penelitian Jaberiansari dilakukan dengan menggunakan digital imaging sementara peneliti menggunakan spektrofotometer. Peneliti memilih spektrofotometer untuk
mengukur nilai kecerahan sampel sebelum dan sesudah perawatan bleaching untuk penelitian ini karena menurut Chu et al. 2010, spektrofotometer merupakan alat
pengukuran warna gigi yang paling akurat dimana alat ini dapat mengukur panjang gelombang cahaya yang dipantulkan langsung dari permukaan gigi sementara digital
imaging dilakukan dengan mengambil gambar gigi dengan kamera digital kemudian dianalisa dengan menggunakan software penganalisa warna di komputer.
52
Sesudah perlakuan bleaching karbamid peroksida 35 untuk satu jam sehari selama tujuh hari berturut-turut, rerata nilai kecerahan sampel meningkat secara
signifikan
sebanyak 2,38 ± 0,79
pada p0,05 berdasarkan analisa
uji T berpasangan Tabel 5
. Dengan demikian, H ditolak.
Menurut teori, hidrogen peroksida yang terkandung dalam karbamid peroksida menjalani proses oksidasi sehingga menghasilkan
air dan oksigen serta radikal bebas. Radikal bebas ini berperan penting dalam pemutihan gigi karena dipercayai bahwa
partikel yang tidak stabil ini akan memecahkan molekul kromofor yang kompleks menjadi fragmen kromofor yang kecil sehingga
kemampuan pemantulan cahaya dari kromofor berkurang. Hal ini akan menyebabkan gigi kelihatan lebih cerah yang dapat dilihat dari peningkatan nilai L dengan
menggunakan spektrofotometer warna.
7,8,9
Hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Da Costa et al. 2012 dengan peningkatan
∆L sebanyak 4,2±2,6 sesudah bleaching dengan karbamid peroksida 35 selama 2 minggu. Perbedaan ini dapat dikarenakan oleh
bedanya lama aplikasi bleaching, yaitu pada penelitian ini karbamid peroksida diaplikasi sejam sehari selama seminggu, sementara pada penelitian Da Costa et al. 2012
karbamid peroksida diaplikasi satu jam selama dua minggu. Namun, hasil penelitian ini tidak boleh dijadikan pegangan karena jumlah sampel pada penelitian ini hanya 20 gigi.
Oleh itu, perlu penelitian lanjutan mengenai nilai kecerahan L sebelum dan sesudah perawatan bleaching dengan menggnakan jumlah sampel yang lebih banyak.
10,37
5.3 Nilai kekerasan HV sebelum dan sesudah perlakuan bleaching dengan karbamid peroksida 35
Kekerasan enamel adalah kemampuan gigi untuk menahan deformasi atau beban yang diberikan. Tindakan bleaching dapat mengurangi nilai kekerasan enamel
karena
proses oksidasi bahan peroksida dapat menyebabkan pelepasan ion-ion kalsium dan fosfat. Kehilangan kandungan mineral ini dapat mengakibatkan prisma enamel
menjadi poreus atau kelihatan seperti pola honey-comb secara mikroskopis sehingga menyebabkan kekerasan enamel berkurang.
12
Pada penelitian ini, bahan bleaching yang digunakan adalah karbamid peroksida 35. Bahan ini mempunyai efek terhadap
penurunan kekerasan enamel yang lebih sedikit dibanding hidrogen peroksida dengan konsentrasi yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan kedua bahan peroksida
ini, dimana karbamid peroksida 35 mengandung bahan aktif hidrogen peroksida 12 dan 23 urea sebagai penetralisir sehingga proses oksidasi bahan ini lebih lambat,
sementara hidrogen peroksida merupakan bahan oksidator yang sangat kuat.
13
Pengujian kekerasan yang sering digunakan dalam penentuan kekerasan gigi adalah metode Knoop
KHN dan metode Vickers HV. Pada penelitian ini, pengujian kekerasan Vickers digunakan karena bentuk persegi yang dihasilkan oleh indentor Vickers lebih mudah
diukur dan hasil juga lebih akurat, sementara lekukan yang dihasilkan oleh indentor Knoop berbentuk rhomboid sehingga pendeteksian kesalahan sulit dilakukan.
15
Menurut Tabel 6, rerata nilai HV sebelum perlakuan bleaching adalah
285,63±33,85
HV, sementara nilai HV sesudah bleaching adalah
255,93±33,70
HV. Hasil ini lebih rendah dibanding penelitian Hora et al. 2012 dengan rerata nilai HV
319,09±27,98 sebelum bleaching dan 293,61±22,62 sesudah bleaching. Perbedaan nilai
kekerasan dari penelitian ini dibanding penelitian Hora et al. 2012 di India
dapat disebabkan oleh
faktor ras dan asupan nutrisi sampel khususnya kalsium, fosfor, dan fluor yang dapat memengaruhi komposisi mineral enamel. Menurut Hora et al. 2012,
nilai kekerasan rata-rata enamel berkisar dari 250 hingga 360 HV.
15
Pada penelitian ini,
rata-rata
spesimen sebelum perlakuan bleaching mempunyai nilai kekerasan yang berada dalam batas standar, yaitu 285,63 HV
.
Tabel 6 menunjukkan terdapat penurunan nilai kekerasan secara signifikan p0,05 antara sebelum dan sesudah perlakuan bleaching berdasarkan analisa uji T
berpasangan, yaitu sebanyak 29,15±8,88 HV. Dengan demikian, H ditolak. Penelitian
Hora et al. 2012 mendapat penurunan nilai kekerasan yang lebih sedikit dibanding penelitian ini, yaitu sebanyak 24,27±7,28 HV setelah dua aplikasi bleaching dengan
McInnes bleaching agent hidrogen peroksida 30 selama lima menit. Hasil penelitian ini dengan penelitian Hora et al. 2012 dapat disebabkan oleh bedanya bahan bleaching
yang digunakan, yaitu pada penelitian ini karbamid peroksida 35 digunakan. Selain itu, frekuensi dan lamanya aplikasi juga berbeda, dimana pada penelitian ini, karbamid
peroksida diaplikasikan satu jam sehari selama tujuh hari berturut-turut, sementara penelitian Hora et al. 2012 hanya mengaplikasi bahan bleaching selama lima menit
untuk dua hari.
15
Walaupun secara teori penggunaan hidrogen peroksida dapat menyebabkan penurunan nilai kekerasan yang lebih banyak dibanding karbamid
peroksida, nilai kekerasan pada penelitian Hora et al. 2012 yang mengaplikasikan hidrogen peroksida 30 mengalami penurunan yang lebih sedikit dibanding penelitian
ini yang menggunakan karbamid peroksida 35. Perbedaan ini dapat terjadi karena sampel penelitian Hora et al. 2012 direndam dalam saliva buatan selama penelitian
sementara pada penelitian ini sampel direndam dalam larutan NaCl 0,9. Delfino et al. 2009 dan Ferreira et al. 2006 mengemukakan bahwa tidak
terjadi penurunan nilai kekerasan gigi setelah diaplikasi bahan bleaching karbamid peroksida. Hal ini mungkin disebabkan oleh efek remineralisasi dari saliva buatan,
dimana peneliti tersebut merendam spesimennya di dalam saliva buatan selama bleaching. Saliva mengandung ion kalsium dan fosfat yang akan memenuhi pori-pori prisma enamel
dengan menggantikan mineral yang hilang sewaktu proses bleaching. Dengan demikian, kekerasan enamel akan meningkat. Walaupun remineralisasi dapat berlaku di dalam
rongga mulut secara alami, prosedur remineralisasi gigi tambahan masih sering dilakukan oleh dokter gigi setelah selesai proses bleaching. Pelbagai bahan telah digunakan untuk
meremineralisasi kembali enamel gigi. Antaranya adalah pasta CPP-ACP, fluor, dan susu dimana bahan-bahan ini mengandung kadar ion kalsium dan fosfor yang tinggi. Pada
penelitian ini, larutan NaCl 0,9 digunakan sebagai media penyimpanan sampel karena peneliti ingin mengetahui efek langsung bahan karbamid peroksida 35 terhadap
kekerasan enamel gigi. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengevaluasi nilai kekerasan enamel setelah proses remineralisasi.
6,43,50