Jakarta. Berbekal pengalaman haji dan menguasi bahasa arab dan memimpin pesantren, tawaran itupun ia sanggupi.
5
Pada tanggal 1965, KH. Mahrus Amin menikah dengan Umi Suniati Manaf dan mempunyai 4 orang anak dan 14 cucu diantarnya :
1. Ema Maziah
2. Nana Rusdiana
3. Nadiah
4. Ahmad Nazi
14 orang cucu diantanya : 1.
Nabila Sari 7. Fawad
13. Soraya Aulia 2.
Nur Isma 8. Sabina
14. M. Alief.
6
3. Ahmad Azhar
9. Rumaisa 4.
Anis Rosida 10. Husain
5. Akmal
11. Hasan 6.
Salsabila 12. Safanida.
Pada tahun 1985 ia pernah mengalami yang ia sebut-sebut sebagai “Isra
Mi’raj” kecil yaitu perjalanan ke 7 negara dalam rentang waktu 1,5 bulan, ia memulai perjalanan mengarungi negara-negara di Asia, Amerika, Eropa,
Afrika, dan kembali lagi ke Indonesia. Hanya dengan bekal tiket seharga 2,5 juta pada waktu itu, belum biaya akomodasi, akan tetapi dengan pertolongan
Allah selalu memberikan kemudahan bagi orang-orang yang dikehendakinya. Karena memang tak lepas dari aktivitas dakwahnya melaui pondok pesantren
yang pada awalnya hanya mengasuh 3 orang santri dan saat ini sudah membina
5
KH. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta Selatan, 16 Mei 2013
6
Umi Suniati, Wawancara Pribadi, Jakarta selatan, 2 Juni 2013
banyak pesantren di Indonesia ini yang tergabung dalam Pesantren Nusantara dan Darunnajah Group. Sampai-sampai ia mengagas ide untuk membuat
pesantren di setiap perbatasan Indonesia. Saat ini Pesantren binaan KH. Mahrus Amin mencapai 41 pesantren di
seluruh indonesia. beliau penggagas pendirian 1000 Pesantren Nusantara. Lelaki berusia 70 tahun ini menggagas pendirian 1000 Pesantren Nusantara
dengan Gerakan Nasional, Cinta Wakaf Zakat, Infaq, dan Shadaqoh.
7
Beliau juga menjadi Pendiri dan Ketua I Yayasan Qolbun Salim Jakarta. Dan menjadi Anggota Dewan Penasehat Majelis Ulama DKI Jakarta.
Dan juga Ketua I DPP Forum Islamic Center Indonesia. Ia juga mendapat kehormatan dari kwartir nasional gerakan pramuka berupa penghargaan
lencana melati yang disematkan oleh bapak presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Penghargaan tersebut diraih bukanlah semata-mata karena
pemberian dari Kwarnas kwartir Nasional.
8
Akan tetapi karena perjuangan beliau dalam mengembangkan kepramukaan di lingkungan pesantren, berkat jasa KH Mahrus Amin
terciptalah gagasan seragam pramuka putri yang menutup aurat sehingga dapat diterima dimasyarakat, sampai saat ini seragam tersebut dipertahankan dan
menjadi seragam resmi pramuka putri di Indonesia.
2. Latar Belakang Pendidikan
Melanjutkan pendidikan KH Mahrus Amin yang terbengkalai selama setahun karena perang. Sekolah Rakyat Islam Losari Brebes 6 tahun, 1954
7
Harir Rijal Pendamping KH. Mahrus Amin, Jakarta, 6 Juni 2013
8
KH. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta Selatan, 16 Mei 2013
Saat revolusi berkecambuk, ia sudah duduk di bangku kelas 3 Sekolah Rakyat Islam SRI di Kalimukti. Perang membuat perekonomian keluarganya
ambruk dan harus memulai lagi dari nol. Usaha delman pun tidak lagi ada, karena sudah direlakan untuk keperluan mengangkut senjata logistik para
pejuang saat revolusi fisik. Dalam kondisi serba kekurangan setelah perang, beliau harus rela
berjalan kaki sejauh 7 kilometer untuk berangkat sekolah melintasi perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah. Saat itu, berjalan kaki sedemikian jauh adalah hal
biasa karen banyak teman-temanya yang rumahnya lebih jauh dan harus bertolak sejak fajar menyingsing untuk tiba di sekolah. Nasib anak-anak yang
sekolahnya demikian jauh dan harus berjalan kaki untuk menempuhnya. Madrasah tempat beliau belajar sudah menerapkan sistem klasikal
kelas dengan menggabungkan pelajaran umum dan pelajaran agama. Beliau termasuk beruntung belajar di sini. Pengajarnya adalah alumni dari perguruan
tinggi Mesir dan mengadopsi sistem pendidikan di negara itu. Tahun 1953, beliau lulus berniat melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Orang tuanya
mendorong agar ia besekolah lagi meneruskan tradisi keluarga menjadi guru dan panutan bagi masyarakat.
Sekolah Guru Bantu SGB adalah tujuan beliau berikutnya. Sekolah ini mempersiapkan siswanya menjadi guru pemula. Jenjang berikutnya dari
SGB adalah SGA Sekolah Guru Atas. Artinya dengan bekal ijaza SLTA pun, seseorang bisa menjadi guru, tetapi pada masa Orde Baru, sekolah ini
dihapus.
Rupaya nasib tidak berpihak pada beliau, usaha masuk SGB tidak berhasil. Atas saran kedua orang tua dan guru-guru madrasah beliau, di
sarankan untuk mendaftar ke Pondok Modern Gontor di Ponogoro. Ia tidak sendirian ke sana ada 7 teman dari sekolah beliau yang
mendaftar. Di kemudian hari, hanya beliau yang menyelesaikan jenjang KMI Kuliyatul Mualimin Al Islamiah selama 6 tahun
1954 1961
. KMI adalah sistem pendidikan di gontor yang menggabungkan tingkat tsanawiah dan
aliyah setingkat SLTP SLTA dalam satu paket. Tugas lain yang beliau jalani sebagai santri adalah memberi kursus
Aljabar kepada putra Kiai Ahmad Sahal yang bernama Hasan. Sedangkan dari Kiai Imam Zarkasyi saya dipercaya untuk membantunya menyelesaikan
tugas-tugas administrasi. Salah satunya mengisi formulir bantuan dari Depertemen Sosial saat itu. Beliau juga aktif dalam organisasi santri, beliau
pernah menjadi pengurus santri konsulat Jawa Barat. Namun dari semua hal tersebut. Kegiatan kepanduan saat ini
pramuka paling beliau minati bekal pengalaman mengikuti organisasi kepanduan Hizbul Waton saat masih belajar di Sekolah Rakyat di cirebon,
membuat beliau tidak ragu masuk Pandu Islam Gerakan Gontor saat itu. Dan kegiatan kepramukaan ini beliau lanjutkan sampai saat ini.
Tradisi penngajaran di Gontor terkenal yang sangat ketat mendidik santri. Tak heran untuk angkatan sebelum beliau, dari 400 santri hanya 60
orang yang lulus kelas 6 KMI. Sejak kelas 2, para santri wajib berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dan Bahasa Arab di lingkungan pesantren. Walau
demikian, para santri diberikan kebebasan untuk memilih minat dan mengebangkan bakatnya.
Santri diarahkan menjadi orang yang merdeka. Mereka tidak diharuskan menjadi pengasuh pesantren atau guru agama. Dan beliau juga
dididik agar disiplin dan taat pada aturan. Dan gembelengan para kiai, ustad dan kehidupan pesantren yang mengajarkan keiklasan, petasaan senasib
seperjuangan menumbuhkan keakraban dan persaudaraan yang kuat di antara para santri. Dan Beliau juga pernah berjalan dari madiun sampai cirebon
untuk mencari pengalaman dan mendatangi organisasi-organisasi massa seperti NU, Masyumi, dan lain-lain di kota-kota yang beliau singgahi.
9
Pada tanggal 1 april 1961 beliau lulus dari Pondok Modern Gontor bergabung sebagai pengajar di raudhatul Athfal Petukangan, beliau diberi
kepercayaan untuk segala urusan pendidikan di lembaga yang kemudian menjadi balai pendidikan Darunnajah pada 1 Agustus 1961. Dan belaiu juga
sempat ikut menyantri bersama Jamaah Tabligh selama 44 hari yang berdakwah dengan berpindah-pindah. Setelah beliau aktif mengajar di
yayasan darunnajah beliau juga sambil meneruskan pendidikan di IAIN Jakarta yang sekarang UIN Jakarta di Fakultas Dakwah Jurusan Ushuludin
tepatnya pada tahun 1962 – 1972. Dan sempat menjadi asisten dosen, Prof.
Dr. Toha Umar Yahya. Pada akhirnya pada tahun 1979 ia menjadi dosen tetap di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10
Tahun 1989 memulai mengembangkan Pesantren di berbagai Daerah, tahun 2008 mendirikan SABELANA santri bela agama dan negara untuk
9
KH. Mahrus Amin, Dakwah Melalui Pondok Pesantren, hal. 7-12
10
KH. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta Selatan, 16 Mei 2013