Pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi Nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA DAN MEWARNAI TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN Angela Ayu Anggraini Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali dengan adanya potensi dan masalah terkait dengan tradisi nglarung. Potensi dalam tradisi nglarung yaitu terdapat nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada sembilan anak usia 8-9 tahun, peneliti mendapatkan data anak-anak tidak memahami tentang nilai-nilai dalam tradisi nglarung. Peneliti juga mendapatkan data dari hasil analisis kebutuhan kepada 27 anak usia 8-9 tahun bahwa 67% anak memerlukan buku cerita tradisi nglarung. Oleh karena itu, peneliti terdorong melakukan penelitian untuk mengembangkan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Tujuannya untuk menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas dari prototipe tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) yang menggunakan enam prosedur menurut Sugiyono, yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba produk. Prototipe yang dihasilkan berbentuk buku cerita dan

mewarnai dengan judul “Belajar & Mewarnai Tradisi Nglarung”. Prototipe terdiri dari cover buku, daftar isi, kata pengantar, delapan gambar kegiatan dalam tradisi nglarung, daftar pustaka, dan biodata penulis. Prototipe divalidasi seorang ahli bahasa dan sastra dengan nilai 4.9 (sangat baik) sehingga sangat layak diujicobakan.

Uji coba terbatas dilakukan tiga kali. Pertama dan kedua dilakukan di Kauman, Klaten yang diikuti oleh 27 anak usia 5-9 tahun. Ketiga dilakukan di Prambanan, Sleman yang diikuti oleh 13 anak usia 5-9 tahun. Dari hasil uji coba, peneliti mendapat data bahwa 100% anak mengetahui tradisi nglarung untuk mengucap syukur nelayan kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan, mencintai kebersamaan, dan kebersihan. Dengan demikian, prototipe buku cerita dan mewarnai dapat menjadi fasilitas terhadap pemahaman anak tentang tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai dalam pendidikan karakter kebangsaan.

Kata Kunci: Pengembangan, Buku Cerita dan Mewarnai, Tradisi Nglarung, Pendidikan Karakter Kebangsaan.


(2)

ABSTRACT

DEVELOPING STORY AND COLORING BOOK PROTOTYPE OF NGLARUNG IN THE CONTEXT OF NATIONAL CHARACTER

BUILDING Angela Ayu Anggraini Sanata Dharma University

2016

This reasearch is a research and development investigated the tradition of nglarung. The potentials which the researcher concerns about are in nglarung tradition, values are closely related to the national characters building. The problems are formulated based on the interview with nine children in the age of 8-9 years old. The researcher finds out that they don’t understand the sense of nglarung tradition, whereas it has some values related to the national characters building. Therefore, the researcher is motivated to conduct a research to develop the prototype of story and coloring book development about nglarung tradition in the context of national characters building . It aimed to explain the development process and describe the quality of the prototype.

This research was a reasearch and development, which uses six steps according to Sugiyono: (1) potentials and problems, (2) data accumulation, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision and (6) product testing. The prototype produced is in the form of story and coloring book which is packaged into a story and coloring book entitled “Learning and Coloring Nglarung Tradition”. The prototype consists of the cover, the foreword, eight pictures of the activities in nglarung tradition, the bibliography, and biodata. The prototype is validated by score 4.9 (very good), which means it is suitable to be tested.

The limited test was done for three times, the first and second time are done in Kauman, Klaten, on 28-29 December 2015, followed by 27 children at 5-9 years of age. The third limited test is done in Prambanan, Sleman followed by 13 children at 5-9 years of age. From the test results, the researcher finds out the data which reveals that a hundred per cent of the children knows the activities done in nglarung tradition. Therefore, the story and coloring book prototype could facilitate children’s understanding about nglarung tradition that bears the national characters building.

Keywords: Development, A Story and Coloring Book, Nglarung Tradition, National Character Buliding.


(3)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA DAN MEWARNAI TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Angela Ayu Anggraini NIM : 121134009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

:--l

.,.=.,,:.='-,':=:,..,==',_=-_.

Igpda_=s!.S

:il&I@,t, .';.=-,'''-,';'t.t=

i

ggd.r

I5-{g!@20]

Domlri*l*i-- Tf

.

':-

w,ido,q.a4s-$i;M$i6

Tmg

.tsi

.'


(5)

SKRIPSI

PENGEMBAFIGAIYPROTOT-IPEBUT.UCERITAI]AN,!rywARIId TRADISI .NGI./IRUNG DALAM KONTEKS P8}E}IDIKAN TURNXTTTT

::

KEEANGSAA}I

,, .' -,r ,,.Ketgi

Sekretaris

,

,

AnSSe!,l ' :'Anggota 2

ta3

: Christiyarrti,Aprinastuti, S.Si., M.Pd.

: Dra. tgnatia Esti Sumarah,

Mllun.

: Wahyu Wiao Stri, S.Si., M-Biotech.

: Andri Anugrahana, SPd- M.Pd.

Yogyakarta

2l

larlaar.zDrc


(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1.

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, atas berkat dan kasihNya yang selalu

melimpah dalam hidupku.

2.

Orang tuaku, Bapak Fransciscus Xaverius Joko Suyitno dan Ibu Rosalia Surati

(

) yang selalu memberikan doa, motivasi, dan kasih.

3.

Kedua kakakku Agnes Rika Wulandari, Agatha Feni Widyaningrum, dan

adikku Alfonsus Bagus Sajiwo serta keponakanku Maria Efata Queena

Wibowo dan Natanael Riswara Keano Wibowo yang selalu memberikan

semangat dan keceriaan.

4.

Teman-teman penelitian fokus studi grup Jawa yang saling memberikan

semangat dan motivasi.

5.

Teman-teman PGSD angkatan 2012 yang saling berjuang.

6.

Almamaterku tercinta, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7.

Segala pihak yang terlibat yang membantu dan mendukung dalam setiap

proses penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak bisa diucapkan satu

persatu.


(7)

v

MOTTO

Kasih yang tulus tidak pernah menilai hasilnya, melainkan hanya memberi

(Mother Teresa)

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Tuhan, sebab Ia yang memelihara

kamu

(1 Petrus 5:7)

Sekarang dia telah pergi ke rumah tenang, namun kasihnya padaku se

lalu ku

kenang


(8)

PEBNTYATAAITT KE,ASILIAN I(ARYA

Saya mayatakan seurngguhnya bahwa slaipsi yang saya nrlis ini tidak memuat

karya atau bagian

krya

orang lain, kccuali

png

telah disebutkan

dalm

kutipan

dan daftar pustaka" sebagaimme layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Januari 2016 Pensliti

frl.

AngelaAyu


(9)

LEMBAR PERI\TYATAAI{ PERSETUJUAI\I

PUBLIKASI KARYA

ILMIAII

T]NTUK KEPENTINGAI{ AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama

: Angela Ayu Anggraini

NomorMahasiswa :121134009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan,

sya

memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharmakarya ilmiah saya yang berjudul :

PENGEMBAI\IGAI\ PROTOTIPE BT]KU CERITA. DAI\[ MEWARNAI TRADISI NGI./IRUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAI\i KARAKTER

KEBAI\TGSAAAI

besertra perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media

lain,

mengelolanya

dalam bentuk

pangkalan,

mendistibusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media tain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

ljin

dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 27 lanttari 2016

Yang menyatakan

ffi

aogJhAyu Anggraini


(10)

viii

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA DAN MEWARNAI TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN Angela Ayu Anggraini Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali dengan adanya potensi dan masalah terkait dengan tradisi nglarung. Potensi dalam tradisi nglarung yaitu terdapat nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada sembilan anak usia 8-9 tahun, peneliti mendapatkan data anak-anak tidak memahami tentang nilai-nilai dalam tradisi nglarung. Peneliti juga mendapatkan data dari hasil analisis kebutuhan kepada 27 anak usia 8-9 tahun bahwa 67% anak memerlukan buku cerita tradisi nglarung. Oleh karena itu, peneliti terdorong melakukan penelitian untuk mengembangkan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Tujuannya untuk menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas dari prototipe tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) yang menggunakan enam prosedur menurut Sugiyono, yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba produk. Prototipe yang dihasilkan berbentuk buku cerita dan

mewarnai dengan judul “Belajar & Mewarnai Tradisi Nglarung”. Prototipe terdiri dari cover buku, daftar isi, kata pengantar, delapan gambar kegiatan dalam tradisi nglarung, daftar pustaka, dan biodata penulis. Prototipe divalidasi seorang ahli bahasa dan sastra dengan nilai 4.9 (sangat baik) sehingga sangat layak diujicobakan.

Uji coba terbatas dilakukan tiga kali. Pertama dan kedua dilakukan di Kauman, Klaten yang diikuti oleh 27 anak usia 5-9 tahun. Ketiga dilakukan di Prambanan, Sleman yang diikuti oleh 13 anak usia 5-9 tahun. Dari hasil uji coba, peneliti mendapat data bahwa 100% anak mengetahui tradisi nglarung untuk mengucap syukur nelayan kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan, mencintai kebersamaan, dan kebersihan. Dengan demikian, prototipe buku cerita dan mewarnai dapat menjadi fasilitas terhadap pemahaman anak tentang tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai dalam pendidikan karakter kebangsaan.

Kata Kunci: Pengembangan, Buku Cerita dan Mewarnai, Tradisi Nglarung, Pendidikan Karakter Kebangsaan.


(11)

ix

ABSTRACT

DEVELOPING STORY AND COLORING BOOK PROTOTYPE OF NGLARUNG IN THE CONTEXT OF NATIONAL CHARACTER

BUILDING Angela Ayu Anggraini Sanata Dharma University

2016

This reasearch is a research and development investigated the tradition of nglarung. The potentials which the researcher concerns about are in nglarung tradition, values are closely related to the national characters building. The problems are formulated based on the interview with nine children in the age of 8-9 years old. The researcher finds out that they don’t understand the sense of nglarung tradition, whereas it has some values related to the national characters building. Therefore, the researcher is motivated to conduct a research to develop the prototype of story and coloring book development about nglarung tradition in the context of national characters building . It aimed to explain the development process and describe the quality of the prototype.

This research was a reasearch and development, which uses six steps according to Sugiyono: (1) potentials and problems, (2) data accumulation, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision and (6) product testing. The prototype produced is in the form of story and coloring book which is packaged into a story and coloring book entitled “Learning and Coloring Nglarung Tradition”. The prototype consists of the cover, the foreword, eight pictures of the activities in nglarung tradition, the bibliography, and biodata. The prototype is validated by score 4.9 (very good), which means it is suitable to be tested.

The limited test was done for three times, the first and second time are done in Kauman, Klaten, on 28-29 December 2015, followed by 27 children at 5-9 years of age. The third limited test is done in Prambanan, Sleman followed by 13 children at 5-9 years of age. From the test results, the researcher finds out the data which reveals that a hundred per cent of the children knows the activities done in nglarung tradition. Therefore, the story and coloring book prototype could facilitate children’s understanding about nglarung tradition that bears the national characters building.

Keywords: Development, A Story and Coloring Book, Nglarung Tradition, National Character Buliding.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan limpahan kasih, rahmat, dan berkatNya, sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kritik, saran, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

4. Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, semangat, waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skrispi.

5. Seluruh dosen dan staf karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.


(13)

xi

6. Validator instrumen pra-penelitian dan validator prototipe yang telah menilai serta memberikan kritik dan saran pada penelitian ini.

7. Kepala sekolah, guru, dan segenap staf di SD 1 Bantul, Yogyakarta yang telah mengijinkan peneliti melakukan analisis kebutuhan anak untuk mengisikan kuesioner kepada anak-anak kelas III B.

8. Anak-anak di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah beserta pembinanya dan di Dusun Grembyangan, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta yang meluangkan waktu bersama peneliti saat mengikuti uji coba prototipe.

9. Orang tua tercinta Bapak Franciscus Xaverius Joko Suyitno yang selalu memberi motivasi, perhatian dan kasih dalam setiap doanya. Ibu Rosalia Surati () yang telah dipanggil Tuhan, semoga keluarga dan kerabat selalu menjadi pendoa bagi beliau.

10. Kedua kakak Agnes Rika Wulandari, Agatha Feni Widyaningrum, dan adik Alfonsus Bagus Sajiwo serta keponakan Maria Efata Queena Wibowo dan Natanael Riswara Keano Wibowo yang selalu memberikan semangat dan keceriaan.

11. Bulik Theresia Yuli yang telah memberikan motivasi dan materi selama peneliti menjalankan kuliah.

12. Kakak, adik, sahabat, teman dekat, saudara, terhebat dan terbaik, Marcellina Laras Restudiati, yang selalu menemani setiap saat, memberi semangat dan senyuman yang selalu meneduhkan hati.

Veronica Renny Puspa Sari, Ambarwaty Subagyo, Siti Mabruroh, Maria Nike Prasetyo W.S, dan teman-teman penelitian fokus studi grup Jawa lainnya


(14)

(Dany, Andro, Hayq Tyas, Vint4 Dian, Walryu), yang sama-sama berjuang

serta saling memberikan semangat dan masukan.

14. Teman-teman dekat peneliti yang luar biasa dan saling memberikan motivasi (Yuli, Mespin, Nindya Ardeliana, Sesi, Puspa, Gizel).

15. Teman-teman PGSD angkatan 2012 yang

ttrut

terlibat membantu peneliti

dalam menyelesaikan skripsi ini.

16. Sebagian dari keluarga peneliti, Bapak Wmsan, Ibu Valentine, Mbak Wiwie, Mbak Kittin, Mbak Nuri, dan Tante Nanda yang selalu memberikan semangat

daomotivasi.

17. Lulu Ramadhani dan Heribertus Tri Sutrisno yang membantu peneliti dalam

desain gnfis pembuatan prototipe buku ceria dan mewarnai.

18. Almamater peneliti: Universitas Sanata Dharma.

19. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah memberikan do4 dukungan, dan semangat hingga skripsi

ini

terselesaikan

dengan baik.

Peneliti menyadari bahwa penelitian

ini masih

banyak kekurangan dan

keterbatasan. Akhimya semoga skripsi ini bermanfaat bagi parapembaca.

Yogyakarta, 27 I anvari 201 6

Peneliti

ftF

AngelaA

xll


(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PENYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Spesifikasi Prototipe ... 6

1.6 Definisi Operasional ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Landasan Teoritis ... 8

2.1.1 Tradisi Jawa ... 8

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa... 8

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa... 9

2.1.1.3 Tradisi Nglarung ... 11

A. Tata Cara dalam Tradisi Nglarung ... 13

B. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Tradisi Nglarung ... 16

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 16

2.1.2.1 Arti Karakter ... 16

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan ... 17

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 18


(16)

xiv

2.1.3.1 Pengertian Buku Cerita Anak ... 19

2.1.3.2 Macam-macam Bentuk Buku Cerita Anak ... 20

2.1.3.3 Tujuan Buku Cerita Anak ... 21

2.1.4 Media Menggambar dan Mewarnai ... 21

2.1.4.1 Pengertian Media ... 21

2.1.4.2 Media Gambar ... 22

2.1.4.3 Mewarnai Gambar ... 22

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 8-9 tahun ... 23

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 8-9 tahun ... 23

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 8-9 tahun ... 24

2.2 Penelitian yang Relevan ... 26

2.3 Kerangka Berpikir ... 31

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Setting Penelitian ... 33

3.2.1 Tempat Penelitian ... 33

3.2.2 Subjek Penelitian ... 34

3.2.3 Objek Penelitian ... 34

3.2.4 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Prosedur Pengembangan ... 34

3.3.1 Potensi dan Masalah ... 37

3.3.2 Pengumpulan Data ... 37

3.3.3 Desain Prototipe ... 38

3.3.4 Validasi Prototipe ... 38

3.3.5 Revisi Prototipe ... 39

3.3.6 Uji Coba Prototipe ... 39

3.4 Instrumen Penelitian ... 39

3.4.1 Instrumen Pra-Penelitian ... 39

3.4.2 Instrumen Validasi Prototipe ... 40

3.4.3 Instrumen Uji Coba Prototipe ... 40

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.6 Teknik Analisis Data ... 41

3.6.1 Data Kualitatif ... 41

3.6.2 Data Kuantitatif ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Hasil Penelitian ... 44

4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung ... 44

4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 44

4.1.1.2 Pengumpulan Data ... 45

4.1.1.3 Desain Prototipe ... 47

4.1.1.4 Validasi Prototipe ... 53

4.1.1.5 Revisi Desain ... 53


(17)

xv

a. Uji Coba Prototipe di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum,

Klaten ... 55

b. Uji Coba Prototipe di Dusun Grembyangan, Madurejo, Prambanan, Sleman ... 56

4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung ... 57

4.2 Pembahasan ... 58

4.3 Kelebihan dan Kelemahan Prototipe ... 64

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Keterbatasan ... 65

5.3 Saran ... 66

DAFTAR REFERENSI ... 67

LAMPIRAN ... 70


(18)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Penelitian yang Relevan ... 30 Bagan 2. Prosedur Research and Development menurut Sugiyono (2012) 35 Bagan 3. Prosedur Pengembangan Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Skor Skala Empat ... 43 Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Data Kuesioner Pra-Penelitian... 46 Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Data Uji Coba Prototipe berupa Refleksi Anak 57


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sketsa Awal ... 47

Gambar 2. Kumpulan Sketsa oleh Seorang Desain Grafis ... 48

Gambar 3. Urutan Isi Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai ... 51

Gambar 4. Cover sebelum direvisi ... 54

Gambar 5. Cover sesudah direvisi ... 54

Gambar 6. Hasil Refleksi Anak terhadap Pemahaman Tradisi Nglarung .. 60


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 71

1.1 Surat Ijin Pra-Penelitian ... 71

1.2 Surat Ijin Uji Coba Prototipe di Klaten ... 72

1.3 Surat Ijin Uji Coba Prototipe di Prambanan ... 73

Lampiran 2. Instrumen Penelitian ... 74

2.1 Kisi-kisi Instrumen Pra-Penelitian ... 74

2.2 Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra-Penelitian ... 75

2.3 Instrumen Validasi Prototipe ... 76

2.4 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe ... 77

2.5 Instrumen Uji Coba Prototipe berupa Refleksi Anak ... 77

Lampiran 3. Hasil Data Kuesioner Pra-Penelitian ... 79

3.1 Hasil Data Kuesioner Pra-Penelitian Anak ... 79

3.2 Hasil Persentase Data Kuesioner Pra-Penelitian ... 80

Lampiran 4. Hasil Validasi Prototipe ... 81

Lampiran 5. Hasil Data Uji Coba Prototipe ... 82

5.1 Hasil Data Uji Coba Prototipe berupa Refleksi Anak... 82

5.2 Hasil Persentase Data Uji Coba Prototipe berupa Refleksi Anak ... 82

Lampiran 6. Hasil Refleksi Anak ... 83

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian ... 101

Lampiran 8. Hasil Mewarnai Uji Coba Prototipe ... 102

8.1 Hasil Mewarnai Uji Coba Prototipe di Klaten ... 102


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I ini, peneliti akan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi prototipe yang dihasilkan, dan definisi operasional.

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia kaya akan kebudayaan, warga mempelajari kebudayaan yang didalamnya terkandung nilai-nilai kehidupan. Salah satu kebudayaan di Indonesia, khususnya di daerah Jawa yaitu upacara tradisional atau upacara adat Jawa (tradisi Jawa). Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan (Purwadi, 2005:1). Pendapat lain diungkapkan oleh Soepanto (dalam Sunjata 2013:76), bahwa upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama. Salah satunya yaitu upacara atau tradisi nglarung.

Nglarung berasal dari kata “larung” yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi nglarung adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di satu tempat (Suyami, 2008:101). Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura bulan pertama pada kalender Jawa (Sunjata, 2013:75). Namun, belum semua masyarakat Jawa memahami tradisi nglarung.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada sembilan anak usia 8-9 tahun di daerah Prambanan, Purworejo, dan Pekalongan, peneliti


(23)

mendapat informasi bahwa mereka tidak memahami tradisi nglarung. Ketiga daerah tersebut (pedesaan dan pesisir pantai) peneliti pilih untuk mengetahui data awal terhadap pemahaman anak tentang tradisi nglarung. Memprihatinkan bila anak-anak sekarang ini tidak mengetahui tradisi nglarung yang berasal dari daerah Jawa berkaitan dengan beberapa nilai-nilai dalam pendidikan karakter kebangsaan.

Nilai-nilai dalam tradisi nglarung mengandung nilai-nilai budaya antara lain: (a) nilai gotong royong, tercermin mulai dari persiapan sampai akhir upacara melibatkan banyak orang; (b) nilai etos kerja, menjadi salah satu bentuk pemacu motivasi dalam bekerja atau etos kerja bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan; (c) nilai ketaqwaan kepada Sang Pencipta, pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkanNya, selain itu juga untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan dalam mengarungi hidup ini (Sunjata, 2013:110-112). Nilai-nilai dalam tradisi nglarung tersebut terkait dengan pendidikan karakter kebangsaan.

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas - baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:07). Karakter yang bersumber dari olah hati memiliki nilai ketuhanan/ ketaqwaan (bertaqwa) dilihat dari tujuan tradisi nglarung yaitu mengucap syukur kepada Tuhan, selain itu nelayan bersama-sama mendoakan sesaji sebelum dilarung yang dipimpin oleh pemimpin upacara. Olah pikir terwujud dalam pelaksanaan tradisi nglarung yaitu


(24)

nelayan berkreasi membuat tempat sesaji dan menghias perahu semenarik mungkin kemudian merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan (kreatif dan reflektif). Olah raga/ kinestetik, hal ini tercermin ketika nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah laut. Olah rasa dan karsa tercermin dalam nilai gotong royong di mana nelayan bersama-sama memasang tenda di tepi pantai, nilai etos kerja yang diwujudkan oleh nelayan ketika menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.

Pada tanggal 30 November 2015, peneliti melakukan pembagian kuesioner kepada 27 anak usia 8-9 tahun di SD 1 Bantul, Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data: (1) 74% anak tidak mengetahui tradisi nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut). (2) 70% anak tidak mengetahui bahwa setelah membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai; (3) 70% anak tidak mengetahui bahwa para nelayan melarung sesaji di tengah laut dan memperebutkan sesaji; kemudian (4) 67% anak menjawab perlunya buku yang berisi penjelasan tentang tradisi nglarung.

Berdasarkan masalah tersebut, peneliti membantu pemecahan masalah dengan melakukan penelitian pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung. Buku cerita dan mewarnai tersebut dapat digunakan oleh anak untuk mengetahui cerita tentang tradisi nglarung sekaligus kumpulan gambar kegiatan tradisi nglarung yang dapat diwarnai oleh anak-anak. Peneliti memilih


(25)

untuk mengembangkan buku cerita dan mewarnai karena sesuai dengan tujuan buku cerita anak, yaitu dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi, dapat menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak, dan dapat mengembangkan imajinasi anak (Raines, 2002:7).

Prototipe ini terdiri dari cover berjudul “Belajar & Mewarnai Tradisi Nglarung”, isinya memuat kata pengantar untuk membantu anak agar memahami isi kesuluruhan dari buku serta terdapat daftar isi pada prototipe. Isi buku terdiri dari cerita tentang rangkaian kegiatan tradisi nglarung. Cerita tersebut diperkuat dengan delapan gambar yang bisa diwarnai oleh anak usia 8-9 tahun. Prototipe ini juga terdapat daftar pustaka yang berisi tentang pengertian tradisi nglarung untuk mengucap syukur nelayan kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan. Terakhir yaitu biodata penulis prototipe.

Berdasarkan uraian tersebut, untuk memfasilitasi pemahaman anak tentang tradisi nglarung yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan, peneliti sebagai calon guru SD mengembangkan buku cerita dan mewarnai. Oleh sebab itu, penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karater kebangsaan?


(26)

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita dan mewarnai dapat membantu anak memahami tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karater kebangsaan?

1.3TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian pengembangan buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan prosedur pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karater kebangsaan. 1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku cerita dan mewarnai dapat

membantu anak memahami tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karater kebangsaan.

1.4MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat melatih peneliti untuk mengembangkan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4.2 Bagi Anak

Anak usia 8-9 tahun dapat membuat anak menjadi terinspirasi, dapat menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak, dan dapat mengembangkan imajinasi anak untuk mewarnai gambar kegiatan tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat membantu masyarakat Jawa untuk melestarikan, dan memiliki kebiasaan mengucap syukur kepada Tuhan


(27)

atas rejeki dan keselamatan yang diberikan, mencintai kebersamaan, kebersihan, gotong royong, dan kegigihan (best practice).

1.5SPESIFIKASI PROTOTIPE

Spesifikasi prototipe yang dihasilkan antara lain:

a. Prototipe buku cerita dan mewarnai “Belajar & Mewarnai Tradisi Nglarung”.

b. Prototipe terdiri dari cover, daftar isi, kata pengantar, delapan gambar kegiatan tradisi nglarung, daftar pustaka, dan biodata penulis.

c. Kata pengantar berisi tentang penjelasan tradisi nglarung agar membantu anak mengerti isi kesuluruhan buku.

d. Prototipe buku berisi delapan gambar yang peneliti pilih yang dapat membantu anak untuk memahami tradisi nglarung.

e. Prototipe buku dapat membantu anak mengekspresikan kreatifitas anak untuk mewarnai gambar kegiatan tradisi nglarung dengan bermacam-macam warna.

1.6DEFINISI OPERASIONAL 1.6.1 Prototipe

Prototipe merupakan suatu model awal atau model mula-mula yang dapat menjadi contoh, selanjutnya dapat dikembangkan menjadi aspek produk sesungguhnya.

1.6.2 Buku Cerita Anak

Buku cerita anak merupakan kumpulan dari beberapa tulisan atau gambar untuk anak-anak dengan menggunakan sudut pandang anak yang dapat menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan sehari-hari.


(28)

1.6.3 Tradisi Nglarung

Tradisi nglarung merupakan kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura, yaitu bulan pertama pada kalender Jawa dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut).

1.6.4 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan merupakan usaha sadar yang direncanakan untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi atau kelompok yang khas – baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa.


(29)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab II ini, peneliti akan membahas mengenai landasan teoritis, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

2.1 LANDASAN TEORITIS

Landasan teoritis merupakan sebuah acuan yang digunakan peneliti dalam membuat prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung. Teori-teori yang digunakan merupakan definisi dan hasil analisa oleh para ahli. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.1.1 Tradisi Jawa

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa

Dalam kebudayaan Jawa terdapat nilai-nilai serta norma-norma yang dipakai dan dipatuhi serta diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Nilai-nilai budaya yang menjadi pandangan hidup orang Jawa kemudian mengendap dalam tradisi dan adat-istiadat yang dipegang teguh dan terwujud dalam salah satunya yaitu upacara-upacara adat (Bratawidjaja, 2000:9).

Tradisi Jawa atau upacara adat Jawa merupakan salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur (Sunjata, 2013:73). Pendapat lain diungkapkan oleh Soepanto (dalam Sunjata 2013:76), bahwa upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan


(30)

tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa upacara adat Jawa merupakan sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan sarana permohonan keselamatan, kesejahteraan dan hasil yang lebih baik untuk masa yang akan datang. Pada umumnya upacara adat Jawa bertujuan untuk mensyukuri karunia Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk keberhasilan dalam kehidupannya.

Berdasarkan pengertian tradisi Jawa atau upacara adat Jawa yang telah peneliti uraikan tersebut, peneliti menemukan beberapa macam-macam tradisi yang ada di Jawa. Macam-macam tradisi Jawa akan lebih jelas setelah peneliti deskripsikan sebagai berikut.

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa

Dari berbagai macam tradisi di Jawa, peneliti hanya mengambil lima macam tradisi Jawa. Berikut uraian dari macam-macam tradisi Jawa yang peneliti ambil menurut para ahli budaya.

1. Nglarung

Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura, yaitu bulan pertama dalam kalender Jawa (Sunjata, 2013:75). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, di samping bentuk persembahan kepada penguasa Laut Selatan, Kanjeng Ratu Kidul (Sunjata, 2013:117).


(31)

2. Ruwatan

Herawati (2010:4) berpendapat bahwa istilah ruwatan dalam cerita Jawa, menurut Mpu Darmaja dalam Sumaradahana, berasal darti kata ruwat, ruwuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan dan lain-lain dan terbatas dari hal-hal yang tidak baik (membebaskan). Objek yang diruwat atau dibebaskan, menurut kitab Kuncaranarna dan apa yang disebut dalam Kandhang Ringgit Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang (kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan atau kekusutan).

3. Nyadran

Upacara tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah menjelang bulan puasa (Herawati, 2010:25). Tradisi ini dilakukan pada tanggal 15 Ruwah (pembukaan Nyadran), 17 Ruwah (Sadranan Pitulasan), 21 Ruwah (Sadranan Slikuran), 23 Ruwah (Sadranan Telulikuran), dan 25 Ruwah (Sadranan Penutup/ Sadranan Slawean). Tujuannya adalah mengingatkan pada kematian, hidup hanya mampir minum, dan kuburan adalah rumah masa depan kita yang sesungguhnya (nilai berempati dan nilai ketuhanan), menggambarkan betapa penting kita belajar untuk akrab dengan kematian (nilai reflektif) dan juga bisa menyehatkan jiwa dan kesadaran kita (nilai kesehatan) karena adanya kekuatan psikologis untuk meneguhkan kembali jati diri dan identitas kita sebagai manusia (nilai kemanusiaan) (Prasetyo, 2010:6).


(32)

4. Wiwit (Methik)

Tradisi wiwit disebut juga dengan upacara mboyong mbok Sri, yaitu perilaku untuk memuliakan mbok Sri atau Dewi Padi. Orang yang melaksanakan upacara tersebut adalah penduduk pedesaan, khususnya yang melakukan pekerjaan sebagai petani. Mereka melakukan hal itu karena merupakan kelanjutan, menyusul setelah panenan pertama (methik) (Saksono, 2012:78).

5. Mitoni (Tujuh bulanan)

Dalam tradisi Jawa mitoni merupakan rangkaian upacara yang saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Upacara mitoni merupakan suatu upacara yang dilakukan pada seorang perempuan yang sedang hamil dan dilakukan pada saat usia kandungan menginjak usia tujuh bulan. Upacara ini bertujuan agar bayi yang ada dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh perlindungan dan keselamatan. Upacara yang dilakukan pada saat mitoni antara lain siraman, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain dari calon ayah ke calon ibu, ganti busana, memasukkan kelapa gading, memutus lilitan lawe/ lilitan benang/ janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog (Yana, 2012:50).

Berdasarkan lima macam tradisi Jawa yang peneliti temukan, peneliti hanya mengambil salah satu tradisi Jawa yang akan dibahas. Tradisi nglarung adalah tradisi yang peneliti pilih dalam penelitian ini, sehingga peneliti menguraikan arti tradisi tersebut dengan lebih jelas sebagai berikut.

2.1.1.3 Tradisi Nglarung

Nglarung merupakan salah satu upacara tradisional yang ada di Jawa. nglarung berasal dari kata “larung” yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai


(33)

atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi nglarung adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat (Suyami, 2008:101). Berbeda pendapat yang dipaparkan oleh Sunjata (2013:75), tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura, yaitu bulan pertama pada kalender Jawa.

Dari beberapa pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan tradisi nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura, yaitu bulan pertama pada kalender Jawa dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut). Tujuan pelaksanaan tradisi nglarung menurut Sunjata (2013:117) adalah sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, di samping bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul. Kanjeng Ratu Kidul adalah tokoh mitos yang diyakini masyarakat nelayan sebagai Dewi penjaga dan pelindung Laut Selatan, karena laut beserta isinya dan kondisi alamnya sangat melekat pada masyarakat nelayan. Peneliti menyimpulkan tujuan dari upacara tradisi nglarung yaitu untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkanNya.

Di dalam tradisi nglarung saat pelaksanaan ritual sesaji juga terdapat beberapa fungsi sosial di antaranya adalah: (a) fungsi sebagai sarana kerukunan hidup, (b) fungsi sebagai kegotongroyongan, (c) fungsi sebagai alat pengendali atau pengawas norma-norma masyarakat yang selalu dipatuhi oleh pendukungnya,


(34)

(d) fungsi sebagai sarana hiburan, (e) fungsi pelestarian tradisi, dan (f) fungsi sebagai pengesahan pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan masyarakat desa (Hanniyaturroufah, 2013).

A. Tata Cara dalam Tradisi Nglarung

Tradisi nglarung dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura yaitu bulan pertama pada kalender Jawa. Tradisi tersebut berlangsung dua tahap tata cara, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan upacara (Purwadi, 2005:86).

1. Kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan

Kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan adalah kegiatan yang dilakukan sebelum upacara dimulai. Pamong desa bertugas sebagai penanggung jawab menyiapkan tempat dan tenda untuk penampungan pengunjung yang nantinya akan datang pada hari pelaksanaan nglarung serta menyiapkan pertunjukkan dan sebagainya. Pamong desa memimpin warga yang sebagian besar sebagai nelayan untuk membersihkan dan mendirikan tenda. Beberapa warga lain kegiatan yang mereka lakukan diantaranya mengadakan komunikasi satu sama lain. Intinya saling mengingatkan bahwa kegiatan nglarung sudah semakin dekat. Kemudian para nelayan yang memiliki perahu bersama nelayan lain dengan rela hati mengecat perahu mereka, nantinya perahu mereka akan membawa sesaji yang dilarung. Sesaji tersebut adalah sebagai lambang bahwa manusia harus selalu ingat kepada Sang Pencipta. Sesaji terdiri dati berbagai macam hasil bumi yang mempunyai makna bahwa semua hasil bumi adalah pemberian dari Tuhan untuk kesejahteraan manusia (Sunjata, 2013:112)


(35)

Masyarakat nelayan dan warga sekitar dengan sukarela menyumbangkan bahan-bahan sesaji, baik yang berupa hewan kurban maupun bumbu masak, dan peralatan atau perlengkapan untuk keperluan kegiatan upacara nglarung. Sesajinya antara lain beras, beras ketan, kelapa, gula pasir, kopi, teh, daun sirih, tembakau, pinang, injet, gambir, ayam, kerbau, kambing, seikat kayu bakar, bunga-bunga, sayur-sayuran, buah-buahan, dan bumbu masak. Harapan dari berbagai sesaji tersebut agar masyarakat diberikan keselamatan apabila terjadi musibah dan mencegah malapetaka yang telah terjadi agar tidak terulang kembali.

Makna dari berbagai sesaji akan peneliti deskripsikan sebagai berikut: (1) buah pisang sanggan, sebagai lambang raja atau ratu tertinggi yang mempunyai makna penguasa Laut Selatan yaitu Kanjeng Ratu Kidul. (2) ambengan (nasi ambeng), sebagai lambang permohonan keselamatan dari Tuhan. (3) alat kecantikan dan pakaian wanita, sebagai lambang kesukaan wanita untuk berdandan yang dipersembahkan untuk Kanjeng Ratu Kidul. (4) bunga, sebagai lambang permohonan keharuman. (5) Kepala kerbau, sebagai lambang kebodohan yang harus dilarung agar masyarakat nelayan dijauhkan dan dihilangkan dari kebodohan. (6) jajanan pasar, sebagai lambang keramaian, maksudnya agar laut bisa ramai dan hasil tangkapan ikan melimpah sehingga nelayan dapat hidup sejahtera. (7) nasi tumpeng, sebagai makna ucapan syukur dan pengharapan kepada Yang Maha Kuasa karena bentuk tumpeng dibuat menuju ke atas. (8) Sayur-sayuran dan buah-buahan (pala gumantung), sebagai lambang rejeki yang ada di atas bumi agar diturunkan. (9) Umbi-umbian (pala kapendem), sebagai lambang rejeki yang ada dalam bumi agar dikeluarkan.


(36)

Kegiatan persiapan selanjutnya yaitu malam tirakatan. Menurut tradisi, kegiatan ini berlangsung malam hari sebelum esok harinya diselenggarakan upacara tradisi nglarung dimalam tirakatan, masyarakat nelayan dan warga sekitar berbincang-bincang dan memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa agar upacara tradisi nglarung berjalan dengan lancar tidak ada halangan suatu apa. Doa dipimpin oleh pemimpin upacara nglarung hingga fajar menyingsing.

2. Kegiatan-kegiatan pelaksanaan upacara.

Pagi harinya pemimpin upacara tradisi nglarung membakar kemenyan yang merupakan tanda dimulainya kegiatan memasak dan menyiapkan sesaji. Membakar kemenyan dilakukan dalam maksud untuk menyampaikan sesaji kepada roh yang dituju, karena kemenyan melambangkan keharuman. Masyarakat nelayan dan warga secara bergotong royong menyiapkan sesaji antara lain, menyembelih korban (ayam, kerbau, dan kambing, kemudian memasak bahan-bahan yang sudah disebutkan kemudian menempatkan sesaji yang sudah siap pada tempatnya. Mereka dengan penuh rasa tanggung jawab dan mampu bekerjasama, sehingga semua kegiatan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Kegiatan selanjutnya yaitu penyambutan secara resmi oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten yang kemudian dilanjutkan dengan mendoakan sesaji yang akan dilarung dipimpin oleh pemimpin upacara tradisi nglarung. Pemimpin upacara dan masyarakat membakar kemenyan dan memanjatkan doa di depan sesaji, memohon agar sesaji diterima oleh Kanjeng Ratu Kidul serta mereka diberi keselamatan dan murah rejeki.

Setelah pembacaan doa selesai, mulailah para nelayan menggotong sesaji dan menaikkan ke atas perahu untuk dilarung. Masyarakat dan pengunjung lain


(37)

mempersiapkan di tengah laut untuk berebut sesaji. Pemimpin upacara menunjuk bagian laut yang tepat untuk sesaji dilarung dan digulingkan kemudian diperebutkan. Mereka memperebutkan sesaji karena di kalangan masyarakat telah tumbuh kepercayaan bahwa sesaji yang diperebutkan memiliki khasiat yang cukup ampuh. Khasiat itu diantaranya menambah berkah, rejeki, dan mengobati penyakit.

B. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Tradisi Nglarung

Tradisi nglarung mengandung nilai-nilai budaya. Hal ini juga diungkapkan oleh Sunjata (2013:110-112) bahwa dalam pelaksanaan upacara adat nglarung mengandung nilai-nilai budaya antara lain: (a) nilai gotong royong, tercermin mulai dari persiapan sampai akhir upacara melibatkan banyak orang; (b) nilai etos kerja, menjadi salah satu bentuk pemacu motivasi dalam bekerja atau etos kerja bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan; (c) nilai ketaqwaan kepada Sang Pencipta, pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkanNya, selain itu juga untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan dalam mengarungi hidup. Nilai-nilai dalam tradisi nglarung tersebut terkait dengan pendidikan karakter kebangsaan. Oleh sebab itu, peneliti akan mendeskripsikan tentang beberapa nilai-nilai dalam tradisi nglarung terkait dengan pendidikan karakter kebangsaan.

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan 2.1.2.1 Arti Karakter

Pengertian karakter menurut Koesoema (2007:79), kata “karakter” berasal


(38)

“dipahat”. Berkarakter artinya mempunyai watak atau berkepribadian. Sedangkan pengertian karakter menurut Tillman (2004), karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Dalam KBBI, karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sedangkan menurut Kesuma, dkk (2011:11) karakter merupakan suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku kepada anak. Samani (2013:41-42) mengungkapkan bahwa karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam bersikap maupun dalam bertindak.

Menurut Pemerintah Republik Indonesia (2010:07), karakter adalah nilai-nilai yang khas - baik (tahu nilai-nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas – baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah


(39)

rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas - baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:07).

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang khas – baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Yang pertama adalah olah hati, berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/ keimanan. Kedua olah pikir, berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Ketiga olah raga, berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Serta yang keempat adalah olah rasa dan karsa, berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercernin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 28).

Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung sesuai dengan karakter individu yang dijiwai sila-sila Pancasila yaitu karakter yang bersumber dari olah hati, olah pikir, olah raga/ kinestetik, serta olah rasa dan karsa. Karakter yang bersumber dari olah hati memiliki nilai ketuhanan/ketaqwaan (bertaqwa) dilihat


(40)

dari tujuan tradisi nglarung yaitu mengucap syukur kepada Tuhan, selain itu nelayan bersama-sama mendoakan sesaji sebelum dilarung yang dipimpin oleh pemimpin upacara. Olah pikir terwujud dalam pelaksanaan tradisi nglarung yaitu nelayan berkreasi membuat tempat sesaji dan menghias perahu semenarik mungkin kemudian merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan (kreatif dan reflektif). Olah raga/ kinestetik hal ini tercermin ketika nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah laut. Olah rasa dan karsa yang tercermin dalam nilai gotong royong di mana nelayan bersama-sama memasang tenda di tepi pantai, nilai etos kerja yang diwujudkan oleh nelayan ketika menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.

Dari uraian nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi nglarung yang telah dideskripsikan, peneliti akan mengemasnya ke dalam bentuk buku cerita anak. Oleh sebab itu, peneliti akan mendeskripsikan teori tentang buku cerita anak sebagai berikut.

2.1.3 Buku Cerita Anak

2.1.3.1Pengertian Buku Cerita Anak

Dalam Hardjana (2006:02-03), mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku cerita anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/ pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita. Menurut Wahyudi (2013:18)


(41)

mengungkapkan cerita anak adalah cerita yang ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah pengalaman sehari-hari, maka pengalaman itu harus ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah gambaran sehari-hari, maka gambaran kehidupan itu harus ditulis dengan sudut pandang anak. Dari kedua pengertian menurut ahli, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan sehari-hari.

2.1.3.2Macam-macam Bentuk Buku Cerita

Dalam mengarang buku cerita anak dapat menggunakan bentuk atau wadah: cerita pendek, novelet dan novel. Dalam ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata fiksi yang dalam bahasa Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa latin fictio yang berarti: membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan (Tarigan dalam Hardjana, 2006:4). Cerita fiksi adalah cerita yang dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang diciptakan, karena itu cerita fiksi juga disebut sebagai cerita rekaan. Selain fiksi ada juga cerita non fiksi, jika fiksi berdasar khayalan atau tidak nyata sedangkan non fiksi merupakan nyata.

Hardjana (2006:5) mengungkapkan perbedaan utama antara fiksi dengan nonfiksi terletak dalam tujuan. Maksud dan tujuan narasi nonfiksi adalah untuk menciptakan kembali sesuatu yang telah terjadi secara aktual. Karena itu dengan kata lain dapat dikatakan sebagai berikut: (1) narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah yang harus terjadi; (2) narasi


(42)

fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka beginilah yang akan terjadi.

Menurut Tarigan (dalam Hardjana 2006:5) mengatakan bahwa fiksi itu realitas, sedangkan non fiksi aktualitas. Aktualitas adalah apa-apa yang benar terjadi. Realitas adalah apa-apa yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, prototipe yang peneliti kembangkan merupakan prototipe buku cerita non fiksi. Prototipe tersebut dikembangkan karena berdasarkan kejadian nyata yang ada dalam masyarakat. Adapun tujuan dari uku cerita anak akan peneliti uraikan sebagai berikut.

2.1.3.3Tujuan Buku Cerita Anak

Buku cerita anak dibuat oleh penulis tentunya memiliki tujuan yang berguna bagi anak-anak. Berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak diantaranya adalah (a) dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi, (b) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, (c) memperluas pengetahuan anak, (d) menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak, (e) mengembangkan imajinasi anak, dan (f) dapat memotivasi anak untuk lebih banyak menggali literatur (Raines, 2002:7).

Buku cerita anak tersebut akan lebih menarik apabila peneliti kemas menjadi buku cerita dan mewarnai. Sehingga peneliti mendeskripsikan pengertian media gambar dan mewarnai sebagai berikut.

2.1.4 Media Menggambar dan Mewarnai 2.1.4.1Pengertian Media

Arsyad (2011:3) mengungkapkan bahwa, kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam


(43)

bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Gerlach, dkk (dalam Arsyad 2009), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Menurut Criticos (dalam Daryanto 2011:4) media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Sedangkan menurut Smaldino (dalam Anitah 2010:5) mengatakan bahwa media adalah suatu alat komunikasi dan sumber

informasi. Berasal dari bahasa Latin yang berarti “antara” menunjuk pada segala

sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima pesan. 2.1.4.2Media Gambar

Menurut Sumanto (2005:5) menggambar merupakan suatu perbuatan seseorang dalam usahanya untuk mengungkapkan buah pikiran, sehingga bermakna visual pada suatu bidang dan hasilnya disebut gambar. Media gambar memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media gambar dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Gambar dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan dengan isi materi pelajaran dengan dunia nyata (Sari, 2010:27). Pendapat yang sama dipaparkan

oleh Nur’aini (2010:12) menyatakan bahwa “alam pikir anak adalah gambar. Dengan perkataan lain, ‘bahasa alam pikir anak adalah bahasa gambar’. Semua

informasi yang dia terima, akan dia pikirkan di alam pikirannya dalam bentuk konkret, bentuk yang sesuai dengan pemikirannya sendiri”.


(44)

Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan media gambar adalah anak dapat memahami isi gambar, sehingga anak lebih termotivasi dan lebih tertarik untuk membaca dan mengetahui isi cerita bergambar (Sari, 2010:28).

2.1.4.3Mewarnai Gambar

Mewarnai gambar adalah kegiatan yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas memberi warna pada gambar. Metode pemberian tugas mewarnai gambar sangat berguna untuk peningkatan kemampuan fisik motorik halus anak. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan mewarnai gambar, akan melatih otot-otot jemari anak dan meningkatkan konsentrasi anak terhadap suatu objek yang sedang diperhatikan oleh anak (Murdiani, 2014:108).

Berdasarkan uraian yang telah peneliti deskripsikan mengenai kegiatan mewarnai anak, peneliti juga akan menguraikan gagasan tentang perkembangan anak usia 8-9 tahun. Berikut adalah uraian dari perkembangan anak usia 8-9 tahun dengan tahap-tahap serta tugas perkembangannya.

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 8-9 tahun

2.1.5.1Psikologi Perkembangan Anak Usia 8-9 tahun

Teori Piaget (dalam Santrock 2011:27-28) menyatakan bahwa anak-anak secara aktif membangun pemahaman mereka mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget: (1) tahap sensorimotor (0-2 tahun), dalam tahap ini bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan tindakan fisik dan motorik. (2) tahap praoperasi (2-7 tahun), dalam tahap ini anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar. (3) tahap operasi konkret (7-11 tahun), tahap ini anak-anak dapat


(45)

melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar secara logis dan diterapkan dengan contoh-contoh yang konkret. (4) tahap operasi formal (11-15 tahun), dalam tahap ini individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas perkembangan anak usia 8-9 tahun yang berada pada tahap operasional konkret. Prototipe yang peneliti kembangkan dalam bentuk buku cerita dan mewarnai masuk dalam tahap perkembangan anak usia 7-11 tahun yaitu tahap operasional konkret. Djiwandono (2002:73) mengemukakan bahwa anak-anak yang berada pada tahap operasional konkret umumnya mampu berpikir logis, mampu memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga dapat menghubungkan dimensi ini satu sama lain, kurang egosentris, dan belum bisa berpikir abstrak.

2.1.5.2Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun

Tugas perkembangan menurut Yusuf (2009:69) dibagi menjadi sembilan: (1) belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan. Melalui pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin stabil, makin mantap dan cepat. (2) belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan, meliputi kebersihan, kesehatan dan keselematan diri. Serta mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan juga menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun postur tubuh) secara positif. (3) belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. Yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya. Pergaulan anak di sekolah atau teman-teman sebayanya mungkin


(46)

diwarnai perasaan senang, karena secara kebetulan temannya berbudi baik, tetapi mungkin juga diwarnai perasaan tidak senang karena teman sepermainannya suka mengganggu atau nakal. (4) belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. Apabila anak sudah masuk sekolah, perbedaan jenis kelamin akan semakin tampak. Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak akan memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainan yang khas laki-laki, seperti main bola, kelereng, dan layang-layang.

Masuk pada tugas perkembangan anak yang selanjutnya, yaitu: (5) belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Untuk dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit anak harus tamat sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar anak sudah memperoleh ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Dalam prototipe buku cerita dan mewarnai yang peneliti kembangkan, termasuk dalam tugas perkembangan anak yang kelima, sebab dijelaskan bahwa anak usia 6-12 mempunyai keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.

Tugas perkembangan anak yang berikutnya adalah: (6) belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Apabila kita telah melihat sesuatu, mendengar, mengecap, mencium, dan mengalami, tinggalah suatu ingatan pada kita. Ingatan mengenai pengamatan yang telah lalu itu disebut konsep (tanggapan). Semakin bertambah pengetahuan, semakin bertambah pula konsep yang diperoleh. Tugas sekolah yaitu menanamkan konsep-konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu


(47)

pengetahuan, adat-istiadat dan sebagainya. Peneliti mengaitkan tugas perkembangan anak yang keenam dengan pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai, sebab dalam isi prototipe tersebut terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kegiatan atau konsep sehari-hari, sehingga anak-anak semakin bertambah pengetahuan dan semakin bertambah pula konsep yang diperoleh dari prototipe buku cerita dan mewarnai.

Selanjutnya ada tugas perkembangan anak, yaitu: (7) mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma-norma agama. Hal ini menyangkut penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan agama (moral) disertai dnegan perasaan senang untuk melakukan atau tidak melakukannya. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk, dan sebagainya. (8) belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri dalam arti dapat membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari pengaruh orangtua dan orang lain. (9) mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap tolong-menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerjasama dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang lain dan menghargai hak orang lain.

2.2 PENELITIAN YANG RELEVAN

Peneliti mengambil tiga penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: pertama, penelitian dengan judul “Menelisik Nilai-Nilai Kearifan Lokal


(48)

dalam Upacara Tradisi Larung di Sesaji Telaga Sarangan Desa Sarangan

Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.” Ditulis oleh Dicky Reza Romadhon,

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang tahun 2013. Di penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang nilai-nilai kearifan lokal dalam upacara tradisi Larung Sesaji di Telaga Sarangan Desa Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif serta menggunakan prosedur pengumpulan data yaitu metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: (1) asal-usul sejarah terjadinya upacara Larung Sesaji adalah Putri dari Raja Surakarta Hadiningrat yang bernama Kusumo Werdi Ningsih hilang di Telaga Sarangan baik jasmani maupun rohaninya. (2) tujuan diadakannya upacara Larung Sesaji adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas kehadirat Tuhan YME berkat limpahan nikmat yang telah diterima berupa telaga Sarangan. (3) pelaksanaan upacara Larung Sesaji adalah upacara Larung Sesaji dilakukan setahun sekali pada bulan Ruwah Jumat Pon menjelang bulan Ramadhan. (4) nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam upacara Larung Sesaji adalah nilai religi, nilai kekerabatan, nilai rendah hati, nilai keindahan dan nilai simbolik. (5) kendala yang dihadapi saat pelaksanaan Larung Sesaji adalah kendala kecil tentang kurang tersedianya lahan parkir untuk menampung kendaraan para pengunjung.

Kedua, penelitian dengan judul “Ritual Sesaji Sebagai Bentuk Persembahan Untuk Kanjeng Ratu Kidul Di Desa Karangbolong Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen”. Ditulis oleh Haniyaturroufah, Pendidikan Bahasa,


(49)

Sastra, dan Budaya Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo tahun 2013. Di penelitian ini, peneliti mengatakan bahwa, tujuannya untuk mengetahui: (1) prosesi ritual sesaji, (2) makna simbolik sesaji, dan (3) fungsi ritual sesaji di pesanggrahan Kanjeng Ratu Kidul di Desa Karangbolong, Kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen. Jenis penelitian menggunakan penelitian kualitatif, dengan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.

Fungsi folklor dalam upacara ritual yaitu fungsi ritual dan fungsi sosial. Di antara fungsi sosial yang ada antara lain: (a) fungsi sebagai sarana kerukunan hidup, (b) fungsi sebagai kegotongroyongan, (c) fungsi sebagai alat pengendali atau pengawas norma-norma masyarakat yang selalu dipatuhi oleh pendukungnya, (d) fungsi sebagai sarana hiburan, (e) fungsi pelestarian tradisi, dan (f) fungsi sebagai pengesahan pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan masyarakat desa Karangbolong. Fungsi pelestari tradisi yaitu masih dilaksanakannya ritual sesaji sebanyak empat kali dalam satu tahun, karena merupakan warisan dari leluhur yang tidak ditinggalkan.

Ketiga, penelitian dengan judul “Pengembangan Buku Berbahasa Jawa Begambar sebagai Penunjang Pembelajaran Bahasa Jawa Sekolah Dasar”. Ditulis oleh Amrih Setiowati, FBS Universitas Negeri Semarang tahun 2013. Di penelitian ini, peneliti mengatakan bahwa, kegiatan belajar-mengajar di kelas membutuhkan perangkat pembelajaran yang beraneka ragam. Akan tetapi, peredaran buku pelajaran saat ini mengalami kendala baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kondisi tersebut juga terjadi bagi mata pelajaran muata lokal bahasa Jawa. Dari segi kuantitas jumlah buku bahasa Jawa yang beredar kurang


(50)

mencukupi jika dibandingkan dengan jumlah peserta didik. Kendala lainnya yaitu pada kualitas buku yang kurang sesuai dengan kurikulum dan kondisi sosial budaya masyarakat pengguna buku tersebut. Dari latar belakang penelitian yang ditulis, rumusan masalah yang disusun dalam penelitian adalah bagaimanakah pengembangan buku berbahasa Jawa bergambar sebagai penunjang pembelajaran bahasa Jawa sekolah dasar. Tujuan penelitian adalah mengembangankan prototipe buku berbahasa Jawa bergambar sebagai penunjang pembelajaran bahasa Jawa Sekolah Dasar.

Hasil penelitian ini berupa pembuatan buku berbahasa Jawa bergambar. Dari hasil penelitian dan simpulan dalam penelitiaan, peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut. (1) buku berbahasa Jawa bergambar dapat digunakan sebagai salah satu sumber pustaka dalam proses belajar mengajar. (2) perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji keefektifan buku berbahasa Jawa bergambar.

Berdasarkan tiga penelitian tersebut, peneliti mendapatkan inspirasi yaitu: (1) penelitian tentang nilai-nilai kearifan lokal dalam upacara Larung Sesaji, peneliti mendapatkan inspirasi tentang adanya nilai-nilai dalam tradisi nglarung yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. (2) dari penelitian tentang ritual sesaji sebagai bentuk persembahan untuk Kanjeng Ratu Kidul yang mempunyai banyak fungsi sosial, peneliti mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan desain pembelajaran berupa buku cerita dan mewarnai yang dapat memfasilitasi pemahaman anak tentang tradisi nglarung yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. (3) berkaitan penelitian yang menghasilkan prototipe buku bergambar sebagai penunjang pembelajaran sekolah


(51)

dasar, peneliti mendapatkan gambaran prosedur pengembangan prototipe buku bergambar.

Berikut adalah bagan tentang penelitian-penelitian yang telah peneliti ambil.

Bagan 1. Penelitian yang Relevan

Penelitian 1 tentang Tradisi Nglarung Romadhon, Dicky Reza. 2013. Menelisik

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Upacara Tradisi Larung Di Sesaji Telaga Sarangan Desa Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Skripsi, Program

Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang.

Penelitian 2 tentang Tradisi Jawa Haniyaturroufah. 2013. Ritual Sesaji Sebagai Bentuk Persembahan untuk Kanjeng Ratu Kidul di Desa Karangbolong, Kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen. Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi

Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan

Penelitian mengetahui: tujuan larung sesaji, pelaksanaan larung sesaji, dan nilai-nilai kearifan lokal.

Terdapat fungsi sosial, yaitu: (a) fungsi sebagai sarana kerukunan hidup, (b) fungsi sebagai kegotongroyongan.

Penelitian 3 tentang Pengembangan Prototipe

Setiowati, Amrih. 2013. Pengembangan Buku Berbahasa Jawa Begambar sebagai Penunjang Pembelajaran Bahasa Jawa Sekolah Dasar. FBS, Universitas Negeri Semarang.

Menghasilkan buku bergambar sebagai penunjang pembelajaran sekolah dasar.


(52)

Kebaharuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu peneliti melakukan penelitian-penelitian pengembangan dengan menghasilkan prototipe buku cerita dan mewarnai tentang tradisi nglarung, di mana prototipe masih sedikit jumlahnya.

2.3 KERANGKA BERPIKIR

Penelitian yang pertama dari Romadhon dapat mengetahui tujuan dari Larung Sesaji, pelaksanaan Larung Sesaji, dan nilai-nilai kearifan lokal. Penelitian yang kedua dari Haniyaturroufah terdapat fungsi sosial dari ritual sesaji untuk Kanjeng Ratu Kidul, yaitu fungsi sebagai sarana kerukunan hidup, serta fungsi sebagai kegotongroyongan. Selanjutnya penelitian yang ketiga menghasilkan buku bergambar sebagai penunjang pembelajaran sekolah dasar. Ketiga penelitian tersebut dapat menjadi inspirasi bagi peneliti untuk mengembangkan prototipe buku cerita dan mewarnai.

Prototipe yang peneliti kembangkan berupa buku cerita dan mewarnai

dengan judul “Belajar & Mewarnai Tradisi Nglarung”. Prototipe terdiri dari 12 halaman yang berisi kata pengantar, daftar isi, delapan gambar kegiatan tradisi nglarung yang dapat diwarnai oleh anak usia 8-9 tahun, daftar pustaka yang berkaitan dengan tradisi nglarung, serta biografi penulis.

Prototipe buku cerita dan mewarnai akan membantu anak memahami tradisi nglarung dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung serta dapat mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak dalam kegiatan mewarnai gambar. Prototipe tersebut peneliti kembangkan untuk mengatasi masalah yang telah didapat. Masalah tersebut yaitu anak-anak tidak memahami tradisi nglarung


(53)

yang didalamnya terdapat nilai-nilai terkait dengan pendidikan karakter kebangsaan.

Hal ini menjadi keprihatinan bila anak-anak tidak mengetahui tradisi nglarung yang berasal dari daerah Jawa berkaitan dengan beberapa nilai-nilai dalam pendidikan karakter kebangsaan. Oleh sebab itu, peneliti sebagai calon guru SD terdorong mengembangkan penelitian dengan judul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan

Karakter Kebangsaan”.

2.4 PERTANYAAN PENELITIAN

Penelitian ini terdapat pertanyaan penelitian, antara lain:

1. Bagaimana prosedur pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karater kebangsaan?

2. Bagaimana kualitas prototipe buku cerita dan mewarnai dapat membantu anak memahami tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karater kebangsaan?


(54)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab III ini, peneliti akan membahas tentang jenis penelitian, setting penelitian, prosedur pengembangan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan, yang biasa dikenal dengan R&D (Research and Development). Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2012:297). Penelitian ini akan mengembangkan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung untuk anak usia 8-9 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2. SETTING PENELITIAN 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan oleh peneliti di Yogyakarta, Purworejo, dan Pekalongan dengan melakukan wawancara kepada anak usia 8-9 tahun. Pembuatan prototipe dilakukan di laboratorium IPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti juga membagikan kuesioner di SD 1 Bantul, Yogyakarta untuk analisis kebutuhan anak. Uji coba prototipe dilakukan di dua tempat yaitu, di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten dan di Dusun Grembyangan, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta.


(55)

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek uji coba prototipe adalah anak-anak di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten yang berusia 5-9 tahun dengan jumlah 27 anak. Serta anak-anak di Dusun Grembyangan, Madurejo, Prambanan, Sleman yang berusia 5-9 tahun dengan jumlah 13 anak.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung untuk anak 8-9 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan sembilan bulan, terhitung mulai dari bulan Juni 2015 sampai Februari 2016.

3.3PROSEDUR PENGEMBANGAN

Prosedur pengembangan buku cerita dan mewarnai tentang tradisi nglarung untuk anak 8-9 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mengikuti prosedur penelitian dan pengembangan Sugiyono (2012) yang berjudul “Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Adapun prosedur pengembangan ini melalui sepuluh prosedur pengembangan menurut Sugiyono (2012:298), seperti tahap (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) uji coba pemakaian, (9) revisi produk, (10) produksi masal. Prosedur penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ditunjukkan pada bagan 2 berikut.


(56)

Bagan 2. Prosedur Research and Development menurut Sugiyono (2012)

Namun, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan enam langkah yang digunakan dalam prosedur pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung untuk anak usia 8-9 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Prosedur yang peneliti gunakan akan dijelaskan pada bagan 3 berikut.

Potensi dan

Masalah Pengumpulan Data Produk Desain

Validasi Desain

Revisi Produk Uji coba

Pemakaian

Uji coba Produk

Revisi Desain

Revisi


(57)

Bagan 3. Prosedur Pengembangan Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung

Tahap 1 Potensi dan Masalah

Tahap 2 Pengumpulan Data Tahap 3 Desain Prototipe Tahap 4 Validasi Prototipe Tahap 5 Revisi Prototipe Tahap 6 Uji Coba Prototipe

Potensi: tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai dalam pendidikan karakter kebangsaan

 Masalah: kurangnya pemahaman anak tentang tradisi nglarung

 Wawancara

 Pembagian lembar kuesioner pra-penelitian

 Menyusun buku cerita dan mewarnai

 Membuat cerita

Menentukan gambar tradisi nglarung

 Membuat sketsa

 Konsultasi dan revisi

 Menggabungkan antara cerita dan gambar oleh ahli desain grafis

 Validasi prototipe oleh ahli bahasa dan sastra

 Perbaikan prototipe berdasarkan validator Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks

Pendidikan Karakter Kebangsaan

 Uji coba prototipe di Klaten


(58)

3.3.1 Potensi dan Masalah

Penelitiaan ini dilatarbelakangi oleh potensi, yaitu tradisi nglarung yang terdapat nilai-nilai terkait dengan pendidikan karakter kebangsaan. Sedangkan masalah yang ditemukan oleh peneliti pada saat pra-penelitian yaitu dengan melakukan wawancara dan analisis kebutuhan anak. Wawancara dilakukan peneliti kepada tujuh anak di Prambanan, seorang anak di Purworejo, dan seorang anak di Pekalongan dengan usia 8-9 tahun. Dari hasil wawancara, peneliti memperoleh data bahwa anak-anak tidak mengetahui tentang tradisi nglarung. Analisis kebutuhan dilakukan dengan membagikan lembar kuesioner kepada anak kelas III B di SD 1 Bantul, Yogyakarta. Pembagian lembar kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah anak usia 8-9 tahun memahami tradisi nglarung serta membutuhkan sebuah buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam meningkatkan pengembangan karakter.

Hal ini mendorong peneliti sebagai calon guru SD untuk mengembangkan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dengan tujuan menanamkan pendidikan karakter kebangsaan sejak dini dan anak-anak mampu memahami tradisi nglarung yang terdapat beberapa nilai-nilai didalamnnya terkait pendidikan karakter kebangsaan.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini dilakukan pada saat pra-penelitian dengan wawancara dan membagikan lembar kuesioner kepada anak di SD 1 Bantul, Yogyakarta. Pengumpulan data ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengetahui bentuk


(59)

perencanaan buku cerita dan mewarnai yang akan dibuat sehingga prototipe yang dihasilkan dapat membantu pemahaman anak terhadap tradisi nglarung.

3.3.3 Desain Prototipe

Desain prototipe diawali dengan menyusun buku ceita dan mewarnai dengan membuat cerita. Selanjutnya peneliti menentukan gambar-gambar yang akan dipakai dalam buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung. Setelah menentukan gambar-gambar tersebut, peneliti mencoba menggambar-gambar sketsa kegiatan dalam tradisi nglarung, seperti menghias perahu, membersihkan pantai, mendirikan tenda dan membuat sesaji. Pada tahap ini, peneliti merancang dan menyusun prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung agar gambar-gambar yang terkandung di dalam prototipe tersebut dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap tradisi nglarung. Peneliti mendesain prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dengan bantuan seorang desain grafis.

3.3.4 Validasi Prototipe

Peneliti menggunakan validasi ahli sebagai evaluasi formatif terhadap desain pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung. Prototipe pengembangan buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung divalidasi oleh ahli bahasa dan sastra yang fungsinya untuk melihat apakah buku cerita dan mewarnai yang disusun oleh peneliti layak untuk dikembangkan dan dibagikan kepada anak.

Validasi desain prototipe ini bertujuan untuk mendapatkan kritik dan saran serta penilaian prototipe yang dikembangkan dari ahli. Melalui kritik dan saran maka peneliti dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari prototipe yang dikembangkan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

106

tahun 2006, SMP Negeri 1 Kalasan lulus pada tahun 2009, dan SMA Negeri 1 Prambanan, Sleman lulus pada tahun 2012. Peneliti melanjutkan studi S1 di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Selama menempuh pendidikan di PGSD, peneliti mengikuti berbagai macam kegiatan, antara lain:

1. Divisi Publikasi Malam Kreativitas PGSD 2013.

2. Peserta Studium General dengan tema: “Family Problems and Children’s

Motivation to Learn”.

3. Peserta Kuliah Umum dengan tema: “Mental Health in Children: Theory and Research”.

4. Peserta Seminar for Studium General Entitled: “Learning from the past for a

better future: We and the 1965 tragedy”.

5. Peserta seminar: “Una Seminar and Workshop on Anti Bias Curriculum and Teaching”.

Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis

skripsi sebagai tugas akhir dengan judul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter