59
BAB IV RUMAH TRADISIONAL KUDUS SETELAH BERKEMBANGNYA
ISLAM DI KUDUS
A. Tinjauan Sejarah
Seperti rumah Jawa pada umumnya, sampai sekarang, belum ada catatan sejarah yang memberikan keterangan dengan pasti kapan dimulai
kemunculan dan berkembangnya rumah Kudus. Dari sebuah sumber lisan, diperoleh informasi bahwa perkembangan rumah Kudus mengalami puncak
kejayaan di sekitar abad ke-17 dan ke-18 M.
Rumah adat Kudus asli pada awalnya hanya terdapat di Kudus Kulon di sekeliling masjid Menara Kudus.
Rumah adat Kudus biasa kebanyakan terdapat pada jarak 10-25 km dari masjid Menara Kudus. Pembagian tata letak tersebut diambil dengan tinjauan historis,
sesuai dengan sejarahnya.
Dalam Tesis yang berjudul “Makna Ruang dan Penataannya dalam Arsitektur Rumah Kudus”, pada lampiran, Triyanto menampilkan sebuah
gambar rumah tradisional Kudus milik bapak Haji Saleh Syakur. Pada salah satu elemen gebyok atau dinding rumah memperlihatkan angka tahun
pembuatannya, yaitu tahun 1828 M. Angka tahun pendirian ini terpahat pada salah satu dinding tersebut. Sementara pada rumah-rumah yang lain, yang
tidak terdapat angka tahun pembuatannya, bisa jadi dibuat sebelum, pada, atau sesudah masa-masa tahun tersebut. Kemudian penjelasannya bahwa pada
sekitar tahun 1700-an hingga 1800-an M sekelompok orang-orang Kudus,
khususnya penduduk Kudus Kulon, yang bermata pencaharian pada umumnya sebagai pedagang tembakau, pengusaha rokok kretek, ataupun pengusaha di
bidang jahit menjahit, mengalami masa-masa gemilang. Usaha mereka yang sukses tersebut menjadikan status ekonominya meningkat pesat. Status inilah,
agaknya, yang menjadi salah satu faktor pendorong bagi mereka untuk berlomba-lomba menjalankan ibadah haji ke Mekkah dan membangun rumah
dengan selera yang indah dan megah menurut ukuran tradisi pada waktu itu. Dapat dikatakan bahwa kemunculan dan berkembangnya rumah Kudus,
dipelopori oleh para saudagar Kudus yang pada umumnya adalah sebagai pemeluk Islam yang telah menunaikan ibadah haji. Rumah Kudus yang
berukir indah itu adalah manifestasi golongan keturunan Sunan Kudus yang kaya, terpandang dan maju kehidupan ekonominya.
66
Adapun mengenai perkembangan rumah Kudus, oleh warga masyarakat setempat sering dikaitkan dengan cerita rakyat bahwa pada masa
lalu, terdapat seorang tokoh sakti yang bernama Rogomoyo. Pada masa hidupnya, Rogomoyo ini dikenal dengan sebagai seorang kalang atau tukang
kayu yang ahli membuat rumah tradisional Jawa yang indah. Karena daya kesaktian yang dimiliki sedemikian kuatnya, ia dapat membuat rumah yang
tahan api atau tidak mudah terbakar. Kehebatan inilah yang mendorong orang- orang kaya di Kudus Kulon pada waktu itu tertarik meminta jasa Rogomoyo
untuk membuat rumahnya. Setelah Rogomoyo meninggal dunia, model rumah hasil karyanya yang kemudian banyak ditiru atau dikembangkan lebih lanjut
66
Danang Priatmodjo, ”Anatomi Rumah Adat Kudus”, Laporan Penelitian, Fakultas Tekhnik, Universitas Tarumanegara, 1988, h. 2-3.
oleh orang-orang kaya di Kudus.
67
Sampai sekarang ini di Desa Prokowinong, Kudus Kulon terdapat sebuah makam keramat yang dipercayai sebagai
makam Rogomoyo. Selain cerita rakyat mengenai kisah Rogomoyo, di Kudus juga
berkembang cerita rakyat lainnya yang memiliki kaitan dengan kespesifikan rumah Kudus, terutama yang berkaitan dengan kemunculan dan
berkembangnya hiasan ukiran rumah. Seni ukir diperkenalkan di Kudus ketika emigran asal Yunan, The Ling Sing, tiba sekitar abad ke-15 M. Tokoh muslim
Cina tersebut hidup semasa perjuangan Ja’far Sodiq dalam mengembangkan agama Islam di Kudus. Selain ahli di bidang agama, The Ling Sing atau yang
disebut Kyai Telingsing terkenal juga sebagai pemahat dan pengukir yang hebat, dan kemudian juga membagikan ilmunya untuk seni mengukir kayu
dengan gaya Sun Ging sebagai sebuah mahakarya ukiran kayu karena kehalusan dan keindahannya Nyungging. Nama Kyai Telingsing ini sampai
sekarang diabadikan sebagai nama sebuah jalan di kota Kudus. Di sepanjang jalan tersebut juga terdapat sebuah kampung atau desa yang bernama
Sunggingan yang diperkirakan berasal dari kata Sun Ging tersebut. Daerah tersebut diperkirakan merupakan tempat tinggal para pengukir dan pemahat
hasil didikan dari Kyai Telingsing.
Jadi jelas disini akan adanya pengaruh pertukangan kayu Cina pada rumah tradisional Kudus.
Rumah tradisional Kudus yang letaknya tidak jauh dari komplek Mesjid Menara Kudus. Mesjid Menara
terletak di daerah kampung Kauman. Daerah Kauman merupakan daerah
67
Triyanto, “Makna Ruang dan Penataannya dalam Arsitektur Rumah Kudus”, Tesis S2, Universitas Indonesia, 1992, h. 178.
pedagang kelas menengah Muslim yang bermukim disekitar mesjid. Dulu daerah ini banyak dihuni oleh pedagang dan tukang Cina Muslim, yang
bercampur dengan pedagang muslim setempat. Keluarga Cina–Jawa yang masuk Islam bergabung dengan masyarakat Kauman.
68
Beberapa versi cerita lain yang mewarnai perkembangan rumah Kudus, menuturkan adanya keterkaitan dengan pengaruh seni ukir di kota
Jepara yang berkembang sekitar abad ke-16 M. Antara lain, yang pertama, di Kudus dahulunya merupakan pusat pengrajin ukir, sebelum dikembangkannya
keahlian tersebut di daerah Jepara, kedua, beberapa saudagar kaya di Kudus mendatangkan para pengrajin ukir kota Jepara untuk menghiasi rumah yang
akan dibangun dengan ukiran-ukirannya, ketiga, sebagian warga masyarakat Kudus
ada yang
belajar mengukir
di Jepara
dan kemudian
mengembangkannya di Kudus, keempat, sebagian pengrajin ukiran Jepara atas inisiatifnya sendiri pindah atau berumah tangga di Kudus kemudian menetap
dan mengembangkan keterampilannya di tempat yang baru. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, bahwa rumah
tinggal tradisional Kudus yang kondisinya masih bisa dilihat hingga sekarang, beratap joglo pencu dan dihiasi ukiran di bagian ruang dalamnya, dibangun
setelah tahun 1749 M dan sebelum tahun 1920 M atau 1945 M. Meliputi dua periode, yaitu periode pertama dari tahun 1749 M hingga sebelum 1870 M dan
68
De Graaf, H.J, Th.G.Th. Pigeaud, Cina Muslim di Jawa Abad XV dan XVI antara Historisitas dan Mitos
, terjemahan dari Chinese Muslims in Java in the 15
th
and 16
th
centuries: The Malay Annals of Semarang and Cirebon
Yogyakarta : PT Tiara Wacana, 1998, h. 183-186.
periode kedua mulai tahun 1870 M hingga sebelum tahun 1920 M atau hingga tahun 1945 M.
69
Terlepas kemungkinan mana dari versi cerita tersebut di atas yang paling dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kepastian tersebut
memang masih perlu untuk diselidiki lebih lanjut. Tetapi yang jelas rumah adat Kudus merupakan suatu wujud nyata dari akulturasi kebudayaan yang
menghasilkan arsitektur rumah tinggal yang megah, indah dan sarat dengan nilai sosio kultural. Arsitekturnya nyaris mengungkapkan kesempurnaan
proses penggabungan kebudayaan dan berhasil mendirikan rumah tradisional yang khas.
B. Bentuk Fisik Bangunan Induk