Muhammadiyah Organisasi Sosial Keagamaan dan Pemerintahan

Kemunculan Muhammadiyah di Bangkalan dimulai dengan adanya perkumpulan al- Ishlah yang dipimpin oleh KH Abdul Manan Hamid, Ulama asal Socah, pada tahun 1930-an. KH Abdul Manan Hamid mengembangkan Muhammadiyah melalui forum-forum pengajian dan melakukan pendekatan terhadap ulama-ulama di Bangkalan. Melalui dialog- dialog yang intens antara KH Abdul Manan Hamid dengan para Kyai, banyak kemudian Kyai di Bangkalan yang tertarik kepada Muhammadiyah. Dengan sendirinya, karena seorang Kyai biasanya memiliki pengaruh yang kuat kepada masyarakat, kemudian banyak pula masyarakat yang bergabung dengan Muhammadiyah. Secara keorganisasian kondisi kondusif di atas ditunjukkan dengan terbentuknya 13 cabang Muhammadiyah. Namun seiring perubahan kondisi politik di tanah air, yakni ketika diberlakukannya monoloyalitas, Muhammadiyah cukup terpengaruh. Terjadi penurunan drastis jumlah cabang yang ada, dari 13 cabang menjadi hanya 7 cabang. Kondisi ini memang cukup memprihatinkan. Tetapi penurunan itu bukan berarti secara umum Muhammadiyah di Bangkalan hilang, tetapi ternyata hingga saat ini masih eksis secara baik. Hal itu dapat kita lihat dari masih berdirinya lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah dari tingkat Taman Kanak-kanak TK hingga Sekolah Menengah Umum SMU. Hanya perlu dicatat untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP kondisi sudah sangat memprihatinkan. Untuk amal usaha di bidang kesehatan, masih berdiri Rumah Bersalin RB, Balai Pengobatan BP dan BKIA. 11 Demikianlah hasil penelitian yang Penulis dapat serta yang dibahas tentang organisasi- organisasi yang sangat berpengaruh seperti NU dan Muhammadiyah pada keadaan masyarakat Kabupaten Bangkalan. 11 Disarikan dari penuturan Bapak Muhammad Amin, Bendahara PDM Kab.Bangkalan periode 1995-2000.

3. MUI

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendikiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 M di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datanag dari berbagai penjuru tanah air. 12 Dari hasil penelitian ini, MUI di kabupaten Bangkalan itu terletak antara di pusat kota Bangkalan tepatnya daerah Jhunuk yaitu daerah di timurna dari pusat kota Bangkalan. penulis tidak begitu banyak mendapatkan hasil mengenai MUI di Kabupaten Bangkalan. Hanya saja dari hasil yang penulis dapatkan keadaan sosialnya di Bangkalan sekarang yaitu mengenai Ahmadiyah yang sekarang-sekarang ini gencar di perbincangkan baik lisan maupun media. Dari hasil pengamatan penulis mengenai MUI di Kabupaten Bangkalan ini mengatasi agama Ahmadiyah yang dianggap oleh orang Islam ini sesat, yaitu dengan cara dibicarakan baik-baik agar tidak menimbulkan kekerasan sesama organisasi yang ada. Dari yang pernah terjadi di beberapa daerah yang lain penulis sendiri tidak mengerti kenapa orang yang dinyatakan sesat harus diamuk seperti itu? Ibaratnya, ada orang Semarang bertujuan ke Jakarta, tapi ternyata tersesat ke Surabaya, masak kita yang tahu bahwa orang itu sesat menempelenginya. Aneh dan lucu. Konon orang-orang yang ngamuk itu adalah orang-orang Indonesia yang beragama Islam.Artinya, orang-orang yang berketuhanan Allah Yang Maha esa dan berkemanusiaan adil dan beradab. Kita lihat imam-imam mereka yang beragitasi dengan garang di layar kaca itu kebanyakan mengenakan busana Kanjeng Nabi Muhammad SAW. 12 www.google.com Kalau benar mereka orang-orang Islam pengikut Nabi Muhammad SAW, mengapa mereka tampil begitu sangar, mirip preman? Seolah-olah mereka tidak mengenal pemimpin agung mereka, Rasulullah SAW. Kalau massa yang hanya makmum, itu masih bisa dimengerti. Mereka hanyalah mengikuti telunjuk imam-imam mereka.Tapi, masak imam-imam yang mengaku pembela Islam itu tidak mengerti misi dan ciri Islam yang rahmatan lil ’aalamiin, tidak hanya rahmatan lithaaifah makhshuushah golongan sendiri. Masa mereka tidak tahu bahwa pemimpin agung Islam, Rasulullah SAW, adalah pemimpin yang akhlaknya paling mulia dan diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Masak mereka tidak pernah membaca, misalnya ayat “Ya ayyuhalladziina aamanuu kuunuu qawwamiina lillah syuhadaa- a bilqisthi…al-aayah” Q. 5: 8.Artinya, “wahai orang- orang yang beriman jadilah kamu penegak-penegak kebenaran karena Allah dan saksi-saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum menyeret kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat kepada takwa. Takwalah kepada Allah.Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.” Apakah mereka tidak pernah membaca kelembutan dan kelapangdadaan Nabi Muhammad SAW atau membaca firman Allah kepada beliau, “Fabimaa rahmatin minaLlahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghaliizhal qalbi lanfaddhuu min haulika… al-aayah” Q. 3: 159.Artinya, “maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berperangai lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati kejam, niscaya mereka akan lari menjauhimu…” Tak mengerti sungguh penulis tidak mengerti jalan pikiran atau apa yang merasuki pikiran mereka sehingga mereka tidak mampu bersikap tawaduk penuh pengayoman seperti diajarkan Rasulullah SAW di saat menang. Atau, sekadar membayangkan bagaimana seandainya mereka yang merupakan pihak minoritas kalah dan kelompok yang mereka hujat berlebihan itu mayoritas menang. Sebagai kelompok mayoritas, mereka tampak sekali -seperti kata orang Jawa tidak tepa salira. Apakah mereka mengira bahwa Allah senang dengan orang-orang yang tidak tepo saliro, tidak menenggang rasa? Yang jelas Allah, menurut Rasul-Nya, tidak akan merahmati mereka yang tidak berbelas kasihan kepada orang. Penulis heran mengapa ada atau malah tidak sedikit orang yang sudah dianggap atau menganggap diri pemimpin bahkan pembela Islam, tapi berperilaku kasar dan pemarah. Tidak mencontoh kearifan dan kelembutan Sang Rasul, pembawa Islam itu sendiri. Mereka malah mencontoh dan menyugesti kebencian terhadap mereka yang dianggap sesat. Apakah mereka ingin meniadakan ayat dakwah?Ataukah, mereka memahami dakwah sebagai hanya ajakan kepada mereka yang tidak sesat saja? Di Bangkalan mayoritas memang menganut NU, tapi dalam menyelesaikan masalah seperti ini tidak harus dengan kekerasan seperti yang telah terjadi dibeberapa daerah sekitarnya. Sifat halus dan damai membuat para tokoh terkemuka disana bisa dijadikan contoh dalam menghadapi masalah yang akan datang suatu saat. Dari hasil wawancara serta pengamatan penulis disana bahwa mereka melakukan Ahmadiyah itu dengan sikap biasa saja yang sehingga pihak Ahmadiyah tersebut tidak merasa dipojokkan oleh pihak yang tidak menyukai akan agamanya yang dianggap sesat itu. Dengan demikian agama itupun akhirnya tidak diperbolehkan untuk melakukan aktifitasnya seperti yang dilakukannya setiap waktu. Penduduk Bangkalan merupakan penduduk yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, kehidupan beragama di tengah-tengah masyarakat sangat penting karena agama merupakan unsur mutlak dalam mencapai keadaan masyarakat yang aman dan nyaman serta damai dan tentram dalam membina masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan beragama di Bangkalan dapat dikatakan berjalan lancar dan baik sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan penduduk setempat mayoritas beragama Islam. Dalam menunjang pendidikan di bidang keagamaan telah diupayakan pembinaan-pembinaan berupa pengajian baik untuk anak-anak, remaja maupun orang dewasa yang diadakan musholla-musholla, masjid, ataupun majlis t a’lim yang diadakan setiap seminggu atau sebulan sekali.