Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

(1)

Abstrak

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATAN

DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN Ambarwaty Subagyo

121134023

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang terkait dengan tradisi ruwatan. Potensi dalam tradisi ruwatan adanya perilaku masyarakat yang melakukan kebiasaan gotong royong, bekerjasama, berdoa, meminta doa restu kepada orangtua, perilaku ini ternyata berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Dari hasil wawancara kepada beberapa anak, peneliti menemukan masalah bahwa anak usia 9-10 tahun tidak memahami tradisi ruwatan. Selain itu peneliti juga melakukan analisis kebutuhan pada 29 anak di SDN Nanggulan. Dari analisis kebutuhan tersebut, sebanyak 75,8% anak membutuhkan buku cerita tentang tradisi ruwatan. Oleh sebab itu peneliti mengembangkan prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (R & D) dengan menggunakan enam langkah Sugiyono diantaranya (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk. Prototipe buku cerita berjudul ‘Tradisi Ruwatan’ tersebut divalidasi oleh ahli sastra dan bahasa mendapat skor 3,2 sehingga layak untuk diujicobakan.

Uji coba terbatas peneliti lakukan di Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah selama dua hari. Prototipe ini peneliti ujikan kepada 11 anak usia 9-10 tahun. Dari hasil refleksi uji coba produk, peneliti mendapatkan data sebanyak 90,90 % anak mengetahui ruwatan memiliki nilai gotong royong, dan melalui buku cerita ini membantunya memahami arti tradisi ruwatan. Kemudian sebanyak 100% anak mengatakan buku ini membantunya untuk ikut melestarikan tradisi ruwatan, serta memahami bahwa meminta doa restu pada orangtua itu penting. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk dari penelitian yang dikembangkan oleh peneliti selain membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan juga dapat menanamkan nilai-nilai karakter kebangsaan pada anak. Kata kunci: pengembangan, buku cerita, ruwatan, pendidikan karakter kebangsaan


(2)

Abstract

THE PROTOTYPE OF CHILDREN’S STORY BOOK DEVELOPMENT ABOUT RUWATAN TRADITION

IN THE CONTEXT OF NATIONALITY CHARACTER EDUCATION Ambarwaty Subagyo

Sanata Dharma University 121134023

The research is research and development related to ruwatan tradition. The potential of the ruwatan tradition the behavior of the people who do a habit of mutual cooperation, working, pray, prayed blessing for parents, behavior is in fact with regard to the nationality character education. From the results of interviews to some children, the researchers found a problem that children aged nine to ten per year does not understand ruwatan tradition. In addition researchers also an analysis needs on 29 children in primary school Nanggulan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. From an analysis of these needs , as many as 75,8% of the children need story books about ruwatan tradition. Therefore researchers develop prototype story books about ruwatan tradition in the context of nationality character education.

The kind of research this is research development (R & D) with the use of six paces according to Sugiyono were (1) the potential for and problems, (2) data collection, (3) design a product, (4) validation design, (5) revision design, (6) the trial products. Prototype story books called the ruwatan tradition validated by the literature and language scored 3.2 so as to be feasible to tried out.

Researchers tested limited doing in kauman, ngrundul, kebonarum, klaten, central java for two days. Prototype this researchers could to ten per year. From the reflection trial products, researchers get data about 90,90% the know ruwatan having value mutual cooperation, and through a book this story help understand the meaning of ruwatan tradition. Then as many as 100% of the children said this book helped him to to preserve ruwatan tradition, and understand that prayed blessing in the old man had important. Thus it can be said that the product of research developed by researchers besides help children in understanding ruwatan tradition also had values the nationality character on child.


(3)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

\

Oleh:

Ambarwaty Subagyo NIM: 121134023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus yang selalu memberikan kelancaran dalam setiap

langkahku.

2. Orangtua tercinta Bapak Subagyo dan Ibu Sunarni yang selalu

memberikan doa dan restunya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.

3. Fajar Apit Kurniawan yang selalu memberikan motivasi, doa, dan

membantu menyelesaikan tugas-tugas saya.

4. Sahabat saya Marcellina laras, Maria Goretti Dyah Yuliyanti,

Angela Ayu, Veronica Renny, Nindya Ardeliana, dan Siti Mabruroh yang selalu memberikan semangat.

5. Kelompok skripsi Focus Study Jawa, kelompok PPL SDN

Caturtunggal 1 dan teman-teman PGSD angkatan 2012 yang

telah berproses bersama dari awal masuk kuliah hingga akhir kuliah.

6. Almamaterku Universitas Sanata Dharma.

7. Pembaca skripsi ini semoga bermanfaat dan menambah


(7)

v

MOTTO

“Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada

-Nyalah harapanku”

(Mazmur 62:5)

“Lebih baik menjalani kehidupan diri sendiri dengan tak

sempurna, daripada hidup meniru orang lain secara

sempurna.”


(8)

(9)

(10)

viii Abstrak

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG

TRADISI RUWATAN

DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN Ambarwaty Subagyo

121134023

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang terkait dengan tradisi ruwatan. Potensi dalam tradisi ruwatan adanya perilaku masyarakat yang melakukan kebiasaan gotong royong, bekerjasama, berdoa, meminta doa restu kepada orangtua, perilaku ini ternyata berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Dari hasil wawancara kepada beberapa anak, peneliti menemukan masalah bahwa anak usia 9-10 tahun tidak memahami tradisi ruwatan. Selain itu peneliti juga melakukan analisis kebutuhan pada 29 anak di SDN Nanggulan. Dari analisis kebutuhan tersebut, sebanyak 75,8% anak membutuhkan buku cerita tentang tradisi ruwatan. Oleh sebab itu peneliti mengembangkan prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (R & D) dengan menggunakan enam langkah Sugiyono diantaranya (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk. Prototipe buku cerita berjudul ‘Tradisi Ruwatan’ tersebut divalidasi oleh ahli sastra dan bahasa mendapat skor 3,2 sehingga layak untuk diujicobakan.

Uji coba terbatas peneliti lakukan di Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah selama dua hari. Prototipe ini peneliti ujikan kepada 11 anak usia 9-10 tahun. Dari hasil refleksi uji coba produk, peneliti mendapatkan data

sebanyak 90,90 % anak mengetahui ruwatan memiliki nilai gotong royong, dan melalui buku cerita ini membantunya memahami arti tradisi ruwatan. Kemudian sebanyak 100% anak mengatakan buku ini membantunya untuk ikut melestarikan tradisi ruwatan, serta memahami bahwa meminta doa restu pada orangtua itu penting. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk dari penelitian yang dikembangkan oleh peneliti selain membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan juga dapat menanamkan nilai-nilai karakter kebangsaan pada anak.

Kata kunci: pengembangan, buku cerita, ruwatan, pendidikan karakter kebangsaan


(11)

ix Abstract

THE PROTOTYPE OF CHILDREN’S STORY BOOK DEVELOPMENT

ABOUT RUWATAN TRADITION

IN THE CONTEXT OF NATIONALITY CHARACTER EDUCATION Ambarwaty Subagyo

Sanata Dharma University 121134023

The research is research and development related to ruwatan tradition. The potential of the ruwatan tradition the behavior of the people who do a habit of mutual cooperation, working, pray, prayed blessing for parents, behavior is in fact with regard to the nationality character education. From the results of interviews to some children, the researchers found a problem that children aged nine to ten per year does not understand ruwatan tradition. In addition researchers also an analysis needs on 29 children in primary school Nanggulan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. From an analysis of these needs , as many as 75,8% of the children need story books about ruwatan tradition. Therefore researchers develop prototype story books about ruwatan tradition in the context of nationality character education.

The kind of research this is research development (R & D) with the use of six paces according to Sugiyono were (1) the potential for and problems, (2) data collection, (3) design a product, (4) validation design, (5) revision design, (6) the trial products. Prototype story books called the ruwatan tradition validated by the literature and language scored 3.2 so as to be feasible to tried out.

Researchers tested limited doing in kauman, ngrundul, kebonarum, klaten, central java for two days. Prototype this researchers could to ten per year. From the reflection trial products, researchers get data about 90,90% the know ruwatan having value mutual cooperation, and through a book this story help understand the meaning of ruwatan tradition. Then as many as 100% of the children said this book helped him to to preserve ruwatan tradition, and understand that prayed blessing in the old man had important. Thus it can be said that the product of research developed by researchers besides help children in understanding ruwatan tradition also had values the nationality character on child.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME), karena atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK

TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar

-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

4. Wahyu Wido Sari, S.Si., M. Biotech., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, semangat, waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skrispi.


(13)

xi

5. Seluruh dosen dan staff sekre maupun karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.

6. Validator yang berkenan memvalidasi produk skripsi ini dengan memberikan komentar dan saran demi perbaikan kualitas produk yang dikembangkan peneliti.

7. Kedua orangtua Bapak Subagyo dan Ibu Sunarni yang telah menjadi sumber dana selama perkuliahan, serta dukungan semangat dan doanya.

8. Fajar Apit Kurniawan yang selalu memberikan semangat, doa, dukungan dan bantuanya selama menyelesaikan skripsi.

9. Angela Ayu, Veronica Renny, Marcellina Laras yang sama-sama sedang berjuang dari pagi sampai pagi, serta saling menyemangati dan memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

10. Sahabat-sahabat saya Maria Goretti Dyah Yuliyanti, Nindya Ardeliana, Siti Mabruroh, Kingkin Prabandari, Mustika Ayu, Rosa Inezta, Aning Dwi A, Regina Yovita.

11. Kelompok skripsi Focus Study Jawa, kelompok PPL SDN Caturtunggal 1 angkatan 2012 yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, dan cinta kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.

12. Teman-teman kelas A beserta semua teman-teman kelas lain angkatan 2012 PGSD Sanata Dharma Yogyakarta atas kebersamaan selama ini, yang saling menguatkan, menyemangati, dan saling mengasihi.


(14)

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Spesifikasi Produk ... 6

1.6 Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Landasan Teori ... 8


(16)

xiv

2.1.1.1 Pengertian Tradisi atau Upacara Adat Jawa ... 8

2.1.1.2 Macam-Macam Tradisi Jawa ... 9

2.1.1.3 Tata Upacara Ruwatan... 12

2.1.1.4 Tujuan Ruwatan ... 13

2.1.1.5 Nilai-Nilai Dalam Ruwatan ... 14

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 14

2.1.2.1 Arti Karakter ... 14

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan... 16

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 17

2.1.3 Buku Cerita Anak ... 18

2.1.3.1 Hakekat Buku Cerita Anak ... 18

2.1.3.2 Macam-Macam Bentuk Buku Cerita Anak ... 19

2.1.3.3 Tujuan Buku Cerita Anak ... 20

2.1.4 Peran Media Dalam Pendidikan Karakter ... 20

2.1.4.1 Pengertian Media Pembelajaran ... 20

2.1.4.2 Media Visual Gambar ... 21

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 Tahun ... 22

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak ... 22

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak ... 23

2.1.5.3 Fase Perkembangan Anak ... 26

2.2 Penelitian yang Relevan ... 27

2.2.1 Penelitian Berhubungan dengan Buku Cerita Anak... ... 28

2.2.2 Penilitan Berhubungan dengan Ruwatan ... 29

2.3 Kerangka Berpikir ... 32

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Setting Penelitian ... 34


(17)

xv

3.2.2. Subjek Penelitian ... 35

3.2.3. Objek Penelitian ... 35

3.2.4. Waktu Penelitian ... 35

3.3 Prosedur Pengembangan ... 35

3.3.1. Potensi dan Masalah ... 38

3.3.2. Pengumpulan Data ... 38

3.3.3. Desain Produk ... 39

3.3.4. Validasi Desain ... 39

3.3.5. Revisi Desain ... 40

3.4 Uji Coba Produk ... 40

3.5 Instrumen Penelitian... 40

3.5.1 Kisi-Kisi Instrumen Analisis Kebutuhan ... 41

3.5.2 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Produk... 44

3.5.3 Kisi-Kisi Instrumen Setelah Uji Coba ... 45

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.7 Teknik Analisis Data ... 48

3.7.1 Data Kualitatif ... 48

3.7.2 Data Kuantitatif ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Hasil Penelitian ... 51

4.1.1. Prosedur Penyusunan Prototipe Buku Cerita Anak ... 51

4.1.2. Deskripsi Kualitas Prototipe Buku Cerita Anak... 66

4.2 Pembahasan ... 68

4.3 Kelebihan dan kelemahan Prototipe ... 74

4.3.1. Kelebihan Prototipe Buku ... 74

4.3.2. Kelemahan Prototipe Buku ... 74

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75


(18)

xvi

5.3 Saran ... 76

DAFTAR REFERENSI ... 77

LAMPIRAN ... 79


(19)

xvii

Daftar Bagan

Bagan 1 Penelitian yang Relevan ... 31 Bagan 2 Langkah-Langkah Reseacrh & Development ... 36 Bagan 3 Prosedur Pengembangan Prototipe ... 37


(20)

xviii

Daftar Tabel

Tabel 1 Kisi-Kisi Instrumen Analisis kebutuhan ... 41

Tabel 2 Kuesioner Analisis kebutuhan Anak ... 43

Tabel 3 Lembar Validasi Produk ... 44

Tabel 4 Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba ... 46

Tabel 5 Instrumen Uji Coba Produk ... 47

Tabel 6 Skala Likert ... 50

Tabel 7 Data Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak ... 53

Tabel 8 Rekapitulasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak ... 54

Tabel 9 Hasil Validasi Desain ... 61

Tabel 10 Pedoman Kelayakan Prototipe ... 62


(21)

xix

Daftar Gambar

Gambar 1 Sketsa Awal ... 57

Gambar 2 Perbaikan Sketsa oleh Desain Grafis ... 58

Gambar 3 Hasil yang Dibantu Ahli Desain Grafis ... 59

Gambar 4 Hasil yang Dibantu Ahli Desain Grafis ... 60

Gambar 5 Sampul Buku ... 63

Gambar 6 Kegiatan Uji Coba Produk hari Pertama ... 65

Gambar 7 Kegiatan Uji Coba Produk hari Kedua ... 66

Gambar 8 Hasil Keratifitas Anak ... 72


(22)

xx

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 80 Lampiran 2 Instrumen Penelitian... 81 Lampiran 3 Validasi Produk oleh Ahli ... 85 Lampiran 4 Hasil Refleksi Uji Coba Produk... 87 Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian ... 107


(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk dan definisi operasional.

1.1Latar Belakang Masalah

Pulau Jawa merupakan salah satu daerah yang dianggap memiliki tanah yang subur, hal ini membuat pulau Jawa dikenal dengan kesuburan tanahnya yang digunakan sebagai lahan pertanian masyarakat Jawa. Keberadaan masyarakat Jawa sendiri tidak lepas dari kehidupan sosial dan budaya yang mereka lakukan. Kehidupan budaya masyarakat Jawa dipengaruhi oleh kehidupan sebelumnya atau sebuah warisan kebudayaan untuk tetap dipertahankan hal ini disebut sebagai tradisi. Menurut Sunjata (2013: 73) tradisi atau upacara adat Jawa merupakan salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur. Tradisi atau upacara adat Jawa yang masih dilakukan hingga saat ini salah satunya adalah Ruwatan.

Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa digunakan sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010: 3). Dalam konteks ini ruwatan merupakan salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang


(24)

dari sukerta (sakit, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat Jawa yang belum memahami tradisi ruwatan.

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan anak usia 9-10 tahun di Godang, Pracimantoro, Wonogiri, Jawa Tengah (pedesaan dan di SDN Caturtunggal 1 Sleman (perkotaan), Yogyakarta, peneliti mendapatkan informasi bahwa mereka tidak memahami tradisi ruwatan dan baru mendengarnya saat peneliti melakukan wawancara. Hal ini dirasa sangat memprihatinkan karena sebagai penerus bangsa dengan usia yang masih muda ini mereka tidak mengetahui tradisi yang mereka miliki, padahal jika dilihat dengan seksama tradisi ruwatan memiliki nilai-nilai karakter yang positif yang diggunakan untuk membentuk karakter pada anak. Nilai-nilai karakter tersebut diantaranya kebersamaan, gotong royong, berdoa kepada Tuhan, saling membantu, menghormati orangtua (meminta doa restu), mengajak untuk bersih dan sehat fisik maupun rohani. Nilai-nilai dalam tradisi ruwatan tersebut jika disoroti ternyata memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi atau kelompok yang khas–baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 28). Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan jika


(25)

dikaitkan dengan pendidikan karakter kebangsaan diantaranya adalah (1) olah hati yang meliputi bertakwa kepada Tuhan, hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak yang akan diruwat bersujud dihadapan kedua orang tuanya untuk meminta doa restu dan ki dalang membacakan doa untuk meminta pada Tuhan agar acara yang akan diselenggarakan dapat berjalan dengan lancar, (2) olah pikir meliputi rasa ingin tahu dan berpikir kritis, hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak bertanya tentang arti dari tradisi ruwatan, (3) olah raga/ kinestetika meliputi bersih dan sehat hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak telah selesai diruwat anak tersebut sudah terbebas dari marabahaya, celaka, gangguan jahat dan akan merasa bersih dan sehat kambali, (4) olah rasa dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan, hal tersebut dapat ditunjukkan ketika melakukan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan tradisi ruwatan, masyarakat secara bersama-sama bergotongroyong untuk membantu mempersiapkan pelaksanaan tradisi ruwatan.

Pada tanggal 27 November 2015 peneliti melakukan pembagian kuesioner kepada 29 anak usia 9-10 tahun di SDN Nanggulan Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Dari hasil kuesioner yang telah dibagikan terdapat empat permasalahan, yang pertama sebanyak 55.1% anak tidak mengerti atau mengetahui pengertian dari ruwatan, kedua sebanyak 58.6% anak tidak mengerti tata cara ruwatan, ketiga sebanyak 75.8% anak membutuhkan buku yang berisi tentang penjelasan ruwatan dan keempat sebanyak 72.4% anak menjawab bahwa buku berisi penjelasan ruwatan sebaiknya berupa buku cerita bergambar.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti terdorong untuk melakukan penelitian pengembangan untuk menyusun buku cerita anak tentang tradisi


(26)

ruwatan. Buku cerita tersebut dapat digunakan oleh anak usia 9-10 tahun guna mengetahui cerita sekaligus gambar-gambar tradisi ruwatan. Prototipe buku ini terdiri dari cover yang berjudul “Tradisi Ruwatan”, isinya memuat kata pengantar untuk membantu anak agar memahami isi kesuluruhan dari buku. Isi buku terdiri dari cerita tentang rangkaian tradisi ruwatan. Cerita tersebut diperkuat dengan 14 gambar-gambar yang sesuai dengan cerita. Prototipe buku ini juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan dan pendidikan karakter.

Berdasarkan uraian tersebut, untuk memfasilitasi pemahaman anak tentang tradisi ruwatan yang berkaitan pendidikan karakter kebangsaan sebagai calon guru SD peneliti ingin mengembangkan buku cerita anak untuk usia 9-10 tahun. Peneliti memilih buku cerita anak karena cerita anak memiliki tujuan untuk memperluas pengetahuan anak (Raines & Isbell, 2002: vii). Selain itu anak usia 9-10 tahun mampu berpikir logis, mampu memahami percakapan, mampu mengingat, memahami masalah dan memecahkan masalah yang bersifat konkret (Piaget dalam Santrock, 2011: 27).

Dengan demikian melalui buku cerita tentang tradisi ruwatan, harapannys anak mampu memahami dan mengingat tradisi ruwatan sebagai salah satu kebudayaan Jawa yang mengandung nilai-nilai karakter kebangsaan. Oleh sebab itu penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan.”


(27)

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita anak dapat membantu anak memahami tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

1.3TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian pengembangan buku cerita tradisi ruwatan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. 1.3.2 Mendeskripsikan kualitas pengembangan prototipe buku cerita anak dalam

memahami tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4MANFAAT PENELITIAN a. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat melatih peneliti sebagai calon seorang guru SD dalam membuat buku cerita tentang tradisi ruwatan yang bertujuan membentuk karakter kebangsaan pada anak


(28)

b. Bagi Anak

Penelitian ini dapat memfasilitasi anak usia 9-10 tahun guna memperoleh pemahaman tentang tradisi ruwatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat membantu masyarakat Jawa untuk melestarikan dan tetap melakukan tradisi ruwatan, karena tradisi ruwatan memiliki nilai-nilai yang baik seperti gotong royong, menjaga kebersihan, kebersamaan, berdoa pada Tuhan dan meminta doa restu orangtua.

1.5SPESIFIKASI PRODUK

Spesifikasi produk yang dihasilkan antara lain:

a. Prototipe ini berupa buku cerita anak berjudul “Tradisi Ruwatan”.

b. Prototipe terdiri dari cover, daftar isi, kata pengantar, 14 gambar tentang tradisi ruwatan, dan daftar pustaka.

c. Kata pengantar berisi tentang tradisi ruwatan agar dapat membantu anak memahami isi keseluruhan dari buku yang akan dibaca.

d. Buku cerita berisikan 14 gambar yang berisikan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

e. Prototipe buku dapat membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan dan mengekspresikan kreatifitas anak sesuai dengan imajinasinya saat membuat refleksi.


(29)

1.6DEFINISI OPERASIONAL 1.6.1 Prototipe

Prototipe/pro·to·ti·pe/ n model yg mula-mula (model asli) yg menjadi contoh; contoh baku; contoh khas. Prototype adalah model atau simulasi dari semua aspek produk sesungguhnya yang akan dikembangkan, model ini harus bersifat representative dari produk akhirnya. (KBBI 2015)

1.6.2 Buku Cerita Anak

Buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak-anak dengan menggunakan sudut pandang anak-anak. Dalam buku cerita anak biasanya mengandung pesan yang positif yang akan disampaikan penulis kepada pembaca. 1.6.3 Tradisi Ruwatan

Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010: 3).

1.6.4 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan merupakan suatu upaya yang dilakukan secara sadar dengan tujuan membentuk perilaku yang dapat memenuhi olah hati (sikap, keyakinan dan keimanan), olah pikir (proses menalar untuk berpikir kritis, inovatif, kreatif), olah raga (aktifitas yang disertai sportivitas), dan olah rasa dan karsa (kepedulian).


(30)

8

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 LANDASAN TEORI

Peneliti akan membahas mengenai landasan teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, pertanyaan penelitian pada bab II ini. Landasan teoritis merupakan acuan yang digunakan peneliti dalam membuat prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan. Teori-teori yang digunakan merupakan definisi dan hasil analisa pakar yang telah ahli dibidangnya. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

2.1.1 Tradisi atau Upacara Adat Jawa

Berikut akan dijelaskan kajian teori mengenai tradisi atau upacara adat Jawa, macam-macam tradisi Jawa, dan tradisi ruwatan.

2.1.1.1 Pengertian Tradisi atau Upacara Adat Jawa

Upacara adat Jawa merupakan salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur (Sunjata, 2013: 73). Pendapat lain diungkapkan oleh Soepanto (1992: 5) dalam Sunjata (2013: 76), upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa upacara adat Jawa merupakan sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan sarana


(31)

umumnya upacara adat Jawa bertujuan untuk mensyukuri karunia Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk keberhasilan dalam kehidupannya.

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa

Berikut ini merupakan contoh beberapa macam tradisi Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini.

1. Nglarung

Nglarung merupakan salah satu upacara tradisional yang ada di Jawa. Nglarung berasal dari kata larung yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi nglarung adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat (Suyami, 2008: 101). Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura (Sunjata, 2013: 75).

Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan sura dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, disamping bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul (Sunjata, 2013: 117).


(32)

2. Mitoni (Tujuh Bulanan)

Dalam tradisi jawa mitoni merupakan rangkaian upacara yang saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Upacara mitoni merupakan suatu upacara yang dilakukan pada seorang perempuan yang sedang hamil dan dilakukan pada saat usia kandungan menginjak usia tujuh bulan. Upacara ini bertujuan agar bayi yang ada dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh perlindungan dan keselamatan. Upacara yang dilakukan pada saat mitoni antara lain siraman, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain dari calon ayah ke calon ibu, ganti busana, memasukkan kelapa gading, memutus lilitan lawe/ lilitan benang/ janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog (Yana, 2012: 50).

Dari pengertian tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa mitoni

merupakan salah satu tradisi Jawa yang diggunakan untuk mendoakan ibu serta calon bayinya agar sehat dan selalu dalam lindunganNya dari dalam perut hingga saat lahir di bumi.

3. Miwit

Tradisi wiwit disebut juga dengan upacara mboyong mbok Sri, yaitu perilaku untuk memuliakan mbok Sri atau Dewi Padi. Orang yang melaksankan upacara tersebut adalah penduduk pedesaan, khususnya yang melakukan pekerjaan sebagai petani. Mereka melakukan hal itu karena merupakan kelanjutan, menyusul setelah panenan pertama (methik) (Saksono, 2012:78).


(33)

Upacara tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan ruwah menjelang bulan puasa (Herawati, 2010:25). Tradisi ini dilakukan pada tanggal 15 ruwah (pembukaan nyadran), 17 ruwah (Sadranan Pitulasan), 21 ruwah (Sadranan Slikuran), 23 ruwah (Sadranan Telulikuran), dan 25 ruwah (Sadranan Penutup/ Sadranan Slawean). Tujuannya adalah mengingatkan pada kematian, hidup hanya mampir minum, dan kuburan adalah rumah masa depan kita yang sesungguhnya (nilai berempati dan nilai ketuhanan), menggambarkan betapa penting kita belajar untuk akrab dengan kematian (nilai reflektif) dan juga bisa menyehatkan jiwa dan kesadaran kita (nilai kesehatan) karena adanya kekuatan psikologis untuk meneguhkan kembali jati diri dan identitas kita sebagai manusia (nilai kemanusiaan) (Prasetyo, 2010:6).

5. Ruwatan

Menurut, Herawati (2010: 3) Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari sukerta (sakit, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang.

Dari beberapa tradisi Jawa yang sudah peneliti jelaskan, peneliti memilih tradisi ruwatan sebagai salah satu tradisi Jawa yang akan diteliti. Tradisi ruwatan memiliki beberapa tata upacara sebagai berikut:


(34)

2.1.1.3. Tata Upacara Ruwatan

Menurut Herawati (2010: 6-8) pada dasarnya ada empat hal pokok yang harus dilakukan saat melaksanakan upacara ruwatan, yakni:

1. Upacara Siraman

Upacara siraman dilakukan oleh ibu dari anak yang diruwat dengan air kembang setaman yang bertujuan untuk membersihkan diri. Setelah dibersihkan anak mengenakan pakaian adat Jawa dan didampingi oleh dalang untuk bersujud meminta doa restu dihadapan orangtuanya, tujuannya agar kehidupannya menjadi baik dan lancar tanpa halangan. Setelah anak melakukan sungkem, dalang membacakan doa untuk keselamatan anak dan juga supaya acaranya berlangsung sukses tidak ada halangan.

2. Pertunjukkan wayang dengan lakon Murwakala.

Pertunjukkan wayang merupakan acara inti dari ruwatan. Dalang memaikan wayang kulit dengan cerita Murwakala, Sesungguhnya lakon

Murwakala menceritakan kisah Batara Kala saat memburu mangsanya yaitu anak sukerta (anak-anak yang dianggap kotor, sakit, membawa sial). Biasanya acara pertunjukkan wayang pada malam harinya diselingi cerita wayang lain sesuai permintaan yang punya rumah.

3. Upacara Srah-srahan dan Potong Rambut

Sebelum cerita pertunjukkan wayang berakhir dalang menghentikan sebentar ceritanya dengan dilanjutkan acara srah-srahan yakni anak sukerta diserahkan dari ayah ibunya kepada dalang dan dalang memangku


(35)

dan ibu anak yang diruwat melakukan pemotongan rambut, nantinya potongan rambut tersebut diserahkan kepada dalang untuk dibuang. Selesai pemotongan rambut, dalang melanjutkan mendalangnya dengan lakon Murwakala yang tinggal beberapa adegan.

4. Ucapan Terimakasih dan Tirakatan

Setelah rangkaian acara ruwatan berakhir, ayah dan ibu beserta anak yang diruwat mengucapkan terimakasih kepada dalang karena telah meruwat dan membebaskan anaknya dari celaka atau marabahaya. Kemudian keluarga mengajak para tamu yang datang untuk tirakatan yakni berdoa bersama dan makan bersama sebagai ucapan terimakasih kepada para tamu yang telah membantu selama berlangsungnya ruwatan.

2.1.1.4 Tujuan Ruwatan

Menurut kepercayaan sebagian masyarakat Jawa yang masih melestarikan tradisi Jawa, pelaksanaan ruwatan mempunyai tujuan. Tujuan-tujuan ruwatan sebagai berikut (Herawati, 2010: 14):

1. Untuk menghindarkan diri dari malapetaka yang datang dari sang mahakala. Keberadaan Batara Kala ini ada pada ritual ruwatan dengan lakon Batara Kala. Sebenarnya kala adalah waktu.

2. Dalam sebuah ritual ruwatan, tokoh Batara Kala tidak harus ada karena tujuannya adalah untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang ditimbulkan oleh makhluk halus atau alam.


(36)

3. Kekuatan alam yang mahadasyat bisa menimbulkan rasa ketakutan dan kengerian pada manusia. Kekuatan alam itu bisa menimbulkan bencana bagi manusia. Salah satu cara untuk menghindari bencana yaitu dengan melakukan ruwatan

2.1.1.5 Nilai-nilai dalam Ruwatan

Ruwatan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, nilai-nilai yang mengacu terbinanya kebahagiaan semua orang (Bratasiswara, 2000: 636). Seperti nilai kebersamaan, gotong royong, saling membantu, berdoa kepada Tuhan, menghormati orangtua, menjaga kebersihan jiwa dan rohani. Nilai-nilai dalam ruwatan tersebut ternyata memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian dari karakter, karakter kebangsan, dan pendidikan karakter kebangsaan.

2.1.2.1 Arti Karakter

Menurut Kesuma, dkk (2011: 11) karakter merupakan suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku kepada anak. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Samani dan Hariyanto (2013: 22) Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan vital bagi tercapainya tujuan hidup. Karakter merupakan dorongan pilihan untuk menentukan yang terbaik dalam hidup. Masih menurut Samani dan Hariyanto (2013: 41-42) karakter adalah perilaku yang tampak dalam bersikap maupun


(37)

pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain (KBBI, 2012)

Menurut Koesoema dalam Sumarah, dkk (2015: 09), kata “karakter” berasal dari kata bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”, dan “kharax” yang berarti “dipahat”. Karakter memiliki tiga unsur yang meliputi pengetahuan, perasaan, dan tindakan moral. Ketiganya sering dilambangkan sebagai kepala, hati, dan tangan. Kepala merupakan simbol dari Competence, hati adalah simbol dari Conscience, dan tangan serta kaki sebagai simbol dari compassion manusia. Ketiga metafora bagian tubuh manusia itu digunakan untuk menandaskan bahwa (Setiawan, 2012)karakter manusia adalah suatu kesatuan yang utuh yakni kesatuan yang meliputi segi jasmani dan rohani juga segi pribadi dan sosial (Sumarah, 2015: 10).

Menurut pemerintah, karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07).

Berdasarkan pengertian dari beberapa tokoh terebut dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang dibentuk sejak usia dini, saat usia dini anak-anak diajarkan bagaimana bertindak baik dan


(38)

membedakan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik. Perilaku tersebut dapat berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, mapun berbangsa dan bernegara.. Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan formal (sekolah) maupun non formal (keluarga, lingkungan). Karakter juga diggunakan untuk membedakan seseorang dengan yang lain.

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07). Dari Uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter kebangsaan dibentuk dengan mencerminkan nilai-nilai yang berkaitan dengan olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa.

Nilai-nilai karakter kebangsaan tersebut jika disoroti ternyata memiliki keterkaitan dalam tradisi ruwatan diantaranya, (1) olah hati meliputi bertakwa kepada Tuhan, hal tersebut ditunjukkan ketika seorang yang akan diruwat bersujud dihadapan kedua orang tuanya untuk meminta doa restu dan dalang membacakan doa untuk meminta pada Tuhan agar acara yang akan diselenggarakan dapat berjalan dengan lancar, (2) olah pikir meliputi rasa ingin tahu dan berpikir kritis, hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak bertanya tentang arti dari tradisi ruwatan, (3) olah raga/ kinestetika meliputi bersih dan sehat yang ditunjukkan ketika seorang yang telah selesai diruwat orang tersebut sudah terbebas dari marabahaya atau celaka sehingga akan bersih dan sehat


(39)

kebersamaan. Hal tersebut dapat ditunjukkan saat tradisi ruwatan masyarakat secara bergotongroyong membantu mempersiapkan tumpeng, makanan, dan tempat untuk ruwatan. Selain itu nilai kebersamaan tercermin dalam tirakatan atau berdoa dan makan bersama.

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi dan/ atau kelompok yang khas– baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 28). Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan tujuannya (Funderstanding 2006 dalam Samani, 2013:44).

Menurut Burke (2001) dalam Samani (2013: 43) Pendidikan karakter semata-mata merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter kebangsaan merupakan suatu upaya yang dilakukan secara sadar dengan tujuan membentuk perilaku yang dapat memenuhi olah hati (sikap, keyakinan dan keimanan), olah pikir (proses menalar untuk


(40)

berpikir kritis, inovatif, kreatif), olah raga (aktifitas yang disertai sportivitas), dan olah rasa dan karsa (kepedulian).

2.1.3 Buku Cerita Anak

Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian hakekat buku cerita anak, macam-macam bentuk buku cerita anak, dan tujuan buku cerita anak.

2.1.3.1 Hakekat Buku Cerita Anak

Hardjana (2006: 2-3) mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku cerita anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/ pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita. Buku anak adalah buku yang sesuai dengan tingkat kemampuan membaca dan minat anak-anak dari kelompok umur tertentu atau tingkatan pendidikan, mulai prasekolah hingga kelas enam SD (Wikipedia, 2015)

Dari kedua pengertian menurut ahli, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan sehari-hari. Menurut Raines & Isbell (2002: viii) cerita anak memiliki ciri khas diantaranya sebagai berikut: (a) jalan cerita yang mudah diikuti, (b) kata dan ucapan yang berulang, (c) kisah yang dapat ditebak dan kumulatif, (d) berisi sekumpulan kegiatan, (e) lucu, (f) berisi kejadian yang


(41)

moral yang jelas.

2.1.3.2 Macam-macam Bentuk Buku Cerita Anak

Dalam mengarang buku cerita anak dapat menggunakan bentuk atau wadah: cerita pendek, novelet dan novel. Dalam ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata fiksi yang dalam bahasa Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa latin fictio yang berarti: membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan (Tarigan dalam Hardjana, 2006: 4). Cerita fiksi adalah cerita yang dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang diciptakan. Itulah sebabnya cerita fiksi juga disebut sebagai cerita rekaan. Selain fiksi ada juga cerita non fiksi, kalau fiksi berdasar khayalan atau tidak nyata sedangkan non fiksi merupakan nyata.

Menurut Hardjana, (2006: 5) perbedaan utama antara fiksi dengan nonfiksi terletak dalam tujuan. Maksud dan tujuan narasi non fiksi adalah untuk menciptakan kembali sesuatu yang telah terjadi secara aktual. Karena itu dengan kata lain dapat dikatakan sebagai berikut: (a) narasi non fiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah yang harus terjadi; (b) narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka beginilah yang akan terjadi. Sedangkan menurut Tarigan dalam Hardjana (2006: 5) dapat dikatakan bahwa fiksi itu realitas, sedangkan non fiksi aktualitas. Aktualitas adalah apa-apa yang benar terjadi. Realitas adalah apa-apa yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi.


(42)

2.1.3.3 Tujuan Buku Cerita Anak

Buku cerita anak memiliki tujuan, diantaranya adalah (Raines & Isbell, 2002:vii): (a) dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi, (b) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, (c) memperluas pengetahuan anak, (d) menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak, (e) mengembangkan imajinasi anak, (e) dapat memotivasi anak untuk lebih banyak menggali literatur.

2.1.4 Peran Media Dalam Pendidikan Karakter

Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian dari media pembelajaran, dan media visual gambar.

2.1.4.1 Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari Latin, yang merupakan medium yang berarti sesuatu yang terletak di tengah atau suatu alat. Dalam webster dictionary, media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak ditengah dalam bentuk jenjang. Atau alat apa saja yang digunkan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal. Oleh karena itu, media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan (Anitah, 2010: 4)

Association for Educational Communications and Technology (AECT, 1977) dalam Anitah (2010: 4) mendefinisikan media sebagai bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Gerlach & Ely dalam Anitah (2010: 5) menjelaskan bahwa media adalah grafik, fotografi, elektronik atau alat-alat mekanik untuk menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan atau


(43)

adalah suatu alat komunikasi dan sumber informasi.

Dari pengertian beberapa tokoh di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran dapat berupa orang, bahan, dan alat yang dapat berbentuk lisan maupun visual yang digunakan untuk mempermudah penyampaian informasi yang akan disampaikan kepada orang lain atau penerima pesan.

2.1.4.2 Media Visual Gambar

Gerlach & Ely (1980) dalam Anitah (2010: 7) mengatakan bahwa gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil. Gambar juga memberikan gambaran dari waktu yang telah lalu atau potret (gambaran) masa yang akan datang. Smaldino, dkk (2008) dalam Anitah (2010: 8) mengatakan bahwa gambar atau fotografi dapat memberikan gambaran tentang segala sesuatu seperti: binatang, orang, tempat, atau peristiwa.

Edgar Dale (1963) dalam Anitah (2010: 8) mengatakan bahwa gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf dari lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkret (pengalaman langsung). Maka berdasarkan media visual gambar tersebut, prototipe buku cerita “Tradisi Ruwatan” merupakan salah satu media visual buku cerita yang menggunakan gambar. Berikut merupakan kelebihan gambar menurut Anitah (2010: 8) antara lain: (a) dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata: (b) banyak tersedia dalam buku-buku; (c) sangat mudah dipakai karena tidak membutuhkan peralatan; (d) relatif tidak mahal; (e) dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang studi.


(44)

Masih menurut Anitah (2010: 8-9) kelemahan gambar sebagai berikut: (a) kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjunkkan di kelas yang besar; (b) gambar mati adalah gambar dua dimensi. Untuk menunjukkan dimensi yang ketiga (kedalam benda), harus digunakan satu seri gambar dai objek yang sama tetapi dari sisi yang berbeda; (c) tidak menunjukkan gerak; (d) pembelajar tidak perlu mengetahui bagaimana membaca gambar.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gambar merupakan bagian dari media pembelajaran yang dapat diggunakan untuk membantu pemahaman seseorang agar lebih jelas dan lebih objektif.

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun

Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian dari psikologi perkembangan anak, tugas perkembangan anak, dan fase perkembangan anak. 2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak

Menurut Carpendale, Muller, & Bibok (2008) dalam Santrok, usaha secara kognitif untuk membangun pemahaman mengenai dunianya itu melibatkan dua proses, yaitu organisasi dan adaptasi. Sedangkan Byrnes (2008) dalam Santrock, untuk membuat dunia kita masuk akal, kita berusaha mengorganisasikan pengalaman-pengalaman kita. Selain berusaha mengorganisasikan berbagai pengamatan dan pengalaman, kita juga beradaptasi, yaitu menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru dari lingkungan.

Piaget mengatakan bahwa anak-anak secara aktif membangun pemahaman mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif (Piaget dalam Santrock, 2011: 27). Keempat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget


(45)

ini bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan tindakan fisik dan motorik, (2) tahap praoprasi (umur 2 hingga 7 tahun) dalam tahap ini anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar, (3) tahap operasi kongkrit (umur 7 hingga 11 tahun) tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar secara logis dan diterapkan dengan contoh-contoh yang konkret., (4) tahap operasi formal tahap operasi formal (11-15 tahun), dalam tahap ini individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

Dari beberapa tahap perkembangan kognitif menurut Piaget tersebut, anak usia 9 hingga 10 tahun termasuk ke dalam operasi kongkret. Pada masa ini anak mampu berpikir logis, mampu memahami percakapan, mampu mengingat, memahami masalah dan memecahkan masalah yang bersifat konkret.

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak

Anak usia 9-10 tahun masuk dalam kategori tahap perkembangan anak usia 6-12 tahun menurut Yusuf (2009: 69) sebagai berikut:

a. Belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan. Melalui pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin stabil, makin mantap dan cepat.

b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis. Hakikat tugas ini ialah (1) mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan, meliputi kebersihan, kesehatan dan keselematan


(46)

diri; (2) mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan juga menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun postur tubuh) secara positif.

c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. Yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya. Pergaulan anak di sekolah atau teman sebayanya mungkin diwarnai perasaan senang, karena secara kebetulan temannya berbudi baik, tetapi mungkin juga diwarnai perasaan tidak senang karena teman sepermainannya suka mengganggu atau nakal.

d. Belajar memainkan peranana sesuai dengan jenis kelaminnya. Apabila anak sudah masuk sekolah, perbedaan jenis kelamin akan semakin tampak. Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak akan memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainan yang khas laki-laki, seperti main bola, kelereng, dan layang-layang.

e. Belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Untuk dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit anak harus tamat sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar anak sudah memperoleh ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.

f. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Apabila kita telah melihat sesuatu, mendengar, mengecap, mencium, dan mengalami, tinggalah suatu


(47)

disebut konsep (tanggapan). Semakin bertambah pengetahuan, semakin bertambah pula konsep yang diperoleh. Tugas sekolah yaitu menanamkan konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu pengetahuan, adat-istiadat dan sebagainya. Untuk mengembangkan tugas perkembangan anak ini, maka guru dalam mendidik/ mengajar di sekolah sebaiknya memberikan bimbingan kepada anak untuk:

1. Banyak melihat, mendengar, dan mengalami sebanyak-banyaknya tentang sesuatu yang bermanfaat untuk peningkatan ilmu dan kehidupan bermasyarakat.

2. Banyak membaca buku-buku media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-konsep tersebut, semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah pula bagi anak untuk mempergunakannya pada waktu berpikir.

g. Mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma-norma agama. Hal ini menyangkut penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan agama (moral) disertai dengan perasaan senang untuk melakukan atau tidak melakukannya. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk, dan sebagainya.


(48)

h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri dalam arti dapat membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari pengaruh orangtua dan orang lain.

i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap tolong -menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerjasama dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang lain dan menghargai hak orang lain. 2.1.5.3 Fase Perkembangan Anak

Anak usia 9-10 tahun termasuk dalam kategori fase perkembangan anak usia 6-12 tahun, menurut Yusuf (2009: 178-184) sebagai berikut :

1. Perkembangan Intelektual

Pada masa ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Piaget menamakannya sebagai operasi konkret. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk mengungkapkan pendapat, gagasan, atau penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang dialaminya.

2. Perkembangan Bahasa

Bahasa merupakan sarana komunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan pernyataan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan.


(49)

Perkembangan Sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dalam masa ini anak ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dengan teman sebaya, teman di kelas sehingga menambah ruang gerak hubungan sosialnya.

4. Perkembangan Emosi

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi-emosi yang terjadi dalam masa ini seperti marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan.

5. Perkembangan Moral

Pada masa ini, anak sudah mengikuti tuntutan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini anak sudah memahami alasan yang mendasari suatu peraturan.

6. Perkembangan Motorik

Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar ketrampilan yang berkaitan dengan motorik.

2.2. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dibagi menjadi dua yaitu penelitian yang berhubungan dengan buku cerita anak dan penelitian yang berhubungan dengan ruwatan.


(50)

2.2.1. Penelitian Berhubungan dengan Buku Cerita Anak

Tinjauan pustaka ini digunakan untuk mengkaji hasil penelitian yang relevan dengan penelitian penulis. Berikut penelitian yang relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya:

Pertama, penelitian yang berjudul “Pengembangan Materi Ajar Cerita Anak Yang Mengandung Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Membaca Cerita Anak SMP Kelas VII di Singaraja” oleh N. M. Ermadwicitawati (2013). Dalam penelitian dijelaskan bahwa siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Singaraja memiliki pemahaman membaca cerita anak yang mengandung nilai karakter dengan baik. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor, yakni bahasa yang diggunakan dalam buku cerita dan isi yang disampaikan dalam cerita anak tersebut. Selain memahami cerita dengan baik, para siswa juga menunjukkan respon yang sangat baik terhadap produk penelitian ini.

Kedua, penelitian dari Subiyantoro yang berjudul “Membangun Karakter Bangsa Melalui Cerita Rakyat Nusantara” dalam penelitian ini dijelaskan bahwa anak-anak usia SD merupakan masa keemasan, sehingga menjadi momentum atau periode yang paling tepat untuk membentuk dan membangun karakternya. Salah satu upaya untuk membangun karakter anak adalah dengan menggunakan cerita rakyat. Alasannya cerita sesuai dengan tahap kognitif anak. Adapun dipilihnya cerita rakyat karena secara sosio-antropologi cerita ini sesuai kepribadian anak sebagai anggota masyarakat dalam daerah atau budaya tertentu.


(51)

Berikut penelitian yang relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya berhubungan dengan ruwatan:

Pertama, penelitian yang berjudul “Dampak Psikologis Ruwatan” oleh Feriyatin Dwi Astutik. Dalam penelitiannya Feriyatin mengatakan kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan bahwa upacara adat ruwatan membawa pengaruh dalam kehidupan seseorang yang telah melaksanakan ruwatan. Dampak psikologis yang dirasakan subyek setelah diruwat menganggap kesialan dalam hidupnya hilang, mendapat ketenangan dalam hidup, lebih dapat mengendalikan emosi, merasa bahagia dan lega setelah diruwat, lebih mawas diri, bahagia kesehatannya membaik, usahanya menjadi lancar, menjadi lebih percaya diri, serta bersemangat dalam bekerja.

Kedua, dalam penelitian Lestari Wahyu (2008) yang berjudul“Nilai Etika Dalam Ruwatan Sukerta Dengan Pertunjukkan Wayang Kulit Purwa Relevansinya Terhadap Penanaman Budi Pekerti Masyarakat”. Dalam penelitiannya Lestari menjelaskan bahwa bentuk upacara sukerta dalam pertunjukkan wayang kulit lakon murwakala memiliki simbolis yang penuh dengan etika moral, dan estetika serta nilai-nilai filosofis kehidupan dan bermanfaat bagi penalaran budi pekerti masyarakat berupa ajaran moral tentang unggah-ungguh, kejujuran, kewaspadaan, kepedulian serta sangkan paraning dumadi. Upaya pelestarian adat budaya Jawa agar tidak semakin jauh dari masyarakat, harus ditemukan metode baru guna penelitian selanjutnya. Lestari


(52)

juga memberikan saran agar upacara ruwatan terus dilestarikan dengan jalan disosialisasikan kepada masyarakat melalui pendidikan formal.

Berdasarkan empat penelitian tersebut, peneliti mendapatkan inspirasi: (1) penelitian berkaitan menghasilkan buku cerita yang mengandung nilai karakter, peneliti mendapatkan masukkan bahwa untuk menarik minat anak terhadap buku maka dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor bahasa dan faktor isi yang akan disampaikan. (2) Penelitian berkaitan dengan membangun karakter bangsa melalui cerita rakyat, peneliti mendapatkan masukkan bahwa usia SD merupakan masa keemasan untuk menanamkan karakter bangsa salah satunya melalui cerita rakyat karena sesuai dengan sesuai kepribadian anak sebagai anggota masyarakat dalam daerah atau budaya tertentu. (3) Penelitian berkaitan dengan ruwatan yang membawa pengaruh dalam kehidupan seseorang yang telah melaksanakan ruwatan. (4) Penelitian berkaitan dengan kegiatan yang ada dalam ruwatan lakon murwakala yang memiliki etika moral, nilai-nilai filosofis kehidupan yang bermanfaat bagi penalaran budi pekerti masyarakat. Peneliti mendapatkan masukkan bahwa perlu adanya metode untuk melestarikan tradisi ruwatan agar tidak semakin ditinggalkan dengan cara mensosialisasikan dalam pendidikan formal.

Penelitian yang relevan tersebut apabila dibuat dalam bentuk skema, maka konsepnya adalah sebagai berikut:


(53)

Bagan 1. Penelitian yang relevan

Penelitian yang berhubungan dengan

buku cerita anak

Penelitian I oleh N. M. Ermadwicitawati

Pengembangan buku cerita anak: Pengembangan, cerita anak

Penelitian II oleh Subiyantoro

Pengembangan buku cerita rakyat: Cerita rakyat

Penelitian yang berhubungan dengan

ruwatan

Penelitian I oleh Feriyatin Dwi Astutik (2007)

Tradisi Jawa ruwatan:

Dampak psikologis ruwatan

Penelitian II oleh Lestari Wahyu (2008)

Tradisi Jawa terdapat nilai moral:

ruwatan

Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter.

Menghasilkan buku cerita anak yang mengandung nilai karakter

Untuk menanamkan nilai karakter usia SD dapat menggunakan buku cerita

rakyat karena sesuai dengan kepribadian anak

ruwatan membawa pengaruh positif dalam hidup seseorang.

Dalam ruwatan terdapat lakon murwakala yang memiliki etika moral,

dan nilai-nilai yang bermanfaat bagi penalaran budi pekeri


(54)

2.3. Kerangka Berpikir

Berdasarkan tujuan penelitian yang terdahulu, ternyata pengembangan buku cerita anak untuk usia 9-10 tahun tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan masih relevan untuk diteliti. Kebaruan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu peneliti membuat sebuah prototipe buku cerita mengenai tradisi ruwatan.

Prototipe yang peneliti kembangkan berupa buku cerita anak dengan judul “Tradisi Ruwatan”. Prototipe buku tersebut dapat digunakan baik di dalam maupun di luar kelas untuk memfasilitasi anak dalam memahami tradisi ruwatan sebagai salah satu budaya Jawa yang memiliki nilai-nilai karakter kebangsaan. Prototipe yang dikembangkan peneliti berupa: (1) prototipe berupa buku cerita anak berjudul “Tradisi Ruwatan”. (2) prototipe terdiri dari cover, daftar isi, kata pengantar, 14 gambar tentang tradisi ruwatan, dan daftar pustaka. (3) Kata pengantar berisi tentang tradisi ruwatan agar dapat membantu anak memahami isi keseluruhan dari buku yang akan dibaca. (4) Buku cerita berisikan 14 gambar yang berisikan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. (5) Prototipe buku dapat membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan dan mengekspresikan kreatifitas anak sesuai dengan imajinasinya saat membuat refleksi.

Peneliti membuat prototype buku ini dikarenakan masih sedikitnya penelitian yang mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Peneliti berharap prototipe buku cerita “Tradisi Ruwatan” yang dihasilkan dapat membantu anak untuk memahami sekaligus ikut melestarikan tradisi ruwatan dan sebagai upaya


(55)

buku cerita

2.4. Pertanyaan Penelitian

2.4.1. Bagaimana prosedur penyusunan prototipe buku cerita anak tentang tradisi

ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

2.4.2. Bagaimana kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?


(56)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini metode penelitian ini akan membahas tentang jenis penelitian, setting penelitian, prosedur penelitian, uji validitas produk, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, jadwal penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan, yang biasa dikenal dengan penelitian R & D (Research and Development). Research and Development yaitu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2012: 297). Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan prototipe buku cerita untuk anak usia 9-10 tahun tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Produk buku ini berguna bagi anak-anak untuk memahami serta ikut melestarikan tradisi jawa khusunya ruwatan, selain itu produk ini juga dapat diggunakan untuk membentuk karakter kebangsaan anak-anak yang tercermin dalam tradisi ruwatan.

3.2Setting Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat yang berbeda, yang pertama peneliti melakukan wawancara di Godang, Pracimantoro, Wonogiri dan di SDN Caturtunggal 1 Sleman, Yogyakarta. Untuk pembagian kuesioner analisis kebutuhan peneliti lakukan di SDN Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman. Sedangkan


(57)

Jawa Tengah.

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak usia 9-10 tahun. Untuk wawancara subjek penelitian berjumlah 11 anak, untuk pembagian kuesioner analisis kebutuhan sejumlah 29 anak, sedangkan untuk uji coba produk subjek penelitian berjumlah 11 anak.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku cerita untuk anak usia 9-10 tahun tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama sembilan bulan, terhitung mulai dari bulan Juni 2015 sampai dengan Februari 2016.

3.3Prosedur Pengembangan

Prosedur pengembangan prototipe buku cerita untuk anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mengikuti langkah – langkah penelitian dan pengembangan dalam buku Sugiyono yang berjudul “Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Adapun Prosedur pengembangan ini melalui sepuluh langkah prosedur pengembangan menurut Sugiyono (2012: 298) seperti tahap (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) uji coba


(58)

pemakaian, (9) revisi produk, (10) produksi massal. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ditunjukkan pada bagan berikut.

Bagan 2. Langkah-langkah Research and Development (Sugiyono, 2012:297)

Namun, peneliti hanya menggunakan enam langkah dari sepuluh langkah dalam prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan dikarenakan keterbatasan waktu, dan biaya. Enam langkah yang diggunakan oleh peneliti akan akan dijelaskan pada bagan 3.3.2. Langkah-langkah prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan akan dijelaskan pada setiap bagian di bawah ini:

Potensi dan Masalah

Pengumpulan Data

Desain Produk

Validasi Desain

Revisi Produk Ujicoba

Pemakaian

Ujicoba Produk

Revisi Desain

Revisi Produk

Produksi Masal


(59)

Bagan 3: Prosedur Pengembangan Prototipe Tahap 1

Potensi dan Masalah

Tahap 2 Pengumpulan Data

Tahap 3 Desain Produk

Tahap 4 Validasi Desain

Tahap 5 Revisi Desain

 Pengumpulan lembar kuesioner pra penelitian

 Membuat cerita

Membuat sketsa gambar tradisi ruwatan.

 Konsultasi dan revisi sketsa

 Menggabungkan antara cerita dan gambar oleh ahli desain grafis

 Potensi : Tradisi Jawa memiliki nilai-nilai  Masalah : Kurangnya pemahaman anak

tentang tradisi ruwatan melalui wawancara kepada beberapa anak, dan penyebaran lembar kuesioner pra penelitian

 Validasi desain dilakukan oleh ahli bahasa dan sastra

 Perbaikan prototipe berdasarkan kritik dan saran validator

 Revisi prototipe buku cerita

Tahap 6 Uji Coba Produk

Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan


(60)

3.3.1 Potensi dan Masalah

Penelitiaan ini dilatarbelakangi oleh potensi dan masalah yang ditemukan oleh peneliti dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa anak-anak usia 9-10 tahun tidak memahami tentang tradisi ruwatan. Selain melakukan wawancara peneliti juga membagikan kuesioner analisis kebutuhan anak di SDN Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta untuk mengetahui apakah anak usia 9-10 tahun membutuhkan sebuah buku cerita tentang tradisi ruwatan untuk membantunya memahami tradisi ruwatan.

Dari hasil kuesioner analisis kebutuhan, ternyata anak usia 9-10 tahun membutuhkan buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Hal ini mendorong peneliti sebagai seorang calon guru SD, untuk melakukan penelitian membuat buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dengan tujuan untuk mengenalkan salah satu tradisi Jawa dan membentuk karakter kebangsaan agar-anak mulai sejak dini dapat menghargai kebudayaannya.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan lembar kuesioner analisis kebutuhan kepada anak usia 9-10 tahun atau kelas IV di SDN Nanggulan. Kuesioner analisis kebutuhan berisi 12 pernyataan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan. Pengumpulan data ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengetahui bentuk perencanaan buku cerita yang akan dibuat, agar sesuai dengan kebutuhan anak. Sehingga produk yang akan dihasilkan dapat membantu pemahaman anak tentang tradisi ruwatan dan sebagai upaya pembentukan karakter kebangsaan pada anak.


(61)

Dalam tahap ini peneliti melakukan desain produk yang diawali dengan membuat cerita menggunakan bahasa yang sederhana yang mudah dipahami oleh anak. Dalam cerita tersebut peneliti menonjolkan nilai-nilai karakter yang terdapat dalam tradisi ruwatan seperti gotongroyong, kebersamaan, kerjasama, berdoa kepada Tuhan, menghormati orangtua (meminta doa restu). Setelah selesai membuat cerita, peneliti melanjutkan dengan membuat sketsa yang disesuaikan dengan cerita yang sudah peneliti buat sebelumnya seperti wayangan, gotong royong mendirikan panggung, sungkeman atau meminta doa restu.

Setelah sketsa dan cerita selesai peneliti dibantu seorang desain grafis melakukan tahap finishing untuk melakukan perbaikan gambar dan pemberian warna agar lebih menarik minat anak-anak dalam membaca buku, sehingga anak-anak dapat memahami isi buku tentang tradisi ruwatan dengan mudah. Desain produk ini terdiri dari cover atau sampul, daftar isi, kata pengantar, isi cerita yang berupa teks cerita dan gambar tentang tradisi ruwatan, serta daftar pustaka.

3.3.4 Validasi Desain

Dalam tahap ini peneliti menggunakan validasi ahli sebagai evaluasi untuk menilai kualitas prototipe apakah layak diujicobakan atau tidak. Pengembangan prototipe buku cerita ini divalidasi oleh seorang dosen ahli sastra dan bahasa Universitas Sanata Dharma. Validasi dilakukan dengan cara memberikan desain produk dan lembar kuesioner kepada ahli guna mendapatkan nilai dan mendapat kritik saran dari ahli. Melalui kritik dan saran yang diberikan tersebut peneliti dapat


(62)

menemukan kelebihan dan kekurangan dari prototipe yang akan dikembangkan guna melakukan perbaikan desain.

3.3.5 Revisi Desain

Dalam tahap ini peneliti melakukan perbaikan desain dari hasil kritik dan saran yang telah ahli sastra dan bahasa berikan terhadap prototipe yang diberikan. Peneliti memperbaiki kekurangan dari pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan agar lebih baik dan mudah dipahami oleh anak.

3.4Uji Coba Produk

Uji coba produk dilakukan setelah mengumpulkan berbagai informasi guna menentukan kualitas buku cerita tentang tradisi ruwatan. Data tersebut digunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan. Dari hasil perbaikan tersebut, maka prototipe dapat diujicobakan kepada anak usia 9-10 tahun sesuai dengan kriteria. Dalam uji coba produk anak akan diberikan lembar kuesioner dalam bentuk refleksi untuk mengetahui apakah anak dapat memahami tradisi ruwatan seperti yang diharapkan oleh peneliti.

3.5Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner pra-penelitian untuk anak dan instrumen kesioner setelah uji coba berupa refleksi untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman anak tentang tradisi ruwatan.


(63)

Peneliti menyusun instrumen analisis kebutuhan untuk anak dengan tujuan agar peneliti dapat menyusun produk yang akan dikembangkan sesuai yang dibutuhkan. Kisi-kisi instrumen analisis kebutuhan terdiri dari empat aspek yaitu: (1) definisi tradisi ruwatan, (2) tujuan dari tradisi ruwatan, (3) kegiatan dalam tradisi ruwatan, (4) upaya mengenalkan budaya Jawa menggunakan buku cerita

.

Keempat aspek tersebut dijadikan kedalam 12 pernyataan. Adapun kisi-kisi instrumen analisis kebutuhan yang kemudian dijadikan sebagai kuesioner analisis kebutuhan untuk anak dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 sebagai berikut:

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen analisis kebutuhan No Aspek Nomor

Item

Pernyataan

1. Definisi

ruwatan

1 dan 2 1. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (olah pikir dan olah hati).

2. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari “sukerta” (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang. (olah pikir dan olah hati).


(64)

2. Tujuan

ruwatan

pada umumnya

3 dan 4 3. Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang

mengancamnya (olah hati dan olah pikir yang berkaitan dengan beriman pada Tuhan).

4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat

seseorang kembali sehat dan ceria (olah raga atau kinestetika ).

3. Kegiatan-kegiatan pada tradisi

ruwatan

5-10 5. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan

membutuhkan bantuan yang melibatkan banyak orang/gotong royong (olah rasa dan karsa)

6. Orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai pembacaan doa oleh dalang

(olah rasa dan olah hati yang berkaitan dengan beriman dan taqwa).

7. Orang-orang yang menghadiri upacara

ruwatan dapat merefleksikan cerita yang ada dalam pertunjukkan wayang (reflektif). (olah pikir)

8. Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut diserahkan pada dalang sebagai simbol pembebasan dari bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat (olah hati yang berkaitan dengan amanah).

9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada dalang karena telah mengruwat anaknya (olah hati dan olah rasa berkaitan dengan rasa bersyukur dan kepedulian)

10. Ketika pertunjukan wayang selesai secara bersama-sama menikmati hidangan yang telah disediakan oleh pihak keluarga (olah rasa dan karsa berupa kebersamaan).


(65)

mengenalk an budaya Jawa menggunak an buku cerita

tentang ruwatan.

12. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku cerita bergambar.

Saran atau komentar:

Tabel 2. Kuesioner analisis kebutuhan anak

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya.

2. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari

sukerta (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang.

3. Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang mengancamnya.

4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya, kesialan, pengaruh jahat, seseorang kembali sehat dan ceria

5. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan

membutuhkan bantuan yang melibatkan banyak orang/ gotongroyong.

6. Orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai pembacaan doa oleh dalang

7. Orang-orang yang menghadiri upacara ruwatan


(66)

pertunjukkan wayang.

8. Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut diserahkan pada dalang sebagai simbol pembebasan dari bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat.

9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada dalang karena telah mengruwat anaknya.

10. Ketika pertunjukan wayang selesai secara bersama-sama menikmati hidangan yang telah disediakan oleh pihak keluarga.

11. Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan.

12. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku cerita bergambar.

3.5.2 Kisi-kisi instrumen validasi produk

Peneliti menyusun instrumen validasi produk yang diggunakan untuk menilai produk buku cerita tentang tradisi ruwatan. Kisi kisi yang akan diggunakan untuk mengetahui kualitas produk tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu (1) bahasa, (2) format penulisan prototipe, (3) isi buku. Ketiga aspek tersebut dibuat dalam sembilan aitem. Kisi-kisi instrumen validasi produk dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Lembar Validasi Produk

No Item yang dinilai Skor

1-4

Saran

1. Bahasa a. Bahasa sesuai dengan kaidah penulisan (EYD)

b. Bahasa mudah dipahami untuk anak usia 9-10 tahun

2. Format penulisan

a. Format sesuai dengan kaidah penulisan buku cerita.


(67)

kepustakaan tentang ruwatan yang diintegrasikan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

3. Isi Buku a. Buku memuat 13 gambar yang berkaitan dengan tradisi ruwatan.

b. Buku tersebut memuat gambar yang menarik bagi anak usia 9-10 tahun

c. Buku memuat nilai (spiritual dan sosial) pendidikan karakter yang terdapat dalam cerita tentang

ruwatan.

d. Memuat refleksi berkaitan dengan tradisi ruwatan.

e. Setiap gambar terdapat cerita/ keterangan.

Jumlah/ Skor

Instrumen validasi analisis kebutuhan tersebut diberikan kepada dosen ahli sastra dan bahasa. Cara penilaian yang dilakukan adalah dengan memberi tanda centang pada skor 1, 2, 3 atau 4 sesuai dengan pendapat ahli yang akan digunakan peneliti untuk memperoleh data awal. Total skor diperoleh dengan menjumlahkan nilai per komponen skor terbobot. Selanjutnya hasil skor terbobot dikonversikan ke dalam tabel, melalui tabel ini dapat dilihat kategori kelayakan instrumen kebutuhan yang akan digunakan. Saran dan komentar yang digunakan dosen ahli digunakan untuk memperbaiki instrumen analisis kebutuhan.

3.5.3 Kisi-kisi instrumen setelah uji coba (refleksi)

Peneliti menyusun instrumen setelah uji coba untuk mengetahui pemahaman anak terhadap buku cerita tentang tradisi ruwatan. Instumen ini nantinya berupa refleksi yang diisi oleh anak-anak setelah menggunakan/ membaca produk buku


(1)

103

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

105

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

107 Lampiran 5. Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

BIOGRAFI PENELITI

Ambarwaty Subagyo adalah nama peneliti skripsi ini. Peneliti lahir

di Wonogiri pada tanggal 22 Mei 1994 dari Bapak Subagyo dan Bu

Sunarni. Peneliti menempuh jenjang Pendidikan dari Kanak-kanak di

TK Pertiwi 1 Pracimantoro (lulus 2000), melanjutkan Pendidikan

Dasar di SD Negeri 1 Pracimantoro (lulus tahun 2006) kemudian

melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 2 Pracimantoro (lulus tahun 2009).

Kemudian peneliti melanjutkan Pendidikan Menengah Umum di SMAN 2 Wonogiri (lulus

tahun 2012) hingga saat ini melanjutkan studi ke Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

pada tahun 2012, Proses menempuh pendidikan di Sanata Dharma akan segera berakhir

dengan menyelesaikan tugas akhir skripsi guna mendapatkan gelar Sarjana. Tugas akhir

peneliti berjudul PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG

TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN.