Latar Belakang Masalah Peran KH. Muhammad Khollil dalam mengembangkan Islam di Bangkalan Madura
                                                                                merasakan  kegembiraan  yang  luar  biasa.  Istrinya  yang  hamil  tua  melahirkan  bayi laki-laki sehat. Rasa syukur atas  anugrah  yang didapat  hari itu. Sesuai ajaran  Islam,
kiai Abdul Latif mengadzani telinga kanan bayi yang baru lahir itu dan mengiqomati telinga kiri mengikuti Sunnah Rasul.
Bayi  yang  sangat  diharapkan  kehadirannya  ini  memang  sudah  lama  dirindukan. Terbayang dalam benak kiai Abdul Latif akan jejak leluhur nenek moyangnya. Nenek
moyang  yang sangat  berkhidmat  kepada  Islam di  Tanah Jawa,  yaitu Kanjeng Sunan Gunung Jati. Doa demi doa selalu dipanjatkan. Dengan penuh harap mudah-mudahan
bayi  ini kelak melanjutkan jejak perjuangan nenek moyangnya  yang memimpin dan memandu  umat  menjadi  hamba  Allah  yang  sejati.  Beliau  adalah  seorang  ulama
sekaligus  waliyullah,  lahir  bernama  Muhammad  Kholil.  Kota  Bangkalan  tempat kelahirannya,  kemudian  dinisbahkan  kepada  namanya  dan  akhirnya  dikenal  dengan
nama Muhammad Kholil Bangkalan. Dari  sudut  manapun,  kehidupannya  sangat  menarik  untuk  dibicarakan.  Legenda
tentang perilakunya yang penuh keajaiban banyak sekali, kehidupannya sangat unik. Kiai  kholil  dikenal  sebagai  Muballigh,  pimpinan  Pesantren,  pencetak  Kader  ulama
terkemuka  di  Jawa-Madura,  juga  menjalani  kehidupan  Sufi  dan  Mursyid  Thariqat. Disamping  itu,  kiai  kholil  adalah  inspirator  berdirinya  Organisasi  Islam  Terbesar  di
Indonesia, yang kelak dikenal dengan nama Nahdhtul Ulama NU. Sebagai  seorang  pendidik  yang  berhasil  pada  zamannya,  bagi  kita  generasi
sekarang  menjadi  sangat  penting  untuk  mengetahui  dan  meneladani  kehidupannya. Tak  seorangpun  yang  meragukan  keulamaan  dan  kewaliannya.  Hal  ini  terbukti,
semua  ulama  ternama  yang  mempunyai  pesantren  besar  adalah  hasil  tempaannya.
Hampir semua ulama besar abad-20 pernah berguru pada kiai kholil. Demikian juga dengan kewaliannya, banyaknya karomah yang dimiliki, bukti dirinya adalah kekasih
Allah SWT. Kiai  kholil  memang  suatu  fenomena  tersendiri.  Selain  kealimannya  dalam  ilmu
Nahwu,  Sharaf,  Fiqh,  dan  ilmu-ilmu  Al- Qur’an,  termasuk  Qira’ah  Sab’ah,  juga
seorang hafidz Al Qur’an. Pendidikan  adalah  upaya  manusia  untuk  mengembangkan  kemampuan  dan
potensi  manusia  sehingga  bisa  hidup  layak,  baik  sebagai  pribadi  maupun  sebagai anggota  masyarakat.  Pendidikan  itu  bertujuan  untuk  mendewasakan  anak  yang
mencakup  pendewasaan  intelektual,  sosial,  dan  moral.  Pendidikan  adalah  proses sosialisasi  untuk  mengembangkan  potensi  dirinya  sesuai  dengan  kapasitas  yang
dimilikinya.
6
Sebenarnya  keilmuan  Kholil  selama  nyantri  di  Madura  dapat  dikatakan  sudah cukup.  Belajar  di  Jawa  lebih  tepat  sebagai  penyempurnaan  disamping  mencari
barokah  Guru.  Selama  di  pulau  Jawa.  Dan  selanjutnya  kiai  kholil  melanjutkan belajarnya hingga ke Makkatul Mukarramah. Setelah merasa cukup menimba ilmu di
Makkah,  Kholil  pulang  ke  Jawa.  Sepulangnya  dari  Tanah  Arab,  Kholil  dikenal sebagai pakar berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu alat, spesialisasi kitab Alfiyah.
Kholil  kemudian  mendirikan  Pesantren  di  desa  Jengkibuan,  Kabupaten Bangkalan.  Kealimannya  segera  menyebar  keseluruh  Madura.  Santri-santri  mulai
berdatangan  untuk  mengaji  di  Pesantren  itu.  Semakin  hari  pesantren  Syaikhona
6
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, Bandung: Sinar Baru Grasindo, cet,ke-1,h. 3
semakin  ramai.  Para  santri  tidak  hanya  dari  lingkungan  wilayah  Bangkalan,  tetapi juga  mencakup  seluruh  Madura.  Santri  pertama  dari  luar  Madura,  tercatat  bernama
Hasyim  Asyari  dari  Jombang.  Hasyim  Asyari  kelak  muncul  sebagai  ulama  besar, bahkan  berhasil  mendirikan  suatu  organisasi  Islam  terbesar  di  pulau  Jawa,  yaitu
Nahdhatul  Ulama  NU.  Sejak  mendirikan  Pesantren  di  Kademangan,  kiai  Kholil bersama  para  santrinya  menetap  di  Bangkalan.  Demikian  juga  dengan  keluarga  kiai
Kholil.
7
                