Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah UKM

36 b. Usaha Menengah 1 Pengertian Usaha Menengah Usaha menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 Tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi criteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak sebesar Rp 10.000.000.000,- sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp 500.000.000,- lima ratus juta rupiah sd Rp 5.000.000.000,- lima milyar rupiah 2 Ciri-ciri Usaha Menengah a Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi; b Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan; c Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuan, telah ada jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll; d Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll; e Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan; 37 f Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik; 3 Contoh Usaha Menengah Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata, yaitu : a Usaha pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah; b Usaha perdagangan grosir termasuk export dan impor; c Usaha jasa EMKL Ekspedisi Muatan Kapal Laut, garment dan jasa transportasi taxi dan bus antar propinsi; d Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam; e Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan.

C. KJKS 1.

Pengertian KJKS Berdasarkan ketentuan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 91KepMKUKMIX2004 disebutkan bahwa Koperasi Jasa Keuangan Syariah KJKS adalah koperasi yang 38 kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil syariah 41 Dengan demikian semua BMT yang ada di Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS, mempunyai payung hukum dan legal kegiatan operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 42 Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat thayyib serta menguntungkan dengan system bagi hasil, dan tidak riba, perjudian maysir serta ketidak jelasan gharar. Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi. Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus diniyatkan sah berdasarkan fatwa dan ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 43

2. Tujuan Koperasi Syariah

Tujuan koperasi syariah yaitu mensejahterakan ekonomi anggotanya sesuai norma dan moral Islam, menciptakan persaudaraan dan keadilan sesama anggota, pendistribusian pendapatan dan kekayaan yang merata sesama anggota berdasarkan 41 Menteri Negara Koperasi dan UKM Surat Keputusan Nomor 91KepMKUKMIX2004 42 Koperasi Jasa Keuagan Syaiah., http:edisi03.blogspot.com jurnal diakses pada tgl 15 Maret 2011 43 M Shodiq Mustika, “koperasi syariah apa dan bagaimana”, artikel diakses pada 18 Maret 2011 dari http:msodik.blogspot.com 39 kontribusinya, kebebasan pribadi dalam kemaslahatan sosial yang didasarkan pada pengertian bahwa manusia diciptakan hanya untuk tunduk kepada Allah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan anggota pada khususnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. 44

3. Peran dan Fungsi Koperasi Syariah

Dalam koperasi konvensional lebih mengutamakan mencari keuntungan untuk kesejahteraan anggota, baik dengan cara tunai atau membungakan yang ada pada anggota. Para anggota yang meminjam tidak dilihat dari sudut pandang pengunaanya hanya melihat uang pinjaman kembali ditambah dengan bunga yang tidak didasarkan kepada kondisi hasil usaha atas penggunaan uang tadi. Bahkan bisa terjadi jika ada anggota yang meminjam untuk kebutuhan sehari-hari makan dan minum, maka pihak koperasi memberlakukannya sama dengan pinjaman lainnya yang penggunaanya untuk usaha yang produktif dengan mematok bunga sebagai jasa koperasi. Pada koperasi syariah hal ini tidak dibenarkan, karena setiap transaksi tasharuf didasarkan atas penggunaan yang efektif apakah untuk pembiayaan atau kebutuhan sehari-hari. Kedua hal tersebut diperlakukan secara berbeda. Untuk usaha produktif, misalnya anggota akan berdagang maka dapat menggunakan prinsip bagi 44 Nur S Buchori, koperasi syariah, jawa timur: mashun, 2009, cet 1 h. 18