2.1.3 Cara mengukur prestasi belajar
Dalam pendidikan formal di kelas, tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan-ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian
masuk perguran tinggi Azwar, 2002. Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa kita dapat mengukur prestasi belajar siswa dari hasil atau nilai ulangan-ulangan
harian dan berbagai macam jenis tes yang diadakan oleh pihak sekolah yang bersangkutan. Prestasi belajar yaitu, hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha
belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport Purwanto, 1992. Jadi dalam penelitian ini penulis mengukur prestasi belajar siswa dengan cara melihat nilai yang
didapatkan siswa yang terdapat dalam raport siswa masing-masing.
2.2 Motivasi Berprestasi
2.2.1 Pengertian motivasi
berprestasi
Teori motivasi berprestasi dikembangkan oleh David McClelland dalam Munandar, 2001. Sebenarnya lebih tepat teori ini disebut teori kebutuhan dari
McClelland, karena ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi need for achievement, tapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa need for power, dan
kebutuhan untuk berafiliasiberhubungan need for affiliation. McClelland dalam Shaleh, 2006 berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah keinginan untuk meraih
21
sukses melalui usahatenaga sendiri dan juga tanggung jawab sendiri serta menghasilkan kebanggaan.
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, sudah tentu akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang diharapkan. Pernyataan ini
senada dengan penelitian yang dilakukan oleh McClelland, ia menemukan bahwa mereka yang memiliki nAch yang tinggi ialah para wirausaha yang berhasil.
Sebaliknya ia tidak menemukan adanya manajer dengan kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi dalam Munandar, 2001.
McClelland dalam Shaleh, 2006 mengklaim bahwa kebutuhan didapat dari belajar, dan kemudian mereka membangun sendiri tingkatan dari potensi untuk
mempengaruhi tingkah laku yang bervariasi dari satu orang ke orang lain bukan hirarki yang sama. Sebagai orang yang matang mereka belajar untuk
mengasosiasikan perasaan positif dan negatif dengan sesuatu yang terjadi pada mereka dan sekitar mereka. Pencapaian situasi mungkin terjadi dalam motivasi, dan
menghasilkan perasaan senang dan sebagai nilai prestasi secara otomatis mendirikan puncak hirarki seseorang.
Masih menurut McClelland dalam Shaleh, 2006 timbulnya tingkah laku karena dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dalam
konsepnya mengenai motivasi, dalam diri individu terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong tingkah lakunya. Konsep motivasi ini lebih dikenal dengan “Social
22
Motives Theory”. Adapun kebutuhan yang dimaksudkan menurut teori sosial ini adalah:
1. Kebutuhan untuk berprestasi need for achievement Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan
standar kesempurnaan diri seseorang. Kebutuhan ini, berhubungan erat dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai
prestasi tertentu. 2. Kebutuhan untuk berafiliasi need for affiliation
Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk
mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain. 3. Kebutuhan untuk berkuasa need for power
Kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi terhadap orang lain. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang
memperdulikan perasaan orang lain. Kunci konstruksi dari teori McClelland adalah kebutuhan pencapaian prestasi,
ia juga memikirkan kebutuhan akan kekuasaan dan juga kebutuhan gabungan rasa hormat. Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk meraih sukses melalui
usahatenaga sendiri dan juga tanggung jawab sendiri serta menghasilkan kebanggaan McClelland, dalam Shaleh 2006.
23
Orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil, lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk
melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya, dorongan ini yang disebut dengan kebutuhan untuk berprestasi the achievement need
= nAch McClelland, dalam Munandar 2001. Muhari dalam Harman, 2007 mengatakan, bahwa motivasi berprestasi
adalah proses pembangkitkan gerak dalam diri seseorang yang menggerakkan orang tersebut untuk melakukan sesuatu tindakan sehingga dapat dicapai hasil sebaik-
baiknya, lebih baik dari hasil yang pernah dicapai sebelumnya. Dalam pendidikan motivasi berprestasi ini kadang-kadang dinamakan mengejar keunggulan.
Motivasi berprestasi seseorang dapat dilihat atau disimpulkan dari adanya usaha yang ajeg, adanya kecenderungan untuk bekerja terus meskipun sudah tidak
berada di bawah pengawasan, atau adanya kesediaan mempertahankan kegiatan secara sukarela ke arah penyelesaian suatu tugas Ardhana, dalam Gani, 1999.
Selanjutnya Heckhausen dalam Harman, 2007 mengatakan bahwa ada tiga standar keunggulan dari motivasi berprestasi seperti berikut ini:
1. Standar yang berhubungan dengan kesempurnaan tugas task related standard of excellence, berupa baik sekali dalam penyelesaian suatu tugas.
24
2. Standar yang berhubungan dengan diri self related standard of excellence, berupa pembandingan dengan prestasi diri sendiri yan gpernah dicapai
sebelumnya. 3. Standar yang berhubungan dengan lainnya other related standard of
excellence, berupa pembandingan dengan prestasi yang telah dicapai oleh orang lain misalnya dalam kompetisi.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa motivasi berprestasi adalah proses pembangkitan gerak dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan
sehingga dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Bila dikaitkan dengan siswa, maka melakukan suatu tindakan yang dimaksud adalah belajar, sedangkan mencapai
hasil yang sebaik-baiknya adalah memperoleh hasil belajar di setiap mata pelajaran yang lebih baik dari hasil yang pernah dicapainya atau dicapai oleh orang lain
sebelumnya. Sedangkan prestasi hasil belajar menunjuk kepada tingkat keberhasilan usaha dalam belajar.
Atkinson, 1957, dalam Pintrich Schunk, 2008 berusaha memformulasi sebuah teori mengenai motivasi berprestasi yang mengkombinasikan kebutuhan,
harapan, dan nilai-nilai ke dalam sebuah kerangka kerja yang komprehensif. Ia menjelaskan bahwa perilaku perilaku merupakan fungsi perkalian dari ketiga
komponen tersebut, yang ia sebut sebagai daya motives, untuk sukses, dan nilai pendorong incentive value. Motive digambarkan sebagai sesuatu yang dipelajari
25
namun bersifat tetap dan berlangsung terus menerus tergantung watak atau keunikan individu dan mencakup dua motivasi berprestasi; untuk meraih keberhasilan daya
mencapai keberhasilan atau takut akan kegagalan menghindari kegagalan.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi