Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

(1)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN Siti Mabruroh Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan terkait dengan tradisi nglarung. Potensi dalam tradisi nglarung yaitu terdapat nilai-nilai yang berkaitan dengan karakter kebangsaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada sembilan anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data anak-anak tidak memahami tentang nilai-nilai dalam tradisi nglarung. Peneliti juga mendapatkan data dari hasil analisis kebutuhan kepada 15 anak bahwa 60% anak tidak mengetahui arti tradisi nglarung, 54% anak tidak mengetahui nilai gotong royong dalam tradisi nglarung, dan 66% anak memerlukan buku cerita tradisi nglarung. Oleh karena itu, peneliti terdorong melakukan penelitian untuk mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Tujuannya untuk menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas dari prototipe tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) yang menggunakan enam prosedur menurut Sugiyono, yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba produk. Prototipe yang dihasilkan berbentuk buku cerita dengan judul “Cerita Tradisi Nglarung”. Prototipe divalidasi seorang ahli bahasa dan sastra dengan nilai 4 (baik) sehingga layak diujicobakan.

Uji coba terbatas dilakukan di Klaten yang diikuti oleh 10 anak. Dari hasil uji coba, peneliti mendapat data 100% anak mengerti tujuan nglarung yaitu ucapan syukur nelayan, 100% anak memahami bahwa bergotong royong membersihkan pantai memiliki nilai kerjasama, dan 100% anak mengerti bahwa berdoa bersama merupakan nilai ketuhanan. Dengan demikian, prototipe buku cerita anak dapat memfasilitasi anak untuk memahami tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.


(2)

ABSTRACT

DEVELOPING STORY BOOK PROTOTYPE OF NGLARUNG IN THE CONTEXT OF NATIONAL CHARACTER BUILDING

Siti Mabruroh Sanata Dharma University

2016

This research and development investigated the tradition of Nglarung. The potential in a nglarung tradition. There are values related to nationality character education this my research get a problem in interview to nine children 9-10 years old. In this research to get the data the children do not understand about the values in the tradition nglarung. Researchers get the data from the analysis from 15 children that with result 60% children didn’t understand this values of tradition nglarung, 54% of children do not know cooperation in the tradisi nglarung. and 66 % children need to storybook of tradition nglarung. Researchers are want to develop prototype of a children's book about the tradition nglarung in the context of national character education. Intentded of explaining the process of development and describ the quality of the prototype.

This research was a research and development (R&D) it adopted six steps procedure from sugiyono: (1) potential and problems, (2) data accumulation, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision and (6) product trials. The prototypes was in the form of story book with the title of tradisi nglarung (The Nglarung tradition).The prototype is validated by score 4 (good ) and it is suitable to be tested..

The researcher conducted a limited test in Klaten and followed by 10 children. From test result researcher get the data that hundred percent of the children understood the meaning of nglarung tradition way of expresing thanksgiving from fishermen. That hundred percent children know this cooperation cleaning the beach has a good value, and hundred percent children knows pray together is the values of divinity. The prototype storybook can be a

facility for children’s understanding about nglarung tradition which has some

values in national characters building.


(3)

TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Siti Mabruroh NIM : 121134227

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Siti Mabruroh NIM : 12113227

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

i

TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Siti Mabruroh NIM : 121134227

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(6)

(7)

(8)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1.

Puji syukur kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan hidayahnya yang

telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran untuk ku dalam

mengerjakan skripsi ini.

2.

Orang tuaku, Bapak Suwardi dan Ibu Sumiyatun yang selalu memberikan

doa dan motivasi.

3.

Kedua kakakku Wachid Zam Roni dan Saifudin Zuhri yang selalu

memberikan semangat.

4.

Teman-teman penelitian fokus studi grup Jawa yang saling memberikan

semangat dan motivasi.

5.

Teman-teman seperjuangan di PGSD angkatan 2012.


(9)

v

Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah

(Lessing)

Ilmu itu diperoleh dari lidah yang gemar bertanya serta akal yang suka

berpikir

(Abdullah bin Abbas)

Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan;

dan saya percaya pada diri saya sendiri


(10)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 April 2016 Peneliti


(11)

vii

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Siti Mabruroh

Nomor Mahasiswa : 121134227

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 29 April 2016 Yang menyatakan


(12)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN Siti Mabruroh Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan terkait dengan tradisi nglarung. Potensi dalam tradisi nglarung yaitu terdapat nilai-nilai yang berkaitan dengan karakter kebangsaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada sembilan anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data anak-anak tidak memahami tentang nilai-nilai dalam tradisi nglarung. Peneliti juga mendapatkan data dari hasil analisis kebutuhan kepada 15 anak bahwa 60% anak tidak mengetahui arti tradisi nglarung, 54% anak tidak mengetahui nilai gotong royong dalam tradisi nglarung, dan 66% anak memerlukan buku cerita tradisi nglarung. Oleh karena itu, peneliti terdorong melakukan penelitian untuk mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Tujuannya untuk menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas dari prototipe tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) yang menggunakan enam prosedur menurut Sugiyono, yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba produk. Prototipe yang dihasilkan berbentuk buku cerita dengan judul

“Cerita Tradisi Nglarung”. Prototipe divalidasi seorang ahli bahasa dan sastra dengan nilai 4 (baik) sehingga layak diujicobakan.

Uji coba terbatas dilakukan di Klaten yang diikuti oleh 10 anak. Dari hasil uji coba, peneliti mendapat data 100% anak mengerti tujuan nglarung yaitu ucapan syukur nelayan, 100% anak memahami bahwa bergotong royong membersihkan pantai memiliki nilai kerjasama, dan 100% anak mengerti bahwa berdoa bersama merupakan nilai ketuhanan. Dengan demikian, prototipe buku cerita anak dapat memfasilitasi anak untuk memahami tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.


(13)

ix

DEVELOPING STORY BOOK PROTOTYPE OF NGLARUNG IN THE CONTEXT OF NATIONAL CHARACTER BUILDING

Siti Mabruroh Sanata Dharma University

2016

This research and development investigated the tradition of Nglarung. The potential in a nglarung tradition. There are values related to nationality character education this my research get a problem in interview to nine children 9-10 years old. In this research to get the data the children do not understand about the values in the tradition nglarung. Researchers get the data from the analysis from 15

children that with result 60% children didn‟t understand this values of tradition

nglarung, 54% of children do not know cooperation in the tradisi nglarung. and 66 % children need to storybook of tradition nglarung. Researchers are want to develop prototype of a children's book about the tradition nglarung in the context of national character education. Intentded of explaining the process of development and describ the quality of the prototype.

This research was a research and development (R&D) it adopted six steps procedure from sugiyono: (1) potential and problems, (2) data accumulation, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision and (6) product trials. The prototypes was in the form of story book with the title of tradisi nglarung (The Nglarung tradition).The prototype is validated by score 4 (good ) and it is suitable to be tested..

The researcher conducted a limited test in Klaten and followed by 10 children. From test result researcher get the data that hundred percent of the children understood the meaning of nglarung tradition way of expresing thanksgiving from fishermen. That hundred percent children know this cooperation cleaning the beach has a good value, and hundred percent children knows pray together is the values of divinity. The prototype storybook can be a

facility for children‟s understanding about nglarung tradition which has some

values in national characters building.


(14)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan, rahmat, dan hidayahNya, sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kritik, saran, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

4. Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, semangat, waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skrispi.

5. Seluruh dosen dan staf karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.


(15)

xi

serta memberikan kritik dan saran pada penelitian ini.

7. Anak-anak di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah yang meluangkan waktu bersama peneliti saat mengikuti uji coba prototipe. 8. Orang tua tercinta Bapak Suwardi dan Ibu Sumiyatun yang selalu memberi

motivasi, dan perhatian.

9. Kedua kakak Wachid Zam Roni dan Saifudin Zuhri yang selalu memberikan semangat.

10. Veronica Renny Puspa Sari, Ambarwaty Subagyo, Angela Ayu Anggraini, Marcellina Laras Restudiati, Maria Nike Prasetyo W.S, dan teman-teman penelitian fokus studi grup Jawa lainnya (Dany, Andro, Hayu, Tyas, Vinta, Dian, Wahyu), yang sama-sama berjuang serta saling memberikan semangat dan masukan.

11. Lulu Ramadhani yang membantu peneliti dalam desain grafis pembuatan prototipe buku cerita anak.

12. Almamater peneliti: Universitas Sanata Dharma

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PENYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional ... 5

1.6 Spesifikasi Prototipe ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Landasan Teoritis ... 7

2.1.1 Tradisi Jawa ... 7

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa... 7

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa... 8

2.1.1.3 Tradisi Nglarung ... 11

2.1.1.3.1 Tata Cara Tradisi Nglarung ... 12

2.1.1.3.2 Nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi Nglarung ... 15

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 16

2.1.2.1 Arti Karakter ... 16


(17)

xiii

2.1.3 Buku Cerita Anak ... 19

2.1.3.1 Pengertian Buku Cerita Anak... 19

2.1.3.2 Tujuan Buku Cerita Anak ... 19

2.1.3.3 Macam-macam Bentuk Buku Cerita Anak ... 20

2.1.4 Media Buku Cerita Bergambar... 21

2.1.4.1 Pengertian Media ... 21

2.1.4.2 Media Gambar ... 21

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun ... 22

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun ... 22

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun ... 23

2.2 Penelitian yang Relevan ... 25

2.3 Kerangka Berpikir ... 28

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Setting Penelitian ... 30

3.1.1 Tempat Penelitian ... 30

3.1.2 Subjek Penelitian ... 31

3.1.3 Objek Penelitian ... 31

3.1.4 Waktu Penelitian ... 31

3.3 Prosedur Pengembangan ... 31

3.1.1 Potensi dan Masalah ... 36

3.1.2 Pengumpulan Data ... 36

3.1.3 Desain Prototipe ... 37

3.1.4 Validasi Prototipe ... 37

3.1.5 Revisi Prototipe ... 37

3.1.6 Uji Coba Prototipe ... 38

3.4 Instrumen Penelitian ... 38

3.1.7 Instrumen Pra-Penelitian ... 38

3.1.8 Instrumen Validasi Prototipe ... 40

3.1.9 Instrumen Uji Coba Prototipe ... 41

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.6 Teknik Analisis Data ... 44

3.6.1 Data Kualitatif ... 44

3.6.2 Data Kuantitatif ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Hasil Penelitian ... 46

4.1.1 Langkah-langkah Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Tradisi Nglarung ... 46

1. Potensi dan Masalah ... 46

2. Pengumpulan Data ... 47

3. Desain Prototipe ... 49

4. Validasi Prototipe ... 53


(18)

6. Uji Coba Prototipe ... 55

a. Uji Coba Prototipe di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten ... 55

4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Tradisi Nglarung ... 57

4.2 Pembahasan ... 58

4.3 Kelebihan dan Kelemahan Prototipe ... 61

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 62

5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Keterbatasan ... 62

5.3 Saran ... 63

DAFTAR REFERENSI ... 64

LAMPIRAN ... 66


(19)

xv

Bagan 2.2.1. Penelitian yang Relevan ... 29 Bagan 3.3.1. Langkah-langkah Research and Development menurut Sugiyono

(2012) ... ... 33 Bagan 3.3.2. Prosedur Pengembangan Buku Cerita Anak tentang Tradisi


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Pra Penelitian Untuk Anak ... 39

Tabel 2. Instrumen Pra Penelitian Untuk Anak ... 40

Tabel 3. Instrumen Validasi Prototipe ... ... 41

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe ... 42

Tabel 5. Instrumen Uji Coba Prototipe ... 42

Tabel 6. Tabel Klasifikasi Skor Skala Empat ... 45

Tabel 7. Hasil Rekapitulasi Data Kuesioner Pra Penelitian Untuk Anak ... 48

Tabel 8. Hasil Validasi Prototipe ... 53


(21)

xvii

Gambar 1. Sketsa Awal ... 49 Gambar 2. Urutan Isi Prototipe Buku Cerita ... 51 Gambar 3. Perubahan Cover sebelum dan sesudah direvisi ... 54 Gambar 4. Kegiatan Uji Coba prototipe di Dusun Kauman, Ngrundul,

Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah ... 56 Gambar 5. Hasil Refleksi Anak terhadap Pemahaman Tradisi Nglarung .. 60


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Surat Ijin Analisis Kebutuhan SD Kanisius Gowongan ... 1 Lampiran 1.2 Surat Ijin Uji Coba Prototipe di Dusun Kauman ... 2 Lampiran 2.1 Hasil Analisis Data Kuesioner Pra Penelitian Untuk Anak .. 3 Lampiran 2.2 Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe ... 4 Lampiran 3. Hasil Refleksi Anak ... 5 Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan Uji Coba Prototipe ... 25


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab I ini, peneliti akan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi prototipe yang dihasilkan, dan definisi operasional.

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia kaya akan kebudayaan, dimana warganya mempelajari kebudayaan yang mengandung nilai-nilai kehidupan. Salah satu kebudayaan di Indonesia, khususnya di Jawa yaitu upacara tradisional. Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan (Purwadi, 2005:1). Pendapat lain diungkapkan oleh Soepanto (dalam Sunjata 2013:76), bahwa upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama.

Dalam penyelenggaraan upacara adat terdapat nilai-nilai budaya yang bermanfaat bagi masyarakat. Nilai-nilai tersebut secara tidak langsung bermanfaat dalam turut menentukan pola pikir kehidupan bagi masyarakat. Suatu nilai budaya apabila sudah membudaya, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku (Sunjata, 2013:17). Jadi, nilai budaya dalam upacara adat atau tradisi sebagai salah satu pendorong bagi masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Sama halnya upacara adat atau tradisi nglarung yang masih diselenggarakan sampai saat ini. Masyarakat mempercayai bahwa upacara adat tersebut mempunyai peranan dalam hidupnya.


(24)

Nglarung berasal dari kata “larung” yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi nglarung adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di satu tempat (Suyami, 2008:101). Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura bulan pertama pada kalender Jawa (Sunjata, 2013:75). Namun, belum semua masyarakat Jawa memahami tradisi nglarung.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan tim peneliti kepada sembilan anak usia 9-10 tahun di daerah Prambanan, Purworejo, dan Pekalongan, peneliti mendapat informasi bahwa mereka tidak memahami tradisi nglarung. Ketiga daerah tersebut (pedesaan dan pesisir pantai) peneliti pilih untuk mencari data awal terhadap pemahaman anak tentang tradisi nglarung. Memprihatinkan bila anak-anak sekarang tidak mengetahui tradisi nglarung yang berasal dari daerah Jawa berkaitan dengan beberapa nilai-nilai dalam pendidikan karakter kebangsaan.

Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung antara lain: nilai ketuhanan/ketaqwaan (bertaqwa) dilihat dari tujuan tradisi nglarung yaitu mengucap syukur kepada Tuhan, selain itu nelayan bersama-sama mendoakan sesaji sebelum dilarung yang dipimpin oleh pemimpin. Nilai etos kerja dalam pelaksanaan tradisi nglarung yaitu nelayan berkreasi membuat tempat sesaji, menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi atau harus baru, menghias perahu semenarik mungkin kemudian merefleksikan diri


(25)

untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi. Mencintai kebersihan, diwujudkan ketika nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan. Nilai gotong royong dan kebersamaannya tercermin ketika masyarakat nelayan memasang tenda di tepi pantai, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah laut.

Pada bulan November 2015, peneliti melakukan penyebaran kuesioner kepada 15 anak kelas 4 di SD Kanisius Gowongan. Dari kuesioner tersebut didapat data bahwa: (1) 60% anak tidak mengetahui tradisi nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/sesaji ke dalam air (sungai atau laut). (2) 54% anak tidak mengetahui bahwa setelah membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai, kemudian (3) 66% anak menjawab perlunya buku yang berisi penjelasan tentang tradisi nglarung.

Berdasarkan masalah tersebut, peneliti membantu memenuhi kebutuhan no 3 dengan melakukan penelitian pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung. Buku cerita berisi 11 gambar yang meliputi 5 gambar pengantar dan 6 gambar yang merupakan kegiatan dalam tradisi nglarung. Kegiatan pertama yang dalam tradisi nglarung para nelayan bekerja sama menghias perahu yang akan digunakan untuk melarung. Kegiatan kedua adalah para nelayan bergotong royong membersihkan lingkungan pantai sebelum melakuakan upacara nglarung. Kegiatan ketiga adalah menjelang pelaksanaan tradisi nglarung para nelayan bersama-sama membuat sesaji yang akan diletakkan di dalam perahu yang digunakan untuk melarung. Selanjutnya adalah kegiatan keempat yaitu sebelum


(26)

sesaji dilarung, para nelayan berdoa bersama untuk memohon keselamatan. Kegiata kelima adalah para nelayan bersama-sama mendorong perahu ke laut untuk melarung sesaji, dan para masyarakat berebut sesaji untuk mendapatkan berkah dari makanan tersebut. Terakhir yaitu kegiatan keenam yaitu sesaji yang didapat nelayan dengan cara berebut dibawa pulang.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti sebagai calon guru SD mengembangkan buku cerita untuk membantu pemahaman anak tentang tradisi nglarung. Maka penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Tradisi Nglarung dalam konteks Pendidikan Karakter

Kebangsaan”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan? 1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung

dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan? 1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian pengembangan buku cerita anak tentang tradisi nglarung adalah sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.


(27)

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat melatih peneliti untuk mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4.2 Bagi Anak

Prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dapat membantu anak untuk memahami tradisi nglarung.

1.4.3 Bagi Masyarakat Jawa

Penelitian ini mengajak masyarakat Jawa untuk melestarikan, dan memiliki kebiasaan mengucap syukur kepada Tuhan atas rejeki dan keselamatan yang diberikan, mencintai kebersamaan, kebersihan, gotong royong, dan kegigihan (best practice).

1.5 DEFINISI OPERASIONAL 1.5.1 Prototipe

Prototipe merupakan model atau bentuk mula-mula (model asli) yang menjadi contoh kemudian dikembangkan.

1.5.2 Buku Cerita Anak

Buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan sehari-hari.


(28)

1.5.3 Tradisi Nglarung

Tradisi “Nglarung” merupakan salah satu kegiatan budaya yang dilakukan

satu tahun sekali pada bulan Sura oleh masyarakat nelayan yang bertujuan untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas keselamatan dan penghasilan yang berlimpah. Rasa terimakasih tersebut diwujudkan dalam bentuk sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kidul.

1.5.4 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa.

1.6 SPESIFIKASI PROTOTIPE

Spesifikasi prototipe yang dihasilkan antara lain:

a. Prototipe berupa buku cerita anak yang berjudul “Cerita Tradisi

Nglarung”.

b. Prototipe terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, sebelas gambar tentang rangkaian tradisi nglarung, daftar pustaka, dan biografi penulis. c. Kata pengantar berisi tentang tradisi nglarung agar dapat membantu anak

mengerti isi keseluruhan buku.

d. Prototipe buku berisi sebelas gambar kegiatan tradisi yang peneliti pilih yang dapat membantu anak untuk memahami tradisi nglarung.


(29)

7 BAB II KAJIAN TEORI

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai landasan teoritis, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

2.1 LANDASAN TEORITIS

Landasan teoritis merupakan sebuah acuan yang peneliti gunakan untuk mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung. Landasan teoritis berisi teori-teori, definisi dan hasil analisa pakar yang telah ahli dibidangnya. Hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.1.1 Tradisi atau Upacara Adat Jawa

Berikut akan dijelaskan kajian teori mengenai tradisi atau upacara adat Jawa, macam-macam tradisi Jawa, dan tradisi nglarung.

2.1.1.1Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa

Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya. Ada cara-cara atau mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan. Mematuhi norma-norma serta menjunjung nilai-nilai itu penting bagi warga masyarakat demi kelestarian hidup. Salah satu cara mempelajari kebudayaan yaitu dengan menghidupi tradisi atau upacara adat Jawa yang ada.

Tradisi atau upacara adat Jawa merupakan salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, karena upacara adat


(30)

Jawa merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestraikannya suatu tradisi, maka generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur (Sunjata, 2013:73). Pendapat lain juga diungkapkan oleh Soepanto (1992:5) dalam Sunjata (2013:76), bahwa tradisi Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa khususnya, dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tradisi atau upacara adat Jawa merupakan sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan sarana permohonan keselamatan, kesejahteraan dan hasil yang lebih baik untuk masa yang akan datang.

Budaya Jawa memiliki berbagai macam tradisi atau upacara adat. Peneliti menemukan beberapa macam tradisi yang ada di Jawa yaitu diantaranya nglarung, nyadran, ruwatan, mitoni, dan wiwit (methik).

2.1.1.2Macam-macam Tradisi Jawa

Berikut ini ada lima macam tradisi Jawa yang diambil oleh peneliti. 1. Nglarung

“Nglarung” berasal dari kata “larung” yaitu membuang sesuatu ke

dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan

tradisi “nglarung” adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di satu tempat (Suyami, 2008:101). Tradisi “nglarung” merupakan salah

satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura (Sunjata,


(31)

2013:75). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, disamping bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul (Sunjata, 2013:117).

2. Ruwatan

Herawati (2010:4) berpendapat bahwa istilah ruwatan dalam cerita Jawa, menurut Mpu Darmaja dalam Sumardahana, berasal dari kata ruwat, ruwuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan dan lain-lain dan terbatas dari hal-hal yang tidak baik (membebaskan). Objek yang diruwat atau dibebaskan, menurut kitab Kuncaranama dan apa yang disebut dalam Kadhang Ringgit Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang (kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan atau kekusutan).

3. Nyadran

Upacara tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah menjelang bulan puasa (Herawati, 2010: 25). Tradisi ini dilakukan pada tanggal 15 Ruwah (pembukaan nyadran), 17 Ruwah (Sadranan Pitulasan), 21 Ruwah (Sadranan Slikuran), 23 Ruwah (Sadranan Telulikuran), dan 25 Ruwah (Sadranan Penutup/Sadranan Slawean). Tujuannya adalah mengingatkan pada kematian, hidup hanya mampir minum, dan kuburan adalah rumah masa depan kita yang sesungguhnya (nilai berempati dan


(32)

nilai ketuhanan), menggambarkan betapa penting kita belajar untuk akrab dengan kematian (nilai reflektif) dan juga bisa menyehatkan jiwa dan kesadaran kita (nilai kesehatan) karena adanya kekuatan psikologis untuk meneguhkan kembali jati diri dan identitas kita sebagai manusia (nilai kemanusiaan) (Prasetyo, 2010: 6).

4. Mitoni (Tujuh Bulanan)

Dalam tradisi jawa “mitoni” merupakan rangkaian upacara yang saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat jawa. Upacara “mitoni”

merupakan suatu upacara yang dilakukan pada seorang perempuan yang hamil dan dilakukan pada saat usia kandungan menginjak tujuh bulan. Upacara ini bertujuan agar bayi dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh perlindungan dan keselamatan. Upacara yang dilakukan pada saat mitoni antara lain siraman, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain dari calon ayah ke calon ibu, ganti busana, memasukkan kelapa gading, memutus lilitan lawe/lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog (Yana, 2012:50).

Dari pengertian tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa “mitoni”

merupakan salah satu tradisi Jawa yang digunakan untuk mendoakan ibu dan calon bayinya agar sehat dan selalu dalam lindunganNya sampai lahir di bumi.


(33)

5. Wiwit (Methik)

Tradisi “wiwit” disebut juga dengan upacara mboyong mbok Sri, yaitu perilaku untuk memuliakan mbok Sri atau Dewi Padi. Orang yang melaksanakan upacara tersebut adalah penduduk pedesaan, khususnya yang melakukan pekerjaan sebagai petani. Mereka melakukan hal itu karena merupakan kelanjutan, menyusul setelah panenan pertama (methik) (Saksono, 2012:78)

2.1.1.3Tradisi Nglarung

Nglarung merupakan salah satu upacara tradisional yang ada di Jawa.

“Nglarung” berasal dari kata “larung” yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi “nglarung”

adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat (Suyami,

2008: 101). Tradisi “nglarung” merupakan salah satu kegiatan budaya yang

sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura yaitu bulan pertama pada kalender Jawa (Sunjata, 2013:75).

Dari beberapa pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan “nglarung”

adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/sesaji ke dalam air (sungai atau laut). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, disamping bentuk persembahan kepada


(34)

penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul (Sunjata, 2013: 117). Peneliti

menyimpulkan tujuan dari upacara tradisi “nglarung” adalah untuk mengucap

syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkanNya.

Di dalam tradisi nglarung saat pelaksaan ritual sesaji juga terdapat beberapa fungsi sosial di antaranya adalah : (a) fungsi sebagai sarana kerukunan hidup, (b) fungsi sebagai kegotongroyongan, (c) fungsi sebagai alat pengendali atau pengawas norma-norma masyarakat yang selalu dipatuhi oleh pendukungnya, (d) fungsi sebagai sarana hiburan, (e) fungsi pelestarian tradisi, dan (f) fungsi sebagai pengesahan pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan masyarakat desa. 2.1.1.3.1 Tata Cara Tradisi Nglarung

Tradisi “nglarung” dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura yaitu bulan pertama pada kalender Jawa. Tradisi tersebut berlangsung dua tahap tata cara, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan upacara (Purwadi, 2005:86).

1. Kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan

Kegiatan yang bersifat persiapan adalah kegiatan yang dilakukan

sebelum upacara tradisi “nglarung” dimulai. Pamong desa bertugas

sebagai penanggung jawab acara bertugas menyiapkan tempat dan tenda untuk menampung pengunjung yang akan datang pada saat pelaksanaan

tradisi “nglarung” serta menyiapkan pertunjukkan dan sebagainya.

Pamong desa memimpin warga yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan untuk membersihkan dan mendirikan tenda disekitar


(35)

lingkungan pantai. Warga lain saling melakukan pemberitahuan antar

sesama warga dan mengingatkan bahwa kegiatan “nglarung” sudah

semakin dekat. Kemudian beberapa nelayan lain yang memiliki perahu mengecat perahu mereka yang nantinya akan digunakan untuk membawa sesaji yang akan dilarung.

Masyarakat nelayan dan warga sekitar dengan sukarela menyumbang bahan-bahan sesaji, baik yang berupa hewan kurban maupun

bumbu masak dan peralatan untuk keperluan upacara “nglarung”. Isi dari

sesaji yang akan dilarung antara lain beras, beras ketan, kelapa, gula pasir, kopi, teh, daun sirih, tembakau, pinang, injet, gambir, ayam, kerbau, kambing, seikat kayu bakar, bunga-bunga, sayuran, dan bumbu masak. Harapan dari berbagai sesaji tersebut agar masyarakat diberikan keselamatan apabila terjadi musibah dan mencegah malapetaka yang telah terjadi agar tidak terulang kembali.

Makna dari bermacam-macam sesaji tersebut akan peneliti deskripsikan sebagai berikut : (1) buah pisang sanggan, sebagai lambang raja atau ratu tertinggi yang mempunyai makna penguasa Laut Selatan yaitu Kanjeng Ratu Kidul (2) ambengan (nasi ambeng), sebagai lambang permohonan keselamatan dari Tuhan (3) alat kecantikan dan pakaian wanita, sebagai lambang kesukaan wanita untuk berdandan yang dipersembahkan untuk Kanjeng Ratu Kidul (4) bunga, sebagai lambang permohonan keharuman (5) Kepala kerbau, sebagai lambang kebodohan yang harus dilarung agar masyarakat nelayan dijauhkan dan dihilangkan


(36)

dari kebodohan (6) jajanan pasar, sebagai lambang keramaian, maksudnya agar laut bisa ramai dan hasil tangkapan ikan melimpah sehingga nelayan dapat hidup sejahtera (7) nasi tumpeng, sebagai makna ucapan syukur dan pengharapan kepada Yang Maha Kuasa karena bentuk tumpeng dibuat menuju ke atas (8) sayur-sayuran dan buah-buahan (pala gumantung), sebagai lambang rejeki yang ada di atas bumi agar diturunkan (9) umbi-umbian (pala kependem), sebagai lambang rejeki yang ada dalam bumi agar dikeluarkan (Sunjata, 2013:112-115).

2. Kegiatan-kegiatan saat Pelaksanaan Upacara “nglarung”

Pagi harinya pemimpin upacara tradisi nglarung membakar kemenyan yang merupakan tanda bahwa kegiatan memasak dan menyiapkan sesaji dimulai. Membakar kemenyan dilakukan dalam maksud untuk menyampaikan sesaji kepada roh yang dituju, karena kemenyan melambangkan keharuman. Masyarakat nelayan dan warga secara bergotong royong menyiapkan sesaji antara lain menyembelih korban (ayam, kerbau, dan kambing), kemudian memasak bahan-bahan yang sudah disebutkan dan menempatkan sesaji yang sudah siap pada tempat sesaji. Mereka bekerja sama dengan penuh tanggung jawab, sehingga semua kegiatan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Kegiatan selanjutnya yaitu penyambutan secara resmi oleh Pemerintah DaTi II Kabupaten yang kemudian dilanjutkan dengan mendoakan sesaji oleh pemimpin upacara nglarung. Pemimpin upacara dan masyarakat membakar kemenyan dan memanjatkan doa di depan


(37)

sesaji, memohon agar sesaji diterima oleh Kanjeng Ratu Kidul serta agar diberi keselamatan dan murah rejeki.

Setelah pembacaan doa selesai, mulailah menggotong sesaji dan menaikkan sesaji ke atas perahu untuk dilarung. Masyarakat dan pengunjung mempersiapkan diri di tengah laut untuk berebut sesaji. Pemimpin upacara menunjuk tempat untuk menggulingkan sesaji yang akan dilarung kemudian diperebutkan oleh masyarakat. Mereka percaya bahwa dengan memperebutkan sesaji berupa nasi, ketan, ayam, bunga, sayur, kepala kambing, kepala kerbau, gula, kopi, dan kinangan akan menambah rejeki dan mampu mengobati penyakit.

2.1.1.3.2 Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi “nglarung"

Tradisi nglarung mengandung nilai-nilai budaya. Hal ini juga diungkapkan oleh Sunjata (2013: 110-112) bahwa dalam pelaksanaan upacara

adat “nglarung” mengandung nilai-nilai budaya antara lain: (a) nilai gotong royong, tercermin mulai dari persiapan sampai akhir upacara melibatkan banyak orang; (b) nilai etos kerja, menjadi salah satu bentuk pemacu motivasi dalam bekerja atau etos kerja bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan; (c) nilai ketaqwaan kepada Sang Pencipta, pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkanNya, selain itu juga untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan dalam mengarungi hidup. Nilai-nilai dalam tradisi nglarung tersebut terkait dengan pendidikan karakter kebangsaan. Oleh sebab itu, peneliti


(38)

akan mendeskripsikan tentang berupa nilai-nilai dalam tradisi nglarung terkait dengan pendidikan karakter kebangsaan.

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan 2.1.2.1Arti Karakter

Menurut Koesoema (2007:79), kata “karakter” berasal dari kata bahasa

Latin kharakter, kharassein, dan kharax yang berarti “dipahat”. Berkarakter artinya mempunyai watak atau berkepribadian. Sedangkan menurut Tillman (2004), karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Dalam KBBI (2008), karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sedangkan menurut Kesuma (2011:11) karakter merupakan suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku kepada anak. Menurut Samani dan Hariyanto (2013:41-42) mengungkapkan bahwa karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam bersikap maupun bertindak.

Menurut Pemerintah Republik Indonesia (2010:07), karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai-nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau


(39)

sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

2.1.2.2Karakter Kebangsaan

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07).

2.1.2.3Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang khas – baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:28). Yang pertama adalah olah hati, karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertaqwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggungjawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela


(40)

berkorban, dan berjiwa patriotik. Olah hati dalam tradisi nglarung dapat dilihat dari tujuan tradisi nglarung yaitu mengucap syukur kepada Tuhan, selain itu nelayan bersama-sama mendoakan sesaji sebelum dilarung yang dipimpin oleh pemimpin agama.

Kedua olah pikir, berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah pikir dalam tradisi nglarung terwujud dalam pelaksanaan tradisi nglarung yaitu nelayan berkreasi membuat sesaji. Kemudian masyarakat nelayan menghias perahu semenarik mungkin. Setelah melaksanakan tradisi nglarung, masyarakat nelayan merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan.

Ketiga olah rasa dan karsa, karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, peduli, dan kerja keras. Olah rasa dan karsa yang tercermin dalam nilai gotong royong dimana nelayan bersama-sama memasang tenda ditepi pantai. Adapula etos kerja yang diwujudkan oleh nelayan ketika menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.

Keempat adalah olah raga, karakter yang bersumber dari olahraga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, tahan, bersahabat, seria , dan gigih. Olahraga/kinestetika hal ini tercermin ketika nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan, bersama-sama menggotong sesaji, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah laut.


(41)

2.1.3 Buku Cerita Anak

2.1.3.1 Pengertian Buku Cerita Anak

Hardjana (2006:02-03) mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku cerita anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita. Menurut Wahyudi (2013:18) mengungkapkan cerita anak adalah cerita yang ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah pengalaman sehari-hari, maka pengalaman itu harus ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah gambaran sehari-hari, maka gambaran kehidupan itu harus ditulis dengan sudut pandang anak.

Dari kedua pengertian menurut ahli, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan sehari-hari.

2.1.3.2 Tujuan Buku Cerita Anak

Buku cerita anak dibuat oleh penulis tentunya memiliki tujuan yang berguna bagi anak-anak. Berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak diantaranya adalah (a) dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi, (b) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, (c) memperluas pengetahuan anak, (d) menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak, (e)


(42)

mengembangkan imajinasi anak, dan (f) dapat memotivasi anak untuk lebih banyak menggali literatur (Raines, 2002:vii).

2.1.3.3 Macam-macam Bentuk Buku Cerita

Dalam mengarang buku cerita anak dapat menggunakan bentuk atau wadah: cerita pendek, novelet dan novel. Dalam ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata fiksi yang dalam bahasa Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa latin fictio yang berarti: membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan (Tarigan dalam Hardjana, 2006:4). Cerita fiksi adalah cerita yang dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang diciptakan. Itulah sebabnya cerita fiksi juga disebut sebagai cerita rekaan. Selain fiksi ada juga cerita nonfiksi, kalau fiksi berdasar khayalan atau tidak nyata sedangkan non fiksi merupakan nyata.

Menurut Hardjana (2006:5) perbedaan utama antara fiksi dengan nonfiksi terletak dalam tujuan. Maksud dan tujuan narasi nonfiksi adalah untuk menciptakan kembali sesuatu yang telah terjadi secara aktual. Karena itu dengan kata lain dapat dikatakan sebagai berikut: (1) narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah yang harus terjadi; (2) narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka beginilah yang akan terjadi.

Menurut Tarigan dalam Hardjana (2006:5) dapat dikatakan bahwa fiksi itu realitas, sedangkan nonfiksi aktualitas. Aktualitas adalah apa-apa yang benar terjadi. Realitas adalah apa-apa yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi.


(43)

2.1.4 Media Buku Cerita Bergambar 2.1.4.1Pengertian Media

Munadi (2008:6) menyatakan bahwa kata media berasal dari Bahasa Latin, yakni medius (tengah atau perantara). Perantara yang berarti yang mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya. Smaldino,dkk (2011:7) mengatakan bahwa media merupakan sarana komunikasi yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima.

Dari para pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa, bentuk komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan perantara atau sarana untuk menyampaikan pesan. Bentuk-bentuk sarana yang dapat dipergunakan sebagai media, diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia, realitas, gambar bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam (Ena, 2011).

2.1.4.2 Media Gambar

Menurut Sumanto (2005:5) menggambar merupakan suatu perbuatan seseorang dalam usahanya untuk mengungkapkan buah pikiran, sehingga bermakna visual pada suatu bidang dan hasilnya disebut gambar. Media gambar memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media gambar dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Gambar dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan dengan isi materi pelajaran dengan dunia nyata (Sari, 2010:27). Pendapat yang sama dipaparkan

oleh Nur‟aini (2010:12) menyatakan bahwa “alam pikir anak adalah gambar”. Dengan perkataan lain, „bahasa alam pikir anak adalah bahasa gambar‟. Semua


(44)

informasi yang dia terima, akan dia pikirkan di alam pikirannya dalam bentuk

konkret, bentuk yang sesuai dengan pemikirannya sendiri”.

Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan media gambar adalah anak dapat memahami isi gambar, sehingga anak lebih termotivasi dan lebih tertarik untuk membaca dan mengetahui isi cerita bergambar (Sari, 2010:28).

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun 2.1.5.1Psikologi Perkembangan Anak

Teori Piaget dalam Santrock (2011:27-28) menyatakan bahwa anak-anak secara aktif membangun pemahaman mereka mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget: (1) tahap sensorimotor (0-2 tahun), dalam tahap ini bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan tindakan fisik dan motorik (2) tahap praoperasi (2-7 tahun), dalam tahap ini anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar (3) tahap operasi konkret (7-11 tahun), tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar secara logis dan diterapkan dengan contoh-contoh yang konkret (4) tahap operasi formal (11-15 tahun), dalam tahap ini individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas perkembangan anak usia 9-10 tahun yang berada pada tahap operasional. Djiwandono (2002:73) mengemukakan bahwa anak-anak yang berada pada tahap operasional konkrit umumnya mampu berpikir logis, mampu konkrit memperhatikan lebih dari satu


(45)

dimensi sekaligus dan juga dapat menghubungkan dimensi ini satu sama lain, kurang egosentris, dan belum bisa berpikir abstrak.

2.1.5.2Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun

Anak usia 9-10 tahun menurut Yusuf (2009:69) masuk dalam kategori tahap perkembangan anak usia 6-12 tahun. Tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah sebagai berikut: (a) belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan. Melalui pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin stabil, makin mantap dan cepat (b) belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan, meliputi kebersihan, kesehatan dan keselematan diri; mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan juga menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun postur tubuh) secara positif (c) belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. Yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya. Pergaulan anak di sekolah atau teman sebayanya mungkin diwarnai perasaan senang, karena secara kebetulan temannya berbudi baik, tetapi mungkin juga diwarnai perasaan tidak senang karena teman sepermainannya suka mengganggu atau nakal (d) belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. Apabila anak sudah masuk sekolah, perbedaan jenis kelamin akan semakin tampak. Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak akan memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainan yang khas laki-laki, seperti main bola, kelereng, dan layang-layang.


(46)

Masih pada tugas perkembangan anak selanjutnya, yaitu (e) belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Untuk dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit anak harus tamat sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar anak sudah memperoleh ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung (f) belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Apabila kita telah melihat sesuatu, mendengar, mengecap, mencium, dan mengalami, tinggalah suatu ingatan pada kita. Ingatan mengenai pengamatan yang telah lalu itu disebut konsep (tanggapan). Semakin bertambah pengetahuan, semakin bertambah pula konsep yang diperoleh. Tugas sekolah yaitu menanamkan konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu pengetahuan, adat-istiadat dan sebagainya. Untuk mengembangkan tugas perkembangan anak ini, maka guru dalam mendidik/mengajar di sekolah sebaiknya memberikan bimbingan kepada anak untuk: (1) Banyak melihat, mendengar, dan mengalami sebanyak-banyaknya tentang sesuatu yang bermanfaat untuk peningkatan ilmu dan kehidupan bermasyarakat. (2) Banyak membaca buku-buku media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-konsep tersebut, semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah pula bagi anak untuk mempergunakannya pada waktu berpikir.

Tugas perkembangan berikutnya adalah (g) mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan


(47)

dengan norma-norma agama. Hal ini menyangkut penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan agama (moral) disertai dengan perasaan senang untuk melakukan atau tidak melakukannya. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk, dan sebagainya (h) belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri dalam arti dapat membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari pengaruh orangtua dan orang lain (i) mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap tolong-menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerjasama dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang lain dan menghargai hak orang lain.

2.2PENELITIAN RELEVAN

Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu. Adapun penelitian tersebut adalah:

Pertama, penelitian yang berjudul “Upacara Tradisional Sedekah Laut Di

Kabupaten Cilacap” yang ditulis oleh Norma Kusmintayu (2014). Dalam

penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) hal-hal yang mendasari diadakannya Sedekah Laut; (2) prosesi; (3) makna; (4) nilai-nilai kearifan lokal; dan (5) relevansi upacara tradisional Sedekah Laut dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA dan SMK. Penelitian ini dilakukan di Pantai Karangbandung Pulau Nusakambangan, Pendopo Kabupaten Cilacap, dan Pantai Teluk Penyu Cilacap. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif


(48)

dengan pendekatan etnografi. Data dalam penelitian ini berupa: transkrip hasil wawancara; catatan lapangan; dan dokumen/arsip Sedekah Laut. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Validitas data menggunakan triangulasi dan review informan, sedangkan analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik interaktif yang meliputi tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Hasil penelitian menunjukan: 1) hal-hal yang mendasari diadakannya upacara tradisional Sedekah Laut di Kabupaten Cilacap, yaitu: a) kondisi wilayah, yang meliputi: wilayah administratif, penduduk, sosial dan budaya, serta ekonomi dan pariwisata, b) sejarah upacara tradisional Sedekah Laut, c) kepercayaan nelayan akan hal mistis, dan d) Surat Keputusan (SK) Bupati Cilacap; 2) prosesi Sedekah Laut, meliputi serangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari, yaitu pada hari Kamis Wage dan Jumat Kliwon; 3) makna Sedekah Laut, yaitu: ungkapan syukur kepada Tuhan YME atas rezeki yang telah diberikan, pengaharapan manusia agar mendapatkan kehidupan yang selamat di dunia, dan upaya pelestarian alam semesta; 4) nilai-nilai kearifan lokal, meliputi nilai: religi, sosial, sejarah, budaya, ekonomi, dan pendidikan; 5) relevansi upacara tradisional Sedekah Laut dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, yaitu dapat menciptakan pembelajaran berbasis budaya lokal dan nilai pendidikan di SMA/SMK.

Kedua penelitian ini judul “Pengembangan Buku Berbahasa Jawa Bergambar sebagai Penunjang Pembelajaran Bahasa Jawa Sekolah Dasar”. Ditulis

oleh Amrih Setiowati, FBS Universitas Negeri Semarang tahun 2013. Di penelitian yang ditulis oleh peneliti mengatakan bahwa, kegiatan belajar-mengajar


(49)

di kelas membutuhkan perangkat pembelajaran yang beraneka ragam akan tetapi, peredaran buku pelajaran saat ini mengalami kendala baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kondisi tersebut juga terjadi bagi mata pelajaran muata lokal bahasa Jawa. Dari segi kuantitas jumlah buku bahasa Jawa yang beredar kurang mencukupi jika dibandingkan dengan jumlah peserta didik. Kendala lainnya yaitu pada kualitas buku yang kurang sesuai dengan kurikulum dan kondisi sosial budaya masyarakat pengguna buku tersebut. Dari latar belakang penelitian yang ditulis, rumusan masalah yang disusun dalam penelitian adalah bagaimanakah pengembangan buku berbahasa Jawa bergambar sebagai penunjang pembelajaran bahasa Jawa sekolah dasar. Tujuan penelitian adalah mengembangankan prototipe buku berbahasa Jawa bergambar sebagai penunjang pembelajaran bahasa Jawa Sekolah Dasar.

Hasil penelitian ini berupa pembuatan buku berbahasa Jawa bergambar. Pada bagian pembukaan kamus terdapat halaman judul dalam, identitas buku, halaman judul singkat, persembahan, kata pengantar, petunjuk penggunaan kamus, dan daftar isi. Bagian isi berisi daftar kosakata yang dikemas berdasarkan tema dan disusun sesuai letak gambar. Adapun tema yang tersaji untuk isi kamus adalah tema anggota tubuh; tema warna; tema angka; dan tema silsilah kekeluargaan. Selain memaparkan kosakata yang diikuti gambar, dipaparkan juga halaman keterangan kosakata sulit dan halaman tataran tembung. Bagian penutup terdapat daftar pustaka, dan biodata penulis. Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan dalam penelitiaan, peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut. (1) buku berbahasa Jawa bergambar dapat digunakan sebagai salah satu


(50)

sumber pustaka dalam proses belajar mengajar. (2) perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji keefektifan buku berbahasa Jawa bergambar

Bagan 2.2.1 Penelitian yang Relevan

2.3KERANGKA BERPIKIR

Penelitian yang pertama dari Norma Kusmintayu dapat mendeskripsikan dan menjelaskan hal-hal mengenai Sedekah Laut, prosesi, makna, nilai-nilai kearifan lokal, dan relevansi upacara tradisional Sedekah Laut. Penelitian yang kedua dari Amrih Setiowati yang menghasilkan buku bergambar sebagai penunjang pembelajaran sekolah dasar. Kedua penelitian tersebut dapat menjadi inspirasi bagi peneliti untuk mengembangkan prototipe buku cerita anak yang

berjudul “CeritaTradisi Nglarung”. Prototipe buku tersebut dapat dijadikan sarana

Norma Kusmintayu (2014)

“Upacara Tradisional Sedekah Laut di

Kabupaten Cilacap”

Amrih Setiowati (2013)

“Pengembangan Buku Berbahasa Jawa

Bergambar sebagai Penunjang Pembelajaran Bahasa Jawa Sekolah

Dasar”

Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: Hal-hal yang mendasari diadakannya Sedekah Laut, prosesi, makna, nilai-nilai kearifan lokal, dan relevansi upacara tradisional Sedekah Laut.

Menghasilkan buku bergambar sebagai penunjang pembelajaran sekolah dasar.


(51)

pembelajaran (baik di dalam maupun luar kelas) untuk mengembangkan pendidikan karakter kebangsaan melalui cerita tentang tradisi Nglarung.

Menjadi keprihatinan bila anak-anak tidak mengetahui tradisi nglarung padahal dalam tradisi tersebut mengandung nilai-nilai ketuhanan dan gotong royong. Peneliti sebagai calon guru SD terdorong untuk memfasilitasi anak memahami tradisi nglarung melalui buku cerita.

Hal tersebut mendorong peneliti untuk menyusun prototipe buku berjudul

“Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Tradisi Nglarung dalam

Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. Peneliti menyusun prototipe berupa buku cerita yang berjudul “Cerita Tradisi Nglarung” yang terdiri dari cover, kata pengantar untuk membantu anak agar mudah memahami isi keseluruhan dari buku, daftar isi, isi buku dengan sebelas gambar dengan cerita sederhana. Cerita sederhana tersebut memuat makna dan rangkaian kegiatan tradisi nglarung, serta menonjolkan nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. 2.4PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan? 2. Bagaimana kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab III ini, peneliti akan membahas tentang jenis penelitian, setting penelitian, prosedur pengembangan, uji coba produk, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan, yang biasa dikenal dengan R & D (Research and Development). Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2012:297). Penelitian ini akan mengembangkan produk berupa pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung untuk anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2. SETTING PENELITIAN 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan oleh peneliti di Yogyakarta, Purworejo, dan Pekalongan dengan wawancara kepada anak usia 9-10 tahun. Peneliti membuat prototipe di laboratorium IPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti juga menyebarkan angket di SD Kanisius Gowongan untuk analisis kebutuhan anak. Uji coba produk dilakukan di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten.


(53)

Subjek penelitian ini adalah anak-anak di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten yang berusia 9-10 tahun dengan jumlah 10 anak.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung untuk anak 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan sembilan bulan, terhitung mulai dari bulan Juni 2015 sampai Februari 2016.

3.3PROSEDUR PENGEMBANGAN

Prosedur pengembangan buku cerita tentang tradisi nglarung untuk anak 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mengikuti langkah-langkah penelitian dan pengembangan dalam buku Sugiyono (2012:298) yang berjudul

Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Adapun prosedur pengembangan ini melalui sepuluh langkah prosedur pengembangan menurut Sugiyono (2012:298), seperti tahap (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) uji coba pemakaian, (9) revisi produk, (10) produksi masal. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ditunjukkan pada bagan berikut:


(54)

Bagan 3.3.1 Langkah-langkah Research and Development menurut Sugiyono (2012)

1. Potensi dan Masalah

Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah. Semua potensi akan berkembang menjadi masalah bila kita tidak dapat mendayagunakan potensi-potensi tersebut. Tetapi, masalah juga dapat dijadikan potensi, apabila kita dapat mendayagunakannya. Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi.

2. Pengumpulan Data

Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan secara faktual, maka selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut.

Potensi dan Masalah Pengumpulan Data Desain Produk Validasi Desain Revisi Produk Uji coba Pemakaian

Uji coba Produk Revisi Desain

Revisi

Produk Produksi


(55)

Produk yang dihasilkan dalam penelitian R&D bermacam-macam. Sedangkan hasil yang didapatkan dari kegiatan ini adalah berupa desain produk baru, yang lengkap dengan spesifikasinya. Desain Produk harus diwujudkan dalam gambar atau bagan, sehingga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menilai dan membuatnya.

4. Validasi Desain

Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk, dalam hal ini sistem kerja baru secara rasional akan lebih efektif dari yang lama atau tidak. Dikatakan secara rasional, karena validasi di sini masih bersifat penilaian berdasarkan pemikiran rasional, belum fakta lapangan.

Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang dirancang. Setiap pakar diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya.

5. Perbaikan Desain

Setelah divalidasi oleh pakar dan para ahli, maka akan dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain yang dilakukan oleh peneliti yang mau menghasilkan produk tersebut.


(56)

6. Uji Coba Produk

Setelah di validasi dan revisi, desain produk dapat diuji coba. Uji coba tahap awal dilakukan dengan simulasi penggunaan. Setelah disimulasi, maka dapat diujicobakan pada kelompok yang terbatas.

7. Revisi Produk

Pengujian sistem dengan pengumpulan data melalui kuesioner dipandang kurang akurat, maka diperlukan revisi.

8. Ujicoba Pemakaian

Setelah pengujian terhadap produk berhasil, dan mungkin ada revisi yang tidak terlalu penting, maka selanjutnya produk tersebut diharapkan dalam kondisi nyata untuk lingkup yang luas. Produk tersebut harus dinilai kekurangan atau hambatan yang muncul guna untuk perbaikan lebih lanjut. 9. Revisi Produk

Revisi produk ini dilakukan, apabila dalam pemakaian kondisi nyata terdapat kekurangan dan kelemahan.

10.Pembuatan Produk Masal

Pembuatan produk masal ini dilakukan apabila produk yang telah diujicoba dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi masal.

Namun, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan enam langkah yang digunakan dalam prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung untuk anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan dikarenakan waktu yang terbatas. Selain keterbatasan waktu, enam langkah tersebut


(57)

peneliti selanjutnya dapat memenuhi sepuluh langkah yang dikemukan oleh Sugiyono.

Langkah-langkah prosedur akan dijelaskan pada bagan 3 berikut.

Bagan 3.3.2 Prosedur Pengembangan Buku Cerita Tentang Tradisi Nglarung Tahap I

Potensi dan Masalah

Tahap 2 Pengumpulan Data Tahap3 Desain Ptototipe Tahap 4 Validasi Prototipe Tahap 5 Revisi Prototipe

Potensi: tradisi nglarung

 Masalah: kurangnya pemahaman anak tentang tradisi nglarung

 Wawancara

 Pembagian lembar kuesioner pra-penelitian

 Menyusun buku cerita

 Membuat cerita

Menentukan gambar tradisi nglarung

 Membuat sketsa

 Konsultasi dan revisi

 Menggabungkan antara cerita dan gambar oleh ahli desain grafis

 Validasi prototipe oleh ahli bahasa dan sastra

 Perbaikan prototipe berdasarkan validator Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks

Pendidikan Karakter Kebangsaan

Tahap 6


(58)

3.3.1 Potensi dan Masalah

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi yang ditemukan oleh peneliti bahwa tradisi nglarung memiliki nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Sedangkan masalah yang peneliti temukan pada saat pra-penelitian yaitu dengan melakukan wawancara dan analisis kebutuhan anak. Wawancara dilakukan peneliti kepada tujuh anak di Prambanan, seorang anak di Purworejo, dan seorang anak di Pekalongan dengan usia 9-10 tahun. Dari hasil wawancara, peneliti memperoleh data bahwa anak-anak tidak mengetahui tentang tradisi nglarung. Analisis kebutuhan dilakukan dengan membagikan lembar kuesioner kepada anak kelas IV di SD Kanisius Gowongan, Yogyakarta. Pembagian lembar kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah anak usia 9-10 tahun memahami tradisi nglarung serta membutuhkan sebuah buku cerita tentang tradisi nglarung dalam meningkatkan pengembangan karakter.

Hal ini mendorong peneliti sebagai calon guru SD untuk mengembangkan prototipe buku cerita tentang tradisi nglarung dengan tujuan menanamkan pendidikan karakter kebangsaan sejak dini dan anak-anak mampu memahami tradisi nglarung yang terdapat beberapa nilai-nilai di dalamnya terkait pendidikan karakter kebangsaan.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini dilakukan pada saat pra-penelitian dengan wawancara dan membagikan lembar kuesioner kepada anak di SD Kanisius Gowongan, Yogyakarta. Pengumpulan data ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk


(59)

yang dihasilkan dapat membantu pemahaman anak-anak di SD Kanisius Gowongan terhadap tradisi nglarung.

3.3.3 Desain Prototipe

Desain produk diawali dengan menentukan gambar-gambar yang akan dipakai dalam buku cerita tentang tradisi nglarung. Setelah menentukan gambar-gambar tersebut, peneliti mencoba menggambar sketsa kegiatan dalam tradisi nglarung, seperti menghias perahu, membersihkan pantai, mendirikan tenda dan membuat sesaji. Pada tahap ini, peneliti merancang dan menyusun prototipe buku cerita tentang tradisi nglarung agar gambar-gambar yang terkandung di dalam buku tersebut dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap tradisi nglarung. Peneliti mendesain prototipe buku cerita tentang tradisi nglarung dengan bantuan ahli desain grafis. 3.3.4 Validasi Prototipe

Prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung divalidasi oleh seorang ahli sastra dan bahasa. Validasi prototipe bertujuan untuk mendapatkan kritik dan saran serta penilaian produk yang dikembangkan dari dosen. Melalui kritik dan saran maka peneliti dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari produk yang dikembangkan.

3.3.5 Revisi Prototipe

Revisi prototipe dilakukan setelah mendapatkan kritik dan saran dari dosen. Hasil kritik dan saran dari para ahli menjadi landasan bagi peneliti dalam


(60)

memperbaiki kekurangan dari prototipe buku cerita tentang tradisi nglarung menjadi lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak usia 9-10 tahun.

3.3.6 Uji coba Prototipe

Uji coba prototipe dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi dalam menentukan kualitas buku cerita tentang tradisi nglarung. Data tersebut diperoleh dari validasi ahli yang digunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan prototipe buku cerita tentang tradisi nglarung. Dari hasil validasi tersebut, maka prototipe dapat diuji cobakan kepada anak usia 9-10 tahun. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah buku cerita tentang tradisi nglarung benar-benar layak dan mempunyai kualitas yang baik untuk diberikan kepada anak.

3.4INSTRUMEN PENELITIAN

Peneliti menyusun tiga instrumen yaitu instrumen pra-penelitian untuk anak, instrumen validasi prototipe, dan instrumen uji coba prototipe berupa refleksi anak. 3.4.1 Instrumen Pra-Penelitian untuk Anak

Peneliti menyusun instrumen pra-penelitian untuk anak dengan menyusun kisi-kisi. Penyusunan kisi-kisi diawali dengan menentukan empat aspek, yaitu definisi tradisi nglarung, tujuan nglarung, kegiatan-kegiatan pada tradisi nglarung , dan upaya mengenalkan budaya Jawa menggunakan buku cerita tentang tradisi nglarung.


(61)

No Aspek Nomor

Item Pernyataan

1. Definisi tradisi nglarung

1 dan 11 1. Tradisi nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut) (olah pikir).

2. Pada tradisi nglarung, para nelayan merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan (olah pikir).

2. Tujuan nglarung pada umumnya

2 1. Tujuan dari tradisi nglarung adalah untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang didapat para nelayan (olah hati).

3. Kegiatan-kegiatan pada tradisi nglarung

3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10

1. Sebelum melaksanakan tradisi nglarung para nelayan menghias perahu (olah pikir).

2. Setelah menghias perahu, para nelayan membersihkan lingkungan pantai (kinestetik/ olahraga).

3. Setelah membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai (olah rasa dan karsa).

4. Menjelang pelaksanaan tradisi nglarung para nelayan bersama-sama membuat tempat sesaji (olah rasa dan karsa). 5. Para nelayan menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala

macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru (olah rasa dan karsa).

6. Para nelayan mendoakan sesaji yang akan dilarung yang dipimpin oleh pemuka agama (olah hati).

7. Para nelayan dengan gigih mendorong perahu yang digunakan untuk melarung (kinestetik/ olahraga).

8. Para nelayan melarung sesaji di tengah laut dan memperebutkan sesaji (kinestetik/ olahraga).

4. Upaya mengenalkan budaya jawa menggunakan buku cerita

12 dan 13 1. Perlu buku yang berisi penjelasan tentang “nglarung”. 2. Buku tentang nglarung sebaiknya berupa buku cerita

bergambar.

Saran atau komentar:

Setelah menentukan empat aspek, peneliti mengembangkan menjadi 13 pernyataan dan diberi pilihan jawaban “ya” dan “tidak” sehingga menjadi kuesioner pra -penelitian yang mudah dipahami anak. Bentuk instrumen pra--penelitian untuk anak dapat dilihat pada tabel 2.


(62)

Tabel 2. Instrumen Pra-Penelitian untuk Anak

No. Pernyataan Pilihan Jawaban

Ya Tidak

1. Tradisi nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut).

2. Tujuan dari tradisi nglarung adalah untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang didapat para nelayan.

3. Sebelum melaksanakan tradisi nglarung para nelayan menghias perahu.

4. Setelah menghias perahu, para nelayan membersihkan lingkungan pantai.

5. Setelah membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai.

6. Menjelang pelaksanaan tradisi nglarung para nelayan bersama-sama membuat tempat sesaji.

7. Para nelayan menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.

8. Para nelayan mendoakan sesaji yang akan dilarung yang dipimpin oleh pemuka agama.

9. Para nelayan dengan gigih mendorong perahu yang digunakan untuk melarung.

10. Para nelayan melarung sesaji di tengah laut dan memperebutkan sesaji.

11. Pada tradisi nglarung, para nelayan merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan.

12. Saya perlu buku yang berisi penjelasan tentang tradisi nglarung. 13. Buku tentang tradisi nglarung sebaiknya berupa buku cerita

bergambar.

3.4.2 Instrumen Validasi Prototipe

Peneliti menyusun instrumen validasi prototipe yang digunakan oleh dosen (validator) untuk menilai kualitas dan kelayakan prototipe buku cerita tentang tradisi nglarung. Instrumen validasi terdiri dari tiga aspek yaitu bahasa, format penulisan, dan isi. Ketiga aspek tersebut dikembangkan menjadi delapan pernyataan kemudian penilaian dengan cara mencentang nilai/skor dan memberikan kritik serta saran pada


(63)

1= sangat tidak baik.

Tabel 3. Instrumen Validasi Prototipe

No. Item yang dinilai Skor Saran

1 2 4 5

1. Bahasa

a. Bahasa sesuai dengan kaidah penulisan yang baik dan benar.

b. Susunan kalimat dapat dipahami oleh anak-anak. 2. Format penulisan

a. Sesuai dengan kaidah penulisan buku cerita dan mewarnai.

b. Menggunakan kepustakaan yang sesuai dengan

teori kebudayaan Jawa yaitu “nglarung” yang

diintegrasikan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

3. Isi

a. Memuat cerita tentang salah satu tradisi Jawa. b. Memuat nilai-nilai pendidikan karakter yang

terdapat dalam cerita tentang tradisi “nglarung”.

c. Memuat gambar-gambar yang berkaitan dengan alur cerita tentang tradisi “nglarung”.

d. Memuat gambar-gambar yang menarik untuk anak usia 9-10 tahun.

Total Skor

3.4.3 Instrumen Uji Coba prototipe

Peneliti menyusun instrumen berupa kisi-kisi instrumen uji coba prototipe dan instrumen uji coba prototipe berupa refleksi terhadap pemahaman tentang tradisi nglarung melalui buku cerita untuk diisi oleh anak usia 9-10 tahun setelah menggunakan prototipe

Kisi-kisi instrumen uji coba prototipe yang peneliti susun, diambil dari empat aspek sesuai dengan karakter individu yaitu karakter yang bersumber dari olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Sumiyatun. Peneliti menempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang taman kanak-kanak di TK Taman Kanak-Kanak Purworejo (lulus tahun 1999), melanjutkan ke jenjang sekolah dasar di SD Negeri Winongkidul Purworejo (lulus tahun 2005), selanjutnya melanjutkan ke SMP Negeri 23 Purworejo (lulus tahun 2008) dan SMK Negeri 3 Purworejo (lulus tahun 2011). Kemudian penulis mulai mengikuti Program S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta mulai tahun ajaran 2012. Sampai dengan penulisan skripsi ini penulis masih terdaftar sebagai mahasiswa Program S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Sanata Dharma.

Dengan kerja keras dan motivasi yang tinggi untuk terus berusaha, penulis telah berhasil menyelesaikan penulisan tugas akhir skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan memotivasi sehingga skripsi dengan judul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi “Nglarung” dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.