Analisis Pelibat Pada Subtitle Alice In Wonderland

(1)

ANALISIS PELIBAT PADA SUBTITLE ALICE IN

WONDERLAND

TESIS

Oleh:

FEBRINA SHANTY .L.TOBING

107009008/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ANALISIS PELIBAT PADA

SUBTITLE ALICE IN

WONDERLAND

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program

Studi Linguistik Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara

Oleh

FEBRINA SHANTY L. TOBING

107009008/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : Analisis Pelibat Pada Subtitle Alice In Wonderland Nama Mahasiswa : Febrina Shanty L.Lumban Tobing Nomor Pokok : 107009008 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Kajian Terjemahan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Syahron Lubis, M.A) (Dr. Muhizar Muchtar, M.S)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 2 Juli 2012

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Syahron Lubis, M.A. Anggota : 1. Dr. Muhizar Muchtar, M.S.

2. Prof. T.Silvana Sinar, M.A., Ph.D.


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

ANALISIS PELIBAT PADA

SUBTITLE ALICE IN WONDERLAND

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

Medan, 23 Juli 2012


(6)

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Analisis Pelibat Pada Subtitle Alice in Wonderland. Beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu memaparkan peran dan status di antara para pelibat yang terealisasi dalam TSu, jenis pergeseran yang terjadi dalam TSa, jenis fungsi ujar yang digunakan baik dalam TSu maupun TSa, dan kesepadanan fungsi ujar yang direalisasikan dalam modus pada TSa dalam sumber data. Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah berupa data lisan yang sudah ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan. Data atau sumber data berupa film berbahasa Inggris yang berjudul Alice in Wonderlanddan teks terjemahannya berupa subtitle. Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang berdasarkan pada teori penerjemahan dan teori analisis wacana. Teori penerjemahan yang digunakan yaitu teori penerjemahan berdasarkan makna (Meaning-Based Translation) oleh Mildred Larson; sementara teori analisis wacana yang digunakan yaitu teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) oleh Halliday. Hasil penelitian yang diperoleh terdiri atas empat (4) aspek penting, antara lain: (1) Peran dan status di antara pelibat yang satu dengan lainnya saling berbeda. Status yang dimiliki oleh pelibat bergantung kepada peran yang dimainkan dalam suatu interaksi komunikasi; (2) jenis pergeseran yang terjadi terdiri terdiri dari pergeseran makna dan pergeseran bentuk. Pergeseran bentuk yang ditemukan adalah pergeseran struktur, pergeseran unit, pergeseran kelas, dan pergeseran intra sistem. Sementara itu, pergeseran makna yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu beberapa pronomina seperti You yang diterjemahkan menjadi -mu dan Kau; pronomina He menjadi Dia; pronomina It menjadi Dia; pronomina It menjadi Itu; pronomina Them menjadi Itu; pronomina Them menjadi (-)nya; pronomina I menjadi Aku; dan pronomina This

menjadi Aku di dalam TSa. Selain itu ada juga beberapa pronomina seperti we, they, it, dan you dalam TSu yang tidak memiliki padanan di dalam TSa; (3) fungsi ujar yang ditemukan dalam TSu dan TSa yaitu pernyataan (deklaratif); pertanyaan (interogatif), perintah (imperatif), larangan, dan tawaran (offering); (4) fungsi ujar yang terealisasi pada modus dalam TSu dan TSa dapat dikatakan sepadan dalam arti bahwa bentuk ujar dalam TSu diterjemahkan menjadi bentuk ujar yang sama di dalam TSa.


(7)

ABSTRACT

The title of this thesis is Tenor Analysis in the Subtitle of Alice in Wonderland. The purposes of this research are to describe the role and status among the participants that appeared in source language Text (SL Text), types of shift which occured in target language text (TL text), types of speech act used in both the SL text and TL text, and the equivalence of the speech act in the TL text taken from the source data. The data examined in this research is the oral form that had been transcribed into written form. The data were taken from a Western Film entitled Alice in Wonderland and its subtitle. Then, the data is analyzed by using descriptive qualitative method which was based on the translation and discourse analysis theories. The translation theory used in this research was Meaning-Based Translation by Mildred Larson, whereas the

discourse analysis theory was the Halliday’s theory, namely Systemic Fungsional

Linguistic (SFL). Finally, the results of this study consists of four significant aspects, such as: (1) The role and the status of all participants in the film are different from one to another. The status of the participants relates to their roles in the communication interaction; (2) Types of shift consists of two types, namely form shift and meaning shift. The form shifts found in the data are structrue shift, unit shift, class-shift, and intra-system shift. Meanwhile meaning shift occured because of the translation of these pronouns, such as you into -mu and kau, he into dia, it into dia, it into itu, them into itu, them into nya, I into aku, and this into aku. Besides, there were also other pronouns such as we, they, it, and you without their equivalents in the TL text; (3) Speech acts found in the data are statement (declarative), question (interrogative), command (imperative), prohibition and offer; (4) Those speech acts of SL and TL texts were equivalent.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini berjudul “Analisis Pelibat Pada Subtitle Alice in Wonderland”, ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Magister Linguistik pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

Adapun penyelesaian tesis ini adalah berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu, penulis ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, penulis secara khusus menyampaikan terima kasih kepada:

1. Pembimbing Penulis, Bapak Dr.Syahron Lubis, M.A selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr.Muhizar Muchtar, M.S selaku pembimbing kedua yang telah mendukung, membimbing, dan memberi saran kepada penulis mulai dari awal penyusunan tesis ini sampai tesis ini dapat diselesaikan.

2. Penguji Penulis, Ibu Prof. T.Silvana Sinar, M.A, Ph.D selaku penguji pertama dan Ibu Dr. Roswita Silalahi, Dip.TESOL, M.Hum selaku penguji kedua yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun guna penyempurnaan tesis ini.


(9)

3. Ketua Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D, yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menjalankan pendidikan hingga selesai pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; Sekretaris Program Studi Linguistik, Ibu Dr.Nurlela, M.Hum, beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan dan perhatian selama penulis mengikuti pendidikan pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjan Universitas Sumatera Utara.

4. Para Dosen yang mengajar di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan selama penulis mengikuti pendidikan.

5. Orangtua penulis, Ir. Herbert L.Tobing dan Dra. Lamria Manullang, M.Hum; serta kakak penulis, dr. Christin L.Tobing yang sangat penulis kasihi, yang senantiaasa memberikan dukungan baik moril maupun spiritual selama penulis mengadakan penelitian dan menyelesaikan tesis ini.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang juga turut memberikan dukungan semangat dan saran kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk


(10)

penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap agar kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya.

Medan, Mei 2012


(11)

RIWAYAT HIDUP

I.Data Pribadi Nama : Febrina Shanty L. Tobing Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 5 Februari 1988 Alamat : Jl. Santun No.2 Teladan Medan Telp : (061) 7867244 HP : 081260333316

Agama : Kristen Protestan

II. Riwayat Pendidikan

SD : SD Methodist-1 Medan SMP : SMP Santo Thomas-4 Medan SMA : SMA Santo Thomas-2 Medan S1 : Fakultas Sastra Universitas Methodist Indonesia (UMI) Medan


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 10

1.3 Tujuan Penelitian... 11

1.4 Manfaat Penelitian... 11

1.5 Klarifikasi Makna Istilah ... 12

BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN TERDAHULU... 15

2.1 Konsep Dasar ... 15

2.1.1. Teori Penerjemahan...16

2.1.1.1 Definisi Penerjemahan...16

2.1.1.2 Kesepadanan dalam Penerjemahan... 20


(13)

2.1.1.4 Terjemahan Film Berbahasa Asing... 24

2.1.2 Hubungan Konteks & Teks dalam Penerjemahan... 26

2.1.3 Pelibat (Tenor) ... 31

2.1.4 Pronomina Bahasa Inggris... 43

2.1.5 Pronomina Bahasa Indonesia... 49

2.2 Landasan Teori... 63

2.2.1 Penerjemahan Berdasarkan Makna... 63

2.2.2 Kesepadanan Makna ... 65

2.2.3 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF)... 67

2.3 Kajian Terdahulu ... 72

BAB III METODE PENELITIAN... 80

3.1 Pendekatan...80

3.2 Data atau Sumber Data...80

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 81

3.4 Teknik Analisis Data... 82

BAB IV PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN... 83

4.1 Peran & Status Antar Pelibat... 83

4.1.1 Peran Para Pelibat dalam Alice in Wonderland ... 83

4.1.2 Status Para Pelibat dalam Alice in Wonderland ... 88

4.1.3 Konteks Situasi Pada Setiap Adegan ... 92


(14)

4.3 Jenis Fungsi Ujar dalam TSu dan TSa...142

4.4 Kesepadanan Fungsi Ujar dalam Tsa... 157

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...160

6.1 Simpulan...160

5.2 Saran...165

DAFTAR PUSTAKA...166


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Pronomina Bahasa Inggris 44

2. Pronomina Persona Bahasa Inggris 49

3. Pronomina Persona Bahasa Indonesia 50

4. Pergeseran Struktur (Structure Shift) 104

5. Pergeseran Kelas (Class-Shift) 107

6. Pergeseran Unit (Unit-Shift) 108

7. Pergeseran Intra Sistem (Intra-System Shift) pada adegan-1 dan adegan-2 112-114 8. Ketiadaan Padanan Unsur Tenor dalam TSa pada Adegan-1 116

9. Ketiadaan Padanan Unsur Tenor dalam TSa pada Adegan-2 117

10. Ketiadaan Padanan Unsur Tenor dalam TSa pada Adegan-7 119

11. Ketiadaan Padanan Unsur Tenor dalam TSa Pada Adegan-11 120

12. Ketiadaan Padanan Unsur Tenor dalam TSa Pada Adegan-13 121

13. Ketiadaan Padanan Unsur Tenor dalam TSa Pada Adegan-14 122

14. Pronomina You (TSu) Menjadi –mu (TSa) 123


(16)

16. Pronomina He (TSu) Menjadi Dia (TSa) 131 17. Pronomina It (TSu) Menjadi Dia (TSa) 133 18. Pronomina It (TSu) Menjadi Itu (TSa) 134 19. Pronomina Them (TSu) Menjadi Itu (TSa) 136 20. Pronomina Them (TSu) Menjadi –nya (TSa) 138 21. Pronomina I (TSu) Menjadi Aku (TSa) 139 22. Pronomina This (TSu) Menjadi Aku (TSa) 141 23. Fungsi Menyatakan/Pernyataan (Deklaratif) 143 24. Fungsi Menanyakan/Pertanyaan (Interogatif) 146 25. Fungsi Menyuruh/Perintah (Imperatif) 149

26. Fungsi Melarang/larangan 151


(17)

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Analisis Pelibat Pada Subtitle Alice in Wonderland. Beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu memaparkan peran dan status di antara para pelibat yang terealisasi dalam TSu, jenis pergeseran yang terjadi dalam TSa, jenis fungsi ujar yang digunakan baik dalam TSu maupun TSa, dan kesepadanan fungsi ujar yang direalisasikan dalam modus pada TSa dalam sumber data. Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah berupa data lisan yang sudah ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan. Data atau sumber data berupa film berbahasa Inggris yang berjudul Alice in Wonderlanddan teks terjemahannya berupa subtitle. Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang berdasarkan pada teori penerjemahan dan teori analisis wacana. Teori penerjemahan yang digunakan yaitu teori penerjemahan berdasarkan makna (Meaning-Based Translation) oleh Mildred Larson; sementara teori analisis wacana yang digunakan yaitu teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) oleh Halliday. Hasil penelitian yang diperoleh terdiri atas empat (4) aspek penting, antara lain: (1) Peran dan status di antara pelibat yang satu dengan lainnya saling berbeda. Status yang dimiliki oleh pelibat bergantung kepada peran yang dimainkan dalam suatu interaksi komunikasi; (2) jenis pergeseran yang terjadi terdiri terdiri dari pergeseran makna dan pergeseran bentuk. Pergeseran bentuk yang ditemukan adalah pergeseran struktur, pergeseran unit, pergeseran kelas, dan pergeseran intra sistem. Sementara itu, pergeseran makna yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu beberapa pronomina seperti You yang diterjemahkan menjadi -mu dan Kau; pronomina He menjadi Dia; pronomina It menjadi Dia; pronomina It menjadi Itu; pronomina Them menjadi Itu; pronomina Them menjadi (-)nya; pronomina I menjadi Aku; dan pronomina This

menjadi Aku di dalam TSa. Selain itu ada juga beberapa pronomina seperti we, they, it, dan you dalam TSu yang tidak memiliki padanan di dalam TSa; (3) fungsi ujar yang ditemukan dalam TSu dan TSa yaitu pernyataan (deklaratif); pertanyaan (interogatif), perintah (imperatif), larangan, dan tawaran (offering); (4) fungsi ujar yang terealisasi pada modus dalam TSu dan TSa dapat dikatakan sepadan dalam arti bahwa bentuk ujar dalam TSu diterjemahkan menjadi bentuk ujar yang sama di dalam TSa.


(18)

ABSTRACT

The title of this thesis is Tenor Analysis in the Subtitle of Alice in Wonderland. The purposes of this research are to describe the role and status among the participants that appeared in source language Text (SL Text), types of shift which occured in target language text (TL text), types of speech act used in both the SL text and TL text, and the equivalence of the speech act in the TL text taken from the source data. The data examined in this research is the oral form that had been transcribed into written form. The data were taken from a Western Film entitled Alice in Wonderland and its subtitle. Then, the data is analyzed by using descriptive qualitative method which was based on the translation and discourse analysis theories. The translation theory used in this research was Meaning-Based Translation by Mildred Larson, whereas the

discourse analysis theory was the Halliday’s theory, namely Systemic Fungsional

Linguistic (SFL). Finally, the results of this study consists of four significant aspects, such as: (1) The role and the status of all participants in the film are different from one to another. The status of the participants relates to their roles in the communication interaction; (2) Types of shift consists of two types, namely form shift and meaning shift. The form shifts found in the data are structrue shift, unit shift, class-shift, and intra-system shift. Meanwhile meaning shift occured because of the translation of these pronouns, such as you into -mu and kau, he into dia, it into dia, it into itu, them into itu, them into nya, I into aku, and this into aku. Besides, there were also other pronouns such as we, they, it, and you without their equivalents in the TL text; (3) Speech acts found in the data are statement (declarative), question (interrogative), command (imperative), prohibition and offer; (4) Those speech acts of SL and TL texts were equivalent.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sejak bahasa diyakini sebagai sarana penting dalam memberikan informasi dan berkomunikasi di antara masyarakat yang berbeda-beda, kehadiran kajian terjemahan juga dianggap sebagai suatu media yang tidak kalah pentingnya untuk diketahui. Selain itu, dewasa ini bahasa asing sangat penting untuk dipelajari mengingat dunia komunikasi semakin meluas dan banyak sumber informasi yang disajikan dalam bahasa asing. Salah satunya dapat dilihat melalui dunia perfilman.

Dunia perfilman dari tahun ke tahun berkembang dengan pesat. Banyak film yang beredar di masyarakat, baik film lokal maupun film luar negeri, contohnya film dari Amerika, Inggris, India, Belanda, Cina, Korea, Jerman, dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal ini, di Indonesia terdapat undang-undang Penyiaran No.24 tahun 1997 pasal 33 ayat 6 yang menyatakan bahwa pada acara berbahasa asing untuk televisi dapat diberi narasi atau teks bahasa Indonesia. Peraturan ini menyebabkan banyak film berbahasa asing khusunya film berbahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, baik dengan disulihsuarakan maupun diberikan teks terjemahan yang tercantum di bagian bawah layar televisi maupun layar bioskop.


(20)

(Karlina, 2010:1). Maka melalui teks terjemahan ini, masyarakat Indonesia yang menonton film tersebut dapat mengerti arti ucapan-ucapan yang terdapat pada film.

Penerjemahan yaitu pengubahan dari satu bahasa ke bahasa lain. Dalam penerjemahan dikenal dengan bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa) (Simatupang, 1999: 4). Menurut Karlina (2010:2) dalam skripsinya menyatakan bahwa bentuk terjemahan dari media audiovisual (layar kaca atau layar lebar) dikenal dengan sebutan subtitle atau sous-titre. Pembuatan subtitle sebuah film bukanlah pekerjaan yang mudah karena dibatasi oleh ruang dan waktu. Pertama dalam hal ruang, berarti teks terjemahan akan ditampilkan di layar dengan ruang yang jauh lebih sempit daripada buku dan novel atau roman. Sementara itu mengenai waktu, berarti terjemahan dalam bahasa Indonesia tersebut harus ditampilkan tepat pada saat dialog film diucapkan. Ketika aktor atau aktris mengucapkan sebuah dialog, teks terjemahan harus muncul pada saat yang bersamaan.

Membuat subtitle (teks terjemahan) film yang ditayangkan di layar kaca ataupun layar lebar bukanlah pekerjaan mudah. Profesi ini tak sekedar mengalihbahasakan melainkan juga tengah menjembatani dua budaya yang berbeda. Dalam hal ini, seorang penerjemah harus paham terhadap film dan konteks yang akan diterjemahkan. Di samping itu, ada banyak aturan yang harus diperhatikan sehingga teks tidak mengurangi kenikmatan penonton menyaksikan sebuah tayangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Halliday dan Hassan dalam artikel Machali. Menurut Halliday dan Hassan, sebuah teks merupakan suatu kesatuan bahasa yang


(21)

dipergunakan, salah satunya sebagai sarana komunikasi, di mana makna teks tersebut diperoleh berdasarkan konteks baik konteks situasi maupun konteks budaya. Oleh sebab itu, ketika berhadapan dengan sebuah teks yang akan diterjemahkan, seorang penerjemah pertama-tama akan dikaitkan dengan pengolahan teks yang dimulai dengan identifikasi makna teks sumber (TSu), kemudian rekonstruksi konteks untuk menghasilkan makna yang berterima pada bahasa sasaran (BSa).

Selanjutnya, sejak penerjemahan melibatkan bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa), seorang penerjemah sebelum menerjemahkan perlu mengetahui hakekat suatu bahasa. Salah satunya yang perlu diperhatikan oleh seorang penerjemah yaitu bahwa bahasa adalah kontekstual dimana prinsip kontekstual bahasa mengimplikasikan bahwa bahasa merealisasikan dan direalisasikan oleh konteks yang berada di luar bahasa tempat bahasa itu digunakan. Ada hubungan timbal balik antara teks dan konteks sosial (Halliday & Martin, 1993:22). Dengan kata lain, bahasa mengekspresikan konteks dan konteks juga mendeskripsikan bahasa. Konteks bahasa ini mengacu pada konteks budaya dan konteks situasi.

Sehubungan dengan hal tersebut, Halliday dan Hasan (1985: 6) menambahkan bahasa adalah kontekstual karena pemahaman tentang bahasa terletak dalam kajian teks. Ada teks dan ada teks lain yang menyertainya: teks yang menyertai teks itu disebut konteks. Namun, pengertian mengenai hal yang menyertai teks itu meliputi tidak hanya yang dilisankan atau ditulis, tetapi juga meliputi kejadian-kejadian yang nonverbal lainnya pada keseluruhan lingkungan teks itu, baik dari segi


(22)

medan wacana (field), pelibat wacana (tenor), maupun sarana yang digunakan (mode). Misalnya, bahasa yang digunakan oleh seorang dosen dalam menyampaikan materi perkuliahan kepada mahasiswa di kampus berbeda dengan bahasa yang digunakannya pada saat ia berbelanja di pasar. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan konteks situasi tempat bahasa itu digunakan, pembicara dan lawan bicara seperti usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dan sebagainya.

Konteks situasi yang merujuk pada partisipan (pembicara dan lawan bicara) atau yang disebut dengan istilah tenor of discourse juga turut mempengaruhi bahasa yang digunakan dalam suatu percakapan atau interaksi. Sebaliknya bahasa yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang juga dapat menunjukkan peran dan status sosialnya dengan lawan bicara dalam suatu interaksi. Tenor (pelibat wacana) ini akan lebih akurat terlihat melalui percakapan atau wacana secara langsung. Salah satu bentuk wacana langsung adalah terwujud dalam dialog (percakapan) pada film baik film animasi, dokumenter, dan sebagainya.

Penelitian ini akan memusatkan perhatian pada unsur tenor atau pelibat wacana dalam suatu film berbahasa Inggris yang berjudul Alice in Wonderland. Film ini sudah memiliki subtitle (teks terjemahan) dalam bahasa Indonesia. Adapun alasan pemilihan film ini yaitu semata-mata karena topik yang menjadi kajian dalam penelitian ini banyak dijumpai pada film tersebut. Kemudian, film tersebut juga


(23)

merupakan film baru yang cukup diminati di kalangan anak-anak, remaja, dan orang tua.

Adanya kecenderungan perbedaan budaya Inggris dan Indonesia yang sangat berpengaruh di dalam penciptakan teks terjemahan yang berterima pada budaya Indonesia acapkali menjadi salah satu masalah dalam penerjemahan khususnya penerjemahan teks film yang memiliki beragam pelibat (pembicara & lawan bicara). Sehubungan dengan hal tersebut, menerjemahkan tenor of discourse (pelibat wacana) dengan benar dapat cukup menyulitkan. Hal ini tergantung pada apakah seseorang itu memandang tingkat formalitas tertentu sebagai hal yang benar dari sudut pandang budaya bahasa sumber (BSu) atau dari sudut pandang bahasa sasaran (BSa). Misalnya, seseorang anak remaja Amerika boleh menggunakan tenor yang sangat informal dengan orang tuanya dengan menggunakan nama depan dan bukan dengan panggilan ibu ataupun ayah. Namun, hal tersebut akan sangat tidak dapat diterima oleh kebanyakan kebudayaan lain misalnya Indonesia.

Pada dasarnya, unsur pelibat atau tenor erat kaitannya dengan penggunaan pronomina. Dengan kata lain, untuk menganalisis tenor atau pelibat ataupun yang sering disebut dengan partisipan dapat dilakukan dengan memperhatikan penggunaan pronomina misalnya I, you, he/she, they her, them, kamu, dia, mereka dan sebagainya dalam suatu interaksi komunikasi. Penerjemahan tenor atau pelibat (yang kerap kali diwujudkan dalam penggunaan pronomina ini) dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia kurang mendapat perhatian khusus di dunia penerjemahan khususnya


(24)

dalam pembuatan teks terjemahan film. Dalam hal ini, peneliti menemukan sebuah fenomena bahwa seringkali unsur tenor yang dipakai dalam sebuah film menjadi bergeser ketika dialihkan ke bahasa lain. Misalnya, secara umum kita dapat mengatakan bahwa padanan I adalah saya, you adalah kamu, dan sebagainya. Akan tetapi, bila kita mencoba mencari padanannya dalam suatu konteks wacana keadaannya akan menjadi berbeda. Adapun penelitian awal yang sudah dilakukan peneliti terlihat melalui beberapa contoh percakapan yang dikutip melalui sumber data berikut ini:

Adegan – 1:

1.Konteks situasinya: Di sebuah rumah tepatnya di dalam ruang tamu, Charles Kingsleigh dan dua orang temannya sedang berbincang-bincang.

Kolega- 1 : Charles, you have finally lost your senses. This venture is impossible.

(Charles, akhirnya kau kehilangan akalmu. Usulan bisnis ini mustahil)

Charles : For some. Gentlemen, the only way to achieve the impossible is to believe possible.

(Untuk beberapa orang. Satu-satunya cara mencapai hal mustahil adalah percaya bahwa itu mungkin.)


(25)

(Cara berpikir seperti itu dapat merugikanmu).

Charles : I’m willing to take that chance. Imagine trading posts in Rangoon,

Bangkok, Jakarta....

(Aku mau mengambil resiko itu. Bayangkan pos perdagangan di Rangoon, Bangkok, Jakarta....)

Pada interaksi percakapan yang berlangsung di atas, percakapan tersebut berlangsung di antara Charles Kingsleigh dan dua orang teman kerjannya (kolega). Pelibat atau partisipan di sini adalah Charles, Kolega-1 dan Kolega-2 yang berperan sebagai teman-temannya. Status Charles dan teman-temannya dalam hal ini sama yakni menggambarkan hubungan seseorang dengan relasi kerjanya. Selain itu, percakapan ini juga berlangsung dalam situasi informal karena tempat pelaksanaanya yaitu di sebuah ruang tamu di rumah Charles. Walaupun percakapan itu berlangsung pada situasi informal, masih tetap ada unsur saling menghormati di dalamnya. Hal ini terlihat dengan jelas melalui panggilan gentlemen yang ditujukan oleh Charles kepada kedua teman bisnisnya. Yang menjadi masalah di sini adalah tenor yang digunakan pada bahasa sumber (BSu) tidak seluruhnya sepadan dengan yang terdapat dalam bahasa sasaran (BSa). Hal tersebut dapat dilihat dengan jelas melalui penggunaan sapaan gentlemen pada BSu yang tidak memiliki padanan pada BSa. Selain itu, partisipan dalam teks BSa seolah-olah lenyap karena penerjemah tidak mengalihkan pronomina penyapa gentlemen tersebut.


(26)

2.Konteks situasi: Saat Charles dan teman-temannya sedang berbincang-bincang, putri Charles yang bernama Alice Kingsleigh melewati ruang tamu dan memandang ayahnya (Charles). Ia takut karena mimpi buruk yang dialaminya malam itu. Kemudian, Charles menghentikan pembicaraan sementara waktu dan membawa Alice ke kamarnya. Lalu, komunikasi di antara Alice dan ayahnya Charles berlangsung di kamar Alice.

Alice : I’m falling down a dark hole, then I see strange creatures.

(Aku jatuh ke lubang yang gelap, lalu aku melihat makhluk aneh).

Charles : What kind of creatures?

(Makhluk seperti apa?)

Alice : Well, there’s a dodo bird, a rabbit in waistcoat, a smiling cat.

(Ada burung dodo, kelinci pakai jas, kucing yang tersenyum).

Charles : I didn’t know cats could smile.

(Aku tak tahu kucing bisa tersenyum).

Alice : Neither did I. And there’s a blue caterpillar.

(Aku juga tak tahu. Dan ada ulat bulu).


(27)

(Ulat bulu).

Alice : Do you think I’ve gone round the bend?

(Menurutmu aku sudah gila?)

Percakapan di atas berlangsung di antara Charles Kingsleigh dan putrinya yang bernama Alice. Hubungan atau peran yang mengikat mereka berdua adalah hubungan seorang ayah dan putrinya atau dapat dikatakan hubungan sedarah. Kemudian, hubungan di antara mereka juga sangat akrab karena sang ayah rela meninggalkan perbincangan bisnis dengan teman-temannya demi menenangkan putrinya Alice yang bermimpi buruk malam itu. Selain itu, dari percakapan yang tergambar di atas, dapat disimpulkan bahwa percakapan tersebut berlangsung pada situasi informal. Hal ini terlihat jelas melalui struktur kalimat atau bahasa yang digunakan. Akan tetapi, ada sedikit keganjilan yang ditemukan oleh penulis saat membaca terjemahan kalimat yang diujarkan oleh Alice kepada ayahnya yaitu Do you think I’ve gone round the

bend?. Pertanyaan ini dialihkan menjadi Menurutmu aku sudah gila? You pada BSu (Inggris) yang menjadi kata pengganti untuk sang ayah dialihkan menjadi kau

dalam BSa (Indonesia). Di sini, kata tersebut tidak dialihkan menjadi ayah. Dalam hal ini, konteks budaya tidak ikut diperhatikan oleh penerjemah saat mengalihkan tenor tersebut.

Melihat beberapa fenomena di atas, pemakaian unsur tenor atau pelibat dalam suatu bahasa terkait juga dengan budaya bahasa tersebut. Misalnya untuk


(28)

menerjemahkan you (bahasa Inggris) perlu dicermati apakah bentuk ini dapat dialihkan menjadi kau, engkau, kamu, Anda atau menjadi nama diri, pangkat, jabatan, dan sebagainya.

Di samping itu, kajian penerjemahan yang meneliti tentang unsur tenor ini juga kurang mendapat perhatian khusus di bidang penerjemahan. Banyaknya unsur pelibat dalam TSu yang menjadi bergeser di dalam TSa seringkali terjadi, terutama dalam pembuatan subtitle (teks terjemahan) sebuah film. Di sini, padanan yang diberikan dalam TSa sering tidak sesuai dengan konteks yang berlaku di budaya BSa. Berangkat dari fenomena inilah penulis termotivasi untuk mengadakan penelitian kajian wacana dan terjemahan yang menitikberatkan pada pelibat.

1.2Perumusan Masalah

Peneliti menetapkan empat rumusan masalah yang telah diteliti, antara lain:

1. Bagaimanakah peran dan status di antara para pelibat (tenor) yang terealisasi dalam teks sumber (TSu) film Alice in Wonderland?

2. Jenis-jenis pergeseran apa yang terjadi dalam teks sasaran (TSa) film Alice in Wonderland?

3. Jenis fungsi ujar apakah yang terdapat dalam teks sumber (TSu) dan sasaran (TSa) film Alice in Wonderland?

4. Bagaimanakah kesepadanan jenis fungsi ujar yang direalisasikan dalam modus pada teks sumber (TSu) dan teks sasaran (TSa)?


(29)

1.3Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini diadakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Memaparkan peran dan status para pelibat (tenor) yang terealisasi dalam teks sumber (TSu) film Alice in Wonderland

2. Memaparkan jenis-jenis pergeseran yang terjadi dalam teks sasaran (TSa) film Alice in Wonderland.

3. Memaparkan jenis fungsi ujar yang terdapat dalam teks sumber (TSu) dan sasaran (TSa) film Alice in Wonderland.

4. Memaparkan kesepadanan jenis fungsi ujar yang direalisasikan dalam modus pada teks sumber (TSu) dan teks sasaran (TSa).

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis:

1. Memperkaya kajian ilmiah penerjemahan dan khususnya bidang analisis wacana.

2. Sebagai bukti bahwa penerjemahan pelibat (tenor) dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi memerlukan ketelitian agar makna BSu dapat dialihkan ke dalam BSa dengan tepat dan berterima.


(30)

Manfaat Praktis:

1. Untuk memenuhi tugas akhir (tesis) pada sekolah Pascasarjana Linguistik USU konsentrasi Terjemahan.

2. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa dan peneliti yang ingin meneliti tetang penerjemahan khususnya melakukan penelitian dalam bidang analisis wacana.

1.5 Klarifikasi Makna Istilah

Klarifikasi makna istilah ini dibuat untuk menghindari kesalahpahaman akan makna istilah-istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Penerjemahan adalah proses pengalihan pesan yang terdapat pada teks bahasa sumber (source language) dengan padanannya di dalam teks bahasa sasaran (target language).

2. Terjemahan adalah produk atau hasil penerjemahan.

3. Bahasa Sumber/BSu (Source Language) disebut juga bahasa asal atau bahasa asli yaitu bahasa yang dipergunakan oleh pengarang asal dalam mengungkapkan pesan, gagasan, atau keterangan pengarang bahasa asal itu tertuang. Dalam penelitian ini, yang menjadi bahasa sumber adalah bahasa Inggris.


(31)

4. Bahasa Sasaran/BSa (Target Language) adalah bahasa yg menjadi medium suatu amanat yang berasal dari bahasa sumber setelah melalui proses pengalihan. Bahasa sasaran (BSa) dalam penelitian ini adalah bahasa Indonesia.

5. Teks adalah bahasa yang fungsional. Maksud fungsional di sini berarti bahasalah yang melakukan pekerjaan yang sama dalam suatu konteks dan bukan kata-kata atau kalimat yang terisolir yang mungkin dituliskan seseorang di atas papan tulis.

6. Konteks adalah bagian dari suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna. Konteks juga dapat diartikan sebagai situasi yang ada hubungannya dengan suatu peristiwa.

7. Teks Sumber (TSu) adalah teks asli ataupun teks asal, teks sebelum diterjemahkan. TSu dalam penelitian ini adalah teks film dalam bahasa Inggris.

8. Teks Sasaran (TSa) adalah teks yang dihasilkan setelah melalui proses pengalihan (penerjemahan). Dalam penelitian ini, teks terjemahan dalam bahasa Indonesia yang menjadi teks sasaran (TSa).

9. Subtitle adalah teks terjemahan film yang tertulis di layar bagian bawah.

10.Bahasa Inggris adalah sebuah bahasa yang berasal dari Inggris, merupakan bahasa utama di Britania Raya (termasuk Inggris), Amerika Serikat, serta banyak negara lainnya. Teks yang diterjemahkan adalah teks bahasa Inggris dialek British (British English).


(32)

11.Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.

12.Pelibat adalah konteks situasi yang merujuk pada hakikat relasi antarpartisipan, termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Untuk menganalisis pelibat wacana ada tiga hal yang perlu diungkap; peran agen atau masyarakat, status sosial, dan jarak sosial.

13. Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah-satu media komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalamsegala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proseslainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengansistem proyeksi mekanik, elektronik, dan sistem lainnya.


(33)

BAB II

KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN

TERDAHULU

Pada bab sebelumnya telah dipaparkan latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, pokok bahasan, dan tujuan serta manfaat penelitian ini. Selanjutnya, pada bab ini ada tiga bagian yang akan dijelaskan. Pertama, konsep dasar yang meliputi penerjemahan; konteks dan teks; dan tenor of discourse (pelibat). Kedua, landasan teori yang berhubungan dengan teori-teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini yang meliputi teori Penerjemahan Berdasarkan Makna (Meaning-Based Translation); teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF); teori Catford tentang Pergeseran (Shift); dan teori fungsi ujar menurut Abdul Chaer serta alasan memilih beberapa teori tersebut. Yang terakhir adalah mengenai kajian terdahulu meliputi penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan topik penelitian ini.

2.1 Konsep Dasar

Ada beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan pembahasan dalam tesis ini yang perlu diuraikan. Konsep-konsep dasar ini kemudian dijadikan sebagai definisi operasional yang merepresentasikan cakupan pembahasan. Di samping itu, konsep-konsep dasar yang diberikan akan dijadikan penegasan atas beberapa ide yang


(34)

berkaitan dengan penelitian dalam tesis ini. Konsep-konsep dasar yang dimaksud adalah (1) Teori penerjemahan; (2) konsep dan teks; dan (3) tenor of discourse

(pelibat wacana).

2.1.1 Teori Penerjemahan

2.1.1.1 Defenisi Penerjemahan

Pada penelitian ini perlu dibedakan antara kata „translasi‟ dan „penerjemahan‟. Kata „penerjemahan‟ mengandung pengertian proses alih pesan, sedangkan kata „translasi‟ sebagai padanan kata translation artinya hasil dari suatu penerjemahan (Nababan, 2003:18). Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah translasi untuk hasil penerjemahan dan istilah penerjemahan untuk proses alih pesan dalam translasi.

Selanjutnya Machali (2000: 9) menyatakan bahwa pembedaan antara produk dan proses ini penting sekali dalam kegiatan penerjemahan. Apabila kita melihat penerjemahan sebagai proses, berarti kita meniti jalan yang dilalui oleh penerjemah untuk sampai pada hasil akhir. Hal ini berarti bahwa kita melihat tahap-tahap apa saja yang harus dilalui seorang penerjemah, prosedur apa yang dilaluinya, metode yang digunakan, dan mengapa ia memilih suatu istilah tertentu untuk menerjemahkan suatu konsep dan bukannya memilih istilah lain yang sama maknanya, dan sebagainya. Semuanya ini tentunya tidak diketahui oleh pembaca hasil terjemahan.


(35)

Menerjemahkan pada dasarnya adalah mengubah suatu bentuk menjadi bentuk lain (Larson, 1984:3). Dalam hal ini, bentuk lain yang dimaksud dapat berupa bentuk bahasa sumber atau bahasa sasaran. Misalnya jika kita menerjemahakan kata Indonesia (seterusnya Ind) saya ke dalam bahasa Ind, maka bentuk yang dapat dipakai untuk menerjemahkannya adalah aku. Selanjutnya jika kita menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris (seterusnya Ing) maka terjemahannya adalah I.

Contoh terjemahan kata saya di atas memperlihatkan bahwa menerjemahkan dapat dilakukan dalam bahasa yang sama (intralingual), misalnya dari bahasa Ind ke bahasa Ind, atau dari satu bahasa ke bahasa lain (interlingual), misalnya dari bahasa Ind ke bahasa Ing atau sebaliknya. Apabila kita ingin menerjemahkan teks dari bahasa Ind ke dalam bahasa Ing, maka dalam hal ini bahasa Ind disebut sebagai bahasa sumber (source language) (seterusnya disingkat dengan BSu) dan bahasa Ing disebut sebagai bahasa sasaran (target atau receptor language) (seterusnya disingkat dengan BSa). Sebaliknya bila kita berangkat dari bahasa Inggris, maka bahasa sumber kita adalah bahasa Ing dan bahasa sasaran kita yaitu bahasa Ind.

Dalam menerjemahkan, seseorang dituntut untuk memiliki penguasaan linguistik kedua bahasa yakni BSu dan BSa. Selain itu seorang penerjemah juga dituntut menguasai perbedaan dan persamaan budaya. Dengan kata lain, seorang penerjemah idealnya bukan hanya seorang yang bilingual tetapi juga bicultural (Lubis, 2009: 39).


(36)

Kemudian, ada paling sedikit empat kelompok besar aturan berbahasa yang perlu diperhatikan untuk mencapai kewajaran dalam penerjemahan, yaitu aturan gramatikal, aturan kolokasi, aturan fonologi, dan aturan tatakrama berbahasa. Di sini menerjemahkan dapat diartikan mengalihkan makna yang terdapat dalam BSu ke dalam BSa dan mewujudkannya kembali di dalam BSa dengan bentuk-bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam BSa. Jadi yang dialihkan adalah makna bukan bentuk. Contohnya terjemahan bahasa Ing Don’t mention it sebagai jawaban atas Thank you bukanlah jangan menyebutnya atau jangan sebutkan itu, akan tetapi terima kasih kembali atau sama-sama. Kewajaran menurut BSa harus diusahakan agar pembaca hasil terjemahan tidak menyadari bahwa dia sedang membaca suatu terjemahan. Jadi, teks terjemahan yang dibacanya itu aslinya seolah-olah ditulis di dalam BSa. Mengenai kewajaran bentuk terjemahan yang dimaksudkan di sini sesuai dengan kutipan dari Finlay dalam Simatupang (1999:3) berikut ini: “Ideally, the translation should give the sense of of the original

in such a way that the reader is unaware that he is reading a translation”.

Selanjutnya banyak pakar penerjemahan yang mengemukakan definisi penerjemahan, antara lain:

1. Nida dan Taber (1982:12) say that translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of a source language message, firstly in terms of meaning and secondly in terms of style. Dalam hal ini, Nida dan Taber menyatakan bahwa “menerjemahkan adalah proses untuk menghasilkan padanan alamai yang paling mendekati dari pesan bahasa sumber (BSu) ke dalam


(37)

bahasa sasaran (BSa), pertama pada tingkat makna dan kedua pada tingkat gaya. Menurut mereka penerjemah harus menggunakan padanan alami terdekat baik dalam arti maupun dalam gaya bahasa penerima. Dengan kata lain, hasil terjemahan jangan sampai terdengar seperti terjemahan, tetapi juga tidak melenceng dari makna bahasa sumber (BSu)

2. Catford (1965:20) states that translation may be defined as follows: the replacement of textual material in one language (Source Language) by equivalent textual material in another language (Target Language). Di sini Catford menyatakan bahwa translasi (penerjemahan) dapat didefinisikan sebagai penggantian bahan tekstual dalam satu bahasa (bahasa sumber/BSu) dengan bahan tekstual bahasa lain (bahasa sasaran/BSa) yang sepadan.

3. Larson (1984: 3) says that translation consists of translating the meaning of the source language into the receptor language. This is done by going from the form of the first language to the form of a second language by way of semantic structure. It is meaning which is being transferred and must be held constant. Only the form changes. Larson dalam hal ini menyatakan bahwa “penerjemahan meliputi kegiatan menerjemahkan BSu ke dalam BSa, yaitu dimulai dari bentuk bahasa pertama menuju bentuk bahasa kedua dengan menggunakan struktur semantik. Dalam hal ini, maknalah yang dialihkan dan harus dipegang teguh. Hanya bentuknya yang berubah”.

4. Newmark (1981: 7) says that translation is a craft consisting in the attempt to replace a written message and/or statement in one language by the same message


(38)

and/or statement in another language.Di sini menurut Newmark “terjemahan yaitu

suatu keahlian yang meliputi usaha mengganti pesan atau pernyataan tertulis dalam suatu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain”.

5. Brislin (1976), translation is the general term referring to the transfer of thoughts and ideas from one language (source) to another (target), whether the languages are in written or oral form; whether the languages have established ortographies or do not have such standardization or whether one or both languages is based on signs, as with sign languages of the deaf. Dalam hal ini Brislin mengemukakan bahwa “Terjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada pengalihan pikiran dan ide dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, baik bahasa tulis atau lisan;baik salah satu atau keduanya membentuk ortografi atau tidak mempunyai standar seperti itu; atau baik salah satu atau keduanya berbentuk tanda, seperti bahasa orang tuli.”

2.1.1.2Kesepadanan dalam Penerjemahan

Konsep kesepadanan dalam penerjemahan telah banyak diperbincangkan oleh pakar Konsep kesepadanan yang lebih terperinci dikemukakan oleh Baker (1992). Dia melihat pengertian kesepadanan dalam berbagai tataran dan hubungannya dengan proses penerjemahan. Baker (1992), menjelaskan bahwa kesepadanan meliputi kesepadanan leksikal, gramatikal, tekstual, dan pragmatis.

Masalah kesepadanan juga terjadi pada tataran gramatikal karena setiap bahasa mempunyai kaidah gramatikal khas. Menurut Baker, perbedaan itu dapat


(39)

mengakibatkan perubahan bentuk pada saat pengalihan pesan. Perbedaan kaidah gramatikal terdapat dalam jumlah, gender, persona, kala, aspek, dan kalimat aktif-pasif. Oleh karena itu, kaidah gramatikal BSu tidak dapat dipaksakan ke dalam TSa. Jika tetap dipaksakan, terjemahannya menjadi tidak wajar dan pesan dalam Tsu tidak dapat dialihkan dengan baik ke dalam Tsa. Dalam contoh penerjemahan conflict resolution menjadi resolusi konflik, struktur frasa MD dalam BSu disesuaikan dengan struktur dalam BSa menjadi DM. Tidak hanya itu, pronomina he atau she dalam TSu diterjemahkan menjadi dia karena kaidah BSa tidak mengenal perbedaan gender.

Selain itu ada juga yang disebut dengan kesepadanan harfiah, idiomatis, kesepadanan leksikal dan kesepadanan makna. Kesepadanan harfiah yang dapat terlihat dalam penerjemahan harfiah yaitu penerjemahan yang lepas konteks. Dalam hal ini, unsur-unsur bahasa yang ada pada teks bahasa sumber (BSu) diterjemahkan tanpa mengaitkannya dengan konteks, dan mempertahankan struktur BSu. Kesepadanan Idiomatis yang kerap kali disamakan dengan jenis penerjemahan Idiomatis adalah penerjemahan yang terikat konteks. Seluruh unsur bahasa yang ada diterjemahkan berdasarkan makna pada konteksnya dengan mengacu pada bentuk atau struktur BSa. Penerjemahan jenis ini hampir sama dengan kesepadanan makna yang dikemukakan oleh Mildred Larson yang berlandaskan kepada tiga jenis makna seperti makna referensial, makna konteks linguistik, dan makna situasional. Sementara kesepadanan leksikal adalah jenis kesepadanan yang sulit atau bahkan tidak mungkin ditemukan dalam dua bahasa. Hal ini disebabkan karena bahasa


(40)

merupakan cerminan budaya dan budaya merupakan ciri pembeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lain (Galingging, 1999: 33).

2.1.1.3Pergeseran dalam Penerjemahan

Konsep pergeseran yang dipakai dalam penelitian ini adalah konsep pergeseran menurut Catford karena dipandang konsep Catford dapat menjawab pergeseran-pergeseran yang muncul dalam penerjemahan tenor (pelibat wacana). Catford (1965:20) menegaskan konsep pergeseran bisa dilihat dari dua perspektif yang berbeda tentang translasi: (1) translasi sebagai produk, (2) translasi sebagai suatu proses. Sebagai produk, konsep pergeseran formal identik dengan konsep pergeseran yang mengacu pada suatu peristiwa atau keadaan di mana sebuah padanan di seleksi dari bahasa sasaran dalam proses penerjemahan tidak menunjukkan kesejajaran bentuk teks (unit, struktur, ataupun kelas) dalam bahasa sumber. Sebagai suatu proses, pengertian pergeseran formal sejajar dengan istilah transposisi (transposition) yang dikemukakan oleh Newmark (1988) yaitu suatu cara atau prosedur penerjemahan melalui perubahan bentuk gramatikal dari bahasa sumber ke dalam bahasa target.

Catford (1965:73-82) membedakan pergeseran dalam translasi ke dalam dua jenis sebagai-berikut.

(1) level shift yang muncul di permukaan dalam bentuk item bahasa sumber pada level linguistik tertentu mempunyai padanan dalam level yang berbeda. Misalnya, tataran gramatika berpadanan dengan leksis.


(41)

(2) category shift yaitu suatu istilah generik yang mengacu pada pergeseran yang mencakup empat kategori sebagai berikut:

a. structure-shifts, yakni pergeseran struktur yang menyangkut perubahan gramatikal antara struktur bahasa sumber dan sasaran.

b. class-shifts, yakni pergeseran kelas bila kata dalam bahasa sumber dipadankan dengan bahasa sasaran mempunyai kelas gramatikal yang berbeda.

c. unit-shifts, yakni pergeseran unit yang menyangkut perubahan „rank‟ misalnya dari kata diterjemahkan menjadi frasa.

d. intra-system-shifts, yakni pergeseran intra sistem yang terjadi bila secara formal bahasa sumber dan target mempunyai kondisi yang kelihatannya sejajar tetapi secara konstituen mempunyai perbedaan. Misalnya, bentuk tunggal dalam bahasa sumber menjadi bentuk jamak dalam bahasa sasaran.

2.1.1.4Terjemahan Film Berbahasa Asing

Film menurut sumber data yang diperoleh dari internet adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar =


(42)

citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera (http://bahasfilmbareng.blogspot.com/).

Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi. Kamera film menggunakan pita seluloid (atau sejenisnya, sesuai perkembangan teknologi). Butiran silver halida yang menempel pada pita ini sangat sensitif terhadap cahaya. Saat proses cuci film, silver halida yang telah terekspos cahaya dengan ukuran yang tepat akan menghitam, sedangkan yang kurang atau sama sekali tidak terekspos akan tanggal dan larut bersama cairan pengembang.

Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.

Film atau dunia perfilman sangat berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya film yang beredar di masyarakat yakni baik film lokal maupun mancanegara (luar negeri). Film yang bermuatan luar negeri (mancanegara) seperti


(43)

film Amerika, Prancis, Korea, Jepang, dan sebagainya juga sudah banyak beredar di masyarakat dalam negeri (Indonesia). Hal ini disebabkan karena film-film tersebut sudah memiliki teks terjemahan atau yang kerap kali disebut sebagai subtitel (subtitle) dalam bahasa Indonesia. Dengan kata lain, banyak film asing yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan sebaliknya.

Film yang berbahasa asing umumnya diterjemahkan dengan dua cara, yaitu dengan dubbing (sulih suara) dan dengan subtitling (teks terjemahan yang tertulis di layar bagian bawah) (http://wikipedia.com/). Dalam hal ini, dubbing atau sulih suara adalah penggantian dialog pada media audio visual dalam bahasa sumber dengan dialog lisan dalam bahasa sasaran yang memerlukan penyesuaian gerakan bibir, jeda pembicaraan serta gerakan non verbal yang ada pada gambar visual. Sedangkan subtitling adalah terjemahan dialog pada media audio visual dalam bentuk tertulis yang biasanya ditayangkan pada layar bagian bawah.

Membuat teks terjemahan film bukanlah pekerjaan yang mudah karena profesi ini tidak sekedar mengalihbahasakan melainkan juga menjembatani dua budaya yang berbeda. Penerjemah harus paham terhadap film dan konteks yang akan diterjemahkan. Selain itu, ada banyak aturan yang harus diperhatikan sehingga teks tidak mengurangi kenikmatan penonton yang menyaksikan sebuah tayangan. Di samping itu, prinsip subtitling adalah membantu penonton memahami isi film, bukanlah membuat penonton sibuk membaca. Oleh sebab itu, bahasa subtitling


(44)

haruslah merupakan bahasa yang singkat, padat, dan tepat sasaran (http//bahasfilmbareng.blogspot.com/).

2.1.2 Hubungan Konteks dan Teks dalam Penerjemahan

Dalam melakukan kegiatan penerjemahan, teori bahasa dan linguistik umum tentu akan selalu digunakan. Hal ini didasarkan atas pendapat yang dikemukan Catford (1965: 1) yang mengatakan bahwa: Translation is an operation performed on languages: a process of substituting a text in one language for a text on another, translation must make use of a theory of language, general linguistic theory. Artinya adalah bahwa translasi atau penerjemahan merupakan sebuah proses yang dilakukan pada bahasa: yaitu sebuah proses perubahan teks dalam satu bahasa menuju teks bahasa lain, translasi pasti menggunakan teori bahasa dan teori linguistik umum.

Sementara itu, Halliday dan Hassan dan sejumlah pakar lainnya yang dikutip dalam Choliludin (2005: 16-41) berkenaan dengan hal di atas menjabarkan tentang teks dan konteks, mengemukakan bahwa cara memahami bahasa terletak pada kajian sebuah teks yang memiliki konteks di dalamnya. Maka dalam proses yang sama, konteks dan teks adalah aspek. Gagasan tentang sesuatu yang menyertai teks yang melewati batas yang dikaitkan dan ditulis meliputi non-verbal lain yang muncul dalam lingkungan total yang diungkap. Maka lingkungan total berlaku sebagai penghubung antara teks dan situasi, yaitu tempat teks yang sebenarnya muncul dan ini disebut sebagai konteks situasi. Masalahnya adalah “apakah teks itu?” Halliday


(45)

dan Hassan (1985:13) secara sederhana mendefinisikan teks sebagai bahasa yang fungsional. Maksud fungsional di sini berarti bahasalah yang melakukan pekerjaan yang sama dalam suatu konteks dan bukan kata-kata atau kalimat yang terisolir yang mungkin dituliskan seseorang di atas papan tulis. Contoh bahasa sehari-hari yang memainkan peran yang sama dalam konteks situasi disebut teks. Teks tersebut bisa dalam bentuk teks lisan atau tulisan maupun dalam bentuk media ungkapan lainnya.

Oleh karena itu, sesorang tidak dapat begitu saja menganggap sebuah teori teks sebagai sebuah ekstensi teori gramatikal untuk menentukan jenis suatu teks. Menurut Halliday dan Hassan (1985: 14) karena hakekat teks sebagai entitas semantik, sebuah teks harus dipertimbangkan dari dua perspektif sekaligus, baik sebagai produk maupun sebagai sebuah proses.

Selain itu, teks menghasilkan sebuah makna yang berlaku sebagai hasil yang dapat direkam dan dipelajari dan memiliki konstruksi pasti yang dapat ditampilkan dalam bentuk sistematis. Selanjutnya, teks merupakan prosedur dalam substansi proses berkelanjutan yang mewakili lingkungan yang digunakan untuk perangkat berikutnya. Dengan demikian, perlulah memandang lebih jauh struktur, kata, dan teks sebagai proses dalam sebuah sistem yang menghubungkannya dengan bahasa secara bersama. Teks dalam aspek prosesnya, merupakan peristiwa interaktif yaitu sebuah pertukaran makna sosial.


(46)

Menurut Halliday dan Hassan (1985: 15), teks adalah sebuah bentuk pertukaran dan bentuk teks yang fundamental adalah dialog interaksi antar pembicara. Hal ini berarti bahwa setiap teks memiliki makna karena dapat dihubungkan dengan interaksi antar pembicara dan satu-satunya alat bagi percakapan umum sehari-hari yang spontan. Oleh sebab itu, teks merupakan produk lingkungan yang dapat diwakili dalam bahasa.

Kemudian untuk memahami jenis teks, seseorang harus terbiasa dengan ciri konteks situasi, yaitu konteks yang memiliki teks yang mengungkap dan memiliki lingkungan tempat makna itu dipertukarkan. Halliday dan Hassan (1985:16) mengajukan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memilih cara yang sesuai dalam menggambarkan konteks situasi sebuah teks. Adapun tiga variabel konteks situasi menurut Halliday dan Hassan yaitu:

1.Field of Discourse

Merupakan istikah abstrak bagi pernyataan „apa yang sedang terjadi‟ yang mengacu pada pilihan substansi linguistik si pembicara. Pilihan linguistik yang berbeda dibuat oleh pembicara yang berbeda tergantung pada jenis tindakannya, selain tindakan berbicara langsung yang mereka pandang sendiri saat ikut andil di dalamnya. Misalnya: pilihan linguistik akan beragam menurut andil pembicara masing-masing apakah ikut dalam pertandingan sepak bola atau membahas tentang


(47)

sepak bola, berpidato politik atau membahas tentang politik, melakukan operasi atau membahas tentang obat-obatan.

2.Tenor of Discourse

Tenor of discourse adalah istilah abstrak untuk hubungan antara orang-orang yang ikut andil dalam berbicara. Bahasa yang digunakan orang beragam tergantung pada jenis hubungannya, seperti hubungan interpersonal antara ibu dan anak, dokter dan pasien, atau derajat orang atas dan yang rendah. Seorang pasien tidak akan memakai kata sumpah serapah untuk menyebut seorang dokter di hadapannya dan seorang ibu tidak akan memulai permintaan pada anaknya dengan mengatakan, “Maaf, apakah bisa kalau kamu...”

Menerjemahkan tenor of discourse secara benar dalam terjemahan dapat cukup menyulitkan. Hal ini tergantung pada apakah seseorang itu memandang tingkat formalitas tertentu sebagai hal yang benar dari sudut pandang budaya bahasa sumber (BSu) atau dari sudut pandang budaya bahasa sasaran (BSa). Misalnya: seorang anak remaja Amerika boleh menggunakan tenor yang sangat informal dengan orang tuanya dengan menggunakan nama depan dan bukan dengan panggilan ibu atau ayah. Dalam hal ini, tingkat formalitas ini akan sangat tidak dapat diterima oleh kebanyakan kebudayaan lain. Berkaitan dengan hal tersebut, seorang penerjemah harus memilih antara mengganti tenornya untuk disesuaikan dengan budaya pembaca sasaran atau tetap seperti aslinya, yaitu mentransfer tenor informalnya untuk memberikan kesan


(48)

jenis hubungan yang biasa dilakukan oleh para anak remaja dengan orangtuanya di masyarakan Amerika. Apa yang dipilih oleh penerjemah pada situasi tertentu tentunya akan tergantung pada apa yang dia lihat sebagai tujuan penerjemahan secara menyeluruh.

3.Mode of Discourse

Mode of discourse mengacu pada jenis peran yang dimainkan bahasa (bicara/pidato, esai, kuliah, intstruksi, dan sebagainya), yaitu jenis peran yang diharapkan partisipan terhadap bahasa dalam suatu situasi: organisasai teks yang simbolik, status yang dimiliki, dan fungsinya dalam konteks termasuk alat penghubung (lisan atau tulisan ataupun suatu gabungan dari keduanya), dan juga mode retorika, apa yang sedang dicapai oleh teks dalam kondisi kategori berikut ini, yaitu persuasif, paparan, didaktis, dan hal senada. Misalnya seperti kata re adalah kata yang diterima dalam surat bisnis, tetapi sangat jarang digunakan dalam bahasa lisan.

Langkah pertama dalam menerjemah adalah menemukan makna yang terkandung melalui analisis makna. Menganalisis teks dengan menggunakan seperangkat framework yang dikemukakan oleh Halliday dalam Choliludin (2005: 12) akan memberi gagasan komprehensif pada para pembaca untuk menghasilkan sebuah hasil terjemahan. Setiap teks baik lisan maupun tulisan mengungkap makna dalam konteks penggunaannya. Jadi, bersamaan dengan konteks yang ada di


(49)

sekitarnya, sebuah teks menciptakan makna. Selain dari konteks situasi, konteks budaya juga perlu diperhatikan oleh seorang penerjemah dalam mengalihkan makna sebuah teks ke dalam bahasa sasaran (BSa).

2.1.3 Pelibat ( Tenor )

Halliday (1985: 12) menyatakan bahwa pelibat merupakan peran struktur yang berkaitan dengan siapa yang berperan, hubungan peran apa yang berlaku di antara partisipan yang secara sosial penting dalam hal ini mereka terlibat di dalamnya.

Pelibat wacana (tenor of discourse) adalah konteks situasi yang merujuk pada hakikat relasi antarpartisipan, termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Untuk menganalisis pelibat wacana ada tiga hal yang perlu diungkap; peran agen atau masyarakat, status sosial, dan jarak sosial.

Peran status, dan jarak sosial dapat bersifat sementara dan dapat pula permanen. Peran terkait dengan fungsi yang dijalankan individu atau masyarakat. Status terkait dengan tempat individu dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, sejajar atau tidak. Jarak sosial terkait dengan tingkat pengenalan partisipan lainnya, akrab atau memiliki jarak.

Pelibat (tenor) atau siapa, yang direpresentasikan pada makna antarpersona yang menunjukkan tindakan yang dilakukan terhadap pengalaman dalam interaksi sosial, dengan kata lain makna antarpersona merupakan aksi yang dilakukan pemakai bahasa dalam saling bertukar pengalaman linguistik yang terpresentasi dalam makna


(50)

pengalaman. Makna antarpersona mempresentasikan modalitas (modality) yang bersama dengan aksi direalisasikan dalam modus (Modus). Dan „cara‟ (mode), bagaimana pembicaraan itu dilakukan kemudian direpresentasikan dalam makna tekstual yang berupa tema (theme) dan rema (rheme).

Selanjutnya Sinar (2010: 58-59) menyatakan bahwa pelibat wacana (tenor of discourse) sebagai variabel kontekstual yang kedua mengkarakterisasikan fungsi ekstrinsik konteks situasi dan berhubungan dengan siapa yang berperan, kondisi alamai partisipan, status dan peranan mereka : hubungan peranan apa yang ditemukan, apakah termasuk hubungan permanen atau sementara antara pelibat yang satu dengan yang lain. Seluruh jenis ucapan yang mereka lakukan dalam dialog dan ikatan hubungan sosial yang signifikan dimana mereka terlibat. Pelibat (tenor) dideskripsikan sebagai berikut:

“Pelibat Wacana menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian, pada sifat para pelibat, kedudukan dan peranan mereka: jenis-jenis hubungan peranan apa yang terdapat di antara para pelibat, termasuk hubungan-hubungan tetap dan sementara, baik jenis peranan tuturan yang mereka lakukan dalam percakapan maupun rangkaian keseluruhan hubungan-hubungan yang secara kelompok mempunyai arti penting yang melibatkan mereka”. (Halliday dan Hassan, dalam Tou dalam Sinar, 2010)

Secara internal, pelibat wacana dikarakterisasikan melalui tiga dimensi: (1) status, (2) kontak, (3) afeksi, dan (4) kekuasaan. Dengan kata lain, dalam mendiskusikan dimensi pelibat wacana maka kita membaginya ke dalam empat dimensi yaitu status, kekuasaan, kontak, dan afeksi lalu bergerak untuk mengkaji ciri-ciri fungsi interpersonal yang direalisasikan melalui sistem dan representasi modus.


(51)

Dimensi kekuasaan direalisasikan terutama dalam hal pilihan linguistik pada stratum wacana dan tingkat klausa di dalam sistem leksikogramatika, untuk melihat sejajar atau tidak sejajarnya pelibat secara timbal balik (resiprokal atau tidak) dalam memilih sistem. Sedangkan dimensi kontak adalah frekuensi kita berhubungan dengan lawan bicara yang dapat diukur dengan tidak pernah, jarang, selalu, sering dan sistem ini direalisasikan terutamanya di dalam sistem leksikogramatika dalam hubungannya dengan leksis dan pada semua tata tingkat tata bahasa yaitu klausa, frasa, dan morfem. Sementara itu, dimensi afek merupakan perasaan atau emosi yang timbul terhadap orang lain dan dapat diukur dengan suka, benci, sayang, cinta, dan sistem ini direalisasikan pada tingkat klausa atau yang dibawahnya di dalam sistem leksikogramatika dan fonologi dalam variasin intonasi, ritme, kadar ujaran, dan dimensi status direalisasikan dalam penataan tingkat sosial bahasa pelibat, misalnya dilihat dari status sosial seperti kaya/miskin, profesi/pekerjaan, tingkat pendidikan, status keturunan, lokasi tempat tinggal, dan lain-lain.

Realisasi pelibat dalam sistem interpersonal dapat dilihat melalui penggunaan modalitas mungkin, barangkali, serta bentuk perintah seperti mohon kesediaan, dan lain sebagainya. Biasanya bila terjadi interaksi di antara pimpinan dengan bawahan, walaupun dalam suasana informal pun, seorang bawahan membiarkan atasan berinisiatif memilih topik pembicaraan. Faktor bahasa seperti ini dibahas juga dalam dimensi pelibat.

Di samping itu, untuk memahami pelibat wacana (tenor of discourse) ini akan jauh lebih mudah dipahami melalui teks yang bersifat interaktif (yang dilisankan)


(52)

seperti acara-acara talkshow, percakapan secara langsung, film baik di televisi, bioskop, dvd, dan sebagainya (Michal Boleslav, www.google.com). Dalam hal ini Michal Boleslav memiliki pendapat hampir sama dengan beberapa tokoh sebelumnya yaitu dalam mengkaji pelibat (tenor) ini melalui status (peranan) dan jarak sosial di antara para pelibat. Status (peranan) disini dapat kita lihat melalui istilah-istilah yang digunakan oleh si pembicara, siapa yang memulai pembicaraan, siapa yang berbicara dan lainnya. Sedangkan jarak sosial ditentukan melalui kata-kata atau ungkapan formal ataupun informal, slang dan lainnya yang digunakan oleh para pelibat. Status (peran) dan jarak sosial ini sangat jelas terlihat melalui tindak tutur (speech acts) yang diaplikasikan di dalam sebuah percakapan.

Tenor (pelibat wacana/partisipan) dalam suatu percakapan juga diwujudkan melalui penggunaan pronomina. Pronimna merupakan unsur penting dalam suatu wacana baik wacana lisan maupun tulisan. Hal ini disebabkan pertama-tama karena pronomina melibatkan partisipan, dan yang kedua karena pronomina mencakup makna nomina yang diwakilinya. Jadi, klasifikasi pronomina yang berbeda-beda pada berbagai bahasa terkadang menunjukkan seolah-olah ada bentuk yang tidak mempunyai padanan dalam bahasa lain, atau ada komponen makna yang hilang, sebenarnya tidak demikian karena pronomina dapat menggantikan nomina yang digantikannya dengan keseluruhan makna tercakup di dalamnya. Kemudian medan makna dan rujukan pronomina akan menambah keutuhan wacana. Oleh karena itu, penerjemahan tenor atau pelibat yang diwujudkan dalam pronomina perlu menarik


(53)

rentang partisipan untuk mengingatkan penerjemah agar diperoleh suatu wacana yang utuh (Larson, 1984: 424: 7).

Setiap kata memiliki komponen makna tertentu yang tersusun sedemikian rupa, yang berbeda dari satu bahasa dengan bahasa lainnya. Berdasarkan komponen makna yang dimiliki oleh pronomina, dan dengan menggunakana analisis komponen ditemukan bahwa ada kategori yang wajib dimiliki oleh pronomina dalam semua bahasa, yaitu kategori pronomina persona. Pronomina persona mengidentifikasikan adanya pembicara, orang yang diajak bicara, dan orang lain yang dibicarakan. Berdasarkan hal inilah ditentukan persona pertama, kedua dan ketiga, dan bahkan ada juga bahasa yang mengenal persona keempat. Selanjutnya, pronomina persona ini pada beberapa bahasa dibedakan berdasarkan beberapa kategori lain seperti jumlah, genus (gender), bernyawa atau tidak bernyawa, inklusif dan eksklusif dan juga masalah honorifik (Larson: 1984: 127). Jumlah adalah pembagian berdasarkan banyaknya orang yang ada dalam suatu pronomina yang terlibat dalam suatu percakapan. Pembagian ini berbeda-beda dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, misalnya membagi jumlah menjadi tunggal dan jamak. Genus merupakan pembagian berdasarkan fenomena nonlinguistik. Galingging (1999: 47) menyatakan bahwa dalam bahasa Inggris, genus dibagi berdasarkan jenis kelamin, tetapi dalam bahasa lain ada yang membedakan berdasarkan ukuran, bentuk, fungsi tekstur dan sebagainya.


(54)

Berdasarkan ketercakupan orang yang terlibat dalam suatu percakapan, pronomina dapat dibedakan menjadi inklusif dan eksklusif. Inklusif dan eksklusif dalam bahasa Inggris hanya terdapat pada persona ketiga. Larson dalam Galingging (1999: 47) juga berpendapat bahwa dalam bahasa lain seperti Guatemala, hal ini berlaku juga pada persona pertama tunggal. Kemudian pada pronomina ada bentuk honorifik, yaitu pembagian berdasarkan konteks situasi yang sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur luar bahasa, seperti unsur-unsur sosial dan kebudayaan suatu bahasa.

Kehadiran pronomina berdasarkan fungsi sintaksisnya dalam kalimat, antara lain, adalah sebagai subjek. Sifat utama pronomina adalah deiktis, yakni referen yang diacunya dapat berpindah-pindah tergantung pada siapa yang berbicara dan siapa lawan bicara pada suatu peristiwa pertuturan (Galingging, 1999: 48). Misalnya pronomina persona kedua you (Bahasa Inggris/Bing) pada dasarnya mengacu pada lawan bicara. Akan tetapi, bila yang selanjutnya berbicara adalag lawan bicara, maka

you tersebut merujuk pada pembicara pertama.

2.1.4 Pronomina Bahasa Inggris

Galingging (1999: 40-41) dalam tesisnya menegaskan bahwa

“Pronomina dalam Bahasa Inggris mempunyai penanda morfologis pada

beberapa unsurnya. Pronomina dalam bahasa ini mengenal ciri kasus, genus (gender), jumlah dan persona. Kasus dibedakan antara kasus subjektif, kasus objektif, dan kasus genitif. Genus dibedakan antara maskulin dan feminin, jumlah dibedakan antara tunggal dan jamak, dan persona dibedakan antara persona pertama, kedua, dan ketiga”.


(55)

Kemudian, Quirk membagi pronomina menjadi pronomina utama, pronomina relatif, pronomina interogatif, pronomina demonstratif, dan pronomina tak definit. Pronomina utama terbagi menjadi pronomina persona, seperti: I, me, they, him ; pronomina refleksif seperti myself, themselves ; pronomina posesif seperti my/mine, their/theirs ; pronomina takdefinit dibagi menjadi pronomina takdefinit positif yaitu pronomina takdefinit positif universal, seperti both, each ; pronomina tak definit positif asertif sepert some, several ; pronomina takdefinit positif nonasertif seperti

any, either ; dan pronomina takdefinit negatif seperti nobody, neither (Quirk dkk, 1985: 109).

Dari keseluruhan bagian tersebut, jenis pronomina yang berkaitan dengan topik dalam penelitian ini adalah pronomina persona yang merupakan bagian dari pronomina utama. Hal ini disebabkan karena kategori persona penting dalam suatu wacana karena pronomina persona ini menyangkut partisipan yang terlibat dalam suatu tindak komunikasi.

Berikut ini merupakan deskripsi pronomina dalam bahasa Inggris yang dikutip dari sumber internet ( http:// belajarbahasainggrisgratis.blogspot.com/ ):

TABEL 1. PRONOMINA BAHASA INGGRIS

SUBJECT OBJECT POSSESSIVE

ADJECTIVE

POSSESSIVE PRONOUN


(56)

YOU YOU YOUR YOURS

THEY THEM THEIR THEIRS

WE US OUR OURS

HE HIM HIS HIS

SHE HER HER HERS

IT IT ITS

Keterangan:

I Orang Pertama Tunggal (Aku)

You Orang Kedua Tunggal (Engkau, Kau) He Orang Ketiga Tunggal (Dia untuk laki-laki) She Orang Ketiga Tunggal (Dia untuk wanita) It Orang Ketiga Tunggal (Dia untuk benda dan

binatang)

We Orang Pertama Jamak (Kami/kita) You Orang Kedua Jamak (Kalian)

They Orang Ketiga Jamak (Mereka, untuk orang, benda dan binatang)

2.1.4.1 Pronomina Persona

Pada dasarnya pronomina persona membedakan pembicara/penulis dengan lawan bicaranya atau pembaca, dan orang yang dibicarakan (Larson, 1984: 127).


(57)

Pembicara/penulis dikelompokkan sebagai persona pertama, yakni I, we, us, me. Kepada siapa persona pertama ini berbicara dikelompokkan sebagai persona kedua, yaitu you. Orang lain yang dibicarakan, atau yang bukan merupakan pembicara/penulis dan lawan bicara/pembaca disebut sebagai persona ketiga, yakni

he, she, they, them. Di antara semua persona di atas, persona pertama jamak mempunyai ciri khusus yaitu inklusif dan eksklusif (Galingging, 1999: 55). Secara leksikal kedua bentuk ini tidak berbeda, tetapi berdasarkan makna yang ada pada konteks pemakaiannya, pronomina ini dapat dibedakan berdasarkan inklusif dan eksklusif, seperti:

If we play hardball with them we’ll get to come round before that. We’re going to have some very quiet meetings with them....

Pada kalimat pertama, pembicara dan kelompoknya, serta lawan bicara dan kelompoknya tercakup pada pronomina we, sedangkan pada kalimat kedua, lawan bicara tidak ikut di dalamnya.

Suatu kata pada umumnya selalu memiliki lebih dari satu makna, yaitu makna primer dan makna sekunder. Dalam hal pronomina persona, yang dimaksud dengan makna primer adalah makna yang dengan mudah dapat kita sebutkan apabila pronomina tersebut berdiri sendiri, misalnya you berarti engkau atau kamu yang merupakan persona kedua yang menunjuk pada lawan bicara, dan they berarti

mereka yang merujuk pada persona ketiga jamak. Makna sekunder pronomina belum tentu demikian. You sebagai pronomina kedua pada suatu konteks tertentu bisa


(58)

bermakna sebagai persona pertama jamak, yakni kita. Jadi dalam hal ini, tidak hanya merujuk pada lawan bicara, tetapi meliputi pembicara serta orang yang diajak bicara.

Makna sekunder adalah makna suatu unsur yang tergantung pada konteksnya (Larson, 1984: 100). Misalnya, seseorang tidak dapat dengan mudah mengatakan bahwa we adalah pronomina yang merujuk pada persona pertama jamak, atau pembicara/penulis yang berjumlah jamak, atau you persona kedua mengacu pada lawan bicara. Pada pemkaiannya, pronomina tunggal dapat digunakan dengan makna jamak dan bentuk jamak digunakan dengan makna tunggal. Selain itu, “pronomina tunggal maupun jamak dalam bahasa Inggris dapat digunakan dengan makna generik, yaitu yang melibatkan orang secara umum. Hal ini sepenuhnya tergantung pada konteks pemakaian pronomina seperti konteks linguistik ataupun konteks luar bahasa” (Galingging, 1999: 51).

Pronomina persona dalam bahasa Inggris memiliki fungsi yakni merujuk, mengacu, menyapa, dan deiksis. Dalam hal merujuk hanya terdapat pada persona ketiga, fungsi mengacu terdapat pada persona kedua, dan fungsi deiksis terdapat pada persona kedua juga (Alwi dkk, 1998: 220). Fungsi merujuk dimiliki oleh pronomina persona pada umumnya, yaitu apabila pronomina menunjuk pada sesuatu biak pada konteks linguistik, atau konteks luar bahasa. Kemudian pronomina digunakan juga untuk mengacu. Istilah ini digunakan pada konteks semantik, yaitu adanya pembicara/penulis, pendengar/pembicara dan orang lain yaitu orang yang dibicarakan, atau dengan kata lain tergantung pada siapa pembicara, dalam hubungan


(1)

[Sementara itu, Alice terus mencoba melawan Jabberwocky. Pedang Vorpal yang dipakai Alice terjatuh. Saat Jabberwocky ingin mengambil pedang itu, Hatter menghalanginya]

Iracebeth : The Hatter‟s interfering! Off with his head!

(Hatter mengganggu! Penggal kepalanya!)

[Prajurit Ratu Merah dan Putih saling berperang; sementara itu Alice masih berjuang membunuh Jabberwocky]

Alice : Off with your head!

( [memenggal kepala Jabberwocky dengan pedang Vorpal] Kupenggal kepalamu!)

Iracebeth : Kill her! (Bunuh dia!)

Pengikut : We follow you no more, Bloody Big Head. Ratu Merah (Kami takkan mengikutimu lagi, Kepala Besar). Iracebeth : How dare you! Off with his head!

(Beraninya kau! Penggal kepalanya!)

[ Tak ada seorang pun pengikut Ratu Merah yang memenuhi perintahnya lagi, dan seketika mahkota pun berpindah ke kepala Ratu Putih ]

Mirana : Iracebeth of Crims, your crimes against Underland are worthy of death.

However, that is against my vows. Therefore, you‟re banished to the

Outlands. No one is to show you any kindness, or ever speak a word to you. You will not have a friend in the world.

(Iracebeth dari Crims, kejahatanmu di Negeri Bawah setara hukuman mati. Namun, itu tak sesuai dengan ikrarku. Maka kau dibuang hingga Negeri Luar. Tak ada yang boleh berbaik hati kepadamu, atau bicara kepadamu. Kau takkan punya teman di dunia).


(2)

Stayne : Majesty, I hope you bear me no ill will. (Yang Mulia, semoga aku tak dihukum).

Mirana : Only this one, Ilosovic Stayne. You are join Iracebeth in banishment from this day until the end of Underland.

(Hanya yang satu ini, Ilosovic Stayne, kau akan menemani Iracebeth dalam pembuangan sejak hari ini hingga Negeri Bawah kiamat). Iracebeth : At least we have each other.

(Setidaknya kita saling memiliki). Stayne : [ Mencoba menusuk Ratu Merah ] Hatter : [ Menghalangi Stayne ]

Stayne : Majesty, please! Kill me! Please!

(Yang Mulia, kumohon! Bunuh aku! Kumohon!) Mirana : But I do not owe you a kindness.

(Tapi aku tak boleh berbaik hati kepadamu). Stayne : Take off my head!

(Penggal kepalaku!) Iracebeth : He tried to kill me.

(Dia mencoba membunuhku). Stayne : Majesty! Please! Please! (Yang Mulia! Kumohon!) Iracebeth : He tried to kill me.

(Dia mencoba membunuhku). Stayne : I offer you my head!

(Aku menawari kepalaku!) Iracebeth : He tried to kill me!


(3)

Hatter : The Frabjous Day! Callou! Callay!

(Hari Frabjous! Gembira! Ceria! [menari Futterwacken] ). Alice : What is he doing?

(Sedang apa dia?) Cheshire : Futterwacken. (Futterwacken).

Adegan – 14

Konteks Situasi : Pertempuran berakhir dengan kemenangan Alice melawan dan membunuh Jabberwocky. Kekuasaan beralih kembali ke tangan Mirana (Ratu Putih). Sang Ratu pun sangat berterima kasih kepada Alice dan membantunya agar ia dapat kembali ke dunianya.

Mirana : Blood of the Jabberwocky. You have our everlasting gratitude. And

for your efforts on our behalf…..

(Darah Jabberwocky. Kami sangat berterima kasih. Dan untuk

upayamu membela kami…).

Alice : Will this make me home?

(Apakah ini akan membawaku pulang?) Mirana : If that is what you choose.

(Jika itu pilihanmu). Hatter : You could stay.

(Kau bisa tetap di sini).

Alice : What an idea. A crazy, mad, wonderful idea. But I can‟t. There are questions I have to answer, things I have to do. Be back again before you know it.

(Ide yang bagus. Ide gila yang hebat. Tapi aku tak bisa tinggal. Ada pertanyaan yang harus kujawab, hal yang harus kulakukan. Aku akan kembali segera).


(4)

(Kau takkan ingat kepadaku).

Alice : Of course I will. How could I forget? Hatter, why is a raven like a writing desk?

(Tentu aku akan ingat. Bagaimana aku bisa lupa? Hatter, kenapa gagak seperti meja tulis?)

[Kemudian semua penghuni Underland menghilang setelah Alice meminum darah Jabberwocky yang diberikan oleh Ratu Putih]

Adegan-15

Konteks Situasi : Kembali ke taman Gazebo, tempat awal dimana Alice meninggalkan Hamish, keluarganya, dan seluruh undangan. Ia kembali ke taman tersebut dan di sini mereka tampak sedang menanti-nantikan kedatangan Alice.

Hamish : She left me standing there without an answer. (Dia meninggalkan aku di sana tanpa jawaban). Faith Chattaway : A case of nerves, no doubt.

(Pasti karena gugup). Hamish : Alice.

(Alice).

Kolega-1 : Good Lord, are you all right? (Astaga, kau taka pa-apa?) Hellen : What happened to you? (Ada apa denganmu?)

Alice : I fell down a hole and hit my head. I‟m sorry Hamish. I can‟t marry you. You‟re not the right man for me. And there‟s that trouble with your digestion. I love you Margaret, but this is my

life. I‟ll decide what to do with it. You‟re lucky to have my sister, for your wife, Lowell, and you be good to her. I‟ll be watching


(5)

very closely. There is no prince, Aunt Imogene. You need to talk to someone about these delusions. I happen to love rabbits,

especially white ones. Don‟t worry, Mother, I‟ll find something

useful to do with my life. You two remind me of some funny boys I met in a dream.

(Aku jatuh ke lubang, kepalaku terantuk. [Berbicara kepada Hamish] Maaf Hamish. Tak bisa menikahimu. Kau bukan pria tepat bagiku. Dan kau punya masalah pencernaan. [Lalu berbicara kepada Margaret] Aku saying kau Margaret, tapi ini hidupku. Aku yang memutuskan. [Berbicara kepada Lowell, suami Margaret] Kau beruntung memiliki kakakku sebagai istrimu, Lowell, dan bersikaplah baik kepadanya. Aku akan sangat mengawasimu. [Mendekati bibi Imogene dan berbicara padanya] Tidak ada pangeran, Bibi Imogene. Kau harus bicara dengan seseorang tentang khayalan ini. [Berbicara kepada semua orang] Aku menyukai kelinci, khususnya yang putih. [Berbicara kepada Hellen, ibunya] Jangan cemas, ibu, aku akan memiliki hal yang berguna dalam hidupku. [Memandang Faith dan Fiona Chattaway] Kalian berdua membuatku ingat kepada dua anak yang kutemui di impianku.

Kolega-1 : You‟ve left me out. (Kau melewatkan aku).

Alice : No, I haven‟t, Sir. You and I have business to discuss. (Tidak, Pak. Kita berdua harus membahas bisnis). Kolega-1 : Shall we speak in the study?

(Bisakah kita bicara di ruang kerja?) Alice : And one more thing.

(Dan satu lagi. [Alice menari Futterwacken]).

[Kemudian di dalam ruang kerja kolega-1 (Ayah Hamish), Alice dan ayah Hamish sedang berbincang-bincang mengenai bisnis ayahnya]


(6)

Alice : My father told me to expand his trade route to Sumatra and

Borneo but I don‟t think he was looking far enough. Why not go all the way to China? It‟s vast, the culture is rich, and we

have a foothold in Hong Kong. To be the first to trade with China, can you imagine it?

(Kata ayahku, dia mau memperluas rute dagang ke Sumatra dan Kalimantan, tapi kurasa dia tak melihat cukup jauh. Kenapa tak memperluas hingga ke Cina? Cina luas, budayanya kaya, dan kita punya markas di Hong Kong. Menjadi yang pertama berdagang dengan Cina, kau bisa bayangkan?)

Kolega-1 : You know, if anybody else had said that to me, I‟d say, “You‟ve

lost your senses”. But I‟ve seen that look before. Well, as you‟re

not going to be my daughter-in-law, perhaps you‟d consider becoming an apprentice with the company.

(Jika oranglain mengatakan itu kepadaku, kataku, “Kau sudah

kehilangan akal”. Tapi aku sudah pernah melihat pandangan itu.

Karena kau takkan jadi menantuku, mungkin kau mau menjadi pegawai magang di perusahaan).

[Setelah itu Alice berangkan seorang diri, meneruskan rencana bisnis ayahnya. Di atas sebuah kapal yang akan membawanya berlayar, ia melambaikan tangannya kepada keluarga yang mengantarkannya]

Alice : Hello, Absolem.

[Melihat seekor kupu-kupu di pundaknya] (Halo, Aboslem).