Masa Kecil Sejarah Hidup
1. Sayyidina Fathimah az-Zahro binti Rasulullah SAW
2. Sayyidina Husain bin Fatimah, wafat di Karbala
3. Sayyidina Ali Zainal Abidin, wafat di Madinah
4. Sayyidina Muhammad Baqir, wafat di Madinah
5. Sayyidina Ja’far Shodiq, wafat di Madinah
6. Sayyidina Ali al-Uraidi, wafat di Madinah
7. Sayyidina Muhammad Tsaqib, wafat di Basroh
8. Sayyidina Isa, wafat di Basroh
9. Sayyidina Ahmad Muhajir, wafat di Sahab
10. Sayyidina Abdullah, wafat di al-Ardibur
11. Sayyidina Alwi, wafat di Sahal
12. Sayyidina Muhammad, wafat di Bait Khabir
13. Sayyidina Alwi, wafat di Bait Khabir
14. Sayyidina Ali Kholil Qosim, wafat di Tarim Hadramaut
15. Sayyidina Muhammad Shahib Mirbad, wafat di Dhifar
16. Sayyidina Ali, wafat di Tarim Hadramaut
17. Sayyidina Abdul Malik, wafat di Hindustan
18. Sayyidina Abdullah Adhimah Khan, wafat di Hindustan
19. Sayyidina Ahmad Syah Jalal, wafat di Hindustan
20. Maulana Jamaluddin Akbar, wafat di Bukis
21. Maulana Ali Nuruddin
22. Maulana Umdaduddin Abdullah, wafat di China
23. Syarif Hidayatullah, wafat di Gunung Jati, Cirebon
24. Sayyid Sulaeman, wafat di Mojoagung Jombang
25. Kyai Abdullah
26. Kyai Asror
27. Kyai Hamim
28. Kyai Abdul Lathif
29. Kyai Muhammad Cholil Bangkalan
5
Sekali lagi kita disuguhi data sejarah, terutama berkaitan dengan penulisan biografi seorang tokoh selalu dikaitkan dengan tokoh yang lebih besar, dan lebih besar lagi. Kevalidan
data seperti ini memang sering kali diragukan oleh banyak kalangan intelektual ataupun sejarawan.
Akan tetapi, apakah kita tidak bisa membacanya secara lebih arif? Pertama, karena data ini tentunya lebih bekaitan dengan penggunaan data sejarah oral, mulut ke mulut, atau tutur
ke tutur yang sudah menjadi tradisi dari masyarakat tersebut dan di dalam ajaran Islam, seperti dalam penggunaan hadits, yang mungkin di Pulau Jawa hal ini kurang ketat karena
kurang pengorganisasian dan ideologinya, sementara di Islam hal ini dijaga secara ketat. Kedua, intelektual dan sejarawan hanya meragukan, tetapi tidak melakukan pendekatan
dengan empati. Jadi, jika sebuah data itu dianggap meragukan, maka langsung diberi garis pemisah sebagai hal yang tidak ilmiah, bukan sebagai sebuah kemungkinan kebenaran.
Hal itu perlu dicermati karena jika kita melihat pola masyarakat tempo dulu, kebanyakan adalah bersifat patriaki, yaitu kebanyakan laki-laki memiliki lebih dari satu istri, dan
mungkin bisa lebih jika laki-laki tersebut adalah seorang tokoh, semisal raja, yaitu bukan hanya memiliki permaisuri dan selir-selir yang sah, terkadang ia juga mengambil istri dari
kalangan petani ataupun buruh walaupun kemungkinan tidak diperhatikan nasibnya. Maka, tidak berlebihan jika banyak orang Jawa di Pedesaan dalam sebuah keluarga sering membuat
5
Saifur Rahman, Biografi dan Karamah Kyai Kholil Bangkalan: Surat Kepada Anjing Hitam, Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999, hal. 5-7