Tujuan Dakwah Maqashid al-Dakwah

2. Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah memeluk agama Allah 3. Mendidik dan mengajarkan anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya. 41

6. Manfaat Dakwah

1. Mendatangkan pertolongan dan bantuan rabbani dalam perjuangan melawan kebatilan dan jahiliyah. 2. Menggugah dan membangunkan manusia dari tidur panjangnya menuju kebangkitan hakiki yang agung bersama islam. 3. Menegakkan hijrah kepada orang-orang yang terus menerus berbuat salah dan dosa. 4. Membentuk opini umum yang benar dan selamat. Oponi umum inilah yang mempunyai peran besar di dalam menjaga dan memelihara adab, akhlak, dan hak-hak umat serta membentuk kepribadian dalam kehidupan bermasyarakat. 5. Dakwah akan membuat baiknya perilaku dan istiqomah. 6. Dengan dakwah kita akan memperoleh keberuntungan berupa jannah dan keridhaan Allah di akhirat. 7. Dengan dakwah kita akan terleps dari siksa di dunia dan akhirat. 8. Dakwah adalah jalan menuju wihdatul ummah, karena dakwah. 41 Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fiqh Dakwah, h.10. 9. berusaha menanamkan nilai-nilai ukhuwah, kebersamaan ta’awun dalam kebaikan taqwa serta rasa saling memperhatikan antara kaum muslimin. 42 42 Sayid Muhammad Nuh, Dakwah Fardiyah Pendekatan Personal dalam Dakwah, Solo. Era Intermedia, 1996, Cet. Ke-1, h. 33-42. 38

BAB III PROFIL KH. MAHRUS AMIN DAN GAMBARAN UMUM PONDOK

PESANTREN DARUNNAJAH ULUJAMI JAKARTA SELATAN

A. Profil KH. Mahrus Amin

1. Riwayat hidup

KH. Mahrus Amin lahir 14 febuari 1940 di desa Kalibuntu, Ciledug, sekarang desa Kalimukti kecamatan pebadilan Kabupaten Cirebon saat perang Dunia Kedua baru saja berkobar di Eropa. Tempat ini adalah desa kecil di tepi Kali Cilosari Kali Cisanggarung, Perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. 1 Ayah bernama, Casim Amin di kemudian hari dikenal juga sebagai Jasim Amin, Ahmad atau Amin adalah warga asli Kalimukti. Ayah beliau adalah keturunan Wirasuta, salah satu anak cucu Syarief Hidayatullah, tokoh Islam di Jawa Barat pada masa lalu. Sedangkah ibu, bernama Hj. Jamilah, berasal dari Losari Cirebon, cucu dari Kyai Idris, seorang ulama pemimpin pondok pesantren Lumpur di Desa Lumpur, Losari, Brebes. Bersama Kyai Ismail yang dikenal sebagai ahli hikmah dan juga saudara Kiai Idris, keduanya adalah ulama yang berpengaruh di kawasan Losari. KH. Mahrus Amin lahir dari keluarga ulama. Meski ayah beliau bukan ulama, ayah beliau saat muda pernah belajar dan menjadi murid Kiai Mahrus Ali Gedongan Dari Gedongan. Kiai Mahrus Ali adalah idola bagi ayah KH. 1 KH. Mahrus Amin, Dakwah Melalui Pondok Pesantren, Jakarta : Grup Dana Jakarta, 2008, h. 3-4 Mahrus Amin, ayah beliau pernah bercita-cita untuk memiliki anak laki-laki yang diberi nama Mahrus. Harapannya bisa menjadi orang yang bermanfaat kelak seperti Kiai Mahrus Ali Gedongan. 2 Awal tahun 1940-an, kekhawatiran terhadap “bahaya kuning”, istilah untuk menyebut ambisi militerisme Jepang di Pasifik saat itu, sangat terasa di pentas politik Tanah Air. Meski hidup di masa penjajahan, keluarga cukup beruntung karena orang tua masih beliau KH. Mahrus masih mampu menompang kehidupan keluarga meskipun dengan kondisi yang amat sederhana. Orang tua beliau memiliki usaha persewaan delman, sesuatu yang secara ekonomi cukup bernilai di tengah sulitnya keadaan setelah krisis ekonomi pada tahun 1930-an. Walau begitu, ketika akhirnya Jepang benar-benar berkuasa setelah mengalahkan Belanda yang sudah bercokol 350 tahun kesulitan lebih terasa. Adalah kebanyakan orang saat ini sulit mendapatkan pangan dan sandang. Dalam ingatan masa kecil beliau, masih terasa tidak enaknya memakai baju yang diselipi kutu-kutu busuk. Beliau baru bisa mengerti begitu kejamnya Jepang memperlakukan bangsa jajahannya. Gatal-gatal yang beliau rasakan itu tidak seberapa dibandingkan dengan penderitaan masyarakat pada saat itu akibatnya penjajahan dan penindasan Jepang. 3 Masa revolusi kemerdekaan lebih membekas dalam benak beliau pada usia 8 tahun, beliau terpaksa berhenti sekolah karena agresi militer Belanda. Beliau dibawa orang tuanya hidup di pengungsian berpindah-pindah tempat tinggal, masuk-keluar di hutan, bergaul dengan pejuang, 2 KH. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta Selatan, 16 Mei 2013 3 KH. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta Selatan, 16 Mei 2013