Pengaruh Karakteristik Individu Dan Organisasi Terhadap Kinerja Petugas P2P Dalam Program DBD Di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Tahun 2009
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA PETUGAS P2P DALAM PROGRAM DBD
DI DINAS KESEHATAN KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2009
TESIS
Oleh:
ANDA SYAHPUTRA 0570112004/AKK
SEKOLAH PASCA SARJANA
ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
(2)
ABSTRAK
Pada tahun 2006 terjadi kejadian luar biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 4,72%. Di Kota Lhokseumawe terdapat 250 kasus dengan CFR 2.4 % dan tahun 2007 terdapat 251 kasus dengan CFR 1,6 %. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan jumlah penderita sebanyak 500 kasus dengan CFR 0,6 %.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (pendidikan, pelatihan dan masa kerja) dan karateristik organisasi (sumber daya, kepemimpinan dan imbalan) terhadap kinerja P2P program DBD di Kota Lhokseumawe tahun 2009. Jenis penelitian studi deskriptif analitik dengan disain cross sectional. Populasi adalah seluruh petugas P2P Program DBD dengan sampel seluruh populasi sebanyak 31 orang. Analisis data menggunakan uji regresi berganda pada = 0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel karakteristik individu (pendidikan dan pelatihan) serta karakteristik organisasi (kepemimpinan dan imbalan) berpengaruh terhadap kinerja petugas P2P program DBD di Kota Lhokseumawe (p < 0,05). Besarnya pengaruh variabel bebas secara serentak adalah 36,2 %. Variabel imbalan paling dominan memiliki pengaruh terhadap kinerja petugas P2P program DBD di Kota Lhokseumawe dengan koefisien β = 0,559.
Disarankan kepada kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe supaya meningkatkan upaya pembinaan dan peningkatan pengetahuan petugas P2P DBD
(3)
melalui bimbingan teknis dan pelatihan serta melakukan evaluasi penilaian kinerja petugas puskesmas. Pada pemerintah Kota Lhokseumawe perlu kebijakan penyetaraan pemberian insentif atau kesejahteraan kepada petugas P2P DBD.
Kata kunci : Karakteristik, Kinerja, DBD
(4)
ABSTRACT
In 2006, an outbreaks of Dengue Hemorrhage Fever (DHF) occured in Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) with Case Fatality Rate (CFR) of 4.72%. In the City of Lhokseumawe itself, there were 250 cases of DHF with CFR of 2.5%. In 2007 there were 251 cases with CFR of 1.6% and in 2008, the cases increased to 500 with CFR of 0.6%.
The purpose of this survey with cross‐sectional design was to analyze the influence of individuals’s characterictics (education, training, and length of service) and characteristics of organization (resources, leadership, and reward) on the performance of health centre staff which managed DHF program in the City of Lhokseumawe in 2009. The population of this study were 31 health centre staff which managed DHF program and all of them were selected to be samples for this study. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 0.05
The result of the study showed that statistically the variables of individual’s characteristics (education and training) and the variables of characteristics of organization (leadership and reward) had an influence on the performance of health centre staff which managed DHF program in the City of Lhokseumawe (p > 0.05). The reward was the most dominant variable which had influence on the performance of health centre staff with β = 0.486
The Lhokseumawe Health Office is suggested to improve the knowledge of health centre staff which managed DHF through technical guidance and trainings on
(5)
health program planning of the DHF program, to recommend a training and evaluate the performance of the health centre. The government of Lhokseumawe needs to make a policy to equalize the insentive or welfare provision for health centre staff which managed DHF program.
Key words : Characteristic, Performance, DHF
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas rahmat serta
karuniaNYa sehingga dengan izinnya maka penulis dapat menyelesaikanTesis ini
dengan judul “ Pengaruh Karakteristik Individu dan Organisasi Terhadap Kinerja Petugas P2P Dalam Program DBD Di Dinas Kesehatan kota Lhokseumawe Tahun 2009 “.
Tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan bantuan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang
dijabat oleh dr. Ria Masniari Lubis, MSi atas kesempatan menjadi mahasiswa
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama,
MS dan Sekretaris Progam Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ida Yustina, MSi yang telah
membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis
ini.
Secara khusus kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM dan Ir. Zuraidah Nasution, M. Kes sebagai
(7)
memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal
hingga penulisan tesis selesai.
Kepala Dinas Kesehatan Lhokseumawe Saifuddin Saleh, SH yang telah
memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian ini.
Seluruh para dosen pengajar dan staf di lingkungan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat minat studi Administrasi Kebijakan dan Kesehatan.
Teristimewa buat istri tersayang Sri Nova Indria yang penuh pengertian,
kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam setia menunggu,
memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini
serta seorang putri tersayang Kheyza Andaresta.
Seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, 19 September 2009
(8)
RIWAYAT HIDUP
Anda Syahputra lahir pada tanggal 25 Desember 1978 di Cunda, anak pertama dengan jumlah 5 (lima) bersaudara dari pasangan Ayahanda M. Nurdin, SKM, MM dan Ibunda Hj. Nuraina Lubis. Tempat tinggal di Jln. Stasion No. 39 Keude Cunda. Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Cunda selesai tahun 1991, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Cunda selesai tahun 1994, Sekolah Menengah Umum Negeri 4 Lhokseumawe selesai Tahun 1997, Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara selesai Tahun 2000, Universita Syiah Kuala Fakultas Kedokteran Program studi Ilmu Keperawatan Banda Aceh Tahun 2002 selesai Tahun 2005.
Penulis menikah pada 26 Juni 2008 dengan Sri Nova Indria dan telah dikaruniai seorang putri Kheyza Andaresta.
Bekerja sebagai Paramedis di Rumkit Kesrem 01.07.01 Tingkat 4 Kota Lhokseumawe dari tahun 2000 sampai tahun 2002, Honorer di Puskesmas Monggeudong dari tahun 2001 sampai tahun 2002. Pegawai Negeri Sipil di Akademi Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara tahun 2006 sampai sekarang.
Tahun 2005 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S‐2 Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Hipotesis ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
(10)
2.1. Demam Berdarah Dengue ... 8
2.2. Program Pencegahan Penyakit DBD ... 9
2.3. Organisasi ... 11
2.4. Kinerja ... 12
2.4.1. Hub Kinerja Terhadap Karakteristik Individu... 13
2.4.2. Hub Kinerja Terhadap Karakteristik Organisasi... 15
2.5. Metode Penilaian Kinerja ... 18
2.6. Manfaat Penilaian Kinerja ... 29
2.7 Tupoksi Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit ... 31
2.8 Kerangka Konsep ... 34
BAB 3... METODE PENELITIAN ... 36
3.1. Jenis Penelitian ... 36
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36
3.2.1. Lokasi Penelitian... 36
3.2.2. Waktu Penelitian ... 36
3.3. Populasi dan Sampel ... 37
3.3.1. Populasi ... 37
3.3.2. Sampel ... 37
(11)
3.4.1.Data Primer ... 37
3.4.2. Data Sekunder ... 39
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39
3.5.1. Variabel Penelitian ... 39
3.5.2. Definisi Operasional ... 39
3.6. Metode Pengukuran ... 41
3.7. Metode Analisis Data ... 42
3.7.1. Analisis Univariat ... 42
3.7.2. Analisis Bivariat ... 42
3.7.3. Analisis Multivariat ... 43
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... . 44
4.1 Gambaran umum lokasi Penelitian ... ... 44
4.2... Analisis Univariat ... 45
4.2.1. Karakteristik Individu ... ... 45
4.2.2. Karakteristik Organisasi ... 48
4.2.3. Kinerja petugas P2P Program DBD ... ... 53
4.3 Analisis Bivariat ... 55
4.3.1. Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kinerja Petugas P2P DBD... 55
(12)
4.3.2. Hubungan Karakterisitk Organisasi Dengan Kinerja Petugas
P2P DBD... 57
4.4. Analisis Multivariat... 58
BAB 5. PEMBAHASAN ... 60
5.1. Kinerja Petugas P2P DBD... 60
5.2. Pengaruh Karakteristik individu Terhadap Inerja Petugas P2P DBD ... 60
5.2.1. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD ... 60
5.2.2. Pengaruh Masa Kerja Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD ... 62
5.2.3. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD ... 63
5.3. Pengaruh Karakterisitk Organisasi Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD... 65
5.3.1. Pengaruh Sumber Daya Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD... 65
5.3.2. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD... 66
5.3.3. Pengaruh Imbalan Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD ... 69
5.4. Kinerja Petugas P2P DBD... 72
5.5 Keterbatasan Penelitian ... 76
(13)
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
6.1. Kesimpulan ... 77 6.2. Saran... 78
DAFTAR PUSTAKA KUESIONER PENELITIAN
(14)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen... 41 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen... 42
4.1. Distribusi Frekuensi Reaponden Menurut Pendidikan Responden 45
4.2. Distrbusi Frekuensi Responden Menurut Masa Kerja Responden 46
4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Indikator Pelatihan... 46 4.4. Distribusi Frekuensi responden Menurut Pelatihan ...
47
4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Indikator Sumber Daya 48 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut variabel Sumber Daya 49 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Indikator Kepemimpinan 50 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Variabel Kepemimpinan 51 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Indikator Imbalan ... 51 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Variabel Imbalan ... 52
4.11. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Indikator Kinerja
Petugas P2P Program DBD... 53
4.12. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kinerja ... 54 4.13. Hubungan Karakteristik Individu Dengan Kinerja Petugas P2P DBD 56
(15)
4.14. Hubungan Karakteristik Organisasi Dengan Kinerja Petugas P2P DBD 58 4.15. Hasil Uji linier berganda... 59
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuisioner penelitian ... 81
2. Hasil Uji Reliabilitas ……….. 86
3. Tabel Frekuensi ……….. 92
4. Hasil Uji Chi‐Square ... 100
5. Hasil Uji Regresi Logistik ... 106
(17)
ABSTRAK
Pada tahun 2006 terjadi kejadian luar biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 4,72%. Di Kota Lhokseumawe terdapat 250 kasus dengan CFR 2.4 % dan tahun 2007 terdapat 251 kasus dengan CFR 1,6 %. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan jumlah penderita sebanyak 500 kasus dengan CFR 0,6 %.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (pendidikan, pelatihan dan masa kerja) dan karateristik organisasi (sumber daya, kepemimpinan dan imbalan) terhadap kinerja P2P program DBD di Kota Lhokseumawe tahun 2009. Jenis penelitian studi deskriptif analitik dengan disain cross sectional. Populasi adalah seluruh petugas P2P Program DBD dengan sampel seluruh populasi sebanyak 31 orang. Analisis data menggunakan uji regresi berganda pada = 0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel karakteristik individu (pendidikan dan pelatihan) serta karakteristik organisasi (kepemimpinan dan imbalan) berpengaruh terhadap kinerja petugas P2P program DBD di Kota Lhokseumawe (p < 0,05). Besarnya pengaruh variabel bebas secara serentak adalah 36,2 %. Variabel imbalan paling dominan memiliki pengaruh terhadap kinerja petugas P2P program DBD di Kota Lhokseumawe dengan koefisien β = 0,559.
Disarankan kepada kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe supaya meningkatkan upaya pembinaan dan peningkatan pengetahuan petugas P2P DBD
(18)
melalui bimbingan teknis dan pelatihan serta melakukan evaluasi penilaian kinerja petugas puskesmas. Pada pemerintah Kota Lhokseumawe perlu kebijakan penyetaraan pemberian insentif atau kesejahteraan kepada petugas P2P DBD.
Kata kunci : Karakteristik, Kinerja, DBD
(19)
ABSTRACT
In 2006, an outbreaks of Dengue Hemorrhage Fever (DHF) occured in Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) with Case Fatality Rate (CFR) of 4.72%. In the City of Lhokseumawe itself, there were 250 cases of DHF with CFR of 2.5%. In 2007 there were 251 cases with CFR of 1.6% and in 2008, the cases increased to 500 with CFR of 0.6%.
The purpose of this survey with cross‐sectional design was to analyze the influence of individuals’s characterictics (education, training, and length of service) and characteristics of organization (resources, leadership, and reward) on the performance of health centre staff which managed DHF program in the City of Lhokseumawe in 2009. The population of this study were 31 health centre staff which managed DHF program and all of them were selected to be samples for this study. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 0.05
The result of the study showed that statistically the variables of individual’s characteristics (education and training) and the variables of characteristics of organization (leadership and reward) had an influence on the performance of health centre staff which managed DHF program in the City of Lhokseumawe (p > 0.05). The reward was the most dominant variable which had influence on the performance of health centre staff with β = 0.486
The Lhokseumawe Health Office is suggested to improve the knowledge of health centre staff which managed DHF through technical guidance and trainings on
(20)
health program planning of the DHF program, to recommend a training and evaluate the performance of the health centre. The government of Lhokseumawe needs to make a policy to equalize the insentive or welfare provision for health centre staff which managed DHF program.
Key words : Characteristic, Performance, DHF
(21)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah
masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam
lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata dalam wilayah kesatuan Negara RI yang kuat. Gambaran masyarakat di masa
depan tersebut dapat dicapai dengan landasan visi, “Masyarakat yang Mandiri untuk
Hidup Sehat” dalam mencapai INDONESIA SEHAT 2010. Perilaku masyarakat
Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah bersifat proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mecegah risiko penyakit, melindungi diri dari ancaman
penyakit, berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, serta mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu (Depkes, 2004).
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut dilakukan
upaya-upaya kesehatan. Salah satu upaya-upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal adalah program pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular. Penyakit menular yang sampai saat ini masih
menjadi program pemerintah, di antaranya adalah program pemberantasan penyakit
(22)
Bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit DBD, menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD (Depkes RI, 2003).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. DBD telah muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat internasional pada abad 21, menurut WHO (2000) antara tahun 1975‐1995 terdeteksi di 102 negara dari lima wilayah WHO, yaitu 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Timur Tengah dan 29 negara di Pasifik Barat (Depkes RI, 2003).
Penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila (Philipina) pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Menurut Perkiraan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Center for Disease Control and Prevention), Amerika Serikat setiap tahun di seluruh dunia terjadi 50 juta – 100 juta kasus DBD (Depkes RI, 2000).
Kasus DBD di Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968 tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1972. Sejak itu penyakit DBD menyebar ke berbagai daerah di seluruh pelosok tanah air, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat. Baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadik selalu terjadi KLB.
KLB terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Insidens Rate (IR) 35,19 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 2%. Pada tahun 1999 IR menurun menjadi 10,17 per 100.000 penduduk, namun tahun‐tahun berikutnya IR cenderung
(23)
meningkat. Pada tahun 2000 IR 15,99 per 100.000 penduduk, tahun 2001 IR 21,66 per 100.000 penduduk, tahun 2002 IR 19,24 per 100.000 penduduk, tahun 2003 IR 23,87 per 100.000 penduduk.
Dalam periode Januari ‐ April 2004, tejadi letusan KLB di 188 kabupaten/kota dari 12 propinsi dengan jumlah kasus 53.719 kasus dan 590 orang meninggal dengan CFR 1,1%.
Adapun 12 provinsi yang terjadi letusan KLB adalah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, NTB dan NTT (Depkes RI, 2004).
Pada tahun 2006 terjadi kejadian luar biasa (KLB) di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan CFR sebesar 4,72%. Khususnya di Kota Lhokseumawe terdapat 250 kasus dengan CFR 2,4% sedangkan tahun 2007 terdapat 251 kasus dengan CFR 1,6%, di tahun 2008 terdapat peningkatan jumlah kasus 500 dengan CFR 0,6% (Profil Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2008).
Target pelayanan akan dicapai menuju paradigma Indonesia Sehat 2010 melalui program pencegahan dan pemberantasan penyakit (P2P) salah satunya adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan sasaran sebesar 80% baik di rumah sakit maupun di puskesmas.
Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima serta terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat menggunakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya tersebut diselenggarakan dengan
(24)
menitikberatkan pada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes, RI 2004).
Salah satu fungsi puskesmas adalah memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas meliputi pelayanan pengobatan, upaya pencegahan, peningkatan kesehatan dan pemulihan kesehatan (Depkes RI, 2004).
Fenomena menunjukkan beberapa permasalahan yang terjadi dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di puskesmas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sukmayeni (2008) di Propinsi Sumatera Barat khususnya di Kota Padang memperlihatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian DBD cukup tingggi serta adanya ledakan kasus DBD (KLB) pada tahun 2004. Angka Incidence Rate (IR) dan Case
Fatality Rate (CFR) penyakit DBD dalam tiga tahun terakhir ini terus meningkat yaitu IR 81,74 % dan CFR 1,57 % pertahun.
Berdasarkan penelitian Sukmayeni (2008) menunjukkan bahwa pengetahuan tentang pelaksanaan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dari petugas kesehatan masih kurang dan masih banyak petugas yang belum mengikuti pelatihan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue. Motivasi petugas juga masih rendah dalam pelaksanaan Pemantauan Jentik Berkala. Dalam pengelolaan program PJB puskesmas di Kota Padang, belum dilaksanakan perencanaan dengan baik, koordinasi yang lemah dan belum lengkapnya pencatatan dan pelaporan.
Berdasarkan hasil observasi sementara diketahui bahwa pelaksanaan penanggulangan KLB DBD belum dapat dilaksanakan dengan optimal, seperti
(25)
penyuluhan dan pemantauan jentik berkala yang kurang pada masyarakat dikarenakan sumber daya petugas pelaksana memiliki basic pendidikan yang bukan berasal dari kesehatan lingkungan melainkan dari perawat, bidan dan lainnya sehingga pelaksanaan dan penyampaian informasi kurang maksimal. kebanyakan petugas berjenis kelamin perempuan sehingga jarang untuk turun kelapangan dikarenakan jarak tempuh yang jauh ke lokasi wilayah endemis DBD, serta pelaksanaan foging yang tidak tepat sasaran. Ketidak hadiran dan kurangnya keaktifan petugas P2P program DBD untuk turun kelapangan dalam melaksanakan kegiatan PSN, sehingga kegiatan PSN menjadi tidak berkesinambungan. Dari uraian diatas terlihat bahwa salah satu masalah dalam upaya penanggulangan DBD adalah lemahnya kinerja petugas kesehatan, khususnya petugas P2P program DBD. Gibson (1989) berpendapat bahwa faktor‐faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain: karakteristik individu dan karakteristik organisasi.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan karakteristik individu dan karakteristik organisasi terhadap kinerja staff pengelola P2P program DBD di Kota Lhokseumawe.
1.2. Permasalahan
Kejadian DBD masih tinggi di Kota Lhokseumawe bahkan sampai terjadi KLB, masalah ini sudah ditanggulangi namun setiap tahun masih saja terjadi peningkatan kasus DBD maka di asumsikan bahwa karakteristik individu dan organisasi dalam pencegahan serta penanggulangan penyakit DBD belum dapat dilaksanakan secara optimal. Permasalahan penelitian adalah: bagaimana hubungan karakteristik individu (pendidikan, pelatihan dan masa kerja) dan karakteristik organisasi (sumber daya,
(26)
kepemimpinan dan imbalan) terhadap kinerja staff pengelola P2P program DBD di Kota Lhokseumawe tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (pendidikan, pelatihan dan masa kerja) dan karakteristik organisasi (sumber daya, kepemimpinan dan imbalan) terhadap kinerja staff pengelola P2P program DBD di Kota Lhokseumawe tahun 2009.
1.4. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh individu (pendidikan, pelatihan dan masa kerja) dan karakteristik organisasi (sumber daya, kepemimpinan dan imbalan) terhadap kinerja staff pengelola P2P program DBD di Kota Lhokseumawe tahun 2009.
1.5.Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe khususnya bagian P2P&L dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD di unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas. 2. Sebagai bahan masukan bagi tenaga P2P program DBD di puskesmas dalam
melakukan peningkatan mutu pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD. 3. Sebagai sarana perbandingan bagi peneliti dalam mengembangkan pengetahuan
tentang kebijakan dalam meningkatkan mutu pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD.
(27)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2‐7 hari, manifestasi perdarahan (peteke, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (Rumple Leede) positif, trombositopeni (jumlah trombosit 100.000/ l, hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit 20%) disertai atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
DBD salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka sesuai dengan undang‐undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta peraturan menteri kesehatan No. 560 tahun 1989 bahwa setiap penderita termasuk tersangka DBD harus segera dilaporkan selambat‐lambatnya dalam waktu 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter praktek dan lain‐lain). Untuk membatasi penularan penyakit yang cenderung meluas, mencegah kejadian luar biasa (KLB) serta menekan angka kesakitan dan kematian maka pemerintah juga melaksanakan pemberantasan vektor dengan menggunakan insektisida (fogging fokus) di desa/kelurahan yang ditemukan adanya penderita (Depkes RI, 2005).
Diperkirakan bahwa terdapat sekurang‐kurangnya seratus juta kasus Demam Dengue pertahun dan 500.000 kasus Demam Berdarah Dengue yang memerlukan rawat
(28)
inap di rumah sakit. Angka kematian yang disebabkan oleh DBD rata‐rata sekitar 5% dengan catatan kematian sejumlah 25.000 terjadi tiap tahunnya (Depkes RI, 2003).
2.2. Program Pencegahan Penyakit DBD
Setiap puskesmas dengan penuh tanggung jawab harus melaksanakan pencatatan pelaporan sesuai dengan system yang berlaku dengan bimbingan petugas tingkat kabupaten, melaksanakan tindakan sesuai dengan arahan yang diberikan dalam alternative tindakan berdasarkan hasil pemantauan. (Depkes RI, 1998)
Berdasarkan uraian tugas jabatan struktural bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit yaitu memimpin seksi pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dalam pelaksanaan kegiatan teknis dan administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mendukung melancarkan tugas pokok bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit meliputi : membuat rencana kerja berdasarkan peraturan perundang‐undangan untuk pedoman pelaksanaan kegiatan, membuat laporan pelaksanaan tugas secara tertulis kepada atasan sebagai bahan untuk penyusunan program selanjutnya (DKK NAD, 2008).
Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera
(paling lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan diagnosis) tentang
adanya penderita termasuk tersangka DBD agar segera dapat dilakukan tindakan atau
langkah-langkah penanggulangan seperlunya.
Alur pelaporan Demam Berdarah Dengue yaitu : (Depkes RI, 2005).
a. Pelaporan Rutin
(29)
2. Pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Propinsi.
4. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Propinsi ke Pusat (Subdit Arbovirus,
Ditjen P2M&PL).
b. Pelaporan dalam Situasi Kejadian Luar Biasa
1. Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
2. Pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Propinsi.
4. Pelaporan dari dinas Kesehatan Propinsi ke Pusat (Subdit Arbovirus,
Ditjen P2M&PL).
c. Umpan Balik
Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas dan
memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan
serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing-masing tingkat
administrasi dilaksanakan setiap tiga bulan minimal dua kali dalam setahun. Penilaian kinerja program pencegahan penyakit DBD
indikator kinerja :
1)Jumlah penderita DBD yang ditangani sesuai standar ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ X 100% Jumlah penderita DBD dalam kurun waktu yang sama
(30)
2)Jumlah tersangka DBD yang ditangani sesuai kriteria ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ X 100% Jumlah tersangka DBD dalam kurun waktu yang sama
2.3. Organisasi
Menurut Malayu (2005) organisasi adalah suatu system perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.
Menurut March & Siman dalam Malayu (2005) organisasi adalah system yang kompleks yang terdiri dari unsur psikologis, sosiologis, teknologis dan ekonomi yang dalam dirinya sendiri membutuhkan penyelidikan yang insentif. Organisasi terdiri dari : a. Pengaturan yang berorientasi sasaran, orang-orang dengan tujuannya.
b. Orang-orang berinteraksi dalam kelompok.
c. Orang dengan menggunakan pengetahuan dan teknik.
d. Interaksi kegiatan yang terstruktur serta orang-orang bekerja sama dalam
hubungan-hubungan yang berpola (struktur system)
2.4. Kinerja
Menurut Payaman (2005) kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
(31)
Berdasarkan pendapat Sedarmayanti (2004) kinerja adalah hasil kerja seseorang yang dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur, tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya pelaku yang terdapat pada organisasi tersebut.
Menurut Ilyas (2001) kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja personel maka perlu dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada 3 (tiga) kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kinerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas‐tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
2.4.1. Hubungan Kinerja Terhadap Karakteristik Individu
Menurut Rivai (2003) perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam organisasi berupa kemampuan, kepercayaan, pribadi, penghargaan, kebutuhan dan pengalaman masa kerja.
(32)
Sementara itu, karakteristik individu akan di bawa memasuki suatu lingkungan baru yaitu organisasi atau lainnya. Organisasi juga mempunyai karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu. Selanjutnya karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi yang akan mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.
Menurut Payaman (2005) kompensasi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja yang dipengaruhi oleh pendidikan, akumulasi pelatihan dan pengalaman kerja.
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia (Human
Investment). Semakin lama waktu yang digunakan seseorang untuk pendidikan
semakin tinggi kemampuan atau kompetensinya melakukan pekerjaan dan dengan
demikian semakin tinggi kinerjanya.
Sedangkan menurut Sedarmayanti (2004) pendidikan merupakan upaya
untuk menambah pengetahuan dan keterampilan bekerja sehingga dengan demikian
dapat meningkatkan produktivitas kerja dan tercermin dalam imbalan yang diterima.
b. Pelatihan
Pelatihan adalah salah satu bentuk peningkaan produktivitas kerja yang
dapat dilakukan di dalam maupun di luar instansi. Pelatihan yang dilakukan di luar
instansi umumnya bersifat khusus, lokakarya atau pendidikan formal dengan maksud
(33)
Peningkatan secara horizontal berarti memperluas aspek atau jenis pekerjaan
yang diketahui. Sedangkan peningkatan secara vertikal berarti memperdalam
pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu.
Menurut Umar (2002) program pelatihan ditujukan untuk memperbaiki
penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk
kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan
pegawainya untuk memangku jabatan tertentu dimasa yang akan datang.
Pengembangan bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek seperti
peningkatan dalam keilmuan, pengetahuan, kemampuan, sikap dan kepribadian.
Program pelatihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi gap
antara kecakapan pegawai dan peminatan jabatan. Selain untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja.
c. Masa Kerja
Menurut Rivai (2003) masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman
yang lebih dari seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain
Pengalaman kerja pada awal melaksanakan tugas tidak banyak memerlukan
bimbingan tetapi bila sifat kepribadiannya buruk atau intelegensinya rendah maka
semakin lama akan semakin kurang berhasil guna dan berdaya guna dalam bekerja
(Sedarmayanti, 2004).
Menurut Payaman (2005) pengalaman kerja dapat memperdalam dan
memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang
sama, semakin terampil dan semakin cepat menyelesaikan pekerjaan tersebut
(34)
2.4.2. Hubungan Kinerja Terhadap Karakteristik Organisasi
Menurut Timple dalam Mangkunegara (2006) faktor‐faktor kinerja terdiri dari faktor individu dengan faktor lingkungan kerja organisasi. Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang memadai merupakan pemicu (pemotivator) bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.
Menurut Gibson (1989) variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Sedangkan menurut Kopelman dalam Ilyas (2001) mengemukakan bahwa sub variabel imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja individu.
a. Sumber Daya
Menurut Rosidah, dkk (2003) organisasi dipengaruhi oleh sumber daya yang
terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya non manusia atau disebut jasa
dengan sumber daya alam (natural resource) seperti modal, mesin, teknologi, material dan lain-lain. Kedua kategori sumber daya tersebut sama-sama penting, akan
tetapi sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor dominan karena memilki akal,
(35)
adalah satu-satunya sumber daya yang sangat menentukan organisasi dalam
melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan.
Sedangkan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) adalah prestasi kerja atau
hasil kerja (out put) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengna tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Menurut Ilyas (2001) untuk menilai kualitas kerja SDM maka perlu
dilakukan penilaian kerja dengan cara membandingkan hasil karya yang dilakukan
personel dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila dari
hasil penilaian ini ternyata personel yang bersangkutan masih jauh atau belum dapat
mencapai tolak ukur yang ditetapkan, maka salah satu penyebabnya adalah belum
sepenuhnya personel tersebut melaksanakan disiplin kerja, menunda-nunda pekerjaan
sehingga target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai.
b. Kepemimpinan dalam Organisasi
Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang
yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku
orang lain, terutama bawahannya untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa
sehingga melalui perilaku yang positif akan memberikan manfaat dalam pencapaian
tujuan organisasi.
Menurut Rivai (2003) kepemimpinan seseorang sangat besar peranannya
(36)
tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas seorang pimpinan.
Pengambilan keputuasan dalam tinjauan perilaku dapat mencerminkan karakter bagi
seorang pemimpin. Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menganalisis situasi
dengan memperoleh informasi seakurat mungkin, sehingga permasalahan dapat
dituntaskan.
c. Imbalan.
Pemberian imbalan atau kompensasi merupakan masalah yang sangat
penting karena mengingat setiap pekerja dalam organisasi mempunyai pengharapan
atas sesuatu dari organisasi sebagai penghargaan atas jerih payahnya selama bekerja.
Menurut Basyah,dkk (2006) kompensasi selain berbentuk upah (gaji) dapat
juga berupa fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan atau bentuk lain yang dapat di
nilai dengan uang.
Masalah pengelolaan kompensasi bukan hanya penting karena merupakan
dorongan utama seseorang untuk menjadi karyawan, tetapi juga karena kompensasi
yang diberikan ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap semangat dan
kegairahan kerja para personil organisasi.
Menurut Ilyas (2001) pemberian kompensasi dapat diperoleh dari penilaian
kinerja sehingga dapat menentukan peringkat pemberian kompensasi untuk personel
yang bersangkutan apakah tinggi, rendah atau rata-rata saja. Tingkat kompensasi
yang dibayarkan dapat didasarkan pada status kemampuan dan tanggung jawab
personel yang bersangkutan.
(37)
Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja dapat dibedakan atas beberapa metode meliputi :
a. Penilaian Teknik Essai Menyeluruh
Pada metode ini penilai menuliskan deskripsi tentang kelebihan dan
kekurangan seseorang personel yang meliputi prestasi, kerjasama dan pengetahuan
personel tentang pekerjaannya.
Dalam penilaian secara menyeluruh atas hasil kerja bawahan keuntungan
cara ini adalah dapat dilakukannya analisis secara mendalam, tetapi teknik ini
memakan waktu banyak dan sangat tergantung kepada penilai.
b. Metode Penggunaan Daftar Periksa
Dalam melakukan penilaian kerja seorang personel, kita dapat menggunakan
daftar periksa (checklist) yang telah disediakan sebelumnya. Daftar ini berisi komponen yang dikerjakan seorang personel yang dapat diberi bobot ya atau tidak,
selesai atau belum atau dengan bobot persentase penyelesaian pekerjaan yang
bersangkutan. Biasanya komponen tingkah laku dalam pekerjaan yang dinilai disusun
dalam pertanyaan singkat.
c. Metode Penilaian Komparasi
Penialaian yang didasarkan perbandingan ini dilakukan dengan cara
membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan seorang personel dengan personel lain
yang melakukan pekerjaan sejenis. Penggunaan metode ini dianggap cukup sederhana
dan tidak memerlukan analisis yang sulit. Dengan membandingkan hasil pelaksanaan
pekerjaan seperti ini akan mudah menentukan personel mana yang terbaik prestasinya
(38)
kriteria pemberian tingkat kompensasi, pemberian tanggung jawab yang lebih tinggi
dan sebagainya.
d. Metode Penilaian Langsung
Melakukan penilaian kinerja tidak hanya dapat dilakukan di atas kertas
berdasarkan catatan atau laporan yang ada. Tetapi dapat pula melihat langsung
pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
Petugas yang melakukan penilaian ke lapangan ini adalah orang yang
mengetahui apa yang harus dilihat dan dinilai. Kemudian hasil penilaian disampaikan
kepada pejabat yang berwenang. Sewaktu melakukan penilaian di lapangan si penilai
dapat saja langsung memberitahukan kepada personel yang dinilai kekurangan atau
kelemahan yang dilakukan yang bersangkutan dalam melakukan pekerjaan. Menurut Rivai (2005) metode penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
A. Metode Penilaian Subjektif
Penilaian kinerja subjektif dapat dilakukan dengan bermacam‐macam metode atau teknik. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam sistem penilaian kinerja subjektif antara lain adalah sebagai berikut:
1. Alphabetical/Numerial rating
Dalam metode ini, penilai diminta untuk merating/memberi peringkat karyawan‐karyawan dengan menggunakan angka yang mempunyai bobot yang berbeda. Faktor yang dinilai antara lain:
a. Kualitas dan kuantitas pekerjaan b. Pengetahuan tentang pekerjaan
(39)
Skala peringkat misalnya dengan menggunakan angka 1 sampai 5, atau A sampai E yang menunjukan perbedaan antara kinerja yang lebih baik dan yang lebih buruk. Kelebihan dari metode ini adalah mudah dimengerti dan digunakan. Sementara itu, kekurangannya adalah terkena bias dan terjadinya central tendency.
2. Forced Choice Rating Index
Pada metode ini penilai diminta untuk membuat kata sifat atau ungkapan‐ ungkapan yang dapat memberikan gambaran tentang kinerja karyawan yang dinilai. Dalam hal ini, penilai hanya memilih salah satu dari dua pernyataan yang dianggap sesuai atau mendekati kinerja karyawan yang dinilai.
Kelebihan dari metode ini adalah di samping cukup mudah untuk dipahami dan digunakan, juga dapat mengurangi masalah central tendency yang terlalu lemah atau terlalu tegas. Kelemahan dari metode ini adalah sulit untuk membuat indikator dari standar kinerja.
3. Personality Trait Rating
Metode ini terdiri dari lima atau enam poin kualitas personal dan karakteristik kepribadian seperti: keyakinan diri (confidence), antusiasisme (enthusiasm), kedewasaan (maturity), (steadiness under preasure), intiative dan lain‐lain. Penilain diminta untuk memilih salah satu angka yang menggambarkan kepribadian seseorang tersebut.
4. Ghrapic Rating Scale
Metode ini menggunakan skala grafik yang memberikan gambaran mulai dari kinerja tertinggi sampai terendah. Penilaian diminta memberikan tanda pada grafik skala tersebut sesuai dengan karyawan yang dinilai.
(40)
Metode ini disamping mudah dipahami dan digunakan juga dapat menghindari penempatan karyawan pada katagori yang spesifik(baik atau bagus). Namun rater bias, dan central tendency masih mungkin terjadi. Disamping itu, sulit untuk menginterpretasikan skala tersebut.
5. Force Distribution
Metode ini dapat menghindari masalah‐masalah seperti central tendency yang terlalu longgar atau terlalu ketat, namun kinerja kelompok mungkin tidak sesuai dengan pola normal. Selain itu metode ini sulit diterapkan jika jumlah karyawan yang akan dinilai terlalu sedikit.
6. Rangking
Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Penilaian hanya mengurutkan karyawan berdasarkan peringkat atau rangking mulai dari yang mempunyai kinerja yang baik sampai pada kinerja yang paling jelek.
Metode ini selain mudah digunakan juga memaksa penilai untuk membedakan antara tingkat‐tingkat kinerja karyawan yang berbeda. Akan tetapi kelompok yang ada mungkin tidak dapat memenuhi distribusi yang diatur, misalnya karyawan yang berada dibawah atau diatas rata‐ rata.
7. Paired Comparisons
Metode ini, penilai diminta untuk membandingkan seorang karyawan dengan karyawan lainnya, kemudian dinilai apakah kinerjanya lebih tinggi atau lebih rendah dari karyawan lain. Dengan menggunakan metode ini, penilai dituntut untuk membandingkan kekuatan dan kelemahan dari para karyawan.
(41)
Namun demikian metode ini tidak memungkinkan perbandingan yang mudah antara kelompok‐kelompok pekerja yng berbeda. Disamping itu, metode ini tidak dapat memberikan umpan balik yang jelas kepada karyawan untuk meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang. Dan kelemahan lain adalah penilai merasa enggan membuat perbandingan diantara para karyawan.
B. Metode Penilaian Objektif
Penilaian kinerja objektif dapat dilakukan dengan bermacam‐macam metode atau teknik. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam sistem penilaian kinerja objektif adalah sebagai berikut:
1. Free Written Report
Free written report disebut juga sebagai metode esai atau metode karangan. Penilai memberikan pendapat tentang kinerja masing‐masing karyawan dalam bentuk tulisan atau karangan yang menunjukan kriteria yang dianggap sesuai atau cocok dengan karyawan yang dinilai. Penilai harus memberikan komentar tentang kinerja masa lalu karyawan dan peningkatan atau target baru untuk masa yang akan datang.
Keuntungan dari metode ini adalah dapat menghasilkan pendapat yang berguna bagi kinerja saat ini dan potensi dimasa yang akan datang. Namun dengan metode ini perbandingan antara individu mungkin sulit dihasilkan.
2. Controlled Written Report
Metode ini mirip dengan metode free written report, namun lebih terarah karena adanya heading dalam dokumen penilaian yang mengarahkan komentar penilai. Metode ini menuntut penilai untuk memikirkan dengan seksama kinerja seorang karyawan yang dapat berguna bagi kinerja masa kini dan masa akan datang.
(42)
3. Critical Incident Technique
Dalam hal ini penilai diminta untuk mencatat kedua sisi kinerja , baik yang positif maupun yang negatif dari karyawan. Melalui metode ini, penilai dituntut untuk berpikir secara seksama mengenai kinerja tiap karyawan.
Metode ini membutuhkan pengawasan secara dekat yang kadang berlebihan dan dapat menimbulkan kebencian karyawan serta pengunduran semangat kerja.
4. Result Oriented Scheme
Metode ini berorientasi pada hasil yang ingin dicapai yang lebih menekankan kinerja dari pada kepribadian. Dalam melakukan penilaian, terdapat kemungkinan kecil untuk dipengaruhi oleh sudut pandang subjek dari penilai. Disamping dapat mendorong diskusiterbuka dalam memformulasikan saran‐saran, juga memberikan umpan balik terhadap peningkatan kinerja dimasa yang akan datang.
5. Self Appraisal
Metode ini melibatkan karyawan dalam proses penilaian tentang kinerja masing‐ masing. Metode ini dapat mendorong karyawan untuk memikirkan masalah pekerjaan dan kinerja sehingga dapat memberikan umpan balik yang positif terhadap peningkatan dimasa yang akan datang.
6. Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS)
Walaupun belum digunakan secara luas, metode ini memiliki kelebihan yang dapat diperhitungkan dalam mengatasi masalah yang biasanya muncul apabila kita ingin
(43)
mengakarakterisasi skala penilaian konvensional alfabetis/numerik. BARS membutuhkan formulir penilaian yang secara khusus dirancang bagi tiap kelompok pekerjaan.
C. Metode Penilaian Kinerja Yang Berorientasi Masa Lalu
Metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu (past oriented evaluation methods) dilakukan berdasarkan kinerja masa lalu.
Keuntungan dari metode ini adalah dapat dijadikan umpan balik (feed back) yang dapat mengarahkan usaha untuk peningkatan kinerja.
Dalam praktiknya, sebagaimana diuraikan diatas ada beberapa metode untuk mengevaluasi kinerja diwaktu yang lalu, dan hampir semua teknik tersebut merupakan suatu upaya untuk meminimalkan berbagai masalah tertentu yang dijumpai dalam pendekatan‐pendekatan ini. Dengan mengevaluasi prestasi kerja kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik dari upaya –upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa mengarahkan kepada perbaikan‐perbaikan prestasi. Teknik‐teknik penilaian ini adalah sebagai berikut:
1. Skala Peringkat (Rating Scale)
Meskipun metode ini sering dianggap sebagai metode yang subjektif, namun metode ini paling banyak digunakan dalam menilai/mengevaluasi kinerja karyawan.
Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian pr estasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala‐skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
(44)
Penilaian berdasarkan metode ini biasanya menggunakan sejumlah pertanyaan dengan menggunakan kalimat : Berilah jawaban pertanyaan berikut dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia.
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka ragam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu memilih kata atau pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
Keuntungan dari checklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan standarisasi. Kelemahannya meliputi kepekaan pada penyimpangan penilai (terutama hello effect) yang lebih mengedepankan kriteria‐kriteria pribadi karyawan dalam menentukan kriteria‐kriteria hasil kerja, kesalahan menafsirkan meteri‐meteri checklist, Kerugian metode ini tidak memungkinkan penilai untuk memberikan nilai yang berbeda. Sebagai contoh, karyawan yang dengan senang hati bekerja lembur mendapatkan nilai yang sama seperti karyaan yang bekerja lembur dengan setengah hati.
3. Metode Dengan Pilihan Terarah (Forced Choice Methode)
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian.
Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan‐pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. Metode in imengharuskan penilai untuk memilih pernyataan yang paling sesuai dengan pasangan pernyataan tentang karyawan yang dinilai.
(45)
Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan yang dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat baik atau sangat jelek dalam melaksanakan pekerjaan.
Pernyataan‐pernyataan diatas disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap karyaan yang amat berguna dalam memberikan umpan balik karyawan yang bersangkutan. Kejadian yang dicatat meliputi penjelasan ringkas dari apa yang terjadi.
5. Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Informasi ini secara khusus digunakan untuk menghasilkan detail laporan tahunan tentang kontribusi seorang profesional selama satu tahun. Selanjutnya, laporan akan digunakan oleh atasan untuk menetukan kenaikan dan promosi untuk memberikan saran‐saran tentang hasil kerjanya dimasa yang akan datang. Penafsiran atas materi‐materi mungkin subjektif dan biasanya terjadi penyimpangan, karena hanya memberikan sesuatu yang baik saja terhadap apapun yang dilakukan karyawan.
6. Skala Peringkat Dikaitkan Dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale= BARS)
Metode ini merupaka suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk satu kurun waktu tertentu dimasa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini adalah pengurangan
(46)
subjektifitas dalam penilaian. Deskripsi prestasi kerja, yang baik maupun yang kurang memuaskan, dibuat oleh pekerja sendiri, rekan sekerja dan atasan langsung masing‐ masing.
7. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode)
Disini penilai turun kelapangan bersama‐sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
Hasil penilaian dikirim ke penyelia dan dibawa kelapangan untuk keperluan review, perubahan, persetujuan dan pembahasan dengan pihak karyawan yang dinilai. Telah dimaklumi bahwa penilaian yang seobjektif mungkin dalam mengukur prestasi kerja karyawan perlu diusahakan. Berarti subjektifitas penilai harus dihilangkan paling sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin.
8. Test Dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)
Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat didasarkan pada test pengetahuan dan keterampilan, berupa test tertulis dan peragaan, syaratnya test itu harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya).
Untuk jenis‐jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa test dan observasi. Artinya karyawan dinilai, diuji kemampuannya baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti, tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian taktik yang langsung diamati oleh penilai.
(47)
Metode in mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam kenaikan gaji, promosi dan pemberian berbagai bentuk imbalan kepada karyawan.
2.6. Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Rivai (2005) manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. Pihak‐paihak yang berkepentingan adalah : orang yang dinilai (petugas), penilai (pimpinan) dan tempat bekerja (puskesmas).
a. Manfaat bagi petugas yang dinilai
Bagi petugas yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja adalah :
1. Meningkatkan motivasi
2. Meningkatkan kepuasan kerja
3. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka
4. Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif
5. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar
6. Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan membangun
kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin
7. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi keatas
8. Kesempatan untuk mendiskusikan masalah pekerjaan dan bagaimana untuk
(48)
b. Manfaat bagi penilai (Pimpinan)
Manfaat pelaksanaan penilaian kinerja adalah :
1. Peningkatan kepuasan kerja
2. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasi kecendrungan kinerja
petugas untuk perbaikan manajemen selanjutnya.
3. Sebagai media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu dengan
sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM.
4. Bias mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas.
5. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan
memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat
memberikan kontribusi yang lebih besar kepada puskesmas.
6. Kesempatan bagi pimpinan untuk menjelaskan kepada petugas apa yang ya
petugas dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya dan berjaya sesuai
dengan harapan dari pimpinan.
c. Manfaaat bagi puskesmas
Manfaat penilaian bagi puskesmas adalah :
1. Meningkatkan kualitas komunikasi.
2. Meningkatkan motivasi petugas secara keseluruhan.
3. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan puskesmas.
4. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh
(49)
5. Mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.
6. Petugas yang potensial dan memungkinkan untuk menjadi pemimpin atau
sedikitnya yang dapat dipromosikan, menjadi lebih mudah terlihat, dan
memungkinkan peningkatan tanggung jawab secara kuat.
2.7. Tugas Pokok dan Fungsi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
a. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
1. Membantu kepala Dinas di bidang tugasnya.
2. Menyusun Program kerja di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit.
3. Menyelenggarakan penyusunan pedoman teknis bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
4. Menyelenggarakan upaya pencegahan penyakit/imunisasi.
5. Menyelenggarakan upaya pemberantasan vektor dan Pemberantasan Penyakit
yang Bersumber Binatang.
6. Menyelenggarakan upaya pengamatan Penyakit dan Pemberantasan Penyakit
Menular Langsung.
7. Menyelenggarakan monitoring dan evaluasi program Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
8. Menginventaris dan menganalisa permasalahan bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit dan merumuskan langkah-langkah serta saran
(50)
9. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala dinas.
10. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala dinas.
b. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Seksi Pencegahan Penyakit
1. Membantu kepala bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit di bidang
tugasnya.
2. Menyusun program kerja seksi Pencegahan Penyakit.
3. Melaksanakan pedoman teknis seksi Pencegahan Penyakit.
4. Melaksanakan bimbingan teknis pelaksanaan imunisasi.
5. Melaksanakan monitoring dan penyususnan laporan hasil evaluasi pelaksanaan
program pencegahan penyakit.
6. Melaksanakan penyajian hasil kegiatan program.
7. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
8. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
c. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Menular
1. Membantu kepala bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit di bidang
tugasnya.
2. Menyusun program kerja seksi Pemberantasan Penyakit Menular.
3. Melaksanakan pedoman teknis Penyakit Menular Bersumber Binatang dan
Penyakit Menular Langsung.
4. Melaksanakan pemantauan dan pengamatan penyakit serta usaha
(51)
5. Melaksanakan pemantauan dan pengamatan wabah serta usaha
penanggulanganya.
6. Melaksanakan pedoman bimbingan teknis pelaksanaan program.
Pemberantasan Penyakit yang Bersumber dari Binatang dan Penyakit Menular
Langsung.
7. Melaksanakan monitoring dan pelaporan hasil evaluasi pelaksanaan Program
Pemberantasan Penyakit Menular.
8. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
9. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
d. Tugas Pokok dan Fungsi Petugas P2P Program DBD di Dinas Kesehatan
1. Pendataan kasus DBD
2. Penyemprotan 2 siklus DBD selama 1 minggu. 3. Membuat laporan kasus DBD
4. Melaporkan kasus DBD kepada Kepala Bagian
5. Membuat pertanggung jawaban administrasi kasus DBD
e. Tugas Pokok dan Fungsi Petugas P2P Program DBD di Puskesmas/UPTD
1. Pelacakan kasus
2. Pelaporan kasus DBD Ke Dinas Kesehatan 3. Penyuluhan
4. Advokasi kepala desa
(52)
6. Melaksanakan pemeriksaan jentik (Aedes Aegypti) 7. PSN
8. Melaksanakan kegiatan gotong royong bersama masyarakat setempat 9. Pemberian bubuk abate
10. Mendampingi petugas penyemprotan dari Dinas Kesehatan bila ada kasus 11. Pelaporan kejadian kasus kembali ke Dinas Kesehatan (Dinas Kesehatan Kota
Lhokseumawe, 2009).
2.8.Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori menurut Gibson (1989) peneliti merasa dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja personel maka perlu dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada 3 (tiga) kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Karakteristik Individu
- Pendidikan - Pelatihan
- Masa Kerja
(53)
Karakteristik Organisasi
- Sumber daya - Kepemimpinan - Imbalan
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
(54)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif analitik dengan disain Cross Sectional.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Lhokseumawe yang terdiri dari 1 Dinas Kesehatan, 5 puskesmas induk dan 19 puskesmas pembantu. Dipilihnya Kota Lhokseumawe sebagai lokasi penelitian karena Kota Lhokseumawe merupakan kota yang paling tinggi kasus DBD dibandingkan dengan kota lain yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak bulan februari sampai dengan bulan Juli tahun 2009. Di mulai dari penulusuran pustaka, konsultasi judul, persiapan proposal penelitian, pelaksanaan kolokium/seminar proposal, pengumpulan data serta melakukan pengolahan dan analisa data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif.
(55)
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh staff pengelola P2P program DBD yaitu Kepala Bidang, Kepala Seksi dan petugas P2P program DBD.
Meliputi Dinas Kesehatan, puskesmas induk maupun puskesmas pembantu di Kota Lhokseumawe sebanyak 31 orang.
3.3.1. Sampel
Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling) yaitu seluruh
staff pengelola P2P program DBD meliputi: Kepala Bidang, Kepala Seksi dan
petugas P2P program DBD baik di Dinas Kesehatan, puskesmas induk maupun
puskesmas pembantu di Kota Lhokseumawe sebanyak 31 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 sumber yaitu :
3.4.1. Data Primer
Data yang dikumpulkan oleh peneliti melalui wawancara langsung dengan
menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan meliputi data karakteristik individu,
organisasi dan data kinerja staff pengelola P2P program DBD. Kelayakan dalam
menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas
dan reliabilitas.
(56)
Uji validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan mengukur
korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus
teknik korelasi Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan : a) Bila r hitung > t tabel maka dinyatakan valid dan b) Bila r hitung < t tabel maka
dinyatakan tidak valid.
b.Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas terhadap kuesioner untuk melihat konsistensi jawaban. Dalam
penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode
Cronbach's Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran,
dengan ketentuan : a) Jika nilai r Alpha > r tabel maka dinyatakan reliable danb) Jika nilai r Alpha < r tabel maka dinyatakan tidak reliable.
Dalam melaksanakan uji reliabilitas digunakan sampel sebanyak 20 orang di
Kabupaten Bireun dengan alasan dapat mewakili karena memiliki karakteristik
geografis yang sama. Setelah dilakukan uji reliabilitas kuisioner maka didapat hasil
dengan menggunakan rumus df=n-2. maka df=18 dengan r tabel 0,468.
1) Pada item pertanyaan pelatihan nilai r alpha = 0,874 > r tabel =0,468
(kuisioner sesuai dengan ketentuan)
2) Pada item pertanyaan sumber daya nilai r alpha = 0,607 > r tabel =0,468
(kuisioner sesuai dengan ketentuan)
3) Pada item pertanyaan kepemimpinan nilai r alpha = 0,885 > r tabel =0,468
(kuisioner sesuai dengan ketentuan)
4) Pada item pertanyaan imbalan nilai r alpha = 0,611 > r tabel =0,468 (kuisioner
(57)
5) Pada item pertanyaan kinerja nilai r alpha = 0,560 > r tabel =0,468 (kuisioner
sesuai dengan ketentuan)
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder di peroleh dari laporan Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dan puskesmas.
3.5. Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independent dan dependen.
Variabel independent dalam penelitian ini yaitu : karakteristik individu
(pendidikan, pelatihan, masa kerja) serta sumber daya organisasi (Sumber daya,
kepemimpinan dan imbalan).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja staf pengelola P2P
program DBD dalam pelaksanaan penanggulangan kasus DBD.
3.5.2. Defenisi Operasional
a. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh staf pengelola P2P program DBD sampai tamat yang dibedakan antara tamatan
SLTA/SPK, DIII/Diploma dan Perguruan Tinggi
b. Pelatihan adalah pengembangan pengetahuan yang diperoleh secara informal yang pernah diikuti oleh seluruh staf pengelola P2P program DBD.
c. Masa Kerja adalah lama kerja staf pengelola P2P program DBD yang dibedakan antara ≥ 3 tahun dan < 3 tahun.
(58)
d. Sumber daya adalah meliputi sarana, pra sarana, perlengkapan, metode (petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan) dan dana yang tersedia di Dinas Kesehatan dan
Puskesmas Kota Lhokseumawe yang dapat mendukung pelaksanaan
penanggulangan KLB DBD.
e. Kepemimpinan adalah pernyataan petugas DBD tentang kualitas kepemimpinan yang diberikan Kepala Sub Bidang, Kepala Seksi dan Kepala Puskesmas dalam
hal pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
f. Imbalan adalah pernyataan staf pengelola P2P program DBD mengenai sesuai atau tidaknya imbalan yang didapat diluar gaji dalam bentuk insentif yang
diterima selama menjadi petugas.
g. Kinerja adalah kualitas kerja yang ditunjukkan staf pengelola P2P program DBD dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
Penilaian kinerja staff pengelola P2P Program DBD mengacu kepada pendapat
Rivai (2005), yaitu teknisk penilaian sendiri (self apraisal). Yaitu penilaian yang dilakukan oleh staff pengelola P2P program DBD, dengan harapan agar petugas
P2P dapat lebih mengenal kemampuan dan kelemahan dirinya sendiri sehingga
mampu mengindentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada
masa yang akan datang.
3.6. Metode Pengukuran
Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala nominal, ordinal
dan interval dimana jawaban masing-masing item dari pertanyaan kuisioner dengan
pilihan jawaban menggunakan skala likert seperti: sangat sesuai sekali, sangat sesuai,
(59)
Bila responden menjawab sangat sesuai sekali diberi nilai 5, sangat sesuai nilai
4, sesuai nilai 3, kurang sesuai nilai 2, tidak sesuai nilai 1.
Aspek pengukuran variabel dependen maupun independent menggunakan skala
nominal, ordinal dan interval seperti pada tabel 3.1. dan tabel 3.2.
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen
Nama Variabel Indikator Kategori Bobot
Nilai
Total Nilai
Range Skala
Ukur
Pendidikan 1 a. SLTA/SPK
b. DIII c. PT
1 2 3
- - Nominal
Pelatihan 1 a. Baik
b. Sedang c. Tidak Baik
3 2 1
- 11-15 6-10
5
Ordinal
Masa Kerja 1 a. Baru
b. Lama
1 0
- ≥3 tahun <3 tahun
Interval
Sumber Daya 5 a. Baik
b. Sedang c. Tidak baik
3 2 1
- 13-15 9-12
5-8
Ordinal
Kepemimpinan 5 a. Baik
b. Sedang c. Tidak baik
3 2 1
- 13-15 9-12
5-8
Ordinal
Imbalan 5 a. Baik
b. Sedang
c. Tidak Baik
3 2 1
- 13-15
9-12 5-8
Ordinal
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen
Nama Variabel
Indikator Kategori Bobot Nilai Total
Nilai
Range Skala Ukur
Kinerja Petugas P2P dalam
Program DBD
9 a. Baik
b. Sedang
c. Tidak
Baik
3 2 1
- 21-27
15-20 9-14
Ordinal
(60)
Data yang telah terkumpul, diolah dan dianalisa dengan menggunakan bantuan
program SPSS (Statistical Product and Service Solutions)/versi 14.00. Data dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan uji Chi-Square.
3.7.1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi masing‐masing variabel independen yaitu karakteristik individu dan organisasi serta variabel dependen yaitu kinerja staff pengelola P2P program DBD.
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat sejauh mana hubungan karakteristik individu dan organisasi terhadap kinerja petugas P2P DBD dengan menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), sehingga bila di temukan hasil analisis ρ<0,05 maka variabel diatas dinyatakan berhubungan.
3.7.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat adalah untuk melihat kemaknaan hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat untuk menentukan faktor-faktor yang lebih
dominan berhubungan dengan kinerja petugas P2P DBD.
Uji statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda pada batas
kemaknaan perhitungan statistic p alpha (0,05). Dari persamaan sebagai berikut :
(61)
Y = α + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + ß4X4 + ß5X5 + ß6X6 + e
(62)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam yang mempunyai luas wilayah 181,06 dengan batas- batas
sebagai berikut Batas Utara dengan Selat Malaka, Batas Selatan dengan
Kabupaten Aceh Utara, Batas Timur dengan Kabupaten Aceh Utara dan Batas
barat dengan Kabupaten Aceh Utara. Secara administrasi Kota Lhokseumawe
terdiri dari 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Banda Sakti dengan luas wilayah
86.957 , Kecamatan Muara Dua dengan luas wilayah 5.780 , Kecam n
Blangmangat dengan luas wilayah 6.807
ata
dan Kecamatan Muara Satu
dengan luas wilayah 5.530 .
Jumlah penduduk berdasarkan data tahun 2008 sebanyak 174.366 jiwa.
Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 69.669 jiwa dan perempuan 72.943 jiwa.
Tingkat pendidikan penduduk Kota Lhokseumawe umumnya SLTA atau
sederajat yaitu sebanyak 28.018 orang sedangkan yang tamat universitas
sebanyak 7.229 orang.
Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di wilayah Kota Lhokseumawe
terdiri dari sarana pelayanan kesehatan yang ditujukan sebagai tempat pemberian
(1)
2. Program pelatihan yang saya ikuti sesuai dengan target yang ingin di capai.
3. Materi pelatihan yang saya dapatkan selalu sesuai dengan pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
4. Pelatihan yang saya ikuti memberikan informasi terbaru dalam melaksanakan penanggulangan KLB DBD.
5. Informasi yang saya terima dari pelatihan selalu saya terapkan dalam pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
II. Karakteristik Organisasi
a. Sumber Daya
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pendapat/persepsi/pemahaman Bapak/ibu dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:
SSS : Sangat Setuju Sekali SS : Sangat Setuju S : Setuju
KS : Kurang Setuju TS : Tidak Setuju
(2)
Berilah tanda checklist di kolom alternative pada jawaban yang tersedia.
PENILAIAN
PERTANYAAN
S S S
S S
S K S
T S
6. Selalu tersedia sarana transportasi yang mendukung pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
7. Selalu tersedia SDM yang mendukung program pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
8. Selalu tersedia alat dan bahan yang mendukung pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
9. Selalu tersedia dana yang mendukung program pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
10. Perencanaan program kerja mendukung pencapaian hasil yang diharapkan.
(3)
b. Kepemimpinan
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pendapat/persepsi/pemahaman Bapak/ibu dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:
SSS : Sangat Setuju Sekali SS : Sangat Setuju S : Setuju
KS : Kurang Setuju TS : Tidak Setuju
Berilah tanda checklist di kolom alternative pada jawaban yang tersedia.
PENILAIAN
PERTANYAAN
S S S
S S
S K S
T S
11. Kepala SubBag/Seksi/puskesmas selalu melakukan pengawasan pelaksanaan penanggulangan KLB DBD
12. Kepala SubBag/Seksi/puskesmas selalu melakukan pengarahan mengenai prosedur penanggulangan KLB DBD
13. Kepala SubBag/Seksi/puskesmas selalu melakukan evaluasi penilaian pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
14. Kepala SubBag/Seksi/puskesmas selalu melakukan pembinaan (memberikan motivasi dan dukungan) terhadap pelaksanaan penanggulangan KLB DBD
(4)
c. Imbalan
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pendapat/persepsi/pemahaman Bapak/ibu dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:
SSS : Sangat Sesuai Sekali SS : Sangat Sesuai S : Sesuai
KS : Kurang Sesuai TS : Tidak Sesuai
Berilah tanda checklist di kolom alternative pada jawaban yang tersedia.
PENILAIAN
PERTANYAAN
S S S
S S
S K S
T S
16. Imbalan yang saya terima sesuai dengan beban kerja yang diberikan.
17. Imbalan yang saya terima sesuai dengan beban pangkat/golongan saya.
18. Imbalan yang saya terima selalu diberikan setelah selesai melaksanakan tugas.
19. Saya selalu mendapatkan imbalan dari atasan apabila saya bekerja melebihi jam kerja.
20. Saya selalu mendapatkan imbalan dari atasan apabila saya bekerja diluar tugas dan tanggung jawab saya.
(5)
d. Kinerja petugas P2P Program DBD di Puskesmas Kota Lhokseumawe
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pendapat/persepsi/pemahaman Bapak/ibu dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:
SSS : Sangat Sesuai Sekali SS : Sangat Sesuai S : Sesuai
KS : Kurang Sesuai TS : Tidak Sesuai
Berilah tanda checklist di kolom alternative pada jawaban yang tersedia.
PENILAIAN
PERTANYAAN
S S S
S S
S K S
T S
21. Kasus DBD dilaporkan secara rutin ke Dinas kesehatan kota Lhokseumawe sesuai jadwal yang telah ditetapkan
22. Selalu melaksanakan penyuluhan DBD secara intensif melalui berbagai metode dan media.
23. Kegiatan penyuluhan massal selalu dihadiri oleh seluruh petugas P2P program DBD
24. Penyuluhan massal merupakan kegiatan yang terencana dan dilaksanakan secara kontinue (berkesinambungan)
25. Selalu melaksanakan kegiatan pemeriksaan jentik berkala (aedes aegypti) sebelum masa penularan tiba
26. Cakupan pelaksanaan PSN DBD selalu mencapai target sebesar 80%.
(6)
28. Seluruh masyarakat menerima dan mendapatkan bubuk abate secara gratis
29. Selalu diadakan penyemprotan (fogging) bila terjadi wabah KLB DBD