persen dari total konsumsi CPO secara nasional. Sehingga apabila terjadi lonjakan ekspor CPO bisa mengganggu industri minyak goreng didalam negeri. Universitas Sumatera Utara

4.3.2 Perkembangan Ekspor CPO Sumatera Utara

Sumatera Utara merupakan Propinsi penghasil CPO terbesar di Indonesia. Hampir sebagian besar ekspor CPO Indonesia berasal dari Sumatera Utara. Sesuai dengan data pada lampiran 2, pertumbuhan volume ekspor CPO Sumatera Utara rata- rata mencapai 21,7 pertahun dalam kurun waktu 27 tahun 1979-2006. Volume ekspor CPO Sumatera Utara meningkat dari 285 ribu ton US 64 juta ditahun 1979 menjadi 2,9 juta ton US 960 juta ditahun 2006. Ekspor CPO Sumatera Utara terus berfluktuasi dan sempat menurun pada tahun 1985 sebesar 149 ribu ton US 72 juta, namun kembali meningkat sebesar 1,03 juta ton pada tahun 1994 US 539 juta, sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar global. Tingginya harga CPO dipasar global mendorong produsen minyak sawit meningkatkan ekspor produknya, akibatnya kebutuhan domestik tidak mencukupi. Harga CPO dan minyak goreng dalam negeri melonjak tajam. Pengenaan Pajak Eskpor PE terhadap produk CPO dan turunannya dalam rangka mengatasi kekurangan pasokan domestik, yang diambil pemerintah ternyata turut pula meredam laju ekspor CPO Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari volume ekspor CPO Sumatera Utara tahun 1999 turun menjadi 697 ribu ton dibandingkan dengan tahun 1994 sebesar 1,03 juta ton. Krisis ekonomi yang mulai terjadi sejak Juli 2001, menyebabkan terjadinya depresiasi rupiah secara signifikan sehingga eskpor CPO Sumatera Utara turut pula melonjak 77 dari tahun 2000 menjadi 1,5 juta ton US 747 juta pada tahun 2001. Universitas Sumatera Utara Pada akhir Januari 2002, pemerintah melakukan pelarangan ekspor CPO untuk menjamin pasokan CPO didalam negeri. Pelarangan ekspor ini terjadi sampai April 2002. Akibatnya volume ekspor CPO Sumatera Utara turut anjlok menjadi 778 ribu ton US 406 juta pada tahun 2002. Pada tahun-tahun berikutnya volume ekspor CPO Indonesia meningkat secara signifikan sejalan dengan meningkatnya permintaan global. Pada tahun 2004 volume ekspor CPO Sumatera Utara meningkat 45,5 dari tahun sebelumnya menjadi 2,9 juta ton dengan perolehan devisa sebesar US 960 juta. Pada tahun berikutnya volume ekspor CPO Sumatera Utara diperkirakan semakin meningkat, menyusul semakin tingginya kebutuhan minyak makan dunia. Minyak goreng kelapa sawit dipasar dalam negeri saat ini memiliki peranan paling besar, dibandingkan dengan berbagai jenis minyak nabati lainnya seperti kelapa, keang tanah, jagung, biji bunga matahari, biji kapok, dan sebagainya. Jenis minyak goreng lainnya yang banyak diproduksi didalam negeri adalah minyak goreng kelapa. Sedangkan industri minyak dari bahan baku lainnya, hingga saat ini relatif masih kecil. Industri minyak goreng dari kelapa sawit pada saat ini merupakan konsumen minyak kelapa sawit CPO paling besar. Industri minyak goreng rata-rata menyerap sekitar 70 persen dari total konsumsi CPO secara nasional. Sehingga apabila terjadi lonjakan ekspor CPO bisa mengganggu industri minyak goreng didalam negeri. Pada saat ini di Indonesia terdapat sekitar 84 buah pabrik minyak goreng kelapa sawit dengan kapasitas produksi sebesar 9,2 juta ton. Tetapi dari jumlah Universitas Sumatera Utara tersebut yang aktif berproduksi, adalah sebanyak 53 pabrik. Dari keseluruhan pabrik yang masih berproduksi tersebut kapasitas produksi yang ada mencapai sebesar 7,2 juta ton per tahun. Pabrik minyak goreng yang saat ini aktif berproduksi tersebut sebagian besar berada di pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara yang juga merupakan sentra perkebunan kelapa sawit. Di Sumatera Utara saat ini terdapat sebanyak 15 buah pabrik pabrik minyak goreng kelapa sawit dengan kapasitas produksi sebesar 2,48 juta ton per tahun, yang berarti memiliki peranan sebesar 34,4 persen dari total produksi minyak goreng nasional. Menyusul kemudian DKI Jakarta yang menempati posisi kedua dengan jumlah pabrik yang ada sebanyak 10 unit dengan kapasitas 1,28 juta ton per tahun atau sekitar 17,7 persen dari total kapasitas produksi minyak goreng nasional. Jumlah pabrik minyak goreng di Propinsi Jawa Timur tercatat sebanyak 8 buah, tetapi kapasitas produksinya ternyata lebih tinggi dari yang ada di DKI Jakarta. Kapasitas produksi pabrik minyak goreng kelapa sawit di Jawa Timur tercatat 1,38 juta ton atau sebesar 19,1 persen dari total produksi minyak goreng nasional. Daerah lainnya yang memiliki jumlah pabrik pengolahan minyak goreng cukup banyak yaitu Jawa Barat, dengan jumlah pabrik sebanyak 7 buah, tetapi kapasitas produksinya relatif kecil yaitu hanya sebesar 686 ribu ton. Adapun jumlah pabrik dan kapasitas produksi minyak goreng di masing-masing propinsi di Indonesia, dapat dilihat paa tabel berikut ini. Universitas Sumatera Utara

4.3.3. Perkembangan Ekspor Produk Turunan CPO Sumatera Utara