Faktor penentu status sosial ekonomi

2.3.2 Faktor penentu status sosial ekonomi

Kita dapat mengetahui faktor penentu status sosial ekonomi dari karakteristik- karakteristik rumah tangga yang mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan kemiskinan dan yang mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan ketidakmiskinan Badan Pusat Statistik, 2008. Dari hasil Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin SPKPM 2000 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik BPS pada tahun 2000, diperoleh delapan 8 variabel yang dianggap layak dan operasional untuk penentuan rumah tangga miskin di lapangan. Kedelapan variabel tersebut adalah: 1. Luas lantai perkapita: Departemen Kesehatan menyatakan bahwa sebuah rumah dikategorikan sebagai rumah sehat apabila luas lantai perkapita yang ditempati minimal sebesar 8 m². Sedangkan Badan Kesehatan Dunia WHO mensyaratkan luas lantai perkapita minimal 10 m². = 8 m² skor 1 8 m² skor 0 39 2. Jenis lantai: Karakteristik rumahtangga miskin dan tidak miskin berdasarkan jenis lantai rumah. Terdapat perbedaan jenis lantai rumah yaitu yang menggunakan jenis lantai tanah, dan yang menggunakan jenis lantai bukan tanah. Tanah skor 1 Bukan tanah skor 0 3. Air minum ketersediaan air bersih: Ketersediaan fasilitas air bersih sebagai sumber air minum untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga merupakan indikator perumahan yang juga dapat mencirikan sehat tidaknya suatu rumah. Air bersih dalam uraian berikutnya didefinisikan sebagai air yang bersumber dari air kemasanledengPAM sumur terlindungmata air terlindung. Ketidaktersediaan air bersih di rumah tangga adalah salah satu indikasi dari kemiskinan. Air hujansumur tidak terlindung skor 1 LedengPAMsumur terlindung skor 0 40 4. Jenis jambanWC: Fasilitas tempat pembuangan air besar yang digunakan oleh rumah tangga. Tidak ada skor 1 Bersamasendiri skor 0 5. Kepemilikan asset: Tidak punya asset skor 1 Punya asset skor 0 6. Pendapatan total pendapatan per bulan: = 350.000 skor 1 350.000 skor 2 7. Pengeluaran persentase pengeluaran untuk makanan: Rata-rata pengeluaran makanan rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga yang bersangkutan. 80 persen + skor 1 80 persen skor 0 41 8. Konsumsi lauk pauk daging, ikan, telur, ayam: Pada dasarnya konsumsi makanan penduduk sehari-hari memadai jika memenuhi dua kriteria kecukupan, yaitu cukup kalori dan protein. Kebutuhan kalori biasanya diperoleh dari konsumsi makanan pokok karbohidrat, sementara kebutuhan protein sebagian besar diperoleh dari konsumsi makanan yang berasal dari hewani, seperti daging, ikan, telur, dan susu. Tidak adaada, tapi tidak bervariasi skor 1 Ada, bervariasi skor 0 Keterangan: Skor satu 1 mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan kemiskinan dan skor 0 mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan ketidakmiskinan. Kedelapan variabel tersebut diperoleh dengan menggunakan metode stepwise logistic regression dan misklasifikasi yang dihasilkan sekitar 17 persen. Hasil analisis deskriptif dan uji Chi-Square juga menunjukkan bahwa kedelapan variabel terpilih tersebut sangat terkait dengan fenomena kemiskinan dengan tingkat kepercayaan sekitar 99 persen. Skor batas yang digunakan adalah 5 lima yang didasarkan atas modus total skor dari domain rumah tangga miskin secara konseptual. Dengan demikian apabila suatu rumah tangga mempunyai minimal 5 lima ciri miskin maka rumah tangga tersebut digolongkan sebagai rumah tangga miskin BPS, 2008. Dari 42 pemaparan di atas, dapat dilihat suatu rumah tangga atau keluarga termasuk ke dalam kategori keluarga miskin atau tidak miskin. Penghitungan kemiskinan dengan mengaplikasikan dan memodifikasi pendekatan kriteria penduduk miskin BPS telah dilaksanakan di tiga provinsi, yaitu Kalimantan Selatan 1999, DKI Jakarta 2000, dan Jawa Timur 2001. Aplikasi penghitungan kemiskinan berdasarkan variabel-variabel kemiskinan rumah tangga tersebut dikenal sebagai Sensus Kemiskinan BPS, 2008. Sensus kemiskinan yang dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2000, bertujuan untuk mengetahui rumah tangga mana yang tergolong ke dalam suatu rumah tangga miskin, yang dikategorikan ke dalam tujuh 7 variabel kemiskinan rumah tangga, seperti: 1. Luas lantai hunian kurang dari 8m 2 per anggota rumah tangga. 2. Jenis lantai hunian sebagian besar tanah atau lainnya. 3. Fasilitas air bersih : tidak ada. 4. Fasilitas jambanWC : tidak ada dan atau WC umum. 5. Kepemilikan aset kursi tamu : tidak tersedia. 6. Konsumsi lauk-pauk dalam seminggu : tidak bervariasi. 43 7. Kemampuan membeli pakaian minimal satu stel dalam setahun untuk setiap anggota rumah tangga : tidak ada. Keterangan: Suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin apabila memiliki minimal tiga cirivariabel dari tujuh variabel kemiskinan rumah tangga tersebut. Peneliti menjadikan tujuh variabel dari kategori sensus kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2000 untuk dijadikan indikator dalam penelitian kali ini. Dengan alasan bahwa peneliti melakukan penelitian di Bekasi, secara geografis lebih berdekatan dengan wilayah Provinsi DKI Jakarta, dibandingkan dengan sensus kemiskinan oleh BPS yang dilakukan di dua provinsi lainnya seperti Kalimantan Selatan dan Jawa Timur. Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 PSE05 digunakan untuk mengetahui ruamh tangga mana yang berhak menerima BLT Bantuan Langsung Tunai, sekaligus dapat pula dijadikan sebagai acuan untuk menentukan status sosial ekonomi suatu keluarga, terdapat sekurangnya 14 variabel yang dijadikan indikator dalam penentuan kategori rumah tangga penerima BLT, diantaranya: 1. Luas lantai rumah 2. Jenis lantai rumah 3. Jenis dinding rumah 44 4. Fasilitas tempat buang air besar 5. Sumber air minum 6. Penerangan yang digunakan 7. Bahan bakar yang digunakan 8. Frekuensi makan dalam sehari 9. Kebiasaan membeli dagingayamsusu 10. Kemampuan membeli pakaian 11. Kemampuan berobat ke puskesmaspoliklinik 12. Lapangan pekerjaan kepala rumah tangga 13. Pendidikan kepala rumah tangga 14. Kepemilikan aset Metode yang digunakan dalam penentuan kategori rumah tangga penerima BLT adalah dengan menggunakan sistem skoring dimana setiap variabel diberi skor yang diberi bobot dan bobotnya didasarkan kepada besarnya pengaruh dari setiap variabel terhadap kemiskinan. Nilai skor variabel terpilih skor 1 untuk jawaban yang 45 mengindikasikan miskin dan skor 0 untuk jawaban yang mengindikasikan tidak miskin. Jadi, semakin tinggi skor yang didapat maka semakin miskin rumah tangga tersebut BPS, 2008. Setiap keluarga tiap bulannya pastilah mengeluarkan dana untuk memenuhi kebutuhan dasar tiap-tiap anggota keluarganya. Menurut BPS kebutuhan dasar tersebut terdiri dari kebutuhan pangan dan bukan pangan. Berdasarkan komposisi pengeluaran konsumsi tersebut dapat dihitung besarnya kebutuhan minimum untuk masing-masing komponen seperti: 1. Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan protein. 2. Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan pakaian, alas kaki, dan tutup kepala. 3. Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang, dan air. 4. Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan biaya sekolah uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, dan buku. 46 5. Kesehatan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk penyediaan obat-obatan di rumah, ongkos dokter, perawatan, termasuk obat-obatan. Tidak ada satu metode yang secara umum berlaku untuk menentukan golongan sosial seseorang dalam masyarakat di dunia ini. Mungkin saja tak ada kriteria yang sama yang berlaku bagi masyarakat yang berbeda-beda. Rumah yang bagus, pendapatan yang banyak bagi orang desa belum tentu dianggap rumah yang bagus atau pendapatan yang banyak di kota dan sebagainya Nasution, 1995. Dalam suatu masyarakat, sering dijumpai aneka ragam masyarakat sebagian yang kaya, sementara sebagian besar lainnya termasuk kategori miskin. Ada juga kita menemukan tingkat pendidikan sekelompok masyarakat yang mencapai jenjang perguruan tinggi, tapi tidak sedikit pula kelompok yang lainnya yang hanya lulus sampai tingkat sekolah lanjutan atas atau di bawahnya. Ini semua menggambarkan bahwa dalam suatu masyarakat manapun selalu memperlihatkan adanya strata sosial karena perbedaan tingkat ekonomi, pendidikan, status sosial, kekuasaan dan lain-lain. Sistem pelapisan yang terjadi dalam masyarakat disebut juga dengan stratifikasi sosial. Menurut Pitirim A Sorokin dalam Ahmadi, 1991, stratifikasi adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat hierarchis. 47 Konsep tentang sratifikasi sosial tergantung pada cara seseorang menentukan golongan sosial itu. Menurut Nasution 1995 adanya golongan sosial timbul karena adanya perbedaan status dikalangan masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti dengan tiga metode, yaitu: 1. Metode obyektif, stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan. 2. Metode subyektif, dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat itu. 3. Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lyod Warner cs. Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu. Kesulitan penggolongan obyektif dan subyektif adalah bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam kehidupan sehari-hari yang nyata tentang golongan sosial masing-masing.

2.3.3 Fungsi status sosial ekonomi keluarga dengan prestasi anak

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMA NEGERI 1 SUKOHARJO

0 5 105

STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA BRUDERAN PURWOREJO STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA BRUDERAN PURWOREJO.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA Hubungan antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dengan Motivasi Belajar Pada Siswa.

0 0 13

PENDAHULUAN Hubungan antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dengan Motivasi Belajar Pada Siswa.

0 0 6

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL KELUARGA, MOTIVASI BERPRESTASI, DAN KEMANDIRIAN BELAJAR Hubungan Interaksi Sosial Keluarga, Motivasi Berprestasi, dan Kemandirian Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa SMK Negeri 5 Surakarta.

0 0 15

Hubungan antara status sosial ekonomi orang tua, prestasi belajar dan motivasi belajar dengan minat siswa melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

0 3 152

HUBUNGAN ANTARA STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 6 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA ( Studi Korelasi Antara Intensitas Komunikasi Dalam Pembelajaran Dan Motivasi Berprestasi Siswa Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII

0 0 18

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA

0 0 123