Pengaruh Sumber Daya Organisasi Puskesmas Terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi Dalam Pelaporan Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) Di Kabupaten Bireuen

(1)

KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)

DI KABUPATEN BIREUEN

TESIS

Oleh :

S A F R I Z A L

057023017/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS TERHADAP KINERJA PETUGAS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DALAM

PELAPORAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI KABUPATEN BIREUEN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

S A F R I Z A L 057023017/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS TERHADAP KINERJA PETUGAS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DALAM

PELAPORAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI KABUPATEN BIREUEN

Nama Mahasiswa : Safrizal Nomor Induk Mahasiswa : 057023017

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Aznan Lelo, Sp.FK, Ph.D) (drh. Rasmaliah, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Desember 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Aznan Lelo, Sp. FK, Ph.D Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

2. drh. Hiswani, M.Kes 3. Asfriati, SKM, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS TERHADAP KINERJA PETUGAS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DALAM

PELAPORAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI KABUPATEN BIREUEN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam usulan penelitian tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 16 Desember 2009


(6)

ABSTRAK

Sumber Daya Organisasi (SDO) merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan suatu organisasi. Salah satu program yang melibatkan komponen SDO pada Dinas Kesehatan adalah Surveilans Epidemiologi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), yang meliputi kegiatan pelaporan. Di Kabupaten Bireuen, ketepatan dan kelengkapan laporan KIA tahun 2008 hanya 45,9%

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh sumber daya organisasi (umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, dana, sarana dan prosedur kerja) terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi puskesmas dalam pelaporan KIA. Jenis penelitian menggunakan metode survey dengan pendekatan explanatory survey. Populasi adalah seluruh petugas surveilans epidemiologi KIA pada 17 Puskesmas sebanyak 34 orang dan seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi linier berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 9 variabel independen yang diteliti, setelah dianalisis dengan uji Chi Square terdapat 6 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi KIA yaitu variabel pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, dana dan prosedur kerja (p<0,05). Hasil uji regresi linier berganda didapat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja petugas adalah pengetahuan, motivasi dan prosedur kerja (p<0,05). Faktor yang paling dominan memengaruhi kinerja petugas surveilans epidemiologi KIA adalah motivasi (koefisien-β = 0,478).

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen untuk meningkatkan pengetahuan petugas melalui pendidikan dan pelatihan surveilans, meningkatkan motivasi dengan pemberian insentif (reward) dan melaksanakan prosedur kerja yang komprehensif diimbangi dengan monitoring sebagai upaya meningkatkan kinerja petugas dalam penanggulangan masalah kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Bireuen.


(7)

ABSTRACT

Organizational resources is one of the important components in carrying out an organization. The one of program that involve organization at Health District Office is Epidemiology surveillance of mother and child health, including report activity. The report of mother and child health in the Health Centre in Bireuen District did not run well because accuracy and completeness of the report about this just 45% in 2008.

The aim of this research was to know the influence of Organization resources (age, education, length of service, knowledge, skill, motivation, fund, facility, and work procedure) on the performance of the Health Centre epidemiology surveillance staff in the reporting of mother and child health. This research used explanatory survey. The population in this research were 34 person, consist of staff epidemiology surveillance of mother and child health in the 17 Health Centre (total sampling). The data for this study were obtained through interview used questioner. The data obtained were statistically analyzed through multiple regression linier with α = 5%.

The result of this research showed that from 9 independent variables were tested by using Chi Square, founded that 6 variable had significantly related with the performance of mother and child health epidemiology surveillance staff such as education, knowledge, skill, motivation, budget and work procedure ( p<0,05), while the result of multiple regression linier test founded had significant influence such as knowledge, motivation, and work procedure (p<0,05). The main factor influence on performance epidemiology surveillance of mother and child health staff was motivation (coefficient β= 0,478).

It is suggested to Bireuen District Health increase knowledge of staff through education and training of surveillance, increase motivation by providing incentives (rewards) and implement comprehensive working procedures balanced with the effort to improve the monitoring officer performance in managing the health problems of mothers and children in District Bireuen.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Sumber Daya Organisasi Puskesmas terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam Pelaporan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Bireuen”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Mayarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis dapat terlaksana berkat dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yaitu Prof. dr. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A (K).

Selanjutnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

Terima kasih penulis ucapan kepada Prof. dr. Aznan Lelo, Sp. FK, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan drh. Rasmaliah, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada drh. Hiswani, M.Kes dan Asfriati, SKM, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

Terima kasih juga kepada dr. Mukhtar, MARS selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dan dr. Amren Rahim, M.Kes mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.

Terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada orangtua tercinta Ayahanda Alm. A.Karim Husin dan Ibunda Nurjannah dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan sumbangan moril dan marteril.

Terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara serta rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat


(10)

berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini termasuk semua pihak yang telah membantu proses penulisan tesis ini hingga selesai.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, 16 Desember 2009 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Safrizal dilahirkan di Mns Cut Kecamatan Peudada Bireuen pada tanggal 12 Februari 1976, merupakan anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan ayahanda A. Karim Husin dengan ibunda Nurjannah. Belum menikah dan saat ini menetap di Jalan Medan – Banda Aceh Sp. Penayoung Kecamatan Peudada Kabupaten Birueuen.

Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Peudada lulus tahun 1988, melanjutkan di SMP Negeri 3 Bireuen lulus tahun 1991, kemudian melanjutkan di SMA Negeri 1 Bireuen lulus tahun 1994, selanjutnya meneruskan pendidikan di AKZI Banda Aceh lulus tahun 1997 dan melanjutkan pendidikan di FKM USU Medan lulus tahun 2003.

Pengalaman bekerja, tahun 2000 sampai dengan sekarang bekerja sebagai staf Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Sumber Daya Organisasi ... 10

2.1.1 Sumber Daya Manusia ... 10

2.1.1.1 Umur ... 13

2.1.1.2 Pengetahuan SDM ... 13

2.1.1.3 Ketrampilan SDM ... 14

2.1.1.4 Motivasi SDM ... 14

2.1.2 Sumber Daya Uang/Dana ... 15

2.1.3 Sumber Daya Peralatan/Sarana ... 16

2.1.4 Sumber Daya Prosedur Kerja ... 16

2.2 Kinerja ... 17

2.2.1 Pengukuran Kinerja dan Penilaian Hasil Pengukuran ... 21

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ... 23

2.3 Hubungan Kinerja dengan Sumber Daya Organisasi ... 25

2.4 Surveilans Epidemiologi ... 26

2.4.1 Peran Puskesmas dalam Surveilans Epidemiologi ... 29

2.4.2 Indikator Surveilans Epidemiologi Puskesmas ... 29

2.5 Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) ... 31

2.5.1 Surveilans Epidemiologi KIA ... 32

2.5.2 Pengukuran dalam Kesehatan Ibu dan Anak ... 34

2.5.3 Kematian Ibu, Bayi dan Balita sebagai Masalah dalam Kesehatan Ibu dan Anak ... 34


(13)

2.5.4 Mengukur Besarnya Kematian Ibu ... 35

2.5.5 Faktor yang Mempengaruhi dalam Kehamilan ... 37

2.5.6 Pelaporan KIA Puskesmas ... 38

2.6 Pusat Kesehatan Masyarakat ... 41

2.7 Landasan Teori ... 42

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 45

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 46

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 46

3.2.2 Waktu Penelitian ... 46

3.3 Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1 Populasi ... 47

3.3.2 Sampel ... 47

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4.1 Data Primer ... 47

3.4.2 Data Sekunder ... 49

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.5.1 Variabel Penelitian ... 49

3.5.2 Definisi Operasional ... 50

3.6 Metode Pengukuran ... 51

3.7 Metode Analisis Data ... 53

3.7.1 Analisis Univariat ... 53

3.7.2 Analisis Bivariat ... 54

3.7.3 Analisis Multivariat ... 54

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 56

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 56

4.1.1 Kondisi Geografis ... 56

4.1.2 Demografi ... 57

4.1.3 Sarana dan Tenaga Pelayanan Kesehatan ... 58

4.2 Aalisis Univariat ... 59

4.2.1 Sumber Daya Organisasi... 59

4.2.2 Petugas Surveilans KIA Puskesmas... 63

4.3 Analisis Bivariat ... 63

4.4 Analisis Multivariat... 66

BAB 5 PEMBAHASAN ... 69

5.1 Pengaruh Umur terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas ... 69


(14)

5.2 Pengaruh Pendidikan terhadap Kinerja Petugas Surveilans

Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 70

5.3 Pengaruh Masa Kerja terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 71

5.4 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 72

5.5 Pengaruh Keterampilan terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 75

5.6 Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 76

5.7 Pengaruh Dana terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 79

5.8 Pengaruh Sarana terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 80

5.9 Pengaruh Prosedur Kerja terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas... 82

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1 Kesimpulan ... 84

6.1. Saran... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Dimensi Kerja ... 18

2.2 Pola Penetapan Indikator Kinerja... 22

2.3 Desain dan Prosedur Pelacakan/Pelaporan Kasus kematian/KIA... 40


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kabupaten Bireuen Tahun 2008... 57 4.2 Jenis dan Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten

Bireuen Tahun 2008... 58 4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Bireuen

Tahun 2008 ... 59 4.4 Distribusi Petugas Surveilans KIA Berdasarkan Sumber Daya

Organisasi Puskesmas (Variabel Independen) di Kabupaten

Bireuen ... 62 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas Surveilans

Epidemiologi Dalam Pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten

Bireuen ... 63 4.6 Distribusi hubungan Sumber Daya Organisasi Puskesmas

terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi dalam

Pelaporan KIA di Kabupaten Bireuen... 65 4.7 Distribusi variabel Sumber Daya Organisasi Puskesmas yang

Menjadi Kandidat untuk Uji Multivariat... 66 4.8 Distribusi tahapan analisis multivariat Pengaruh Sumber Daya

Organisasi Puskesmas terhadap Kinerja Petugas Surveilans


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 91

2 Distribusi Jawaban Responden ... 99

3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner... 104

4 Hasil Uji Univariat ... 111

5 Hasil Uji Bivariat ... 113

6. Hasil Uji Multivariat ... 122

7. Surat Izin Penelitian ... 130


(18)

ABSTRAK

Sumber Daya Organisasi (SDO) merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan suatu organisasi. Salah satu program yang melibatkan komponen SDO pada Dinas Kesehatan adalah Surveilans Epidemiologi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), yang meliputi kegiatan pelaporan. Di Kabupaten Bireuen, ketepatan dan kelengkapan laporan KIA tahun 2008 hanya 45,9%

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh sumber daya organisasi (umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, dana, sarana dan prosedur kerja) terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi puskesmas dalam pelaporan KIA. Jenis penelitian menggunakan metode survey dengan pendekatan explanatory survey. Populasi adalah seluruh petugas surveilans epidemiologi KIA pada 17 Puskesmas sebanyak 34 orang dan seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi linier berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 9 variabel independen yang diteliti, setelah dianalisis dengan uji Chi Square terdapat 6 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi KIA yaitu variabel pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, dana dan prosedur kerja (p<0,05). Hasil uji regresi linier berganda didapat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja petugas adalah pengetahuan, motivasi dan prosedur kerja (p<0,05). Faktor yang paling dominan memengaruhi kinerja petugas surveilans epidemiologi KIA adalah motivasi (koefisien-β = 0,478).

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen untuk meningkatkan pengetahuan petugas melalui pendidikan dan pelatihan surveilans, meningkatkan motivasi dengan pemberian insentif (reward) dan melaksanakan prosedur kerja yang komprehensif diimbangi dengan monitoring sebagai upaya meningkatkan kinerja petugas dalam penanggulangan masalah kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Bireuen.


(19)

ABSTRACT

Organizational resources is one of the important components in carrying out an organization. The one of program that involve organization at Health District Office is Epidemiology surveillance of mother and child health, including report activity. The report of mother and child health in the Health Centre in Bireuen District did not run well because accuracy and completeness of the report about this just 45% in 2008.

The aim of this research was to know the influence of Organization resources (age, education, length of service, knowledge, skill, motivation, fund, facility, and work procedure) on the performance of the Health Centre epidemiology surveillance staff in the reporting of mother and child health. This research used explanatory survey. The population in this research were 34 person, consist of staff epidemiology surveillance of mother and child health in the 17 Health Centre (total sampling). The data for this study were obtained through interview used questioner. The data obtained were statistically analyzed through multiple regression linier with α = 5%.

The result of this research showed that from 9 independent variables were tested by using Chi Square, founded that 6 variable had significantly related with the performance of mother and child health epidemiology surveillance staff such as education, knowledge, skill, motivation, budget and work procedure ( p<0,05), while the result of multiple regression linier test founded had significant influence such as knowledge, motivation, and work procedure (p<0,05). The main factor influence on performance epidemiology surveillance of mother and child health staff was motivation (coefficient β= 0,478).

It is suggested to Bireuen District Health increase knowledge of staff through education and training of surveillance, increase motivation by providing incentives (rewards) and implement comprehensive working procedures balanced with the effort to improve the monitoring officer performance in managing the health problems of mothers and children in District Bireuen.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber Daya Organisasi adalah salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan suatu organisasi. Komponen tersebut mencakup sumber daya manusia, peralatan atau fasilitas yang digunakan, prosedur kerja atau standard operation procedure dan sumber dana. Kebutuhan sumber daya organisasi tersebut dinilai penting demi terlaksananya seluruh fungsi dan tujuan suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun organisasi swasta atau berbagai jenis kelembagaan lainnya.

Komponen sumber daya manusia meliputi ketersediaan tenaga dari aspek kuantitas maupun aspek kualitas melalui perencanaan kebutuhan tenaga, peningkatan pengetahuan, keterampilan, distribusi serta pendayagunaan tenaga. Komponen prosedur dan peralatan mencakup ketersediaan sarana dan fasilitas serta kejelasan tatalaksana kerja dan komponen dana adalah keseluruhan dana yang dibutuhkan dan dikeluarkan untuk penyelenggaraan peran dan fungsi organisasi guna mencapai tujuan organisasi secara komprehensif (Malayu, 2004).

Salah satu organisasi pemerintahan yang melibatkan keseluruhan komponen sumber daya organisasi adalah dinas kesehatan. Dinas kesehatan atau yang disebut Satuan Kerja Perangkat Daerah secara organisatoris merupakan fungsionaris dari kelembagaan pemerintahan suatu daerah dalam menjalankan tugas pokok dan


(21)

fungsinya dalam mengupayakan pembangunan kesehatan disuatu daerah melalui berbagai program dan kegiatan yang termasuk dalam penyelenggaraan fungsi dinas kesehatan.

Konsekuensi dari keutuhan sumber daya organisasi adalah kinerja dinas kesehatan secara keseluruhan karena, jika salah satu dari komponen sumber daya organisasi tidak terpenuhi maka keberlangsungan proses penyelenggaraan program atau pelayanan kesehatan tidak dapat terlaksana secara efesien dan efektif serta tidak tercapainya visi, misi maupun target yang diharapkan.

Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1987), kinerja suatu organisasi dipengaruhi oleh (1) faktor organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan dan imbalan, serta desain pekerjaan, (2) faktor individu meliputi kompetensi (pengetahuan dan keterampilan) serta sosiodemografis dan faktor psikologis meliputi persepsi, motivasi, sikap dan kepribadian. Hal ini jika dikaitkan dengan pendapat Aditama (2003), maka unsur sumber daya organisasi mencakup faktor individu, dan organisasi.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003) indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan, yang meliputi sumber daya manusia, proses, dana dan waktu guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.

Salah satu program penting yang menjadi indikator keberhasilan penyelenggaran fungsi dinas kesehatan adalah program surveilans epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah suatu kegiatan yang sistematis yang diawali dari


(22)

proses perencanaan, pengumpulan data, analisis data dan penyajian data menjadi informasi dan intervensi terhadap masalah kesehatan yang ditemukan (Murti, 2003). Masalah kesehatan yang dimaksud adalah masalah kesehatan yang berhubungan dengan epidemiologi penyakit menular dan tidak menular serta terintegrasi dengan kesehatan ibu dan anak (KIA).

Indikator pelaksanaan surveilans epidemiologi adalah tersedianya tenaga epidemiologi minimal satu orang, tersedianya data terkini, kelengkapan pelaporan secara menyeluruh dari jenis pelaporan seperti pelaporan program kesehatan ibu dan anak, pelaporan Kejadian Luar Biasa, pelaporan penemuan kasus-kasus baru dari penyakit menular dan berbagai jenis pelaporan lainnya yang terakomodir dalam sistem pencatatan dan pelaporan terpadu serta ketepatan waktu pelaporan (Depkes RI, 2004).

Selama desentralisasi, fungsi surveilans epidemiologi KIA sangat penting mendukung upaya strategis deteksi dini terjadinya masalah KIA di suatu daerah. Unit yang sangat berperan terhadap surveilans KIA adalah puskesmas, mengingat puskesmas adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dasar dan merupakan fungsionaris dari dinas kesehatan suatu daerah. Pada pelaksanaanya petugas puskesmas harus mengacu pada prosedur tetap yang telah ditentukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan dapat dikolaborasikan dengan kebutuhan suatu daerah.

Tujuan umum Program Kesehatan Ibu dan Anak adalah menurunkan kematian (Mortality) dan kejadian sakit (Morbility) di kalangan ibu. Kegiatan program ini


(23)

ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, pada saat bersalin dan saat ibu menyusui serta meningkatkan derajat kesehatan anak.

Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Berdasarkan survey SDKI 2002/2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 / 100.000 kelahiran hidup. Angka ini 3 – 6 kali lebih besar dari negara di wilayah ASEAN dan lebih dari 50 kali dari angka di negara maju. Demikian pula Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia, menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia 1997 adalah 52 / 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2002/2003 masih berada pada kisaran 35 / 1000 kelahiran hidup. Dibandingkan negara ASEAN lainnya, AKB Indonesia 2-5 kali lebih.

Keberhasilan pelaksanaan surveilans epidemiologi menjadi indikator kinerja puskesmas dan kinerja dinas kesehatan secara keseluruhan. Kinerja surveilans epidemiologi dilihat dari beberapa indikator khususnya pada indikator proses yaitu (1) kelengkapan laporan unit pelaporan dan sumber data awal ≥ 80 %, (2) ketepatan laporan unit pelapor dan sumber data awal ≥ 80 %, (3) penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 4 kali atau lebih setahun, dan (4) adanya umpan balik sebesar 80 % atau lebih terhadap permasalahan yang dihadapi. Permasalahan KIA yang dilakukan surveilans mencakup pemantauan wilayah setempat masalah KIA yaitu kematian ibu, kematian bayi dan balita, kunjungan ibu hamil, pertolongan persalinan, serta penangangan ibu hamil risiko tinggi (Depkes RI, 2004).

Cakupan surveilans epidemiologi KIA secara nasional masih rendah yang terlihat dari minimnya kelengkapan data KIA, belum efesiennya waktu pelaporan,


(24)

serta belum terakomidirnya secara komprehensif penanggulangan masalah KIA. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia (2008), kelengkapan data kunjungan ibu hamil hanya 52,9%, deteksi ibu hamil risiko tinggi hanya 46,2%, dan berdasarkan jumlah data yang masuk dari provinsi di seluruh Indonesia, masih ada yang belum mengirim data yang lengkap untuk dijadikan profil kesehatan sebagai medis informasi dan gambaran pembangunan kesehatan di Indonesia. Hal ini memberikan suatu gambaran sederhana bahwa surveilans epidemiologi masih menjadi masalah utama dalam percepatan penyelengaraan pelayanan kesehatan, sehingga secara terus menerus menjadi program prioritas dari seluruh program kesehatan di Indonesia.

Kondisi ini didukung oleh minimnya tenaga pelaksana surveilans epidemiologi. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia (2008), tenaga epidemiologi di seluruh kabupaten/kota di Indonesia belum merata. Hal ini terlihat dari rendahnya rasio tenaga epidemiologi terhadap jumlah puskesmas yaitu hanya 0,5 per 1000 puskesmas dari 8.234 unit puskesmas Indonesia.

Permasalahan surveilans epidemiologi tersebut juga terjadi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan Rencana Strategis Provinsi NAD (2006-2010), bahwa permasalahan utama dalam perencanaan kesehatan adalah masih lemahnya sistem informasi kesehatan di daerah yang terlihat dari belum adekuatnya sistem pelaporan, dan pemanfaatan data dan informasi oleh pengambil keputusan, pelaporan masih tidak tepat waktu, tidak teratur, tidak terpadu, serta minimnya analisis data menjadi informasi di kabupaten/kota.


(25)

Data Dinas Kesehatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam menunjukkan bahwa AKI Provinsi NAD tahun 2005 adalah 354/100.000 kelahiran hidup, AKB sebesar 39/1000 kelahiran hidup, sedangkan secara nasional 2005 AKI adalah 262/100.000 dan AKB 32/1000 (Dinkes Prov. NAD, 2006).

Salah satu kabupaten di provinsi NAD yang juga mengalami permasalahan surveilans epidemilogi adalah Kabupaten Bireuen. Berdasarkan profil Kesehatan Kabupaten Bireuen (2008), diketahui angka kematian ibu di Kabupaten Bireuen pada tahun 2008 yaitu 201/100.000 kelahiran hidup atau dengan jumlah kematian ibu 14 orang. Angka tersebut menunjukkan tertinggi nomor urut ke empat setelah Kabupaten Aceh Utara, Pidie dan Aceh Tamiang, jumlah tenaga epidemiologi masih kurang, yaitu hanya 5 orang, sementara jumlah puskesmas sebanyak 17 unit, sehingga tenaga yang ditugaskan terhadap pelaksanaan surveilans epidemiologi dilakukan oleh tenaga medis lainnya seperti perawat dan bidan. Selain itu kelengkapan laporan hanya 45,9% pada evaluasi tahun 2008, dan sering tidak tepat waktu. Kondisi ini sangat berdampak terhadap perencanaan penanganan masalah kesehatan khususnya masalah KIA, dan penanganan kasus-kasus ibu hamil risiko tinggi, kejadian bayi lahir rendah dan berbagai indikator KIA lainnya.

Fenomena ini terjadi akibat dari minimnya tenaga, dan rendahnya kemampuan tenaga pelaksana surveilans epidemiologi KIA puskesmas akibat minimnya pendidikan dan pelatihan tentang surveilans epidemiologi KIA. Berdasarkan laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2008, dinas kesehatan hanya melakukan 1 kali pelatihan surveilans epidemiologi, dan pada minilokakarya


(26)

cenderung lebih banyak mendiskusikan masalah perkembangan kunjungan, sehingga berdampak terhadap kinerja petugas surveilans puskesmas yang dilihat dari indikator-indikator surveilans KIA.

Beberapa penelitian menunjukkan fenomena kinerja petugas surveilans cenderung terjadi diberbagai daerah. Penelitian Kartono (2006) di Surabaya, menemukan ketepatan waktu pelaporan program puskesmas hanya 36,36% dari sejumlah Tim Epidemiologi Puskesmas, akurasi data juga masih belum baik, yang diindikasikan dari sistem pengolahan data yang masih manual dan tidak terprogram dengan sistem komputerisasi.

Penelitian Surbagus dan Handono (2007) menemukan terdapat hubungan pengetahuan dengan kinerja petugas dinas kesehatan dan secara proporsi menunjukkan 89,2% petugas yang berpengetahuan baik mempunyai kinerja petugas baik.

Menurut Ridwan (2004) yang mengutip pendapat Keith dan Davis bahwa kinerja pegawai atau petugas diberbagai instansi sangat dipengaruhi oleh sumber daya organisasi khususnya kompetensi (kemampuan dan ketrampilan).

Hal ini senada dengan penelitian Kristiani dan Mukhlis (2007) di Kabupaten Aceh Timur, bahwa kinerja petugas puskesmas dipengaruhi oleh faktor organisasi seperti supervisi dan sarana, 78,2% petugas yang tidak mendapatkan sarana mempunyai kinerja yang buruk yang ditunjukkan oleh minimnya kedisiplinan petugas, dan rendahnya cakupan pencatatan dan pelaporan form-form analisis situasi kesehatan di wilayah kerjanya.


(27)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh sumber daya organisasi puskesmas terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA di Kabupaten Bireuen.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh sumber daya organisasi puskesmas (umur, masa kerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, sarana, dana dan prosedur kerja) terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA di Kabupaten Bireuen.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh sumber daya organisasi puskesmas (umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, keterampilan, motivasi, sarana, dana dan prosedur kerja) terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA di Kabupaten Bireuen.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Ada pengaruh umur terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

2. Ada pengaruh pendidikan terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.


(28)

3. Ada pengaruh masa kerja terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

4. Ada pengaruh pengetahuan terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

5. Ada pengaruh keterampilan terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

6. Ada pengaruh motivasi terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

7. Ada pengaruh sarana terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

8. Ada pengaruh dana terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

9. Ada pengaruh prosedur kerja terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dalam peningkatan dan penguatan surveilans epidemiologi KIA di wilayah kerjanya, melalui peningkatan pengetahuan dan supervisi ke puskesmas.

2. Memberikan masukan kepada kepala Puskesmas se- Kabupaten Bireuen untuk memonitoring secara terpadu terhadap pelaksanaan surveilans epidemiologi KIA. 3. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Daya Organisasi

Menurut Aditama (2003), Sumber Daya Organisasi adalah : (1) tenaga; (2) uang/ dana; (3) peralatan / sarana; (4) prosedur kerja.

Seperti halnya manajemen perusahaan, dibidang kesehatan juga dikenal berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya yang dikelola. Ada bidang yang mengurus personalia (manajemen personalia), keuangan (manajemen keuangan), logistik obat dan peralatan (manajemen logistik), pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan kesehatan, dan sistem informasi manajemen dan sebagainya).

Untuk masing-masing bidang tersebut juga dikembangkan manajemen yang spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokoknya. Penerapan manajemen pada unit pelaksana teknis seperti puskesmas dan rumah sakit merupakan upaya untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif, efisien, rasional (Muninjaya, 2004).

2.1.1 Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan


(30)

efisiensi organisasi, sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan manajemen sumber daya manusia (Hariandja, 2002).

SDM kesehatan menurut SKN 2004 adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan, dam pelatihan serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sementara itu, SDM kesehatan menurut PP No. 32/1996 adalah semua orang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik untuk jenis tertentu yang memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan (Adisasmito, 2007).

Menurut Forsyth yang dikutip Soeroso (2003), kegiatan manajemen SDM meliputi proses perencanaan, perekrutan dan seleksi, pengorganisasian tim, pengembangan karyawan agar mampu dan tetap mampu bekerja secara efektif, memotivasi karyawan agar mau bekerja serta membuat keputusan dalam rangka mengendalikan kegiatan dan memperbaiki perencanaan bila diperlukan.

Tujuan manajemen SDM adalah untuk meningkatkan dukungan sumber daya manusia dalam usaha meningkatkan efektivitas organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Secara lebih operasional (dalam arti yang dapat diamati/diukur) untuk meningkatkan produktivitas pegawai, mengurangi tingkat absensi, mengurangi tingkat perputaran kerja, atau meningkatkan loyalitas para pegawai pada organiasi.

Selanjutnya, apa yang dilakukan organisasi dalam upaya mencapai tujuan tersebut dan mengapa itu harus dilakukan, berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas


(31)

manajemen SDM secara umum dapat dikatagorikan sebagai berikut (Hariandja, 2002):

a. Persiapan dan pengadaan b. Pengembangan dan penilaian

c. Pengkompensasian dan perlindungan, dan d. Hubungan-hubungan kepegawaian.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan disebutkan bahwa dalam memantapkan sistem manajemen SDM kesehatan perlu dilakukan peningkatan dan pemantapan perencanaan, pengadaan tenaga kesehatan, pendayagunaan dan pemberdayaan profesi kesehatan (Adisasmito, 2007).

Sebagaimana penjelasan sebelumnya kinerja SDM dapat dipengaruhi oleh kemampuan SDM dan Motivasi SDM. Kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya. Beberapa pegawai, meskipun termotivasi dengan baik sama sekali tidak mempunyai kemampuan atau ketrampilan untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan ketrampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan prestasi individu.

Kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan sebagaimana menurut Keith Davis yang dikutip Mangkunegara (2005), Ability = Knowledge x Skill.


(32)

2.1.1.1 Umur

Umur menurut Gipson (1994) berpengaruh terhadap kinerja individu dimana pada usia 40-54 tahun individu memasuki tahap perawatan yang ditandai dengan usaha stabilisasi dari hasil usaha masa lampaunya. Pada tahap ini individu membutuhkan penghargaan, sebahagian individu merasa tidak nyaman secara psikologi pada masa ini yang diakibatkan oleh pengalaman kritis dimasa karirnya dimana indivisu tidak mencapai kepuasan dalam masa kerjanya, kesehatan yang buruk dan perasaan khawatir akan masa kerjanya. Sehingga sebahagian individu merasa tidak membutuhkan peningkatan kinerja sampai dengan masa penarikan.

2.1.1.2 Pengetahuan SDM

Pengetahuan menurut Soejitno (2001) adalah keadaan mengetahui, mengenal fakta, kebenaran atau keadaan. Menurut Keraf dan Dua (2001), ilmu pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang telah disusun secara sistematis, metodologis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ilmu pengetahuan berupaya untuk menjelaskan berbagai peristiwa di jagad raya ini secara logis dan sistematis atau untuk menjelaskan sebab dan akibat dari peristiwa yang terjadi.

Dari batasan-batasan tersebut dapat dilihat bahwa pengetahuan meliputi aspek atau objek yang sangat luas, dapat berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, pengalaman serta tinggi rendahnya informasi tentang objek tersebut dilingkungannya.


(33)

2.1.1.3 Ketrampilan SDM

Dalam pengukuran kinerja, perlu diidentifikasikan berdasarkan kompetensinya. Kompetensinya SDM adalah Kompetensi yang berhubungan dengan pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan karakteristik kepribadian yang berpengaruh langsung terhadap kinerjanya (Mangkunegara, 2005).

Organisasi memperkerjakan orang karena ketrampilan mereka, dan biasanya ditempatkan pada pekerjaan berdasarkan ketrampilannya. Untuk mencapai kinerja yang tinggi dibutuhkan jenis keterampilan dengan keahlian tehnis, selain keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan serta keterampilan interpersonal. Kombinasi tepat dari ketiganya merupakan hal penting, karena bila hanya satu keterampilan yang menonjol dapat menurunkan kinerja (Robbins, 2002).

2.1.1.4 Motivasi SDM

Motivasi ialah konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang memulai dan mengarahkan perilaku (Gibson, 1997).

Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja (Mangkunegara, 2005).


(34)

Berdasarkan kompleksitas faktor motivasional, sejumlah pandangan atau teori tentang motivasi ditemukan, diantaranya : (1) Drive reduction theory

mengatakan bahwa motivasi didorong untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer (lapar, haus) dan kebutuhan sekunder (berprestasi). (2) Arousal theory mengatakan bahwa setiap orang memiliki dorongan untuk melakukan kegiatan untuk memiliki tantangan tertentu, yang mengakibatkan seseorang menjadi suka dan senang melakukannya. (3) Incentive theory mengatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh rangsangan eksternal. (4) Cognitive theori mengatakan motivasi dipengaruhi oleh

intrinsic motivation, yaitu aktivitas untuk mencari kesenangan, bukan demi Reward, dan extrinsic motivation yaitu aktivitas yang didasarkan pada reward nyata (Hariandja, 2002).

2.1.2 Sumber Daya Uang/Dana

Sumber daya keuangan ini dapat memperlancar pelaksanaan suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan merupakan sumbangan besar pada gagalnya pelaksanaan kebijakan (Widodo, 2005).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1116/MENKES/SK/VIII/2003, sumber biaya penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan terdiri dari sumber dana (APBN, APBD Propinsi, APBD Kota, Bantul Luar Negeri, Bantuan Nasional dan Daerah, dan Swadaya masyarakat.


(35)

2.1.3 Sumber Daya Peralatan/Sarana

Selain data yang cukup pencapaian kinerja optimal harus didukung oleh sarana yang memadai. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1116/MENKES/SK/VIII/2003, untuk mendukung kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan di Puskesmas sarana yang diperlukan berupa : 1 paket komputer, 1 alat komunikasi (telepon, faximile, dan telekomunikasi lainnya), 1 paket kepustakaan, 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program aplikasi komputer, 1 paket formulir dan 1 unit kenderaan roda dua.

2.1.4 Sumber Daya Prosedur Kerja

Dalam usaha mencapai sasarannya Puskesmas harus memilih suatu struktur organisasi yang efektif yang mudah beroperasi dan tidak banyak birokrasi. Penetapan struktur ini dimaksud untuk bisa membagi tugas pekerjaan, memberikan wewenang, melakukan pengawasan dan meminta pertanggungjawaban.

Setiap kegiatan program akan menghasilkan data. Data perlu dicatat, dianalisis dan dibuat laporan. Data ini adalah data siap pakai karena sudah dipresentasikan dalam bentuk tabel, grafik atau laporan secara negatif.

Jenis pencatatan kegiatan harian program puskesmas dapat dibagi berdasarkan lokasi pencatatannya yaitu pencatatan di dalam dan di luar gedung puskesmas. Pelaporan yang dibuat dari dalam gedung puskesmas adalah semua data yang diperoleh dari pencatatan kegiatan harian program yang dilaksanakan di dalam gedung puskesmas seperti data BP, Pol Gigi, Farmasi, Laboratorium, KIA, KB,


(36)

Kesehatan Jiwa dan sebagainya. Data yang dibuat diluar gedung puskesmas adalah data yang dibuat berdasarkan catatan harian kegiatan program yang dilaksanakan di luar gedung puskesmas atau puskesmas pembantu, misalnya data kegiatan program Yandu, UKS, PHN, PKM, Kesehatan Lingkungan dan P2M.

Pencatatan harian masing-masing program puskesmas dikompilasi menjadi laporan terpadu puskesmas. Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). SP2TP dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setiap awal bulan. Dinas Kesehatan / Kota mengolah kembali laporan puskesmas dan mengirimkan umpan baliknya ke Dinkes Provinsi dan Depkes Pusat. Feed back terhadap laporan puskesmas harus dikirim kembali secara rutin ke puskesmas untuk dapat dijadikan evaluasi keberhasilan program.

Ada beberapa jenis laporan yang dibuat oleh puskesmas. Laporan harian untuk melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit tertentu; laporan mingguan untuk melaporkan kegiatan penanggulangan penyakit diare; laporan bulanan ada empat jenis (LB1-LB4 ) untuk melaporkan kegiatan rutin program (Muninjaya, 2004).

2.2 Kinerja

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya,


(37)

kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam english Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata ”to perform” dengan beberapa ”entries” yaitu : (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat nazar (to discharge of fulfill; as now); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking); dan (4) melaksanakan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine) (Rivai. V, 2008).

Gambar 2.1 Dimensi Kerja Sumber : Rivai, 2008

Kemampuan

Motivasi Peluang


(38)

Kinerja individu perorangan (individual performance) dan organisasi (organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut. Sementara itu, individu atau sekelompok orang sebagai pelaksana dapat menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab dengan baik, sangat tergantung kepada struktur (manajemen dan teknologi) dan sumber daya lain seperti peralatan dan keuangan yang dimiliki oleh organisasi (Widodo. J, 2005).

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model

Patner- Lawyer (Donnelly, Gibson and Ivancevich : (1994), kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor ; (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e) imbalan internal dan eksternal; (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu : (1) kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaan. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan demikian, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan (Rivai. V, 2008).


(39)

Dengan demikian, kinerja organisasi salah satunya ditentukan oleh kinerja sekelompok orang sebagai pelaku organisasi. Sebaliknya kinerja sekelompok orang sebagai pelaku organisasi ditentukan oleh struktur, peralatan, dan keuangan yang dimiliki oleh organisasi. Sekelompok orang akan mempunyai rasa tanggung jawab dan dapat mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku dan sepak terjangnya yang dipengaruhi oleh pengetahuan, kemampuan, kecakapan dan harapan-harapan (Widodo. J, 2005).

Penilaian kinerja didasarkan pada pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan. Attribute menurut kamus Oxford adalah : ”kualitas yang melekat kepada seseorang atau sesuatu”.

Dalam manajemen kinerja istilah atribut mengacu kepada apa yang perlu diketahui dan dapat dilakukan oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya secara efektif. Karenanya atribut terdiri dari pengetahuan, keahlian dan kepiawaian.

Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh manajer. Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dilaksanakan secara sinergis antara manajer, individu dan kelompok terhadap suatu pekerjaan di dalam organisasi. Manajemen kinerja didasarkan atas kesepakatan tentang sasaran, persyaratan pengetahuan, keahlian, kompetensi, rencana kerja dan pengembangan (Dharma S, 2005).


(40)

Evaluasi kinerja (performance evaluation), yang dikenal juga dengan istilah penilaian kinerja (performance appraisal), pada dasarnya merupakan proses yang digunakan organisasi untuk mengevaluasi job performance. Jika dikerjakan dengan benar, hal ini akan memberikan manfaat yang penting bagi karyawan, supervisor, departemen SDM, maupun perusahaan (Rivai. V, 2008).

2.2.1 Pengukuran Kinerja dan Penilaian Hasil Pengukuran

Hal – hal yang perlu dilakukan dalam mengukur kinerja (Rivai. V, 2008) : a. Penetapan indikator kinerja, dengan memperhatikan :

1). Karakteristik indikator kinerja yang baik, yaitu :

- Terikat pada tujuan program dan menggambarkan pencapaian hasil - Terbatas pada hal-hal yang perlu mendapat prioritas

- Terpusat pada hal-hal yang vital dan penting bagi pengambilan keputusan - Terkait dengan sistem pertanggungjawaban memperlihatkan hasil

2). Pertimbangan utama penetapannya bahwa indikator kinerja harus : - Menggambarkan hasil atau usaha pencapaian hasil

- Merupakan indikator di dalam wewenangnya (uncontrollable).

- Mempunyai dampak negatif yang rendah

- Digunakan untuk menghilangkan insentif yang sudah ada

- Ada pengganti atau manfaat yang lebih besar jika menghilangkan insentif Selain itu, penetapan indikator kinerja harus tetap mengacu pada visi, misi, tujuan, sasaran yang telah ditetapkan seperti pada gambar 2.2


(41)

Gambar 2.2 Pola Penetapan Indikator Kinerja Sumber : Rivai, 2008

b. Cara pengukuran kinerja:

Keberhasilan ataupun kegagalan manajemen dapat diukur dengan melakukan : - Perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan; - Perbandingan antara kinerja nyata dengan hasil (sasaran) yang diharapkan; - Perbandingan antara kinerja nyata tahun ini dengan tahun – tahun

sebelumnya;

- Perbandingan kinerja suatu organisasi dengan organisasi lain yang unggul dibidangnya;

- Perbandingan capaian tahun berjalan dengan rencana dalam (dua, tiga, empat atau lima tahun) tren pencapaian.

Visi

Misi

Tujuan

Sasaran

Strategi

Indikator kinerja

Hasil

Aktivitas

Sistem Informasi Pengumpulan


(42)

c. Penilaian kinerja

Penilaian kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja. Penilaian sebaiknya dikaitkan dengan sumber daya (input) yang berada dibawah wewenangnya seperti SDM, dana/keuangan, sarana prasarana, metode kerja dan hal-hal lainnya yang berkaitan. Tujuannya adalah agar dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian kinerja yang tidak sesuai (kegagalan) disebabkan oleh faktor input yang kurang mendukung atau kegagalan pihak manajemen.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Timple yang dikutip Mangkunegara (2005), faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (diposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang, misalnya kinerja seseorang baik karena mempunyai kemampuan tinggi dan ia tipe pekerja keras. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan seperti fasilitas kerja, iklim organisasi, dan sikap, perilaku serta tindakan dari rekan kerja, bawahan atau pimpinan.

Menurut Simamora yang dikutip Mangkunegara (2005), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : faktor individual (kemampuan, latar belakang, demografi), faktor psikologis (motivasi, persepsi, attitude, personality, pembelajaran) dan faktor organisasi (sumber daya, job design, kepemimpinan, struktur) (Mangkunegara, 2005).


(43)

Menurut Widodo (2005), faktor yang mempengaruhi kinerja dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor individu (pelaku) dan organisasi. Beberapa strategi atau perilaku pemimpin yang harus dilakukan dalam bingkai meningkatkan kinerja individu dan organisasi antara lain adalah :

1. Menjaga dan mendorong motivasi anak buah

Strategi untuk menjaga dan mendorong motivasi menurut Sloman yang dikutip Widodo (2005), antara lain sebagai berikut :

a. tentukan apa yang menjadi tujuan atau apa yang hendak dicapai dari organisasi dan tentukan pula kriteria kinerjanya.

b. Pemimpin organisasi harus mampu menyediakan insentif (pendorong kerja) baik berupa gaji, uang, penghargaan atau dalam bentuk lain agar karyawan bersedia mencapai tujuan organisasi melalui aktifitas yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

c. Pemimpin harus memberikan umpan balik secara rutin agar para karyawan dapat mengetahui bagaimana posisi dan peran yang dimainkan dalam pelaksanaan tujuan organisasi.

d. Pemimpin harus menerapkan manajemen partisipatif, yakni para karyawan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tertentu agar mereka dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik.

e. Pemimpin harus menyelenggarakan komunikasi dua arah secara rutin dalam setiap pertemuan dengan bawahan.


(44)

2. Peningkatan kemapuan atau kualitas anak buah a. Melalui pendidikan

b. Melalui pelatihan c. Melalui pengalaman

2.3 Hubungan Kinerja dengan Sumber Daya Organisasi

Menurut Timple dalam Mangkunegara (2006) faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor individu dengan faktor lingkungan kerja organisasi. Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang memadai merupakan pemicu (motivator) bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.

Menurut Gibson (1989) variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Menurut Rosidah, dkk (2003) organisasi dipengaruhi oleh sumber daya yang terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya non manusia atau disebut jasa dengan sumber daya alam (natural resource) seperti modal, mesin, teknologi, material dan lain-lain. Kedua kategori sumber daya tersebut sama-sama penting, akan tetapi sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor dominan karena memilki akal, pengetahuan, keterampilan, motivasi, karya dan prestasi. Pada prinsipnya SDM


(45)

adalah satu-satunya sumber daya yang sangat menentukan organisasi dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan.

Sedangkan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) adalah prestasi kerja atau hasil kerja (out put) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Ilyas (2001) untuk menilai kualitas kerja SDM maka perlu dilakukan penilaian kerja dengan cara membandingkan hasil karya yang dilakukan personel dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila dari hasil penilaian ini ternyata personel yang bersangkutan masih jauh atau belum dapat mencapai tolak ukur yang ditetapkan, maka salah satu penyebabnya adalah belum sepenuhnya personel tersebut melaksanakan disiplin kerja, menunda-nunda pekerjaan sehingga target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai.

2.4 Surveilans Epidemiologi

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Sedang sistem surveilans epidemiologi adalah merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans


(46)

epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, propinsi dan pusat.

Ada banyak definisi surveilans yang dijabarkan oleh para ahli, namun pada dasarnya mareka setuju bahwa kata “surveilans” mengandung empat unsur yaitu : koleksi, analisis, interpretasi dan diseminasi data. WHO mendefiniskan surveilans sebagai suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, di dalam suatu sistem surveilans, hal yang perlu digaris bawahi adalah:

- Surveilans merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang hanya dilakukan pada suatu waktu.

- Kegiatan surveilans bukan hanya berhenti pada proses pengumpulan data, namun yang jauh lebih penting dari itu perlu adanya suatu analisis, interpretasi data serta pengambilan kebijakan berdasarkan data tersebut, sampai kepada evaluasinya.

- Data yang dihasilkan dalam sistem surveilans haruslah memiliki kualitas yang baik karena data ini merupakan dasar yang esensial dalam menghasilkan kebijakan/ tindakan yang efektif dan efisien (Depkes RI, 2007).


(47)

Surveilans juga penting untuk mengamati kecenderungan dan memperkirakan besar masalah kesehatan, mendeteksi serta memprediksi adanya KLB, mengamati kemajuan program pencegahan dan pemberantasan penyakit yang akan dilakukan, memperkirakan dampak program intervensi, mengevaluasi program intervensi dan mempermudah perencanaan program pemberantasan (Depkes RI, 2003b).

Berdasarkan pemahaman terhadap surveilans, konsep dasarnya meliputi: 1. Pengumpulan data

Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Surveilans aktif dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain sedang surveilans pasif dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari laporan unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain (Depkes RI, 2003b). 2. Pengolahan data, analisis dan interpretasi data

Aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data dan analisis data surveilans yaitu ketepatan waktu dan sensitifitas data. Ketepatan waktu pengolahan data sangat berkaitan dengan waktu penerimaan data.

3. Umpan balik dan diseminasi informasi yang baik serta respon yang tepat

Kunci keberhasilan surveilans adalah umpan balik dan diseminasi kepada sumber-sumber data dan pengguna informasi tentang pentingnya proses pengumpulan data. Bentuk umpat balik biasanya berupa ringkasan informasi dari analisis data serta tindakan korektif kepada sumber laporan (Depkes RI, 2003b).


(48)

2.4.1 Peran Puskesmas dalam Surveilans Epidemiologi

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1116/MENKES/SK/VIII/2003 penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah kewajiban bagi lembaga kesehatan masyarakat dan swasta, termasuk di dalamnya Puskesmas.

Peran Puskesmas sebagai Unit Surveilans Epidemiologi Kesehatan adalah : a. Pelaksana surveilans epidemiologi nasional diwilayah puskesmas

b. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penyakit dan masalah kesehatan

c. Melakukan koordinasi surveilans epidemiologi dengan praktik dokter, bidan swasta dan unit pelayanan kesehatan yang berada di wilayah kerjanya.

d. Melakukan koordinasi surveilans epidemiologi antar puskesmas yang berbatasan

e. Melakukan SKD-KLB dan penyelidikan KLB di wilayah puskesmas

f. Melaksanakan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan spesifik lokal.

2.4.2 Indikator Surveilans Epidemiologi Puskesmas

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1116/MENKES/SK/VIII/2003 sumber daya penyelenggaraan surveilans epidemiologi meliputi SDM, sarana dan pembiayaan.

Kinerja penyelengaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan diukur dengan indikator masukan, proses dan keluaran. Ketiga indikator tersebut merupakan


(49)

satu kesatuan, dimana kelemahan salah satu indikator tersebut menunjukkan kinerja sistem surveilans yang belum memadai.

Indikator-indikator tesebut adalah sebagai berikut : 1. Masukan

A. Sumber Daya Manusia (SDM)

Dibutuhkan 1 tenaga Epidemiologi terampil B. Sarana

1 paket komputer, 1 paket alat komunikasi (telepon, faksimili, SSB), 1 paket kepustakaan, 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program aplikasi komputer, 1 paket formulir, 1 paket peralatan pelaksanaan surveilans epidemiologi dan 1 roda dua

C. Pembiayaan APBN, APBD, dll. 2. Proses

Proses penyelenggaraan sistem surveilans di tingkat kabupaten adalah :

f. Kelengkapan laporan unit pelaporan dan sumber data awal ≥ 80 %. g. Ketepatan laporan unit pelapor dan sumber data awal ≥ 80 %.

h. Penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 4 kali atau lebih setahun

i. Umpan balik sebesar 80 % atau lebih 3. Keluaran


(50)

2.5 Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Tujuan umum Program Kesehatan Ibu dan Anak adalah :

1. Menurunkan Kematian (Mortality) dan Kejadian Sakit (Morbility) di kalangan ibu. Kegiatan program ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, pada saat bersalin dan saat ibu menyusui.

2. Meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Tujuan ini di tingkat Puskesmas harus dijabarkan lagi sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat dan faktor risiko yang berkembang di wilayahnya.

Yang menjadi sasaran program KIA adalah Ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak sampai dengan umur 5 tahun. Kelompok-kelompok masyarakat ini sasaran primer program. Sasaran sekunder adalah dukun bersalin dan kader kesehatan. Jumlah sasaran ibu hamil dan anak ditetapkan melalui dua cara : pendataan langsung, perkiraan (estimasi) dan pendekatan tidak langsung. Pendataan langsung dilakukan oleh staf Puskesmas, baik dengan metode survei maupun menggunakan kader sebagai informasi.

Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan integratif. Kegiatan integratif

adalah kegiatan program lain (misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan pokok P2P) yang dilaksanakan pada program KIA karena sasaran penduduk program


(51)

P2P (ibu hamil dan anak-anak) juga menjadi sasaran program KIA (Muninjaya, A. A. Gde, 2004).

a. Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC)

b. Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita, integrasi dengan program gizi.

c. Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena kekurangan protein dan kalori serta memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan garam yodium). Intgrasi program PKM (konseling) dan Gizi.

d. Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur. Integrasi program KB.

e. Merujuk ibu – ibu atau anak – anak yang memerlukan pengobatan. Integrasi program pengobatan.

f. Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama masa nifas. Integrasi dengan program perawatan kesehatan masyarakat.

g. Mengadakan latihan untuk dukun bersalin dan kader kesehatan Posyandu.

2.5.1 Surveilans Epidemiologi KIA

Program Kesehatan Ibu dan Anak dalam rangka mencapai target MDGs yang ditetapkan memerlukan data yang akurat dan dapat diakses tepat waktu untuk menentukan kebijakan yang evidence based. Untuk mendapatkan kualitas data yang baik dan berkelanjutan diperlukan suatu sistem surveilans yang baik, meliputi teknik


(52)

pelaksanaan, struktur organisasi, sistem manajemen serta regulasi surveilans. Saat ini program surveilans dalam KIA merupakan program yang dianggarkan dari pemerintah pusat melalui dana dekonsentrasi. Hal ini menunjukkan maksud pemerintah pusat untuk mendukung kegiatan KIA sesuai dengan kebijakan prioritas kesehatan pusat.

Surveilans sendiri, khususnya dalam hal pelacakan kematian ibu dan anak, sudah dilakukan oleh setiap Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke tingkat Puskesmas. Kegiatan surveilans ini dilakukan oleh staf Dinas Kesehatan yang mengelola KIA, dan belum bekerjasama dengan staf dinas kesehatan yang mempunyai tugas surveilans. Wajar dalam pelaksanaannya masih ada kelemahan-kelemahan, dari segi teknis pelaksanaan maupun sistemnya sendiri. Dipandang dari sistem surveillans di daerah, dapat dinyatakan masih terdapat berbagai kelemahan sistemik. Berbagai kelemahan sistem surveilans di daerah ini menjadi hambatan besar dalam melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Dapat dikatakan ada kelemahan supporting sistem untuk surveilans KIA di daerah.

Prosedur tetap (protap) pelaksanaan sistem surveilans – respons KIA ini merupakan pedoman pelaksanaan 8 fungsi pokok surveilans untuk 12 penyakit perioritas KIA yang ditetapkan oleh Depkes sebagai berikut (Depkes RI, 2007b): (1) Perdarahan pasca persalinan; (2) Preeklampsia/Eklampsia; (3) Sepsis Puerperalis; (4) Abortus spontan; (5) Partus macet; (6) BBLR; (7) Tetanus neonatorum; (8) Sepsis neonatorum; (9) Asfiksia neonatorum; (10) Gizi buruk; (11) Pneumonia; (12) Diare akut.


(53)

2.5.2 Pengukuran dalam Kesehatan Ibu dan Anak

Berbeda dengan pelayanan kesehatan bidang spesialisasi lain, pelayanan maternal memiliki beberapa keistimewaan. Pengguna jasa pelayanan maternal, sebagian besar adalah orang sehat. Selain itu sasaran pelayanan maternal bukan saja ibu melainkan juga anak/ bayi yang dikandungnya. Atas dasar hal ini maka pelayanan maternal harus optimal, baik teknis pelayanan obstetrik maupun program kesehatan ibu dan anak beserta dengan evaluasinya. Dalam mengevaluasi program yang dijalankan, keberadaan data yang berkualitas adalah sangat penting. Data yang memuat berbagai pengukuran dalam kesehatan ibu dan anak ini lah yang merupakan indikator kinerja pelayanan maternal (Depkes RI, 2007b).

2.5.3 Kematian Ibu, Bayi dan Balita sebagai Masalah dalam Kesehatan Ibu dan Anak

Kehamilan, di satu sisi merupakan saat-saat yang membahagiakan bagi seorang ibu, tetapi juga dapat menjadi suatu keadaan yang mengkhawatirkan bila ada hal-hal yang tidak diharapkan turut menyertai kehamilan tersebut. Komplikasi kehamilan seperti perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi keguguran menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang.

Kematian ibu didefinisikan sebagai kematian seorang wanita yang terjadi pada masa kehamilan dan nifas atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa memperdulikan lama dan letak kehamilan, akibat setiap hal yang


(54)

berhubungan dengan dan/atau dipicu oleh kehamilan atau penatalaksanaan-nya, tetapi bukan oleh sebab kecelakaan. ICD-X membagi kematian maternal menjadi dua kelompok yaitu kematian obstetrik langsung, yaitu kematian yang disebabkan oleh komplikasi obstetrik pada saat kehamilan, persalinan dan nifas maupun akibat tindakan-tindakan, kesalahan-kesalahan karena penanganan yang tidak tepat/benar ataupun gabungan kejadian berbagai hal diatas. Kelompok kedua adalah kematian obstetrik tidak langsung, yaitu kematian maternal yang terjadi karena penyakit yang ada sebelumnya atau mulai terjadi pada saat kehamilan dan tidak disebabkan oleh penyebab langsung tetapi diperberat oleh efek fisiologis dari kehamilan.

Kematian bayi merupakan kematian seorang bayi pada masa tahun pertama kelahirannya. Berdasarkan International Collaborative Effort (ICE), penyebab kematian bayi dibagi menjadi delapan kategori, yaitu anomali kongenital, asfiksia, imaturitas,infeksi, sudden infant death syndrome (SIDS), kematian mendadak yang tidak bisa dijelaskan sebabnya, penyebab eksternal dan kondisi lainnya. Kematian balita adalah kematian yang terjadi pada anak sebelum mencapai usia lima tahun (Depkes RI, 2007b).

2.5.4 Mengukur Besarnya Kematian Ibu

Mengukur angka kematian, baik ibu maupun bayi, bukanlah suatu hal yag mudah. Data angka kematian ibu dan bayi yang ada selama ini dianggap sebagai ”puncak dari gunung es”, dimana kasus yang tidak terdata jauh lebih banyak dari pada angka yang dilaporkan. Menurut WHO, kematian ibu sulit untuk diukur karena


(55)

alasan konseptual dan praktis. Kematian ibu sulit untuk diidentifikasi secara tepat karena tidak seperti kasus kematian biasa, pada kasus kematian ibu, diperlukan juga data usia reproduksi, keadaan kehamilan sesaat sebelum kematiannya serta penyebab klinis kematiannya. Ketiga komponen ini sulit untuk didapatkan secara akurat apabila pada suatu daerah tidak ada sistem pelaporan kematian yang baik. Pada dasarnya hal-hal yang mendasari timbulnya kesalahan dalam sistem pelacakan kematian maternal dapat meliputi kesalahan klasifikasi kematian, kesalahan analisa penyebab medis kematian dan tidak terdapatnya sistem pencatatan/registrasi kependudukan yang baik. Dalam mengukur besarnya kematian ibu pada suatu populasi, digunakan indikator-indikator antara lain :

Maternal Mortality Ratio (di Indonesia disebut dengan Angka Kematian Ibu), yaitu jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada kurun waktu yang sama.

Ukuran ini mengindikasikan risiko kematian ibu diantara wanita yang sedang hamil dan wanita yang baru saja hamil dan juga merefleksikan status kesehatan seorang wanita, akses ke pelayanan kesehatan dasar dan kualitas pelayanan yang diterima wanita tersebut.

N Kematian Maternal

Ratio = --- x 100.000 N kelahiran hidup


(56)

Maternal Mortality Rate, yaitu Jumlah kematian ibu per 100.000 wanita usia 15-49 per tahun. Ukuran ini merefleksikan baik risiko kematian ibu hamil dan ibu yang baru saja hamil, maupun proporsi seluruh wanita yang menjadi hamil pada suatu tahun tertentu.

Risiko Kematian Ibu Seumur Hidup (Life Time Risk of Maternal Death) merupakan probabilitas kematian Ibu yang dihadapi oleh rata-rata wanita sepanjang usia reproduktifnya. Seperti maternal mortality rate, ukuran ini merefleksikan baik risiko seorang wanita untuk meninggal karena sebab maternal, maupun risikonya untuk menjadi hamil. Ukuran tersebut juga memperhitungkan akumulasi risiko dari tiap kehamilan (Depkes RI, 2007b).

2.5.5 Faktor –faktor yang Mempengaruhi dalam Kehamilan

Faktor risiko merupakan suatu kondisi ataupun perilaku yang ada pada seseorang dimana kondisi/ perilaku tersebut dapat meningkatkan probabilitas individu itu menderita suatu penyakit. Pada bidang maternal, dikenal juga faktor risiko yang dapat mempersulit kehamilan maupun persalinan nantinya. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan maternal ini, penilaian faktor risiko yang ada dalam seorang ibu hamil, merupakan suatu hal yang penting karena turut menentukan penanganannya, baik dalam ANC, persalinan maupun pasca melahirkan.

Skrining faktor resiko pada ibu hamil, dilakukan untuk mengetahui seberapa besar risiko ibu hamil tersebut untuk mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan. Tujuan akhirnya adalah, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan


(57)

(komplikasi sampai pada kematian maternal) sehingga angka kematian ibu juga dapat ditekan. Faktor risiko yang perlu dinilai pada seorang ibu hamil, antara lain (Depkes RI, 2007b):

1. Faktor kesehatan ibu hamil itu sendiri, meliputi usia ibu, status antropometrik (berat dan tinggi badan), lebar panggul, riwayat obstetrik, riwayat ANC, riwayat penyakit sebelumnya seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan lain-lain.

2. Faktor perilaku ibu yang dapat berpengaruh pada kehamilannya, misalnya kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol ataupun bekerja berat selama hamil

3. Faktor genetik, meliputi penyakit familial yang diderita mungkin dapat berpengaruh pada ibu maupun anak dalam kandungannya

4. Faktor lain seperti kondisi tempat tinggal, perilaku orang di sekitarnya misalnya suami seorang perokok berat), serta faktor stress emosional.

2.5.6 Pelaporan KIA Puskesmas

Setiap unit pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas berkewajiban memberikan laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota menyangkut dengan program KIA yang dilaksanakan. Adapun tugas petugas dalam pelaksanaan pelaporan surveilans respons KIA pada tingkat Dinas kesehatan dan Puskesmas adalah :


(58)

a. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota

- Memberikan bimbingan dan pelatihan kepada petugas di Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya mengenai bagaimana cara untuk melaporkan penyakit-penyakit prioritas KIA serta kondisi penyertanya.

- Melaporkan kasus-kasus KIA yang membutuhkan penanganan segera ke Bupati dan lintas sektor terkait.

- Melaporkan ke provinsi jumlah kasus kematian ibu dan bayi, berdasarkan penyebab dan faktor risiko (setiap bulan).

- Mengusahakan dan mempertahankan ketepatan waktu pelaporan dari Puskesmas dan sarana-sarana kesehatan lainnya.

b. Puskesmas, RS, Sarana Kesehatan Kecamatan

- Puskesmas menyerahkan pelaporan PWS KIA beserta hasil lokakarya mini bulanan ke Dinkes Kabupaten/Kota.

- Rumah sakit, rumah bersalin menyerahkan pelaporan ke Dinkes Kabupaten / Kota.

- Klinik bersalin, dokter dan bidan praktek swasta menyerahkan pelaporan ke Puskesmas wilayah kerja.

- Melaporkan informasi berbasis data untuk kasus yang membutuhkan penanganan segera. Misalnya : pelaporan maksimal 1 x 24 jam untuk kasus kematian ibu karena perdarahan.


(59)

1x/mg rekap W2 elektronik SMS

1x/3 bln

1x/mg rekap W2 elektronik 1x/ bln P E melaporkan melacak/indep interview – AMP social Keterangan :

PE : Penyelidikan Epidemiologi

: Mengambil data yang dibutuhkan (Kematian ibu, kematian WUS, dll) untuk kemudian di pilah menjadi kematian maternal atau kematian non maternal.

: pengambilan data oleh petugas surveilan

Gambar 2.3 Desain dan Prosedur Pelacakan/Pelaporan Kasus kematian/KIA Sumber: Depkes, 2007

Surveilans Tk. Prov Surveilans Tk. Kab/Kota Surveilans Puskesmas UPK Pemerintah UPK Swasta

Masyarakat Kelurahan/ desa Kesga Provinsi Kesga Kabupaten Bidan Koordinator Puskesmas Bidan Desa -AMP medis - Rekap PWS/KIA & KI -AMP medis - Rekap PWS/KIA & KI -AMP medis - Rekap PWS/KIA & KI


(60)

2.6 Pusat Kesehatan Masyarakat

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Sesuai dengan yang tersebut di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN-2004) bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama. Adapun fungsi puskesmas ada tiga yaitu : sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Dalam melaksanakan kegiatannya Puskesmas mengacu pada 4 azas penyelenggaraan yaitu wilayah kerja, pemberdayaan masyarakat, keterpaduan dan rujukan (Depkes RI, 2006).

Secara organisasi kedudukan Puskesmas dalam sistem kesehatan Kabupaten/Kota merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) yang bertanggung jawab kepada Kadinkes Kabupaten / Kota dan secara operasional kegiatannya dikoordinasikan oleh camat. Oleh karena sebagai UPTD, Puskesmas secara teknis dan fungsional merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama dan harus dibina oleh Dinkes Kabupaten / Kota. Untuk pelaksana medik dasar tingkat pertama yang secara tehnis medis dapat mengadakan koordinasi dan bekerja sama dengan RSUD Kabupaten/Kota (Muninjaya, 2004).


(61)

Puskesmas mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan program kegiatannya, untuk itu perlu didukung kemampuan manjemen yang baik. Manajemen Puskesmas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara sinergik yang meliputi perencanaan, penggerakan pelaksanaan serta pengendalian, pengawasan dan penilaian.

Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas di Indonesia. Upaya ini memberikan daya ungkit paling besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta merupakan kesepakatan global maupun nasional.

Yang termasuk dalam Upaya Kesehatan Wajib adalah Promosi Kesehatan, Kesehatan lingkungan, Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular serta Pengobatan. Sedangkan Usaha Kesehatan Pengembangan adalah upaya kesehatan yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat setempat serta disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas (Depkes RI, 2006).

2.7 Landasan Teori

Megacu kepada definisi Public Health menurut Winslow, pengembangan program kesehatan masyarakat disuatu wilayah terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kegiatan yang berhubungan dengan upaya pencegahan penyakit (preventing


(62)

desease) dan memperpanjang hidup (prolonging life) melalui usaha-usaha kesehatan lingkungan, imunisasi, pendidikan kesehatan dan pengenalan penyakit secara dini (surveilans, penimbangan balita, ANC dan sebagainya).

Surveilans epidemiologi KIA pada prinsipnya adalah salah satu program dari organisasi kesehatan dalam hal ini organisasi puskesmas. Pelaksanaan surveilans epidemiologi KIA tidak terlepas dari berbagai faktor baik bersumber dari dalam organisasi maupun luar organisasi. Salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari tersebut adalah sumber daya organisasi.

Menurut Aditama (2003) sumber daya organisasi adalah segala sesuatu yang terdapat dalam organisasi untuk menjalankan peran dan fungsinya guna mencapai tujuan organisasi. Adapun komponen-komponen yang terlibat dalam sumber daya organisasi tersebut antara lain tenaga yang meliputi karakteristik tenaga atau sumber daya manusia seperti kompetensi sumber daya manusia mencakup pengetahuan, dan keterampilan, motivasi tenaga, sumber dana yang digunakan baik sumber dana maupun jumlah dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program surveilans epidemiologi KIA, sarana dan fasilitas pendukung pelaksanaan surveilans epidemiologi KIA serta prosedur kerja sebagai uraian kegiatan dan tatalaksana dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi KIA.

Penyelenggaraan surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA dari Puskesmas merupakan komponen yang mepunyai peranan penting dalam pencegahan dan penanggulangan kesehatan ibu dan anak. Kinerja surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas (organizational performance) memiliki keterkaitan yang


(63)

sangat erat dengan kinerja pelaksana pelaporan KIA Puskesmas (induvidual

performance). Sementara itu, tugas, wewenang dan tanggung jawab dengan baik, sangat tergantung kepada struktur (manajemen dan teknologi) dan sumber daya lain seperti peralatan dan keuangan yang dimiliki oleh organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja pegawai baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.

Kinerja individu dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi dari seseorang. Kemampuan dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan, sedang motivasi dipengaruhi oleh sikap pekerja terhadap situasi pekerjaannya. Dalam mencapai kinerja surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA yang optimal tentu tidak terlepas dari pengaruh sumber daya organisasi yang dimiliki oleh Puskesmas baik dari pengetahuan, ketrampilan dan motivasi pelaksana pelaporan, dana, sarana prasarana maupun prosedur kerja dalam kegiatan tersebut.

Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1987), kinerja suatu organisasi dipengaruhi oleh (1) faktor organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan dan imbalan, serta desain pekerjaan, (2) faktor individu meliputi kompetensi (pengetahuan dan keterampilan) serta sosiodemografis dan faktor psikologis meliputi persepsi, motivasi, sikap dan kepribadian. Hal ini jika dikaitkan dengan pendapat Aditama (2003), maka unsur sumber daya organisasi mencakup faktor individu, dan organisasi.


(64)

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep ini menggambarkan pengaruh dari variabel bebas sumber daya organisasi Puskesmas berupa pengetahuan, ketrampilan dan motivasi pelaksana pelaporan, dana, sarana dan prosedur kerja di Puskesmas terhadap variabel terikat kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA dalam wilayah Kabupaten Bireuen yang dapat dilihat pada skema berikut :

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

KINERJA PETUGAS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KIA

- UMUR

- PENDIDIKAN - MASA KERJA - PENGETAHUAN - KETRAMPILAN - MOTIVASI - DANA - SARANA

- PROSEDUR KERJA

SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS


(1)

Variables Entered/Removed

Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA, Pengetahu an

petugas surveilasn KIA, Dana untuk kegiatan surveilans KIA, Pendidaik an terakhir surveilans KIA, Motivasi petugas surveilans KIAa

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA b.

Model Summaryb

.789a .622 .554 .336 1.640

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-W atson Predictors: (Constant), Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA, Pengetahuan petugas surveilasn KIA, Dana untuk kegiatan

surveilans KIA, Pendidaikan terakhir surveilans KIA, Motivasi petugas surveilans KIA

a.

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA b.


(2)

142

ANOVAb

5.213 5 1.043 9.210 .000a

3.170 28 .113

8.382 33

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA, Pengetahuan petugas surveilasn KIA, Dana untuk kegiatan surveilans KIA, Pendidaikan terakhir surveilans KIA, Motivasi petugas surveilans KIA

a.

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA b.

Coefficientsa

-.360 .304 -1.183 .247 -.982 .263

.140 .128 .137 1.098 .281 -.121 .402

.308 .119 .308 2.585 .015 .064 .552

.354 .155 .354 2.277 .031 .036 .672

.161 .148 .158 1.088 .286 -.142 .465

.297 .128 .299 2.323 .028 .035 .560

(Constant) Pendidaikan terakhir surveilans KIA Pengetahuan petugas surveilasn KIA Motivasi petugas surveilans KIA Dana untuk kegiatan surveilans KIA Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for B

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA a.


(3)

Variables Entered/Removed

Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA, Pengetahu an

petugas surveilasn KIA, Pendidaik an terakhir surveilans KIA, Motivasi petugas surveilans KIAa

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA b.

Model Summaryb

.778a .606 .552 .338 1.768

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-W atson Predictors: (Constant), Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA, Pengetahuan petugas surveilasn KIA, Pendidaikan terakhir

surveilans KIA, Motivasi petugas surveilans KIA a.

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA b.


(4)

144

ANOVAb

5.079 4 1.270 11.146 .000a

3.304 29 .114

8.382 33

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA, Pengetahuan petugas surveilasn KIA, Pendidaikan terakhir surveilans KIA, Motivasi petugas surveilans KIA

a.

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA b.

Coefficientsa

-.276 .295 -.937 .357 -.880 .327

.160 .127 .156 1.259 .218 -.100 .419

.304 .119 .304 2.543 .017 .059 .548

.448 .129 .448 3.472 .002 .184 .713

.275 .127 .277 2.170 .038 .016 .535

(Constant) Pendidaikan terakhir surveilans KIA Pengetahuan petugas surveilasn KIA Motivasi petugas surveilans KIA Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for B

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA a.


(5)

Variables Entered/Removed

Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA, Pengetahu an

petugas surveilasn KIA, Motivasi petugas surveilans KIAa

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA b.

Model Summaryb

.764a .584 .543 .341 1.679

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-W atson Predictors: (Constant), Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA, Pengetahuan petugas surveilasn KIA, Motivasi petugas surveilans KIA

a.

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA b.

ANOVAb

4.898 3 1.633 14.060 .000a

3.484 30 .116

8.382 33

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA, Pengetahuan petugas surveilasn KIA, Motivasi petugas surveilans KIA

a.

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA b.


(6)

146

Coefficientsa

-.136 .276 -.494 .625 -.700 .427

.323 .120 .323 2.698 .011 .078 .567

.478 .128 .478 3.725 .001 .216 .740

.304 .126 .306 2.418 .022 .047 .561

(Constant)

Pengetahuan petugas surveilasn KIA Motivasi petugas surveilans KIA Prosedur kerja untuk kegatan surveilans KIA Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for B

Dependent Variable: Kinerja petugas surveilans KIA a.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang

0 49 179

Determinan Kinerja Petugas Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) Di Puskesmas Kota MedanTahun 2014

0 59 100

Implementasi Program ASI Eksklusif dan Peran Petugas KIA di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Durian Kec. Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu Utara

5 66 83

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Petugas Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) Dalam Pengelolaan Data Di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang

1 38 202

Pengaruh Karakteristik Individu Psikologi dan Beban Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dalam Melaksanakan Program di Puskesmas se Kota Pematangsiantar

0 0 18

Pengaruh Karakteristik Individu Psikologi dan Beban Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dalam Melaksanakan Program di Puskesmas se Kota Pematangsiantar

0 0 2

Pengaruh Karakteristik Individu Psikologi dan Beban Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dalam Melaksanakan Program di Puskesmas se Kota Pematangsiantar

0 0 12

Pengaruh Karakteristik Individu Psikologi dan Beban Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dalam Melaksanakan Program di Puskesmas se Kota Pematangsiantar

0 0 36

Pengaruh Karakteristik Individu Psikologi dan Beban Kerja terhadap Kinerja Petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dalam Melaksanakan Program di Puskesmas se Kota Pematangsiantar

0 0 4

DETERMINAN KINERJA PETUGAS KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2014

0 0 13