kategori kinerja tidak baik dan 4 orang 11,1 dengan kategori kinerja baik. Sedangkan dari 22 orang responden yang menyatakan kategori imbalan baik ada
sebanyak 16 orang 44,5 kategori kinerja baik dan 6 orang 16,6 dengan kategori kinerja tidak baik. Secara statistik menunjukkan ada hubungan antara
imbalan dengan kinerja pengelola obat dengan nilai p=0,009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 12 responden yang menyatakan
prosedur tetap kategori tidak baik ada sebanyak 11 orang 30,5 diantaranya dengan kinerja kategori tidak baik dan 1 orang 2,8 dengan kinerja kategori baik.
Sedangkan dari 24 orang responden yang menyatakan prosedur tetap kategori baik ada sebanyak 19 orang 52,8 dengan kinerja kategori baik dan 5 orang 13,9
dengan kinerja kategori tidak baik. Secara statistik menunjukkan ada hubungan antara prosedur tetap dengan kinerja pengelola obat dengan nilai p=0,000
4.6. Pengaruh Karakteristik Individu dan Sumber Daya Organisasi terhadap
Kinerja Pengelola Obat
Untuk mengetahui pengaruh variabel karakteristik individu dan sumber daya organisasi terhadap kinerja pengelola obat di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
Kota Sibolga, dilakukan uji regresi berganda dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.16. Hasil Uji Regresi Pengaruh Karakteristik Individu dan Sumber Daya Organisasi terhadap Kinerja Pengelola Obat di Puskesmas dan
Puskesmas Pembantu Kota Sibolga
Variabel t-hitung
Sign p Koefisien
Karakteristik Individu
Konstan 1,905 0,067 3,214
Pendidikan 2,168 0,038 1,563
Pengetahuan 2,368 0,025 0,282
Lama Kerja 3,560 0,001 0,377
Sumber Daya Organisasi
Kepemimpinan 2,133 0,042 0,207
Imbalan 3,091 0,004 0,196
Prosedur Tetap 3,030 0,005 0,174
Hasil uji regresi ganda menunjukkan variabel karakteristik individu meliputi pendidikan, pengetahuan dan lama kerja serta variabel sumber daya organisasi
meliputi kepemimpinan, imbalan dan prosedur tetap berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pengelola obat yang diukur dari aspek perencanaan,
pengadaan, distribusi dan penggunaan p0,05. Berdasarkan nilai koefisien regresi masing-masing variabel karakteristik
individu dan sumber daya organisasi dapat dibuat model persamaan regresi sebagai berikut:
Y = +
I
X
1
+
2
X
2
+
3
X
3
+
4
X
4
+
5
X
5
+
6
X
6
Y = 3,214 +1,563X
1
+ 0,282X
2
+ 0,377X
3
+ 0,207X
4
+ 0,196X
5
+ 0,174X
6
Koefisien variabel karakteristik individu dan sumber daya organisasi seperti pada persamaan di atas menunjukkan besar pengaruh terhadap kinerja pengelola obat,
dimana variabel yang paling besar koefisiennya adalah variabel pendidikan
1,563, artinya variabel pendidikan yang paling dominan mempengaruhi kinerja pengelola obat di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu.
Variabel karakteristik individu dan sumber daya organisasi mampu menjelaskan variasi kinerja pengelola obat di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
Kota Sibolga sebesar 94,4 R Square =0,944 lampiran uji regresi, selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini.
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Kinerja Pengelola Obat
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden mempunyai latar belakang pendidikan non farmasi yaitu sebanyak 25 orang 69,4, selebihnya
merupakan tenaga pengelola obat dengan latar belakang pendidikan farmasi, yaitu 11 orang 30.6. Selanjutnya dari hasil analisis statistik dengan uji regresi berganda
menunjukkan bahwa variabel pendidikan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kinerja pengelola obat p0,05. Demikian halnya hasil cross-check
lampiran 5 yang penulis lakukan kepada masing-masing kepala puskesmas dan kepala puskesmas pembantu di Kota Sibolga pada saat penelitian tentang kinerja
pengelola obat di puskesmasnya diperoleh penjelasan bahwa pengetahuan pengelola obat tentang perencanaan obat dilihat dari pengetahuan dalam mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan obat, melakukan perhitungan kebutuhan obat, serta menyusun daftar stok obat menurut penilaian kepala puskesmas
kategori baik 55,6, berdasarkan pencapaian tingkat pengetahuan dapat diasumsikan belum seperti yang diharapkan apabila dilihat dari jumlah petugas
sebanyak 36 orang, hanya 20 orang diantaranya yang berpengetahuan baik. Mendukung penelitian Sriana A, dkk 2002 di Propinsi Jawa Timur dan
Sumatera Barat bahwa ada hubungan tingkat pendidikan dengan kemampuan