Nglarung Ruwatan Nyadran Macam-macam Tradisi Jawa

Jawa merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestraikannya suatu tradisi, maka generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur Sunjata, 2013:73. Pendapat lain juga diungkapkan oleh Soepanto 1992:5 dalam Sunjata 2013:76, bahwa tradisi Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa khususnya, dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tradisi atau upacara adat Jawa merupakan sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan sarana permohonan keselamatan, kesejahteraan dan hasil yang lebih baik untuk masa yang akan datang. Budaya Jawa memiliki berbagai macam tradisi atau upacara adat. Peneliti menemukan beberapa macam tradisi yang ada di Jawa yaitu diantaranya nglarung, nyadran, ruwatan, mitoni, dan wiwit methik.

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa

Berikut ini ada lima macam tradisi Jawa yang diambil oleh peneliti.

1. Nglarung

“Nglarung” berasal dari kata “larung” yaitu membuang sesuatu ke dalam air sungai atau laut. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi “nglarung” adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di satu tempat Suyami, 2008:101. Tradisi “nglarung” merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura Sunjata, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2013:75. Tujuan pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, disamping bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul Sunjata, 2013:117.

2. Ruwatan

Herawati 2010:4 berpendapat bahwa istilah ruwatan dalam cerita Jawa, menurut Mpu Darmaja dalam Sumardahana, berasal dari kata ruwat, ruwuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan dan lain-lain dan terbatas dari hal-hal yang tidak baik membebaskan. Objek yang diruwat atau dibebaskan, menurut kitab Kuncaranama dan apa yang disebut dalam Kadhang Ringgit Purwa adalah papa kesengsaraan, mala noda, rimang kesedihan atau kesusahan, kalengka kejahatan, wirangrewang kebingungan atau kekusutan.

3. Nyadran

Upacara tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah menjelang bulan puasa Herawati, 2010: 25. Tradisi ini dilakukan pada tanggal 15 Ruwah pembukaan nyadran, 17 Ruwah Sadranan Pitulasan, 21 Ruwah Sadranan Slikuran, 23 Ruwah Sadranan Telulikuran, dan 25 Ruwah Sadranan PenutupSadranan Slawean. Tujuannya adalah mengingatkan pada kematian, hidup hanya mampir minum, dan kuburan adalah rumah masa depan kita yang sesungguhnya nilai berempati dan nilai ketuhanan, menggambarkan betapa penting kita belajar untuk akrab dengan kematian nilai reflektif dan juga bisa menyehatkan jiwa dan kesadaran kita nilai kesehatan karena adanya kekuatan psikologis untuk meneguhkan kembali jati diri dan identitas kita sebagai manusia nilai kemanusiaan Prasetyo, 2010: 6.

4. Mitoni Tujuh Bulanan