indikasi bahwa dahulunya bentuk atap kampung sangat umum di lingkungan masyarakat Kudus Kuno. Namun belum dapat dipastikan bentuk atap seperti
apa yang sering digunakan pada rumah-rumah tipe kampung masyarakat Kudus Kuno ketika itu.
C. Susunan Ruangan Rumah Tipe Kampung
Konsep ruang dalam pandangan barat berasal dari dua konsep klasik yang bersumber pada filsafat Yunani. Konsep yang pertama dari Aristoteles,
menyatakan bahwa ruang adalah suatu medium dimana objek materiil berada, keberadaan ruang dikaitkan dengan posisi objek materiil tersebut konsep
position-relation . Konsep yang kedua dari Plato kemudian dikembangkan
oleh Newton yaitu konsep displacement-container yang melihat ruang sebagai wadah yang tetap, jadi walaupun objek materiil yang ada didalamnya dapat
disingkirkan atau diganti namun wadah itu tetap ada.
55
Konsep ruang dalam rumah tinggal menurut tradisi arsitektur Jawa pada kenyataannya berbeda dengan konsep ruang menurut tradisi Barat. Tidak
ada sinonim kata ruang dalam bahasa Jawa, yang mendekati adalah Nggon, kata kerjanya menjadi Manggon dan Panggonan berarti tempat atau Place.
Jadi bagi orang Jawa lebih tepat pengertian tempat dari pada ruang. Rumah tinggal bagi orang Jawa dengan demikian adalah tempat atau tatanan tempat,
konsep ruang geometris tidak relevan dalam pengertian rumah tinggal Jawa. Pengertian rumah bagi orang Jawa dapat ditelusuri dari kosa kata Jawa. Kata
55
J. Lukito Kartono, ”Konsep Ruang Tradisional Jawa dalam Konteks Budaya”, Dimensi Interior
, vol. 3 , no. 2 Desember 2005, h. 130.
omah-omah berarti berumah tangga, ngomahake membuat kerasan atau
menjinakkan, ngomah-ngomahake menikahkan, pomahan pekarangan rumah, pomah
penghuni rumah betah menempati rumahnya. Satu kesatuan sosial yang ditandai dengan dapur yang terpisah ini dalam bahasa Jawa disebut
somah .
56
Pada rumah induk omah istilah dalem dapat diartikan sebagai keakuan orang Jawa karena kata dalem adalah kata ganti orang pertama aku
dalam bahasa Jawa halus. Dasar keakuan dalam pandangan dunia Jawa terletak pada kesatuan dengan Illahi yang diupayakan sepanjang hidupnya
dalam mencari sangkan paraning dumadi dengan selalu memperdalam rasa yaitu suatu pengertian tentang asal dan tujuan sebagai makhluk.
Konstruksi rumah tinggal tradisional Jawa sebagian
besar menggunakan bahan kayu terutama kayu jati seperti untuk tiang, balok-balok
dan rangka atap. Pada masa lalu kayu jati untuk bahan bangunan rumah tinggal ini mudah didapat dari hutan-hutan jati yang banyak terdapat di
seluruh wilayah pulau Jawa. Dinding pengisi umumnya digunakan bahan anyaman bambu gedhek atau papan kayu jati gebyok. Dengan bahan kayu
jati ini dibuat konstruksi rangka dengan menggunakan cara penyambungan sistem cathokan dan purus. Pondasi menggunakan sistem umpak atau
ceblokan . Dengan sistem rangka ini terbentuk tiang-tiang yang bebas sehingga
ruang yang terjadi juga merupakan ruang-ruang yang terbuka tanpa dinding yang permanen. Demikian juga dengan konstruksi cathokan dan purus
56
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta : Balai Pustaka, 1984, h. 137-142.
tersebut memungkinkan sebuah rumah dibongkar untuk dipindah ke lain tempat pada saat dibutuhkan.
57
Suatu rumah tempat tinggal asli griya untuk golongan bawah, petani, biasanya berbentuk persegi panjang. Dinding terbuat dari anyaman bambu
gedhek yang sering kali tidak berjendela. Pada kedua sisi panjang dari rumah terdapat pintu dorong yang terbuat dari rangka bambu dan gedhek; membagi
rumah menjadi dua bagian, depan dan belakang dalam. Bagian dalam rumah dibagi-bagi dengan sekat-sekat yang terbuat dari gedhek yang dengan mudah
digeser yang dapat menjadi ruang-ruang yang multipurpose, sedang atapnya berbentuk kampung.
Susunan ruangan yang terdapat dalam rumah tradisional Jawa tergantung kepada besar kecilnya rumah tersebut dan tergantung pula pada
kebutuhan keluarga. Biasanya jumlah ruangan yang ada disesuaikan jumlah anggota keluarga. Jadi makin banyak anggota keluarga tersebut, makin banyak
ruangan yang dibutuhkan. Dalam hal ini, yang termasuk ruangan adalah kamar-kamar yang terdapat dalam ruangan rumah. Pada prinsipnya semua
kamar dalam ruangan menghubungkan antara tiang yang satu dengan tiang lainnya dan tepat di bawah blandar.
Sebuah rumah tinggal Jawa yang berbentuk kampung setidak-tidaknya terdiri dari satu unit dasar omah yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian
depan, tengah, dan belakang. Untuk ruangan bagian belakang terdiri dari deretan sentong tengah, sentong kiri kiwa, sentong kanan tengen. Sentong
57
Alim J. Setiawan, “Rumah Tinggal Orang Jawa; Suatu Kajian Tentang Dampak Perubahan Wujud Arsitektur Terhadap Tata Nilai Sosial Budaya dalam Rumah Tinggal Orang
Jawa di Ponorogo” Tesis S2, Universitas Indonesia, 1991, h. 78.
kiri dan kanan untuk tidur sedangkan sentong tengah untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat sakral. Hierarki ruangnya memperlihatkan adanya gradasi
berurut dari depan ke belakang. Organisasi ruangnya menganut pola closed ended plan
,
58
yaitu simetri keseimbangan yang berhenti pada suatu ruang, dalam hal ini senthong tengah. Bilamana ada kepentingan yang lain, maka
kamar bisa ditambah lagi yang diletakkan di ruang tengah. Biasanya kamar tambahan ini hanya diberi batas dengan rana atau kain saja. Dan ruang
terbuka memanjang di depan deretan sentong atau yang berada di bagian tengah disebut dalem sedangkan bagian depan disebut emperan. Pada rumah
Kampung umumnya tidak memiliki pendapa dan pringgitan, sehingga rumah
terdiri atas dalem saja.
59
Dapur terletak di belakang rumah dan kamar mandi terpisah dengan rumah, kamar mandi terletak di kiri belakang rumah, sehingga
dinamakan pekiwan kiwo atau kiri. Tidak jarang di belakang rumah juga terdapat kandang hewan piaraan.
D. Fungsi Tiap-Tiap Ruangan Rumah Tipe Kampung