Karir Pendidikan Peran KH. Muhammad Khollil dalam mengembangkan Islam di Bangkalan Madura

kebanyakan menginginkan anaknya melakukan penjelajahan dan pengembaraan serta menuntut pengetahuan ke pesantren lainnya walaupun sebenarnya mereka mampu mendidik anaknya di rumahnya atau pesantren miliknya. Maka Cholil remaja pun segera dikirim ke pesantren di sekitar Bangkalan. Belum ada data yang pasti tentang nama pesantren, nama Kyai yang mengajar, dan waktu beliau belajar pada masa itu. Data yang ada hanya menyebutkan bahwasannya pada proses belajar di pesantren Bangkalan ini Cholil belajar berbagai kitab kuning seperti kitab tauhid, fiqih, nahwu dan shorof. Setelah beberapa lama belajar di pesantren Bangkalan, dan dirasa cukup, Cholil remaja melanjutkan belajarnya di Pulau seberang, yaitu Pulau Jawa. Perantauannya ke Pulau Jawa ini dimulai sekitar tahun 1850-an. 9 Ada beberapa pesantren yang dijadikan tempat belajar oleh beliau, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur dengan pendiri dan pengasuhnya Kyai Muhammad Noer 2. Pesantren Cangaan Bangil Jawa Timur dengan pendiri dan pengasuhnya Kyai Asyik 3. Pesantren Darussalam Kebon Candi Pasuruan dengan pengasuh dan pendirinya Kyai Arif 4. Pesantren Sidogiri Pasuruan dengan pengasuh dan pendirinya Kyai Nur Hasan. 10 Selama di Kebon Candi, Cholil juga belajar pada Kyai Nur Hasan, yang masih terhitung familinya. Jarak antara Kebon Candi dan Sidogiri sekitar 7 kilometer. Ia melakukan perjalanan tersebut dengan jalan kaki setiap harinya. Itu semua dilakoninya hanya untuk 9 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil 10 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil mendapatkan ilmu dan berkah dari seorang Kyai. Ia bukan hanya rela melakoni perjalanan ini, bahkan dalam setiap perjalanannya, Cholil tak pernah lupa membaca Surah Yasin dan ini dilakukannya hingga ia dalam perjalanan itu Khatam berkali-kali. Setiap kali akan memasuki kompleks pesantren Sidogiri ia segera melepaskan terompahnya sandal karena tawadhu’kepada penghuni kubur yang berada di samping masjid. Dari s ini Cholil ternyata juga orang yang memiliki prinsip; “ sekali dayung, dua tiga pulau terengkuh “. Sesungguhnya bisa saja Cholil tinggal di Sidogiri selama menjadi santri Kyai Nur Hasan. Akan tetapi, ada alasan kuat untuk membuatnya tetap tinggal di Kebon Candi. Dari segi ekonomi, orang tua Cholil sebenarnya cukup berada. Selain mengajar mengaji, sang ayah juga dikenal sebagai petani dengan tanah yang cukup luas. Dari hasil pertaniannya, padi dan palawija serta hasil kebunnya; durian, rambutan dan lain-lain, Kyai Abdul Lathif sebenarnya bisa membiayai Cholil selama menjadi santri. Meski demikian, Cholil tak mau merepotkan orang tuanya. Karena itu selama menjadi santri di Sidogiri, Cholil tinggal di Kebon Candi agar bisa menjadi buruh batik. Dari hasil menjadi buruh batik itu, Cholil mencukupi kebutuhan hidupnya dan belajarnya. Selain pesantren-pesantren tersebut di atas, Cholil juga belajar di sebuah pesantren di Banyuwangi. Inilah pesantren terakhir yang ditempuhnya di Pulau Jawa. Selama di pesantren ini Cholil muda mempunyai kisah tersendiri. Pengasuh pesantren ini mempunyai kebun kelapa yang luas. Cholil kembali menunjukkan kemandiriannya. Selain giat belajar di pesantren tersebut, ia menjadi buruh petik kelapa dengan upah uang 3 sen setiap 80 pohon. Semua hasil upah memetik kelapa ini disimpan dalam peti lalu dipersembahkan kepada Kyainya. Cholil menjalani kehidupan prihatin untuk biaya makan sehari-hari. Terkadang menjadi khadam pembantu Kyai, mengisi bak mandi, mencuci pakaian dan piring, serta pekerjaan lainnya. Cholil sering menjadi juru masak kebutuhan teman-temannya. Dari keprihatinan hidupnya itulah Cholil mendapatkan makanan secara cuma-cuma.Sesudah Cholil merasa cukup belajar di pesantren itu, gurunya menganjurkan Cholil untuk melanjutkan belajarnya ke Makkah. Uang dalam peti yang dahulu dihaturkan kepada sang Kyai, kemudian oleh Kyai diserahkan kembali kepada Cholil sebagai bekal belajar di Makkah al-Mukarromah. 11 2. Mengenyam Pendidikan di Makkah Pada saat Cholil berusia muda, dapat menuntut ilmu ke Makkah merupakan dambaan setiap santri. Keilmuan seseorang santri dirasakan belum lengkap sebelum menjadi santri di Makkah. Dengan tekad yang membara dan setelah berpamitan kepada guru-gurunya, Kyai Cholil melanjutkan belajarnya ke Makkah sekitar tahun 1859. Selama dalam perjalanan ke Makkah, Cholil selalu dalam keadaan berpuasa dan mendekatkan diri kepada Allah. Siang hari banyak digunakan membaca Al- Qur’an dan bersholawat. Sedangkan pada malam harinya digunakannya untuk melakukan wirid dan taqarrub mendekatkan diri kepada Allah.Hal itu dilakukannya terus menerus sampai tiba di Makkah. Setibanya di Makkah, Cholil segera bergabung dengan teman-temannya dari pulau Jawa. Selama di Makkah ini, ia belajar berbagai ilmu pengetahuan, banyak Syaikh yang didatanginya, berbagai madzhab dipelajarinya, namun akhirnya Cholil lebih condong pada satu madzhab yaitu madzhab Syafi’I yang diajarkan di Masjidil Haram. 12 Selama mengenyam pendidikan di Makkah, kebiasaan hidup sederhana dan prihatin tetap dijalani Cholil seperti waktu berada di pesantren di pulau Jawa. Mungkin karena saking prihatin dan begitu menghayati sikap hidup zuhud, perilaku keseharian Cholil ketika mulai di Makkah menampakan keanehan di mata umum. Cholil sering makan kulit semangka ketimbang makanan yang wajar pada umumnya. Sedangkan minumnya dari air zam-zam. Kebiasaan itu dilakukannya terus menerus selama empat tahun di Makkah. Perilaku tersebut 11 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil 12 Wawancara pribadi dengan Bapak H. M. Thoyyib Fawwaz Muslim, S.Pdi ternyata sangat mengherankan teman-teman seangkatannya seperti Syaikh Imam Nawawi dari Banten, Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, dan Syaikh Ahmad Yasin dari Padang. Bahkan ketika bermaksud untuk buang air besar, Cholil tidak pernah melakukannya di Tanah Haram tersebut.Di dalam berguru, Cholil sering mencatat pelajaran yang disimaknya dengan menggunakan baju yang dipakainya sebagai kertas tulis. Kemudian setelah dipahami dan dihafalnya, baru kemudian dicuci, kemudian dipakai lagi, begitu seterusnya dilakukan selama belajar di Makkah. Oleh karena itu, pakaian Cholil semua berwarna putih.Sementara itu, untuk membiayai hidupnya selama menjadi santri di Makkah, Cholil menulis berbagai risalah dan kitab yang kemudian dijual. Cholil banyak menulis kitab Alfiyah dan menjualnya seharga 200 real per kitab. Selain itu juga memanfaatkan kahliannya menulis khat kaligrafi untuk menghasilkan uang. Semua uang hasil penulisan risalah dan kitab kemudian diserahkan kepada gurunya. Cholil sungguh memilih kehidupan yang sangat sederhana, kehidupannya yang sederhana itu adalah hikmah kuat ajaran Imam Ghozali, salah seorang ulama yang dikaguminya. 13 Di dalam mengarungi lautan ilmu di Makkah, di samping mempelajari ilmu dhohir esoteris, seperti tafsir, hadits, fiqih, dan ilmu nahwu, juga mempelajari ilmu bathin isoteris ke berbagai guru spiritual. Guru spiritual Cholil adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambas Ibnu Abdul Ghofar yang bertempat tinggal di Jabal Qubais. Syaikh Ahmad Khatib mengajarkan Thoriqoh Qodariyyah wan Naqsyabandiyah. Biasanya kedua Thoriqoh ini Qodariyyah dan Naqsyabandiyah terpisah dan berdiri sendiri. Namun kepemimpinan setelah Syaikh Ahmad Khatib, kedua thoriqoh ini dipadukan. 14 13 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil 14 Saifur Rahman, Surat Kepada Anjing Hitam, hal. 10-11 Muhammad Cholil bersama Abdul Karim dan Tolhah berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib Sambas. 15 Setelah ketiganya mendapat ijazah dan berhak sebagai mursyid, mereka lalu pulang ke pulau Jawa dan menyebarkan Thoriqoh Qodariyah wan Naqsyabandiyah. Menurut Abah Anom, seorang mursyid Thoriqoh Qodariyah wan Naqsyabandiyah di Tasikmalaya, menyebutkan terdapat pembagian tugas dalam penyebaran Thoriqoh tersebut. Syaikh Abdul Karim menyebarkan Thoriqoh di Banten. Syaikh Tolhah di cirebon dan Syaikh Cholil di Madura. Tentang keabsahan Thoriqoh Kyai Cholil, banyak perbedaan pendapat di antara ulama’. Namun menurut Kyai As’ad Syamsul Arifin, bahwa Thoriqoh Kyai Cholil adalah Qodariyah wan Naqsyabandiyah. 16 Silsilah Kyai Cholil dalam kemursyidan Thoriqoh Qodariyah an Naqyabandiyah dari jalur Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah sebagai berikut: 1. Allah SWT Robbul Izzaati 2. Jibril as 3. Nabi Muhammad SAW 4. Ali bin Abi Thalib 5. Husein bin Ali 6. Zainal Abidin 7. Muhammad Baqir 8. Ja’far Shodiq 9. Imam Musa al Karim 10. Abu Hasan Ali Ridlo 15 Syekh Ahmad Sambas wafat 1875 M berasal dari Kampung Asam, Sambas, Kalimantan Selatan.Selain sebagai mursyid thariqat juga dikenal sebagai seorang ahli tafsir, hadits, dan pakar fiqih.Beliau adalah guru besar sekaligus ulama yang berhasil memadukan kedua ajaran thariqah, yaitu thariqah Qodiriyah dan thariqat Naqsyabandiyah, ajarannya ditulis oleh muridnya. Muhammad Ismail bin Abdurrahman Al-Bali dalam bentuk kitab yang bernama Fathul Arifin. Op.cit. h. 25 16 Ibid, 11 11. Ma’ruf Karkhi 12. Sari Saqoti 13. Abu Qosim Junaid al Baghdadiy 14. Abu Bakar Sibliy 15. Abu Fadli Wahidi at-Tamimi 16. Abu Farazi at-Thurthusil 17. Abu Hasan Ayyub 18. Abu Said al-Mubarok 19. Abdul Qadir Jailani 20. Abdul Aziz 21. Muhammad al-Hattak 22. Syamsuddin 23. Syarifuddin 24. Nuruddin 25. Waliyuddin 26. Hisyamuddin 27. Yahya 28. Abu Bakar 29. Abdurrohim 30. Utsman 31. Abdul Fattah 32. Muhammad Murad 33. Syamsuddin 34. Ahmad Khatib Sambas 35. Muhammad Cholil Bangkalan. 17 Kyai Cholil sang mursyid Thoriqoh Qodariyah wan Naqsyabandiyah menunjukkan jika beliau memiliki derajat tinggi di dalam maqam spiritualnya. Menurut penuturan Kyai As’ad Syamsul Arifin, pada saat Kyai Cholil berzikir di ruangan majelis zikir, apabila lampu dimatikan, sering terlihat sinar biru yang sangat terang memenuhi ruangan tersebut. Setelah berguru dengan Kyai Ahmad Khatib Sambas, Cholil melanjutkan ke guru lain, yaitu Syaikh Ali Rahbini. Cholil sangat berkhidmat melayani guru terakhirnya ini. Syaikh Ali Rahbini adalah seorang tuna netra. Cholil senantiasa tidur di pintu masjid dengan harapan jika gurunya lewat, dapat menginjak dirinya, yang kemudian menuntunnya ke tempat pengimaman. Setelah Syaikh Ali Rahbini memandang Cholil sudah cukup mampu dalam ilmu keagamaan, tibalah saatnya murid yang disayangi ini untuk menyebarkan ilmu yang selama ini ditekuninya. Dengan perasaan haru Syaikh Ali Rahbini menyuruh Cholil pulang ke tanah Jawa karena dibutuhkan oleh umat. Demikian juga dengan dua orang temannya yang sama-sama berguru kepada Syaikh Ali Rahbini. Mendengar perintah gurunya, Cholil segera mempersiapkan kepulangannya ke tanah Jawa. Sedangkan dua orang temannya merasa masih belum cukup ilmunya, lalu tidak menuruti perintah gurunya, tetapi terus ke Mesir. Kelak sekembalinya ke tanah air, dua orang temannya yang tidak patuh itu, ilmunya menjadi tidak bermanfaat kepada kaum muslimin. Berbeda dengan Cholil, karena kepatuhannya kepada guru, Allah menganugerahinya pangkat kewalian dan semua ilmunya bermanfaat serta menyebar kepada seluruh ulama se-Jawa dan Madura. 18 Apa yang bisa kita lihat dari periode pendidikan di Makkah ini jelas menunjukan penguatan sikap zuhud dalam diri Cholil. Hal tersebut sudah dimulai selama beliau menjadi 17 Ibid, h. 11-12 18 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil santri di berbagai pesantren di pulau Jawa dan itu bukan hanya diteruskan di Makkah, melainkan juga dikuatkan di sana. Kyai Cholil adalah suriteladan seorang santri yang dalam mendalami ilmu pengetahuan, bukan sekedar membaca, menulis, menghafal, ataupun memahami, melainkan juga menghayati dalam rasa dan kebatinan yang dalam. 19 Oleh karena itu, salah satu anak keturunan dan keluarga Kyai Cholil yang menuliskan kembali melalui internet, website; kiprah Syaikh Kyai Cholil memberikan empat cara belajar Kyai Cholil yang seharusnya patut kita tiru, yaitu: 19 Salah satu dari karomah Kyai Cholil: Di antara karomahnya, suatu hari, Kyai Cholil kedatangan tiga orang tamu secara bersamaan. Kyai bertanya kepada tamu yang pertama: “Sampeyan ada keperluan apa?” “Saya seorang pedagang, Kyai. Hasil tidak didapat, malah rugi terus menerus,” ucap tamu yang pertama memohon. Setelah Kyai Cholil memandang sejenak ke arah tamu yang pertama ini, lalu menjawab: “Jika kamu ingin berhasil dalam berdagang, perbanyak baca istighfar,” pesan Kyai mantap. Tak lama setelah itu, Kyai bertanya kepada tamu yang kedua: “Sampeyan ada keperluan apa?” tanyanya seperti yang diucapkan kepada tamu sebelumnya. “Saya sudah berkeluarga selama 18 tahun, tapi sampai saat ini masih belum diberi keturunan,” kata tamu kedua. Setelah memandang kepada tamunya itu, Kyai Cholil menjawab, “Jika kamu ingin punya keturunan, perbanyak baca istighfar,” tandas Kyai. Kini, tiba giliran pada tamu yang ketiga. Kyai langsung bertanya, “Sampeyan ada keperluan apa?” “Saya usaha tani, Kyai. Namun, makin hari hutang saya makin banyak, sehingga tak mampu membayarnya,” ucap tamu yang ketiga, dengan raut muka serius. “Jika kamu ingin berhasil dan mampu melunasi hutangmu, perbanyak baca istighfar,” pesan Kyai kepada tamu yang terakhir. Beberapa murid Kyai Cholil yang melihat peristiwa itu merasa heran. Persoalan berbeda, tapi dengan jawab yang sama, dengan resep yang sama, yaitu menyuruh perbanyak istighfar. Kyai Cholil mengetahui keheranan para santri. Setelah tamunya pulang, maka dipanggillah para santri yang penuh tanda tanya itu. Lalu, Kyai Cholil membacakan Surat Nuh ayat 10-12: Artinya: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan anak- anakmu.” Mendengar jawaban Kyai ini, para santri mengerti bahwa jawaban itu memang merupakan janji Allah bagi siapa yang memperbanyak baca istighfar. Memang benar. Tak lama setelah kejadian itu, ketiga tamunya semuanya berhasil apa yang dihajatkan. Catatan: Sang guru sejati selalu bersama buku suci. Beliau telah menjadi firman yang hidup. Ada kekayaan berharga, yang selama ini kita lupakan. Pesan Ilaahi dalam wujud kalam mulia, Al Qur’an. Atau, kita sebenarnya diam-diam sudah tidak ingin berbicara lagi dengan Allah. Seakan sudah tidak memerlukan Tuhan lagi. Sungguh betapa sombongnya kita. Berbagai kekayaan materi yang melimpah, semestinya tidak membuat kita bertambah rapuh. Sumber: KH. Basit Temporejo, Jember 1. Ikhlas karena Allah SWT. Beliau tidak peduli dengan pahitnya kehidupan saat itu karena yang beliau pentingkan adalah ilmu, dengan harapan Allah ridho dengan ilmu yang beliau peroleh. Beliau dapat membuktikan keikhlasan itu ketika Allah SWT. Menguji beliau dengan hidup yang serba kekurangan. 2. Akhlak yang tinggi kepada Allah SWT. Kita bisa lihat akhlak beliau ketika beliau harus keluar dari Tanah Haram Makkah untuk buang air besar. Beliau merasa tidak sopan jika buang hajat di Tanah Suci. Ini menunjukkan betapa Syaikh Cholil sangat tawaadhu’ dan peka terhadap Allah SWT. 3. Cinta, hormat dan patuh kepada guru tentunya setelah memilih guru yang layak. Apa pun akan beliau berikan kepada guru untuk membantu dan membuat guru ridho. Di hadapan grurnya beliau siap sedia untuk diperintah melebihi budak di hadapan tuannya. Jangankan harta, nyawa pun siap dipertaruhkan untuk sang gurunya. 4. Rajin belajar karena mencintai ilmu. Dengan menggabungkan empat hal ini, Syaikh Cholil berhasil mendapatkan ilmu yang banyak dan barokah, dan semua itu emudian mengantarkan beliau mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah SWT, sebagai ulama dan wali Allah. Bagi yang ingin mendapatkan apa yang diperoleh Syaikh Cholil, maka empat hal itulah kuncinya. 20 Beberapa daftar guru Kyai Cholil sewaktu belajar di Makkah menurut versi salah seorang keluarga beliau di antaranya: 1. Syaikh Ali Al-Mishri. Nama ini didapatkan pada salah satu surat Syaikh Cholil kepada Kyai Muntaha ketika Kyai Muntaha belajar di Makkah 20 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil 2. Syaikh Umar As-Sami. Nama ini ditemukan pada tulisan Syaikh Cholil sebagai catatan pinggir kitab Al-Matan Asy-Syarif ilmu nahwu. Di dalam tulisan itu beliau menyatir banyak keterangan yang beliau terima dari Syaikh Umar As-Sami 3. Syaikh Khalid Al-Azhari 4. Syaikh Al-Aththar 5. Syaikh Abun-Naja 21 Syaikh Khalid Al-Azhari, Syaikh Al-Aththar, Syaikh Abun-Naja juga sering disebut dalam beberapa tulisan tangan Syaikh Cholil sebagai orang yang memberikan keterangan- keterangan dalam ilmu nahwu. Nama-nama itu tersebar di berbagai kitab tulisan tangan Syaikh Cholil.Dari sanak saudara keluarga besar Syaikh Kyai Cholil melihat dan mempelajari tulisan-tulisan itu dari kitab-kitab Syaikh Cholil yang ada pada Kyai Thoha Kholili. 22 c. Murid-murid KH. Muhammad Cholil Hampir ulama besar yang muncul di Madura dan Jawa adalah murid Kyai Cholil. Selain itu, murid Kyai Cholil rata-rata berumur panjang, banyak yang berumur di atas 100 tahun. Berikut ini sebagian murid Kyai Cholil yang mudah dikenal hingga saat ini: 1. KH. Hasyim Asy’ari, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Beliau juga dikenal sebagai pendiri organisasi Islam NU Nahdlatul Ulama. Bahkan, beliau tercatat sebagai Pahlawan Nasional 21 KH Ali bin Badri Azmatkhan, Dari Kanjeng Sunan sampai Romo Kiai:Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, Telaah Sejarah dan Riwayat Hidup, penerbit: IKAZI Ikatan Keluarga Azmatkhan Indonesia, Maret 2007, cet I, h. 63 22 http:azmatkhanalhusaini.com 2. KH. R. As’ad Syamsul Arifin, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Asembagus Situbondo. Pesantren ini sekarang memiliki belasan ribu orang santri 3. KH. Wahab Chasbullah, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas Jombang. Pernah menjabat sebagai pengurus Rais Am NU 1947-1971 4. KH. Bisri Syamsuri, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar Jombang 5. KH. Maksum, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Lasem Rembang 6. KH. Bisri Musthofa, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Rembang. Beliau juga dikenal sebagai mufasir Al- Qur’an. Kitab tafsirnya dapat dibaca sampai sekarang, berjudul Al Ibriz sebanyak tiga jilid tebal berhuuf Jawa Pegon 7. KH. Muhammad Siddiq, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Siddiqiyah Jember 8. KH. Muhammad Hasan Genggong, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong. Pesantren ini memiliki ribuan santri dari seluruh Indonesia 9. KH. Zainal Mun’im, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo. Pesantren ini juga tergolong besar, memiliki ribuan santri dan sebuah Universitas yang cukup megah 10. KH. Abdullah Mubarok,Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Suralaya Tasikmalaya. Pesantren Suralaya kini dikenal juga menampung pengobatan para pecandu narkotika 11. KH. Asy’ari, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Darut Tholabah, Wonosari Bondowoso 12. KH. Abi Sujak, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Astatinggi, Kebun Agung Sumenep 13. KH. Ali Wafa, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Temporejo Jember. Pesantren ini mempunyai ciri khas yang tersendiri, yaitu keahliannya tentang ilmu nahwu dan shorof 14. KH. Thoha, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Bata-bata Pamekasan 15. KH. Musthofa, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Macan Putih Blambangan 16. KH. Usmuni, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Pandean Sumenep 17. KH. Karimullah, Pendiri dan PengasuhPondok Pesantren Curah Dami Bondowoso 18. KH. Manaf Abdul Karim, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Pesantren ini sekarang memiliki lebih dari delapan ribu orang santri dari seantero Nusantara 19. KH. Munawwir, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Jogjakarta 20. KH. Khozin, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Baduran Sidoarjo 21. KH. Nawawi, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. Pesantren ini sangat berwibawa. Selain karena prinsip salaf tetap dipegang teguh, mereka juga sangat hati-hati dalam menerima sumbangan. Sering kali menolak sumbangan kalau patut diduga terdapat subhat 22. KH. Abdul Hadi, Lamongan 23. KH. Zainuddin, Nganjuk 24. KH. Abdul Fattah, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fattah Tulungagung 25. KH. Zainul Abidin, Kraksan 26. KH. Munajad, Kertosono 27. KH. Romli Tamim, Rejoso Jombang 28. KH. Muhammad Anwar,Pacul Gowang Jombang 29. KH. Abdul Madjid, Bata-bata Pamekasan Madura 30. KH. Abdul Hamid bin Itsbat, Banyuwangi 31. KH. Muhammad Thohir Jamaluddin, Sumbergayam Madura 32. KH. Zainur Rosyid, Kironggo Bondowoso 33. KH. Hasan Musthofa, Garut Jawa Barat 34. KH. Raden Fakih Maskumambang, Gresik 35. Ir. Soekarno, Presiden RI Pertama. Menurut penuturan Kyai As’ad Syamsul Arifin, Bung Karno diakui sebagai teman Kyai As’ad. Meski Bung Karno tidak resmi sebagai murid, namun ketika sowan berkunjung ke Bangkalan, Kyai Cholil memegang kepala Bung Karno dan meniup ubun-ubunnya 36. KH. Sayyid Ali Bafaqih, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Loloan Barat, Negara, Bali. 23 d. Menikah dan Membina Rumah Tangga Menurut keterangan sebelum berangkat ke Makkah sebenarnya Kyai cholil dinikahkan dengan Nyai Asyik, anak perempuan Lodra Putih Ludra Putih. Usianya saat itu diperkirakan baru 24 tahun, sekitar tahun 1849. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai seorang putra bernama Muhammad Imron dan seorang putri bernama Rohmah. Setelah itu Kyai Cholil menikahi Nyai Misi dan dikaruniai anak perempuan bernama Asma.Kyai Cholil kemudian menikahkan putrinya Nyai Asma dengan seorang Kyai yang sangat alim bernama Kyai Yasin. Dari pasangan perkawinan inilah, Kyai Cholil mempunyai 11 orang cucu, yaitu Malihah, Muhammad Kholil, Muhammad Nasir, Badiyah, Nahilah, Karimah, Nailah, Sayatun, Robi’ah, Hafsah, Qomariyah dan Tajwati.Sedangkan cucu Kyai Cholil dari anaknya bernama Rohmah sebanyak dua orang, yaitu Umar dan Minnah. Cucu Kyai Cholil dari putra laki-lakinya bernama Muhammad Imron, ada 7 orang, mereka adalah Romlah, Nadhifah, Amin, Makmun, Nikmah, Urfiah dan Jamaliyah. Salah seorang cucu Kyai Cholil yang 23 Saifur Rahman, Surat Kepada Anjing Hitam, h. 22-24 bernama Romlah binti Imron menikah dengan seorang Kyai yang alim bernama KH. Zarawi. Dari pasangan ini, Kyai Cholil Bangkalan mempunyai cicit sebanyak 4 orang, yaitu Fahrur Razi, Abdullah Sachal, sekarang mewarisi pondok pesantren Kyai Cholil Bangkalan bernama Pondok Pesantren Syaikhona I di Kademangan Barat. Sedangkan Kyai Kholil AG. Mewarisi Pondok Pesantren Syaikhona II di Kademangan. 24 e. Wafat Kyai Cholil Bangkalan wafat pada usia 90 tahun, pada 29 Ramadhan 1343 H. Sekitar tahun 1925 M. Tidak ada data yang menyebutkan sebab meninggalnya, yang mungkin karena usia saja. Belum diketemukan pula cerita saat terakhir beliau, apakah itu berupa petuah kepada anak, murid, ataupun kepada umat Islam. Beliau dikebumikan di Bangkalan. Lokasi pemakaman beliau berada di kompleks yang tidak jauh dari pondokan Kyai Muhammad Cholil sendiri, tepatnya di Desa Mertajasa, berjarak 1 km ke arah Barat dari Pusat Kota Bangkalan.Kompleks pemakamannya bisa dijangkau dengan kendaraan becak hanya 15 menit dari terminal bus Bangkalan.Sedangkan, jika melalui rombongan bus dapat langsung memasuki lokasi kompleks pemakaman setiap saat. Semoga jasa beliau yang mungkin saja banyak kita lupakan, Allah senantiasa memberikan rahmat kepada beliau semoga kita mendapat loberan berkahnya. Melalui keharuman namanya dan karomah beliau dapatlah kiranya menjadi penghias iman, akidah, dan tuntunan untuk selalu berbuat baik kepada sesama yang kemanfaatannya akan melimpah kepada kita semua. 25 Amin 24 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil 25 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil

C. Karir Organisasi

Dalam karir keorganisasian pada Kyai Cholil itu para penulis sebelumnya yang membahas tentang Kyai Cholil baik dalam bentuk buku itu tidak ada yang menjelaskan tentang karir keorganisasiannya, hanya sebatas yang pernah dilakukan atau bisa dikatakan sebagai suatu pengalaman saja bagi seorang Kyai Cholil setelah menimba ilmu di Makkatul Mukarromah. Oleh karena itu, penulis hanya mendapatkan dari beberapa data yang membahas tentang pengalaman beliau ini. Setelah merasa cukup menimba ilmu di Makkah, Cholil pun pulang ke pulau Jawa. Sepulangnya dari tanah Arab, Cholil dikenal sebagai pakar fiqih, tata bahasa Arab nahwu, tasawuf, dan mursyid Thoriqoh.Selain itu, Kyai Cholil dikenal sebagai seorang Hafidzul Qur’an. Dari sinilah kemudian Kholil pulang ke kampungnya di Bangkalan. Kealimannya segera menyebar ke seluruh Madura. Selain beliau membina dan membangun rumah tangganya, juga mendirikan pondok pesantren di Desa Jangkibuan Cengkububan Bangkalan. Pada fase inilah Cholil mulai mengamalkan ilmunya dan berjuang menyebarkan ajaran Islam yang penuh perdamaian dan menata kehidupan bermasyarakat secara baik. Sementara itu, ada versi lain yang menyebutkan bahwa Kyai Cholil menikah setelah sepulang dari Makkah. Sepulang dari Makkah, ia tidak langsung mendirikan pesantren terlebih dahulu, tetapi mencari cara untuk mengamalkan ilmunya dan sempat bekerja sebagai penjaga malam di Kabupaten Bangkalan. Kantor pejabat Adipati Bangkalan.Di setiap bertugas malam, Kyai Cholil selalu membawa kitab.Beliau rajin membaca di sela-sela tugasnya. Akhirnya, beliau pun oleh para pegawai Adipati dikenal ahli membaca kitab dan berita itu pun sampai kepada Kanjeng Adipati. Kebetulan, leluhur Adipati sebenarnya adalah orang-orang alim. Mereka memang keturunan Syarifah Ambami Ratu Ibu yang bersambung nasab pada Sunan Giri. Maka, tidak aneh jika di rumah Adipati banyak terdapat kitab-kitab berbahasa Arab warisan leluhur, walaupun Adipati sendiri tidak dapat membaca kitab berbahasa Arab, Adipati pun mengizinkan Kyai Cholil untuk membaca kitab-kitab itu di perpustakaan beliau. Kyai Cholil merasa girang bukan main karena pada zaman itu tidak mudah untuk mendapatkan kitab,apalagi sebanyak itu. 26

D. Karya Tulis KH. Muhammad Cholil

Pada mulanya kreativitas Kyai Cholil dalam menciptakan karya tulis baik yang berupa artikel risalah ringkas maupun kitab lahir sebagai upayanya untuk menopang kebutuhan hidupnya selama menuntut ilmu di Tanah Suci Makkah. Maklumlah, pada saat ngasuh Kaweruh atau menimba ilmu di tanah kelahiran Islam tersebut, ia tidak menggantungkan hidupnya dari kiriman orang tuanya di tanah air. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, ia banyak menulis risalah dan kitab. Hasil karyanya terutama yang berupa kitab, kemudian ia jual dengan harga 200 real per kitab. Selain menulis risalah Kyai Cholil juga mendapatkan penghasilan dari memanfaatkan keahliannya dalam membuat tulisan kaligrafi. Tapi sayang sekali, banyak karya tulis beliau yang tidak dapat dilacak. Hanya sebagian kecil yang didapat, di antaranya: 1. Kitab Silah Fi Bayanin Nikah Suatu kitab yang menguraikan tata cara, adab dan hukum pernikahan. Dalam karya ini, pemikiran K yai Cholil di dalam madzhab Syafi’I terasa begitu kuat. Kitab ini susah didapat. Mungkin hanya santri di daerah Madura yang sangat tua saja yang masih memiliki. 2. Kitab Terjemah Alfiyah 26 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil Kitab ini belum dicetak, masih dalam bentuk manuskrip. Jika melihat tulisan Kyai Cholil dalam kitab ini, maka akan terlihat keahliannya dalam menulis khat Arab. Seperti kitab Fi Bayanin Nikah, kitab ini juga sulit didapat. Pada halaman terakhir kitab ini oleh Kyai Cholil dicantumkan tahun 1294, berikut dengan stempel cincin bertuliskan Cholil 3. Shalawat Kyai Cholil Bangkalan Shalawat ini dihimpun oleh KH. Muhammad Kholid dalam kitab I’anatur Roqibin dan dicetak di Pondok Pesantren Rodlatul Ulum, Sumber Waringin Jember 4. Wirid-wirid Kyai Cholil Bangkalan Wirid-wirid ini dihimpun oleh KH.Musthofa Bisri Rembang dengan nama kitab Haqiban. 27 Bisa jadi dalam bidang karya, sedikit sekali literatur yang menyebutkan karya Kyai Cholil.Akan tetapi, bagi KH. Aziz Masyhuri, Kyai Cholil banyak meninggalkan sejarah dan sesuatu yang tidak tertulis dalam literatur yang baku adapun peninggalan tersebut antara lain sebagai berikut; Pertama, Kyai Cholil turut melakukan pengembangan pendidikan pesantren sebagai pendidikan alternatif bagi masyarakat Indonesia. Pada saat penjajahan Belanda, hanya sedikit orang yang dibolehkan belajar, itu pun hanya dari golongan priyayi saja. Di luar itu tidak boleh belajar di sekolah. Demi memenuhi kebutuhan masyarakat pribumi akan pengetahuan, maka pendidikan pesantren menjamur di daerah Jawa. Banyak santri Kyai Cholil yang setelah lulus, kemudian mendirikan pesantren, seperti Kyai Hasyim Asy’ari pendiri Pesantren Tebuireng Jombang, Kyai Wahab Chasbullah pendiri Pesantren Tambak Beras Jombang, Kyai Ma’sum pendiri Pesantren Lasem Rembang, Kyai Bisri Musthofa pendiri Pesantren 27 Wawancara pribadi dengan Bapak H. Ikhsan Fadhil