namun bersifat tetap dan berlangsung terus menerus tergantung watak atau keunikan individu dan mencakup dua motivasi berprestasi; untuk meraih keberhasilan daya
mencapai keberhasilan atau takut akan kegagalan menghindari kegagalan.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi
Menurut McClelland dalam Sobur, 2003, perbedaan dalam kebutuhan untuk berprestasi sudah tampak sejak anak berusia lima tahun. Hal ini sangat erat
hubungannya dengan kehidupan keluarga, terutama dalam pengaruh itu ketika si anak menginjak usia delapan sampai sepuluh tahun. Para ibu dari anak yang berusia
delapan tahun, dengan kebutuhan prestasi yang tinggi, dapat mengharapakan anak- anaknya memiliki perilaku berdasarkan kepercayaan pada diri sendiri, misalnya
dalam hal mencoba dengan sekuat tenaga untuk mencapai keinginannya, berusaha keras dalam persaingan, atau mempunyai keberanian untuk keliling kota. Anak-anak
itu sudah dapat membuat keputusan-keputusan penting. Dalam batasan tertentu, dorongan atau kebutuhan berprestasi adalah sesuatu
yang ada dan dibawa dari lahir. Namun, di pihak lain, kebutuhan untuk berprestasi ternyata, dalam banyak hal, adalah sesuatu yang ditumbuhkan, dikembangkan, hasil
dari mempelajari melalui interaksi dengan lingkungan. Adapun lingkungan hidup anak yang pertama dan terutama ialah keluarga, sekolah, lingkungan pergaulan, dan
masyarakat pada umumnya.
26
McClelland dalam Ridwan, 2010 mengatakan bahwa pengalaman dalam lingkungan keluarga amat berpengaruh, dimana anak berusaha meniru dari tingkah
laku orang tua dan orang lain yang dianggap sebagai role model. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman dalam
lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi motivasi berprestasi seseorang.
Berbeda dengan pendapat Weiner dalam Gani, 1999, ia mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi ialah sikap, minat, dan potensi yang ada. Sedangkan, faktor eksternal yang
mempengaruhi motivasi berprestasi siswa adalah faktor lingkungan belajar dan latar belakang sekolah siswa.
2.2.3 Ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
McClelland dalam
Munandar, 2001 berpendapat bahwa orang yang
mempunyai dorongan prestasi yang tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mempunyai keinginan yang kuat yang berbeda dengan orang yang lain.
2. Melakukan hal-hal dengan lebih baik.
27
3. Mencari kesempatan-kesempatan dimana mereka memiliki tanggung jawab pribadi dalam menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah.
4. Lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka memiliki tanggung jawab pribadi.
5. Memilih tugas pekerjaan yang memiliki risiko yang sedang moderate. 6. Tidak menyukai adanya sebuah keberhasilan secara kebetulan.
7. Tujuan-tujuan yang ditetapkan merupakan tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga bukan tujuan yang terlalu mudah dicapai.
8. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan menengah moderate.
Sedangkan menurut Heckhausen dalam Harman, 2007 menjabarkan ciri-ciri dari orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, yaitu:
1. Berorientasi kepada keberhasilan, dan lebih percaya pada diri sendiri dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan.
2. Bersikap mengarah kepada tujuan, dan berorientasi pada masa datang. 3. Menyukai tugas-tugas yang sedang kesulitannya.
4. Tak suka membuang-buang waktu. 5. Tahan bekerja.
6. Lebih suka bekerja sama dengan orang yang cakap meskipun orang tersebut tidak menyenangkan daripada bekerja sama dengan orang yang
menyenangkan tetapi orang tersebut tidak cakap.
28
Selanjutnya Atkinson dalam Harman, 2007 menjelaskan tentang ciri-ciri motivasi berprestasi sebagai berikut:
1. Kebebasan memilih free choice. Individu yang tinggi motivasi berprestasinya akan lebih menciptakan aktivitas-aktivitas berprestasi dari pada
individu yang motivasi berprestasinya rendah. Individu yang tinggi motivasi berprestasinya mengaitkan keberhasilan dengan kemampuan dan usaha yang
lebih keras. Orang yang demikian memperoleh pengalaman yang membanggakan karena keberhasilannya, sehingga meningkatkan
kemungkinan untuk berprestasi. Ia nampak lebih banyak berbuat dalam hubungannya dengan prestasi, karena ia mempunyai pengalaman keberhasilan
yang banyak, dan harapan untuk berhasil masih mengikuti kegagalan yang dialaminya.
2. Ketahanan perilaku persistence behavior. Individu yang motivasi berprestasinya tinggi menganggap kegagalan disebabkan karena kurangnya
usaha, sehingga untuk berhasil masih tetap tinggi. 3. Intensitas penampilan intensity of performance. Individu yang motivasi
berprestasinya tinggi memerlukan kerja keras. Ia memerlukan intensitas performance yang lebih besar dari pada individu yang motivasi berprestasinya
rendah.
29
4. Kecenderungan resiko risk preference. Individu yang motivasi berprestasinya tinggi akan memilih tugas-tugas yang mempunyai konsekuensi
tidak mudah dan sukar. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hal melakukan
sesuatu, alasan atau dorongan yang menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu adalah motifnya. Proses pembangkitan geraknya disebut motivasi sedangkan motivasi
berprestasi menunjuk pada proses pembangkitan gerak menuju pencapaian prestasi sebaik-baiknya, lebih baik dari pada prestasi yang pernah dicapai sebelumnya, baik
oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain. Sedangkan menurut Asnawi 2007 mengatakan manifestasi dari motivasi
berprestasi akan terlihat pada beberapa ciri perilaku seperti: 1. Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya
2. Mencari umpan balik tentang perbuatannya 3. Mimilih resiko yang moderat atau sedang dalam perbuatannya, dan
4. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif Pada individu yang memiliki motivasi berprestasi lebih tertari pada prestasi
dengan atau tanpa bantuan orang lain, tetapi pada hakikatnya lebih mengutamakan pencapaian prestasi tanpa adanya bantuan orang lain. Hal ini tidak berarti bahwa
individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi kemudian menjadi antisosial,
30
karena ia tetap berhubungan dengan orang lain sejauh bisa digunakan atau dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi tidak senang membebankan tanggung jawab atas kesuksesan atau kegagalan pada orang lain, karena ia sangat
memperhatikan pencapaian tugas tanpa mengikutsertakan orang lain. Individu yang berorientasi pada prestasi akan bekerja lebih keras apabila mendapatkan umpan balik
tentang kesuksesan akan kegagalannya. Atkinson dalam Pintrich Schunk, 2008 mengatakan, bahwa ada empat
tipe siswa, yang pertama siswa yang berorientasi pada kesuksesan, yaitu siswa yang termotivasi untuk sukses dan memiliki rasa takut yang rendah atas kegagalan, sangat
tinggi tingkat aktivitasnya untuk mencapai prestasi dan tidak pernah merasa cemas maupun khawatir terhadap performanya.
Yang kedua siswa yang lari dari kegagalan, sangat takut untuk gagal dan memiliki motivasi yang rendah untuk berhasil, pelajar jenis ini adalah pelajar yang
cemas dan berusaha untuk menghindari kegagalan dengan menunda-nunda pekerjaan dan menggunakan strategi merintangi diri sendiri Convington, Garcia Pintrich,
dalam Pintrich Schunk, 2008. Ketiga, tipe pejuang gigih adalah tipe siswa yang tinggi dalam dua jenis motif; mereka mencoba menggapai keberhasilan namun juga
sangat takut akan kegagalan Convington, dalam Pintrich Schunk, 2008. Tipe siswa seperti ini bekerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka namun tetap
31
merasa cemas dan tertekan karena mereka takut akan kegagalan. Tipe pejuang yang gigih adalah siswa yang hampir selalu berprestasi di kelasnya, namun selalu bertanya
pada gurunya mengenai prestasi mereka dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan dan kekhawatiran dalam berprestasi.
Tipe siswa yang terakhir adalah pelajar yang rendah dalam kedua motif, yaitu siswa yang penerima kegagalan. Mereka secara mendasar tidak tertarik untuk
berprestasi, meski ketidaktertarikan mungkin saja karena kurangnya perhatian dan kepedulian atau lebih mudah marah dan menolak nilai-nilai keberprestasian, yang
hanya diperuntukkan bagi sebagian kecil siswa Convington, dalam Pintrich Schunk, 2008.
Ardhana dalam Kadar 2008 mengatakan bahwa motivasi berprestasi yang pengejawantahannya dapat dilihat dari sikap dan perilaku seseorang seperti keuletan,
ketekunan, daya tahan, keberanian menghadapi tantangan, dan kegairahan serta kerja keras. Selanjutnya menurut Eysenck dan Wilson dalam Kadar 2008, bahwa
seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mempunyai karakteristik antara lain:
1. Berambisi 2. Bekerja keras
3. Berkompetensi 4. Tekun dalam meningkatkan status sosial
5. Sangat menghargai kreativitas dan produktivitas
32
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam belajar, akan mengarahkan perhatiannya kepada
pencapaian hasil belajar yang tinggi. Dalam hal ini seorang siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, berarti siswa tersebut memusatkan semua
perhatiannya dalam proses belajarnya, bekerja keras untuk mengoptimalkan kegiatan belajarnya, berkompetisi secara sehat untuk mencapai tingkat keberhasilan belajar
dengan setinggi mungkin, tekun berusaha agar dapat menyandang predikat sebagai siswa yang berprestasi tinggi, selalu menggunakan cara dan teknik belajar yang
efektif, dan selalu berupa meningkatkan prestasi belajar yang telah dicapainya Kadar, 2008.
2.2.4 Fungsi motivasi berprestasi