Pengembangan prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA BERGAMBAR TENTANG TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

KARAKTER KEBANGSAAN Maria Nike Prasetyo Wido Saputri

Universitas Sanata Dharma 2016

Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan terkait dengan tradisi nglarung. Potensi yang terdapat pada tradisi nglarung, yaitu adanya aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang mengandung nilai-nilai bersyukur, kerjasama/persaudaraan/persatuan, dan kegigihan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuesioner yang diberikan kepada 17 anak usia 9-11 tahun, yaitu 71% anak tidak mengerti tata cara persiapan tradisi nglarung yang bertujuan mempererat persaudaraan/persatuan, 76% anak juga tidak mengerti aktivitas yang dilakukan nelayan pada saat sesaji dilarung yang bermakna mengungkapkan rasa syukur, serta 76% anak memerlukan buku tentang penjelasan tradisi nglarung dan 65% anak mengharapkan adanya buku cerita. Peneliti terdorong mengembangkan prototipe berupa buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Tujuannya untuk menjelaskan pengembangan dan kualitas prototipe buku tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research & development) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono, yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba produk. Prototipe berbentuk buku cerita bergambar “Ayo Mengenal Tradisi Nglarung”. Prototipe divalidasi seorang validator bahasa dan sastra dengan nilai 4.5 (sangat baik). Dengan demikian prototipe tersebut sangat layak digunakan.

Uji coba terbatas dilakukan dua kali di SD Kanisius Gowongan Yogyakarta yang diikuti oleh 18 anak. Hasil refleksi setelah uji coba, peneliti mendapatkan data: bahwa 100% anak memahami upacara tradisi nglarung yang dilakukan oleh nelayan yang mengandung nilai-nilai untuk mengungkapkan rasa syukur, kerjasama/persaudaraan/persatuan, dan kegigihan.

Kata kunci: pengembangan, buku cerita bergambar, pendidikan karakter, tradisi nglarung


(2)

ABSTRACT

THE PROTOTYPE STORYBOOK DEVELOPMENT ABOUT NGLARUNG TRADITION IN THE CONTEXT OF NATIONALITY CHARACTER

EDUCATION

Maria Nike Prasetyo Wido Saputri Universitas Sanata Dharma

2016

This thesis was a result of research and development about nglarung. The potentiality in the tradition of nglarung are the society expressed an habit to give thanks to God, the togetherness and persistence. A problem that researchers found out from the results of quetionare for the 17 children in the age of 9-11 was 71% these children did not aware about the meaning of nglarung tradition which had purpose strengthen brotherhood/unity, 76% didn’t know the activities about nglarung, 76% children need the story book and 65% children hope presence the story book. Researcher was encouraged to develop the prototype of the children book story concerning nglarung tradition in the context of national character education. It aimed to explain the process of development and describe the quality of the prototype.

This was a research and development. There were six steps applied throughout according to Sugiyono including: (1) the potentiality and problems, (2) data collection, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision and (6) product testing. The prototype produced was in form of book “Ayo Mengenal Tradisi Nglarung”. The prototype was validated by a literature and language validator with the value 4.5 (very good). Thus, this prototype was suitable to apply. The product testing was two times in Kanisius Gowongan Yogyakarta who followed by 18 children. The result of testing reflection, the researcher found that: 100% of the children understood the nglarung purpose, in which to give thanks, worked together, and persistence.


(3)

(4)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA BERGAMBAR TENTANG TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

KARAKTER KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Maria Nike Prasetyo Wido Saputri NIM: 121134033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA BERGAMBAR TENTANG TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

KARAKTER KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Maria Nike Prasetyo Wido Saputri NIM: 121134033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(6)

(7)

iii


(8)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1.

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu setia menyertai dan memberi

kekuatan jasmani dan rohani.

2.

Kedua orang tua tercinta, Bapak Fredericus Triwidodo dan Ibu Florentina

Menik Prastiwi yang selalu memberikan semangat, doa, perhatian dan kasih

sayang yang tak pernah putus.

3.

Eyang FX. Dawam dan Mamak F. Chubariah serta kakak tersayang

Matheas Bayu Prasetyo Wido Saputro

4.

Teman terdekat Stefanus Candra Saputra yang selalu memberi semangat,

dukungan, doa, dan kasih sayang yang manja, selalu siap lembur bersama.

5.

Univeristas Sanata Dharma Yogyakarta.


(9)

v MOTTO

Apabila kita manusia yang penuh dosa bisa mengasihi sedemikian rupa, betapa

lebih besar kasih Allah, Sang Bapa yang tanpa dosa dan tidak pernah

memikirkan diri sendiri, mengasihi kita?

(Matius 7:11)

Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya

(Pengkhotbah 3:11a)

Cintailah apa yang kamu pilih dan serahkanlah semuanya kepada Tuhan Yesus

(Ibu Florentina Menik Prastiwi)


(10)

(11)

vii


(12)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA BERGAMBAR TENTANG TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

KARAKTER KEBANGSAAN Maria Nike Prasetyo Wido Saputri

Universitas Sanata Dharma 2016

Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan terkait dengan tradisi nglarung. Potensi yang terdapat pada tradisi nglarung, yaitu adanya aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang mengandung nilai-nilai bersyukur, kerjasama/persaudaraan/persatuan, dan kegigihan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuesioner yang diberikan kepada 17 anak usia 9-11 tahun, yaitu 71% anak tidak mengerti tata cara persiapan tradisi nglarung yang bertujuan mempererat persaudaraan/persatuan, 76% anak juga tidak mengerti aktivitas yang dilakukan nelayan pada saat sesaji dilarung yang bermakna mengungkapkan rasa syukur, serta 76% anak memerlukan buku tentang penjelasan tradisi nglarung dan 65% anak mengharapkan adanya buku cerita. Peneliti terdorong mengembangkan prototipe berupa buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Tujuannya untuk menjelaskan pengembangan dan kualitas prototipe buku tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research & development) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono, yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba produk. Prototipe berbentuk buku cerita bergambar “Ayo Mengenal Tradisi Nglarung”. Prototipe divalidasi seorang validator bahasa dan sastra dengan nilai 4.5 (sangat baik). Dengan demikian prototipe tersebut sangat layak digunakan.

Uji coba terbatas dilakukan dua kali di SD Kanisius Gowongan Yogyakarta yang diikuti oleh 18 anak. Hasil refleksi setelah uji coba, peneliti mendapatkan data: bahwa 100% anak memahami upacara tradisi nglarung yang dilakukan oleh nelayan yang mengandung nilai-nilai untuk mengungkapkan rasa syukur, kerjasama/persaudaraan/persatuan, dan kegigihan.

Kata kunci: pengembangan, buku cerita bergambar, pendidikan karakter, tradisi nglarung


(13)

ix ABSTRACT

THE PROTOTYPE STORYBOOK DEVELOPMENT ABOUT NGLARUNG TRADITION IN THE CONTEXT OF NATIONALITY CHARACTER

EDUCATION

Maria Nike Prasetyo Wido Saputri Universitas Sanata Dharma

2016

This thesis was a result of research and development about nglarung. The potentiality in the tradition of nglarung are the society expressed an habit to give thanks to God, the togetherness and persistence. A problem that researchers found out from the results of quetionare for the 17 children in the age of 9-11 was 71% these children did not aware about the meaning of nglarung tradition which had purpose strengthen brotherhood/unity, 76% didn’t know the activities about nglarung, 76% children need the story book and 65% children hope presence the story book. Researcher was encouraged to develop the prototype of the children book story concerning nglarung tradition in the context of national character education. It aimed to explain the process of development and describe the quality of the prototype.

This was a research and development. There were six steps applied throughout according to Sugiyono including: (1) the potentiality and problems, (2) data collection, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision and (6) product testing. The prototype produced was in form of book “Ayo Mengenal Tradisi Nglarung”. The prototype was validated by a literature and language validator with the value 4.5 (very good). Thus, this prototype was suitable to apply.

The product testing was two times in Kanisius Gowongan Yogyakarta who followed by 18 children. The result of testing reflection, the researcher found that: 100% of the children understood the nglarung purpose, in which to give thanks, worked together, and persistence.


(14)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA BERGAMBAR

TENTANG TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

4. Wahyu Wido Sari, S.Si. M.Biotech. Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, semangat, waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skrispi.

5. Seluruh dosen dan staf karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.

6. Kepala Sekolah, guru, dan anak-anak yang sudah mengizinkan peneliti mengambil data analisis kebutuhan dan uji coba prototipe.

7. Validator instrumen prapenelitian dan validator prototipe.

8. Kedua orang tua tercinta, Bapak Fredericus Triwidodo dan Ibu Florentina Menik Prastiwi yang selalu memberikan semangat, doa, perhatian dan kasih sayang.


(15)

xi


(16)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ...vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ...xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ...xix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6


(17)

xiii

1.6 Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

2.1 Landasan Teoritis ... 9

2.1.1 Tradisi atau Upacara Adat Jawa... 9

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa ... 9

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa ... 10

2.1.1.3 Tradisi Nglarung ... 13

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 17

2.1.2.1 Arti Karakter ... 17

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan ... 18

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 19

2.1.3 Buku Cerita Anak ... 20

2.1.3.1 Arti Buku Cerita Anak ... 20

2.1.3.2 Tujuan Buku Cerita Anak ... 21

2.1.3.3 Macam-macam Bentuk Buku Cerita ... 22

2.1.4 Media Gambar ... 23

2.1.4.1 Pengertian Media ... 23

2.1.4.2 Media Gambar... 23

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-11 tahun ... 24

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-11 ... 24

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 9-11 ... 25

2.2 Penelitian yang Relevan ... 27


(18)

xiv

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Setting Penelitian ... 33

3.2.1 Tempat Penelitian ... 33

3.2.2 Subyek Penelitian ... 34

3.2.3 Objek Penelitian ... 34

3.2.4 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Prosedur Pengembangan ... 34

3.3.1 Potensi dan Masalah ... 36

3.3.2 Pengumpulan Data ... 37

3.3.3 Desain Prototipe ... 37

3.3.4 Validasi Prototipe ... 38

3.3.5 Revisi Prototipe ... 38

3.3.6 Uji Coba Prototipe ... 39

3.4 Instrumen Penelitian ... 39

3.4.1 Instrumen Prapenelitian untuk Anak... 39

3.4.2 Instrumen Validasi Prototipe ... 42

3.4.3 Instrumen Uji Coba Prototipe ... 43

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.6 Teknik Analisis Data ... 45

3.6.1 Data Kualitatif ... 45


(19)

xv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Hasil Penelitian ... 47

4.1.1 Langkah-langkah Pengembangan ... 47

4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 47

4.1.1.2 Pengumpulan Data ... 48

4.1.1.3 Desain Prototipe ... 51

4.1.1.4 Validasi Prototipe ... 55

4.1.1.5 Revisi Prototipe ... 56

4.1.1.6 Uji Coba Prototipe ... 57

4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototipe ... 58

4.2 Pembahasan ... 60

4.3 Kelebihan dan Kelemahan Prototipe... 66

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 68

5.1 Simpulan ... 68

5.2 Keterbatasan ... 68

5.3 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 72


(20)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.2.1 Skema Penelitian yang Relevan ... 30 Bagan 3.3.1 Langkah-langkah Metode Reaserch and Development ... 35 Bagan 3.3.2 Prosedur Pengembangan Prototipe ... 36


(21)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Prapenelitian untuk Anak ... 39

Tabel 2. Instrumen Prapenelitian untuk Anak ... 41

Tabel 3. Instrumen Validasi Prototipe ... 42

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe ... 43

Tabel 5. Instrumen Uji Coba Prototipe ... 44

Tabel 6. Tabel Klasifikasi Kelayakan Skor Skala Empat ... 45

Tabel 7. Hasil Rekapitulasi Data Kuesioner Pra penelitian Untuk Anak ... 49

Tabel 8. Hasil Validasi Prototipe ... 55


(22)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sketsa Awal ... 51 Gambar 2. Urutan Isi Prototipe Buku Cerita Bergambar ... 53 Gambar 3. Perubahan Cover Sebelum dan Setelah Direvisi ... 57 Gambar 4. Kegiatan Uji Coba Prototipe ... 58 Gambar 5. Hasil Refleksi Anak ... 62


(23)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Analisis Kebutuhan ... 73 Lampiran 2. Lampiran Izin Uji Coba Prototipe ... 74 Lampiran 3. Hasil Analisis Data Pra Penelitian Untuk Anak ... 75 Lampiran 4. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe ... 76 Lampiran 5. Hasil Refleksi Anak ... 77 Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Uji Coba Prototipe ... 113


(24)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi prototipe yang diharapkan, dan definisi operasional.

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Kebudayaan di Indonesia beraneka ragam bentuknya. Keanekaragaman tersebut merupakan kekayaan yang bernilai sehingga setiap insan warga negara Indonesia selalu menjaga dan melestarikannya. Warga mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kehidupan. Salah satu kebudayaan di Indonesia khususnya di daerah Jawa, yaitu upacara tradisional atau upacara adat Jawa (tradisi Jawa). Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan (Purwadi, 2005:1). Pendapat lain diungkapkan oleh Soepanto dalam Sunjata (2013:76) bahwa upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama. Salah satunya, yaitu upacara atau tradisi nglarung.

Nglarung berasal dari kata larung, yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, tradisi nglarung adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di satu tempat (Suyami, 2008:101). Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut


(25)

pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura (Sunjata, 2013:75). Namun, tidak semua masyarakat Jawa memahami tradisi nglarung.

Peneliti melakukan wawancara kepada anak-anak di daerah Prambanan, Sleman, Pekalongan, dan Purworejo usia 9-11 tahun. Peneliti memilih daerah pertanian (Prambanan dan Purworejo) serta pesisir pantai (Pekalongan) dengan alasan untuk mengetahui data awal mengenai pemahaman anak di daerah pertanian dan pesisir pantai tentang tradisi nglarung. Berdasarkan wawancara kepada tujuh anak di daerah Prambanan, Sleman, seorang di Purworejo, dan seornag di Pekalongan, peneliti mendapatkan informasi bahwa mereka tidak memahami tentang tradisi nglarung. Seharusnya tradisi nglarung dapat dipahami oleh anak-anak karena mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

Karakter kebangsaan adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran maupun pemahaman terhadap rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:7). Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung sesuai dengan karakter individu yang dijiwai sila-sila Pancasila, yaitu karakter yang bersumber dari olah hati, olah pikir, olah raga/ kinestetik, serta olah rasa dan karsa. Karakter yang bersumber dari olah hati memiliki nilai ketuhanan/ ketaqwaan (bertaqwa).

Tujuan tradisi nglarung, yaitu mengucap syukur kepada Tuhan. Nglarung biasanya dilakukan oleh warga yang berada di pesisir pantai, yaitu para nelayan.


(26)

Para nelayan bersama dengan pemimpin upacara atau sesepuh (orang yang dituakan) mendoakan sesaji sebelum dilarung.

Olah pikir terwujud dalam pelaksanaan tradisi nglarung, yaitu ketika nelayan berkreasi membuat tempat sesaji dan menghias perahu, kemudian merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan (kreatif dan reflektif). Olah raga/ kinestetik tercermin dari nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah laut. Olah rasa dan karsa tercermin dalam nilai gotong royong nelayan ketika memasang tenda di tepi pantai. Nilai etos kerja diwujudkan oleh nelayan ketika menyiapkan kelengkapan sesaji, segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.

Pada bulan November 2015, peneliti melakukan penyebaran kuesioner kepada 17 anak usia 9-11 tahun di SD Kanisius Gowongan. Peneliti mendapatkan data: (1) 24% anak tidak mengetahui bahwa para nelayan melarung sesaji di tengah laut dan merebutkan sesaji. (2) 29% tidak mengetahui bahwa setelah membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai. Kemudian (3) 81% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang tradisi nglarung.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti sebagai calon guru SD terdorong untuk menyusun buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung yang dikemas dalam bentuk buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung. Prototipe berupa buku cerita bergambar terdiri dari cover berjudul “Ayo Mengenal Tradisi


(27)

Nglarung”. Isinya memuat kata pengantar untuk membantu anak agar mudah memahami isi keseluruhan dari buku. Isi buku terdiri dari cerita tentang rangkaian kegiatan tradisi nglarung. Cerita tersebut diperkuat dengan 9 gambar kegiatan tradisi nglarung. Prototipe ini juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi nglarung dan pendidikan karakter kebangsaan serta biografi penulis.

Peneliti memilih buku cerita bergambar karena sesuai dengan salah satu tujuan buku cerita anak yaitu dapat mengembangkan imajinasi anak (Raines, 2002:vii). Melalui buku cerita bergambar anak lebih termotivasi dan lebih tertarik untuk membaca dan mengetahui isi cerita bergambar. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Sari (2010:28), pada usia 9-11 tahun anak mulai mengepresikan imajinasi melalui contoh-contoh yang konkret.

Peneliti menyusun buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung untuk anak 9-11 tahun sesuai dengan perkembangan psikologi anak menurut Piaget dalam Santrock (2011:27) tahap ini termasuk tahap operasional konkret (7-11 tahun) yaitu anak-anak dapat melakukan operasi (psikomotorik) yang melibatkan objek-objek dan juga bernalar logis dan diterapkan dengan contoh-contoh konkret. Buku cerita bergambar tersebut juga dapat digunakan sebagai media oleh anak-anak untuk melatih psikomotoriknya.

Prototipe buku cerita bergambar yang disusun sesuai dengan tugas perkembangan usia 9-11 tahun yaitu pertama, belajar ketampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Melalui buku cerita bergambar tentang tadisi nglarung anak-anak dilatih keterampilan membaca cerita yang berisi rangkaian


(28)

tradisi nglarung. Buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dirangkai dengan kalimat yang mudah dipahami oleh anak-anak. Kedua, belajar mengembangkan konsep sehari-hari yang diajarkan di sekolah dengan menanamkan konsep-konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep tersebut meliputi kaidah-kaidah atau ajaran-ajaran agama (moral, ilmu pengetahuan, adat istiadat, dan budaya. Konsep adat istiadat dan budaya terdapat dalam buku cerita bergambar yang peneliti susun, yaitu berisi tentang tadisi nglarung sebagai salah satu budaya Jawa yang masih ada sampai sekarang, melalui buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung anak-anak dilatih untuk mengembangkan konsep budaya tradisi tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti sebagai calon guru SD mengembangkan buku cerita bergambar untuk membantu pemahaman anak tentang tradidi nglarung. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Bergambar Tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur atau langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karater kebangsaan?


(29)

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita anak dapat membantu anak memahami tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karater kebangsaan?

1.3TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian pengembangan buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.3.1 Mengetahui prosedur atau langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku cerita bergambar untuk memahami tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Bagi Peneliti

Melatih peneliti untuk melalukan pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4.2 Bagi Anak

Prototipe buku cerita bergambar dapat membantu anak memahami tentang tadisi nglarung dan mengembangkan imajinasi melalui gambar-gambar.

1.4.3 Bagi Masyarakat Jawa

Penelitian ini mengajak dapat masyarakat untuk melestarikan dan memiliki kebiasaan untuk menghidupkan tradisi nglarung, yaitu memotivasi masyarakat untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas rejeki atau hasil laut dan keselamatan


(30)

yang diberikan, mencintai kebersamaan, kebersihan, kebersamaan, dan gotong royong.

1.5SPESIFIKASI PRTOTIPE

Spesifikasi prototipe yang dihasilkan, antara lain:

1.5.1 Prototipe berupa buku cerita “Ayo Mengenal Tradisi Nglarung”.

1.5.2 Prototipe terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, 9 gambar tentang rangkaian tradisi nglarung, refleksi, daftar pustaka, dan biografi penulis. 1.5.3 Kata pengantar berisi penjelasan tentang tradisi nglarung agar dapat

membantu anak mengerti isi kesuluruhan buku.

1.5.4 Sembilan gambar peneliti dapat membantu anak untuk memahami tentang tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. 1.6DEFINISI OPERASIONAL

1.6.1 Prototipe

Prototipe adalah model atau simulasi dari semua aspek prototipe sesungguhnya yang akan dikembangkan, model ini harus bersifat representatif dari prototipe akhirnya.

1.6.2 Buku Cerita Anak

Buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan sehari-hari.

1.6.3 Tradisi Nglarung

Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura oleh masyarakat nelayan


(31)

yang bertujuan untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas penghasilan yang berlimpah.

1.6.4 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi atau kelompok, baik yang tercermin dalam kesadaran maupun pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yaitu olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Pendidikan karakter kebangsaan tersebut diharapkan terwujud dalam tiap pribadi anak dengan mengenal kebudayaan.


(32)

9 BAB II KAJIAN TEORI

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai Landasan Teoritis, Penelitian yang Relevan, dan Kerangka Berpikir. Ketiga hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.1LANDASAN TEORITIS

Landasan teoritis merupakan sebuah acuan yang digunakan peneliti dalam membuat prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung. Teori-teori yang digunakan merupakan definisi dan hasil analisis pakar yang telah ahli dibidang pendidikan dan kebudayaan. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Tradisi atau Upacara Adat Jawa

Berikut akan dijelaskan kajian teori mengenai tradisi atau upacara adat Jawa, macam-macam tradisi Jawa, dan tradisi nglarung.

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa

Tradisi atau upacara adat Jawa merupakan salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pelestarian suatu tradisi memberikan dampak positif, yaitu generasi penerus dapat mengetahui warisan budaya luhur (Sunjata, 2013:73). Soepanto (1992:5) dalam Sunjata (2013:76) menjelaskan bahwa tradisi Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa bertujuan


(33)

untuk mencari keselamatan secara bersama-sama. Pada umumnya upacara adat Jawa bertujuan untuk mensyukuri karunia Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk keberhasilan dalam kehidupannya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tradisi atau upacara adat Jawa merupakan sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan memohon keselamatan dalam mengarungi hidup.

Budaya jawa memiliki berbagai tradisi atau upacara adat. Peneliti akan menjelaskan mengenai lima macam tradisi jawa, yaitu nglarung, nyadran, ruwatan, mitoni, dan wiwit (methik).

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa

Berikut ini terdapat lima macam tradisi Jawa khususnya yang ada di daerah Yogyakarta:

1. Nglarung

Tradisi nglarung merupakan salah satu upacara tradisional yang ada di Jawa. Nglarung berasal dari kata larung, yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi nglarung adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat (Suyami, 2008:101). Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura (Sunjata, 2013:75). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa hasil tangkapan ikan, di samping bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul (Sunjata, 2013:117).


(34)

2. Ruwatan

Herawati (2010:3) ruwatan adalah tradisi ritual jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya. Istilah ruwatan dalam cerita Jawa, berasal dari kata ruwat, ruwuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan dan lain-lain dan terbatas dari hal-hal yang tidak baik (membebaskan). Objek yang diruwat atau dibebaskan, menurut kitab Kuncaranarna dan apa yang disebut dalam Kandhang Ringgit Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang (kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan atau kekusutan). 3. Nyadran

Upacara tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah menjelang bulan puasa (Herawati, 2010:25). Tradisi ini dilakukan pada tanggal 15 Ruwah (pembukaan nyadran), 17 Ruwah (Sadranan Pitulasan), 21 Ruwah (Sadranan Slikuran), 23 Ruwah (Sadranan Telulikuran), dan 25 Ruwah (Sadranan Penutup/Sadranan Slawean). Tujuannya adalah mengingatkan pada kematian, hidup hanya mampir minum, dan kuburan adalah rumah masa depan kita yang sesungguhnya (nilai berempati dan nilai ketuhanan), menggambarkan betapa penting kita belajar untuk akrab dengan kematian (nilai reflektif) dan juga bisa menyehatkan jiwa dan kesadaran kita (nilai kesehatan) karena adanya kekuatan psikologis untuk meneguhkan kembali jati diri dan identitas kita sebagai manusia (nilai kemanusiaan) (Prasetyo, 2010:6).


(35)

Tradisi nyadran diawali dengan acara besik, yaitu kegiatan membersihkan makam dengan sapu, cangkul, atau dengan alat yang lain. Kegiatan dilanjutkan dengan menabur bunga dan berdoa. Acara selanjutnya adalah kendurenan merupakan acara bertukar makanan yang dibawa dari rumah masing-masing dan berdoa secara bersama-sama. Acara terakhir dalam upacara nyadran adalah bakdan. Bakdan, yaitu acara bersilahturahmi yang dilakukan anak muda kepada orang tua.

4. Mitoni (Tujuh Bulanan)

Dalam tradisi jawa mitoni merupakan rangkaian upacara yang saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Upacara mitoni merupakan suatu upacara yang dilakukan pada seorang perempuan yang sedang hamil dan dilakukan pada saat usia kandungan menginjak usia tujuh bulan. Upacara ini bertujuan agar bayi yang ada dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh perlindungan dan keselamatan (Yana, 2012: 49).

Upacara yang dilakukan pada saat mitoni, antara lain siraman, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain dari calon ayah ke calon ibu, ganti busana, memasukkan kelapa gading, memutus lilitan lawe/lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog (Yana, 2012: 50).

5. Wiwit (Methik)

Tradisi wiwit disebut juga dengan upacara mboyong mbok Sri, yaitu perilaku untuk memuliakan mbok Sri atau Dewi Padi. Orang yang melaksankan upacara tersebut adalah penduduk pedesaan, khususnya yang melakukan


(36)

pekerjaan sebagai petani. Mereka melakukan hal itu karena merupakan kelanjutan, menyusul setelah panenan pertama (methik) (Saksono, 2012:78). 2.1.1.3 Tradisi Nglarung

Prototipe yang peneliti kembangkan mengenai makna dan rangkaian kegiatan tradisi nglarung, maka peneliti menguraikan mengenai tradisi nglarung yang diambil dari beberapa teori dan ahli. Tradisi nglarung merupakan salah satu upacara tradisional yang ada di Jawa. Nglarung berasal dari kata larung, yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi nglarung adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat (Suyami, 2008:101). Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura (Sunjata, 2013:75). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa hasil tangkapan ikan dan bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, yaitu Kanjeng Ratu Kidul (Sunjata, 2013:117). Dari beberapa pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali, yaitu pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/sesaji ke dalam air (sungai atau laut) sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat berupa hasil tangkapan ikan.

2.1.1.3.1 Tata Cara Tradisi Nglarung

Tradisi nglarung dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura. Tradisi tersebut berlangsung dua tahap tata cara, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan upacara (Purwadi, 2005:86).


(37)

1. Kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan

Kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan adalah kegiatan yang dilakukan sebelum upacara dimulai. Pamong desa bertugas sebagai penanggung jawab untuk menyiapkan tempat dan tenda untuk penampungan pengunjung yang nantinya akan datang pada hari pelaksanaan nglarung serta menyiapkan pertunjukkan dan sebagainya. Pamong desa memimpin warga yang sebagian besar adalah nelayan untuk membersihkan dan mendirikan tenda. Beberapa warga lain melakukan kegiatan seperti mengadakan komunikasi satu sama lain. Intinya saling mengingatkan bahwa kegiatan nglarung sudah semakin dekat. Kemudian, para nelayan yang memiliki perahu bersama nelayan lain dengan rela hati mengecat perahu mereka, nantinya perahu mereka akan membawa sesaji yang dilarung.

Masyarakat nelayan dan warga sekitar dengan sukarela menyumbangkan bahan-bahan sesaji, baik yang berupa hewan kurban maupun bumbu masak, dan peralatan atau perlengkapan untuk keperluan kegiatan upacara nglarung. Sesajinya, antara lain beras, beras ketan, kelapa, gula pasir, kopi, teh, daun sirih, tembakau, pinang, injet, gambir, ayam, kerbau, kambing, seikat kayu bakar, bunga-bunga, sayur-sayuran, dan bumbu masak.

Kegiatan persiapan selanjutnya, yaitu malam tirakatan. Menurut tradisi, kegiatan ini berlangsung malam hari sebelum esok harinya diselenggarakan upacara tradisi nglarung. Pada malam tirakatan, masyarakat nelayan dan warga sekitar berbincang-bincang dan memanjatkan doa kepada Tuhan yang Maha Kuasa agar upacara tradisi nglarung berjalan dengan lancar tidak ada halangan. Doa dipimpin oleh pemimpin upacara nglarung hingga fajar.


(38)

2. Kegiatan-kegiatan pelaksanaan upacara.

Pagi harinya pemimpin upacara tradisi nglarung membakar kemenyan yang merupakan tanda dimulainya kegiatan memasak dan menyiapkan sesaji. Masyarakat nelayan dan warga secara bergotong-royong menyiapkan sesaji, antara lain menyembelih kurban (ayam, kerbau, dan kambing, kemudian memasak bahan-bahan, kemudian menempatkan sesaji yang sudah siap pada tempatnya. Mereka dengan penuh rasa tanggung jawab dan mampu bekerja sama sehingga semua kegiatan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Kegiatan selanjutnya, yaitu sambutan resmi oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten, acara dilanjutkan dengan mendoakan sesaji yang akan dilarung dipimpin oleh pemimpin upacara tradisi nglarung. Pemimpin upacara dan masyarakat membakar kemenyan dan memanjatkan doa di depan sesaji, memohon agar sesaji diterima oleh Kanjeng Ratu Kidul serta mereka diberi keselamatan dan murah rejeki.

Setelah pembacaan doa selesai, mulailah para nelayan menggotong sesaji dan menaikkan ke atas perahu untuk dilarung. Masyarakat dan pengunjung lain mempersiapkan di tengah laut untuk berebut sesaji. Pemimpin upacara menunjuk bagian laut yang tepat untuk sesaji dilarung dan digulingkan kemudian diperebutkan. Mereka memperebutkan sesaji karena di kalangan masyarakat telah tumbuh kepercayaan bahwa sesaji yang diperebutkan (nasi, ketan, ayam, bunga, sayur, kepala kambing, kepala kerbau, gula, kopi, dan kinangan) memiliki khasiat yang cukup ampuh. Khasiat itu diantaranya menambah berkah, rejeki, dan mengobati penyakit.


(39)

2.1.1.3.2 Nilai-nilai yang Terkandung dalam Tradisi Nglarung

Tradisi nglarung mengandung nilai-nilai budaya. Sunjata (2013:110-112) juga menyatakan bahwa dalam pelaksanaan upacara adat nglarung mengandung nilai-nilai budaya, antara lain: (a) nilai gotong-royong, tercermin mulai dari persiapan sampai akhir upacara melibatkan banyak orang; (b) nilai etos kerja, menjadi salah satu bentuk pemacu motivasi dalam bekerja atau etos kerja bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan; (c) nilai ketaqwaan kepada Sang Pencipta, pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan– Nya, selain itu juga untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan dalam mengarungi hidup ini.

Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung sesuai dengan karakter individu yang dijiwai sila-sila Pancasila, yaitu karakter yang bersumber dari olah hati, olah pikir, olah raga/kinestetik, serta olah rasa dan karsa. Karakter yang bersumber dari olah hati memiliki nilai ketuhanan/ketaqwaan (bertaqwa) dilihat dari tujuan tradisi nglarung, yaitu mengucap syukur kepada Tuhan, selain itu nelayan bersama-sama mendoakan sesaji sebelum dilarung yang dipimpin oleh pemuka agama.

Olah pikir terwujud dalam pelaksanaan tradisi nglarung, yaitu nelayan berkreasi membuat sesaji dan menghias perahu kemudian merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan (kreatif dan reflektif). Olah raga/kinestetik hal ini tercermin ketika nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan, mendorong


(40)

perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah laut. Olah rasa dan karsa yang tercermin dalam nilai gotong-royong, ketika nelayan bersama-sama memasang tenda di tepi pantai, nilai etos kerja yang diwujudkan oleh nelayan ketika menyiapkan kelengkapan sesaji, yaitu segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan 2.1.2.1 Arti Karakter

Kusuma (2011:11) karakter merupakan suaru nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku kepada anak. Tokoh lain, yaitu Tillman (2004) menjelaskan bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain; yang harus dilatihkan/ dibiasakan sedari anak-anak. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang.

Pemerintah Republik Indonesia (2010:07) menyatakan bahwa karakter adalah nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa


(41)

seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

Karakter memiliki tiga unsur yang meliputi pengetahuan, perasaan, dan tindakan moral. Ketiganya sering dilambangkan sebagai kepala, hati, dan tangan. Kepala merupakan simbol dari Competence, hati adalah simbol dari Conscience, dan tangan serta kaki sebagai simbol dari Compassion manusia. Ketiga metafora bagian tubuh manusia itu digunakan untuk menandaskan bahwa karakter manusia adalah suatu kesatuan yang utuh, yakni kesatuan yang meliputi segi jasmani dan rohani juga segi pribadi dan sosial (Ignatia, 2015:10).

Berdasarkan bebrapa pengertian di atas dapat disimpulan bahwa karakter merupakan nili-nilai perilaku yang berubungan dengan sikap, moral dan keterampilan yang menjadi ciri khas manusia.

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas– baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil (1) olah pikir yang berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Karakter yang bersumber dari olah pikir, antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, prototipetif, berorientasi IPTEKS, dan reflektif. (2) Olah hati, berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani


(42)

mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik. (3) Olah rasa dan karsa, berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.

Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa, antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong-royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan prototipe Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja. (4) Serta olah raga seseorang atau sekelompok orang berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika, antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:21-22).

Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas–baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:07).

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangunan karakter pribadi dan/atau kelompok yang khas–


(43)

baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa.

Pertama adalah olah hati, berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Kedua olah pikir, berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Ketiga olah raga, berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Serta yang keempat adalah olah rasa dan karsa, berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 28). Buku cerita bergambar tentang tradisi Nglarung merupakan buku yang memadukan empat bagian karakter kebangsaan, yaitu olah hati, olah pikir, olah rasa dan karsa, serta olah raga.

2.1.3 Buku Cerita Anak

2.1.3.1 Hakekat Buku Cerita Anak

Hardjana (2006:2-3) mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku cerita anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita.

Hal yang serupa dipaparkan oleh Wahyudi (2013:18) mengungkapkan cerita anak adalah cerita yang ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika


(44)

cerita adalah pengalaman sehari-hari, pengalaman itu harus ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah gambaran sehari-hari, gambaran kehidupan itu harus ditulis dengan sudut pandang anak.

Dari kedua pengertian buku cerita anak menurut para ahli, peneliti dapat menarik simpulan bahwa buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan sehari-hari.

2.1.3.2Tujuan Buku Cerita Anak

Buku cerita bergambar yang dibuat oleh peneliti memiliki tujuan yang berguna bagi anak-anak. Berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak diantaranya adalah (a) dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi, (b) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, (c) memperluas pengetahuan anak, (d) menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak, (e) mengembangkan imajinasi anak, dan (d) dapat memotivasi anak untuk lebih banyak menggali literatur (Raines, 2002:vii).

Sesuai dengan salah satu tujuan cerita anak yaitu mengembangkan imajinasi anak buku cerita anak bergambar yang disusun untuk memfasilitasi anak dalam mengembangkan imajinasi. Melalui gambar-gamabar yang terdapat pada buku cerita. Berikut buku cerita anak dapat dikemas dalam berbagai bentuk buku. Berikut merupakan macam-macam bentuk buku anak menurut para ahli.


(45)

2.1.3.3 Macam-macam Bentuk Buku Cerita

Menurut Tarigan dalam Hardjana (2006:4) mengarang buku cerita anak dapat menggunakan bentuk atau wadah: cerita pendek, novelet dan novel. Dalam ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata fiksi dalam bahasa Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa Latin fictio yang berarti: membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan. Cerita fiksi adalah cerita yang dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang diciptakan. Oleh sebab itu, cerita fiksi juga disebut sebagai cerita rekaan. Selain fiksi ada juga cerita nonfiksi, kalau fiksi berdasar khayalan atau tidak nyata sedangkan nonfiksi merupakan nyata.

Perbedaan utama antara fiksi dengan nonfiksi terletak dalam tujuan. Maksud dan tujuan narasi nonfiksi adalah untuk menciptakan kembali sesuatu yang telah terjadi secara aktual. Karena itu dengan kata lain dapat dikatakan (a) narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah yang harus terjadi, dan (b) narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka beginilah yang akan terjadi (Hardjana 2006:5).

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan ada dua bentuk buku cerita yaitu fiksi dan on fiksi. Fiksi itu apa yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi/ rekaan, sedangkan non fiksi apa yang benar terjadi/ nyata.

Buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung merupakan buku cerita yang berbentuk nonfiksi, artinya buku tersebut dibuat berdasarkan fakta tentang tradisi nglarung dalam kehidupan masyarakat. Cerita nonfiksi tersebut dikemas


(46)

dalam bentuk buku cerita sederhana yang ditambahkan gambar-gambar kegiatan tentang tradisi nglarung agar mudah dipahami oleh anak-anak.

2.1.4 Media Gambar 2.1.4.1Pengertian Media

Munadi (2008: 6) menyatakan bahwa kata media berasal dari bahasa Latin, yakni medius (tengah atau perantara). Perantara yang berarti yang mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya. Smaldino (2011: 7) mengatakan bahwa media merupakan sarana komunikasi yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima. Arsyad (2007: 4-5) mengemukakan bahwa media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar merupakan salah satu media yang dapat membantu anak memahami tentang tradisi nglarung. Di bawah ini, peneliti akan menjelaskan tentang media gambar.

2.1.4.2 Media Gambar

Menurut Sumanto (2005:5) menggambar merupakan suatu perbuatan seseorang dalam usahanya untuk mengungkapkan buah pikiran, sehingga bermakna visual pada suatu bidang dan hasilnya disebut gambar. Media gambar memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media gambar dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Pendapat lain dipaparkan oleh Nur’aini (2010:12) menjelaskan bahwa alam pikir anak adalah


(47)

gambar. Dengan perkataan lain, ‘bahasa alam pikir anak adalah bahasa gambar’. Semua informasi yang dia terima, akan dia pikirkan di alam pikirannya dalam bentuk konkret, bentuk yang sesuai dengan pemikirannya sendiri.

Menurut Sari (2010:28) Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan media gambar adalah anak dapat memahami isi gambar, sehingga anak lebih termotivasi dan lebih tertarik untuk membaca dan mengetahui isi cerita bergambar 2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-11 Tahun

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-11 Tahun

Teori Piaget dalam Santrock (2011:27) menyatakan bahwa anak-anak secara aktif membangun pemahaman mereka mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget: (1) tahap sensorimotor (0-2 tahun) dalam tahap ini bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan tindakan fisik dan motorik. (2) tahap praoperasi (2-7 tahun), tahap ini anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar. (3) tahap operasi konkret (7-11 tahun), tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar secara logis dan diterapkan dengan contoh-contoh yang konkret. (4) tahap operasi formal (11-15 tahun), tahap ini individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Prototipe penelitian ini dikembangkan sesuai dengan perkembangan anak usia 9-11 tahun yang berada pada tahap operasional (7-11 tahun). Prototipe ini dikembangkan untuk membantu anak


(48)

berpikir logis mengnai rangkaian kegiatan tentang tradisi nglarung dalam bentuk cerita bergambar.

2.1.5.2Tugas Perkembangan Anak Usia 9-11 tahun

Menurut Yusuf (2009: 69) anak usia 9-11 tahun masuk dalam kategori tahap perkembangan anak usia 6-12 tahun. Tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah sebagai berikut: (a) belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan. Melalui pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin stabil, makin mantap dan cepat. (b) Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan, meliputi kebersihan, kesehatan dan keselematan diri dan mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan juga menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun postur tubuh) secara positif. (c) Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya, yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya. Pergaulan anak di sekolah atau teman sebayanya mungkin diwarnai perasaan senang, karena secara kebetulan temannya berbudi baik, tetapi mungkin juga diwarnai perasaan tidak senang karena teman sepermainannya suka mengganggu atau nakal. (d) Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.

Apabila anak sudah masuk sekolah, perbedaan jenis kelamin akan semakin tampak. Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak akan memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainan yang khas laki-laki, seperti main bola, kelereng, dan layang-layang. (e) Belajar keterampilan dasar


(49)

dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Untuk dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit anak harus tamat sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar anak sudah memperoleh keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. (f) Belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Apabila kita telah melihat sesuatu, mendengar, mengecap, mencium, dan mengalami, maka tinggalah suatu ingatan pada kita. Ingatan mengenai pengamatan yang telah lalu itu disebut konsep (tanggapan). Semakin bertambah pengetahuan, semakin bertambah pula konsep yang diperoleh. Tugas sekolah, yaitu menanamkan konsep-konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep itu, meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu pengetahuan, adat-istiadat dan sebagainya.

Dalam mengembangkan tugas perkembangan anak ini, maka guru dalam mendidik/mengajar di sekolah sebaiknya memberikan bimbingan kepada anak untuk banyak melihat, mendengar, dan mengalami sebanyak-banyaknya tentang sesuatu yang bermanfaat untuk peningkatan ilmu dan kehidupan bermasyarakat. Kemudian banyak membaca buku-buku media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-konsep tersebut, semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah pula bagi anak untuk mempergunakannya pada waktu berpikir. (g) Mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma-norma agama. Hal ini menyangkut penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan agama (moral) disertai dengan


(50)

perasaan senang untuk melakukan atau tidak melakukannya. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk, dan sebagainya. (h) Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini adalah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri dalam arti dapat membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari pengaruh orang tua dan orang lain. (i) Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan sikap tolong-menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerja sama dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang lain dan menghargai hak orang lain. Nilai-nilai tersebut berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan dan juga pada buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung. Prototipe yang akan dikembangkan menjadi slaah satu sarana anak-anak untuk dapat mengembangkan sikap mencintai kebersihan, gotong royong dan kerjasama sesuai dengan tugas perkembangan anak usia 9-11 tahun. 2.2PENELITIAN RELEVAN

Penelitian yang berkaitan dengan buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter masih sangat terbatas untuk dijadikan sebagai sumber penelitian yang relevan. Berikut ini merupakan hasil penelitian yang relevan:

Penelitian yang pertama berjudul “Pengaruh Buku Bergambar terhadap Minat Baca Siswa di SDN Lempuyangwangi Yogyakarta” yang ditulis oleh Ratna Dwi Astuti (2012). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keadaan buku bergambar, keadaaan minat baca siswa, dan pengaruh buku bergambar terhadap


(51)

minat baca siswa di SDN Lempuyangwangi Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode penelitian survei. Penelitian ini menggunakan subjek 28 anak untuk tabulasi buku bergambar dan minat baca dan 77 anak untuk uji coba buku bergambar dan minat baca. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket, dokumentasi, wawancara dan observasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, angket dan lembar observasi. Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data analisis kebutuhan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, angket digunakan untuk memperoleh data minat baca siswa terhadap buku bergambar. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa keadaan buku bergambar di SDN Lempuyangwangi Yogyakarta sangat baik, dengan skor 3,38. Keadaan minat baca siswa di SDN Lempuyangwangi Yogyakarta juga sangat baik dengan skor 3,40. Pengaruh antara buku bergambar terhadap minat baca siswa agak kurang berpengaruh dengan nilai korelasi sebesar 0,466.

Penelitian relevan yang kedua berjudul “Ritual Sesaji Sebagai Bentuk Persembahan Untuk Kanjeng Ratu Kidul di Desa Karangbolong Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen” ditulis oleh Haniyaturroufah (2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) prosesi ritual sesaji, (2) makna simbolik sesaji, dan (3) fungsi ritual sesaji di pesanggrahan Kanjeng Ratu Kidul di Desa Karangbolong Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, dengan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.


(52)

Hasil dari penelitian ini adalah prosesi ritual sesaji, makna simbolik sesaji, dan fungsi dari ritual sesaji. Prosesi ritual meliputi: persiapan pada hari Rabu dilakukan proses penjemuran pakaian yang berada di dalam pesanggrahan dan hari Kamis Juru Kunci dan warga memulai berbelanja barang-barang yang akan dimasak untuk sesaji, pelaksanaan pada hari Jumat dilakukan prosesi penyembelihan kerbau sebagai sesaji, peletakan sesaji di pesanggrahan, dan acara kenduri bersama warga dan perangkat desa, prosesi puncak dilaksanakan pada jumat malam jam 24.00 WIB dengan ditandai pembersihan semua sesaji yang ada di ruang sesaji. Adapun makna simbolik sesaji, meliputi: janur kuning mempunyai makna “sing kukuh sing ngening”, cengkir atau kelapa muda mempunyai makna “kencenge pikir”. Fungsi folklor dalam upacara ritual ini, yaitu fungsi ritual dan fungsi sosial. Di antara fungsi sosial yang ada, antara lain (a) fungsi sebagai sarana kerukunan hidup, (b) fungsi sebagai kegotongroyongan, (c) fungsi sebagai alat pengendali atau pengawas norma-norma masyarakat yang selalu dipatuhi oleh pendukungnya, (d) fungsi sebagai sarana hiburan, (e) fungsi pelestarian tradisi, dan (f) fungsi sebagai pengesahan pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan masyarakat desa Karangbolong. Fungsi pelestari tradisi, yaitu masih dilaksanakannya ritual sesaji sebanyak empat kali dalam satu tahun, karena merupakan warisan dari leluhur yang tidak ditinggalkan.

Berdasarkan kedua penelitian tersebut, pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan masih relevan untuk diteliti. Peneliti berharap buku cerita bergambar yang dikembangkan oleh peneliti dapat membantu anak untuk memahami tentang


(53)

tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai pendidikan karakter. Kedua penelitian yang relevan dapat digambarkan dalam sebuah bagan atau skema agar lebih jelas. Skema tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.

Bagan 2.2.1 Skema Penelitian yang Relevan Peneliti I

Ratna Dwi Astuti (2012)

Peneliti II

Haniyaturroufah (2013)

“Ritual Sesaji Sebagai Bentuk Persembahan Untuk Kanjeng Ratu Kidul

di Desa Karangbolong Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen” “Pengaruh Buku Bergambar

Terhadap Minat Baca Siswa Di SDN Lempuyangwangi Yogyakarta”

Mengetahui pengaruh buku bergambar terhadap minat baca siswa

Untuk mengetahui (1) prosesi ritual sesaji, (2) makna simbolik sesaji, dan (3) fungsi ritual sesaji di pesanggrahan

Kanjeng Ratu Kidul di Desa

Karangbolong Kecamatan Buayan

Kabupaten Kebumen

Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi “Nglarung” dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan


(54)

2.3KERANGKA BERPIKIR

Penelitian dan pengembangan mengenai buku cerita bergambar untuk meningkatkan minat baca siswa merupakan usaha untuk mengembangkan sebuah prototipe tentang buku bergambar. Prototipe yang peneliti kembangkan berupa buku cerita bergambar yang berjudul “Ayo Mengenal Tradisi Nglarung”. Prototipe tersebut dapat dijadikan sarana pembelajaran (baik di dalam maupun di luar kelas) untuk mengembangkan pendidikan karakter kebangsaan melali buku cerita tentang tradisi nglarung.

Memprihatinkan apabila anak-anak sebagai generasi muda tidak memahami tradisi nglarung yang mengandung nilai-nilai ketuhanan, nilai etos kerja, mencintai kebersihan, gotong royong, dan kebersamaan. Peneliti sebagai calaon guru SD terdorong untuk memfasilitasi anak-anak dalam memahami tradisi nglarungmelalui buku cerita bergambar. Selain itu, menanamkan pendidikan karakter dapat dilakulakukan di dalam kelasa maupun di luar kelas.

Hal tersebut mendorong peneliti untuk mengembangkan sebuah prototipe berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. Peneliti menyusun prototipe berupa buku cerita bergambar berjudul “Ayo Mengenal Tradisi Nglarung” yang terdiri dari cover, kata pengantar untuk membantu anak agar mudah memahami isi keseluruhan buku, daftar isi, isi buku dengan 9 gambar kegiatan tradisi nglarung serta menonjolkan nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Prototipe juga berisi daftar pustaka yang berkaitan dengan tradisi


(55)

nglarung dan pendidikan karakter kebangsaan, refleksi bertujuan untuk membantu anak memahami tradisi nglarung, serta biografi pnulis.

2.4 PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:

2.4.5 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita bergambar tentang tadisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

2.4.6 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?


(56)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai Jenis Penelitian, Setting Penelitian, Prosedur Pengembangan, Uji Coba Prototipe, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan yang biasa dikenal dengan R&D (Research and Development). Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan prototipe tertentu, dan menguji keefektifan prototipe tertentu (Sugiyono, 2012:297). Penelitian akan mengembangkan prototipe berupa pengembangan prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2SETTING PENELITIAN 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara di Yogyakarta, Pekalongan, dan Purworejo. Peneliti membuat prototipe di laboratorium IPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, kemudian peneliti menyebarkan kuesioner pra penelitian di SD Kanisius Gowongan. Uji coba prototipe dilaksanakan di SD Kanisius Gowongan.


(57)

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak usia 9-11 tahun untuk menggalipemahaman mereka tentang tradisi nglarung. Keseluruhan subjek uji coba prototipe berjumlah 18 anak.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan delapan bulan terhitung mulai dari bulan Juni 2015 sampai Januari 2016.

3.3 PROSEDUR PENGEMBANGAN

Prosedur pengembangan prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mengikuti langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono (2012:298). Adapun prosedur pengembangan ini melalui sepuluh langkah prosedur pengembangan menurut Sugiyono (2012:298), yaitu tahap (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) ujicoba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) prototipesi masal. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ditunjukkan pada bagan berikut.


(58)

Bagan 3.3.1: Langkah-langkah Metode Research and Development (Sugiyono, 2012:298)

Peneliti mengadopsi enam langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita bergmabar tentang tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan akan dijelaskan pada bagan 3.3.2.

Potensi dan Masalah

Pengumpulan Data

Desain Produk

Validasi Desain

Revisi Produk Uji coba

Pemakaian

Uji coba

Prduk

Revisi Desain

Revisi Produk

Produksi Masal


(59)

Bagan 3.3.2: Prosedur Prototipe Pengembangan Buku Cerita Anak tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan 3.3.1 Potensi dan Masalah

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi dan masalah yang ditemukan oleh peneliti bahwa tradisi nglarung memiliki nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Masalah yang peneliti dapatkan melalui wawancara tujuh anak di daerah Prambanan, Sleman, seorang anak di Pekalongan, dan seorang anak di Purworejo usia 9-11 tahun. Selanjutnya peneliti membagikan kuesioner analisis kebutuhan anak di SD Kanisius Gowongan, Yogyakarta.

Data analisis kebutuhan dengan membagikan lembar kuesioner bertujuan untuk mengetahui apakah anak usia 9-11 tahun membutuhkan sebuah buku cerita

Melakukan uji coba terbatas sebanyak dua kali.

Tahap I Potensi dan Masalah

Tahap II Pengumpulan Data Tahap III Desain Prototipe Tahap IV Validasi Desain Tahap V Revisi Desain Tahap VI Uji Coba Prototipe

Potensi: Tradisi nglarung memiliki nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

 Masalah: kurang memahami tentang tradisi nglarung

 Wawancara

 Pembagian lembar kuesioner prapenelitian

 Merancang buku cerita

Menentukan gambar tradisi nglarung

 Membuat sketsa

 Konsultasi dan revisi

 Menggabungkan antara cerita dan gambar oleh ahli desain grafis

 Prototipe divalidasi oleh dosen bahasa dan sastra


(60)

bergambar tentang tradisi nglarung dalam meningkatkan pengembangan karakter. Hal ini mendorong peneliti sebagai calon guru SD untuk membuat buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung dengan tujuan menanamkan pendidikan karakter sejak dini dan anak-anak dapat memahami tradisi nglarung. Maka dari itu, buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung ini disusun dan dikembangkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengumpulkan lembar kuesioner yang telah dibagikan kepada 17 anak usia 9-11 tahun di SD Kanisius Gowongan. Lembar kuesioner analisis kebutuhan berisi 13 pernyataan berkaitan dengan tradisi nglarung. Lembar kuesioner digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui bentuk perencanaan buku cerita bergambar yang akan dibuat sehingga prototipe yang dihasilkan dapat membantu pemahaman anak-anak terhadap tradisi nglarung sebagai pembentuk karakter kebangsaan.

3.3.3 Desain Prototipe

Pada tahap ini, peneliti merancang dan menyusun prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung agar gambar-gambar yang terkandung di dalam buku tersebut dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap tradisi nglarung. Desain prototipe diawali dengan membuat cerita sederhana dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Cerita yang dipaparkan tentu saja mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Setelah itu, peneliti menentukan gambar-gambar dalam buku cerita


(61)

bergambar tentang tradisi nglarung. Kemudian, peneliti mencoba menggambar sketsa kegiatan dalam tradisi nglarung, seperti menghias perahu, membersihkan pantai, mendirikan tenda, membuat sesaji, mendoakan sesaji, mendorong perahu, dan melarung sesaji. Peneliti menggabungkan antara cerita dan gambar dengan bantuan ahli desain grafis.

Peneliti kemudian menentukan sumber pustaka yang akan digunakan dalam penyusunan buku cerita bergambar. Desain prototipe yang terdiri dari cover, daftar isi, kata pengantar, sembilan gambar tentang tradisi nglarung, refleksi, daftar pustaka dan biografi penulis.

3.3.4 Validasi Prototipe

Prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung divalidasi oleh seorang dosen bahasa dan sastra. Validasi prototipe bertujuan untuk mendapatkan kritik dan saran serta penilaian prototipe yang dikembangkan dari dosen. Melalui kritik dan saran maka peneliti dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari prototype yang dikembangkan.

3.3.5 Revisi Prototipe

Revisi desain dilakukan setelah mendapatkan kritik dan saran dari dosen bahasa dan sastra. Hasil kritik dan saran dari dosen menjadi landasan bagi peneliti dalam memperbaiki kekurangan dari prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung menjadi lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak usia 9-11 tahun.


(62)

3.3.6 Uji Coba Prototipe

Uji coba prototipe dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi untuk menentukan kualitas buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung. Data tersebut diperoleh dari hasil pengisian refleksi anak-anak setelah menggunakan prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung ini benar-benar layak dan mempunyai kualitas yang baik untuk membantu pemahaman anak tentang tradisi nglarung.

3.4 INSTRUMEN PENELITIAN

Peneliti menyusun tiga instrument, yaitu instrumen prapenelitian untuk anak, instrumen validasi prototipe, dan instrumen uji coba prototipe berupa refleksi anak.

3.4.1 Instrumen prapenelitian untuk anak

Peneliti menyusun instrumen prapenelitian untuk anak agar dengan menyusun kisi-kisi terlebih dahulu. Penyusunan kisi-kisi diawali dengan menentukan empat aspek, yaitu (1) definisi tradisi nglarung, (2) tujuan nglarung, (3) kegiatan-kegiatan dalam tradisi nglarung, dan (4) upaya mengenalkan budaya Jawa menggunakan buku cerita bergambar.

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Prapenelitian untuk Anak

No Aspek Nomor

Item Pernyataan

1. Definisi tradisi nglarung.

1 dan 11 1. Tradisi nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut) (olah pikir).


(63)

2. Pada tradisi nglarung, para nelayan merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan (olah pikir).

2. Tujuan nglarung pada umumnya.

2 1. Tujuan dari tradisi nglarung adalah untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang didapat para nelayan (olah hati).

3. Kegiatan-kegiatan pada tradisi nglarung.

3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10

1. Sebelum melaksanakan tradisi nglarung para nelayan menghias perahu (olah pikir).

2. Setelah menghias perahu, para nelayan membersihkan lingkungan pantai (kinestetik/ olahraga).

3. Setelah membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai (olah rasa dan karsa).

4. Menjelang pelaksanaan tradisi nglarung para nelayan bersama-sama membuat tempat sesaji (olah rasa dan karsa). 5. Para nelayan menyiapkan kelengkapan

sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru (olah rasa dan karsa).

6. Para nelayan mendoakan sesaji yang akan dilarung yang dipimpin oleh pemuka agama (olah hati).

7. Para nelayan dengan gigih mendorong perahu yang digunakan untuk melarung (kinestetik/ olahraga).

8. Para nelayan melarung sesaji di tengah laut dan memperebutkan sesaji (kinestetik/ olahraga).

4. Upaya mengenalkan budaya jawa

menggunakan buku cerita

12 dan 13 1. Perlu buku yang berisi penjelasan tentang nglarung.

2. Buku tentang nglarung sebaiknya berupa buku cerita bergambar.

Setelah menentukan empat aspek, peneliti mengmbangkan 13 pernyataan dan diberi pilihan “ya” dan “tidak” sehingga menjadi kuesioner prapenelitian yang


(64)

mudah dipahami oleh anak. Bentuk instrumen prapenelitian untuk anak dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Instrumen Prapenelitian untuk Anak

No Pernyataan

Pilihan Jawaban Ya Tidak 1. Tradisi nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan

masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut).

2. Tujuan dari tradisi nglarung adalah untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang didapat para nelayan. 3. Sebelum melaksanakan tradisi nglarung para nelayan

menghias perahu.

4. Setelah menghias perahu, para nelayan membersihkan lingkungan pantai.

5. Setelah membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai.

6. Menjelang pelaksanaan tradisi nglarung para nelayan bersama-sama membuat tempat sesaji.

7. Para nelayan menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.

8. Para nelayan mendoakan sesaji yang akan dilarung yang dipimpin oleh pemuka agama.

9. Para nelayan dengan gigih mendorong perahu yang digunakan untuk melarung.

10. Para nelayan melarung sesaji di tengah laut dan memperebutkan sesaji.

11. Pada tradisi nglarung, para nelayan merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan. 12. Saya perlu buku yang berisi penjelasan tentang tradisi

nglarung.

13. Buku tentang tradisi nglarung sebaiknya berupa buku cerita dan mewarnai.


(65)

3.4.2 Instrumen validasi prototipe

Peneliti menyusun instrumen validasi prototipe yang akan digunakan oleh dosen (validator) untuk menilai kualitas prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung. Instrumen validasi terdiri dari tiga aspek, yaitu (1) bahasa, (2) format penulisan, dan (3) isi. Ketiga aspek tersebut dikembangkan menjadi delapan pernyataan yang penilainnya dengan cara mencentang nilai/skor pada kolom skor dan memberikan kritik serta saran pada kolom saran. Kriteria penilaian ada 4 skor, yaitu 5=sangat baik, 4=baik, 2=tidak baik, dan 1=sangat tidak baik.

Tabel 3. Instrumen Validasi Prototipe

No Item yang dinilai Skor Saran

1 2 4 5 1. Bahasa

a. Sesuai dengan kaidah penulisan EYD

b. Dapat dipahami oleh anak-anak. 2. Format penulisan

a. Sesuai dengan kaidah penulisan buku cerita

b. Menggunakan kepustakaan yang sesuai dengan teori kebudayaan Jawa yaitu nglarung yang diintegrasikan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

3. Isi

a. Memuat cerita tentang salah satu tradisi Jawa.

b. Memuat nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam cerita tentang tradisi nglarung. c. Memuat gambar-gambar yang

berkaitan dengan alur cerita tentang tradisi nglarung.

d. Memuat sembilan gambar tentang tradisi nglarung


(66)

3.4.3 Instrumen uji coba prototipe

Peneliti menyusun instrumen uji coba prototipe berupa refleksi untuk anak. Instrumen uji coba prototipe diisi oleh anak-anak usia 9-11 tahun setelah menggunakan prototipe buku cerita bergambar tentang tradisi nglarung. Penyusunan instrumen berawal dengan menyusun kisi-kisi. Kisi-kisi disusun dari empat aspek yang diambil dari empat bagian dalam pendidikan karakter kebangsaan yaitu oleh hati, oleh pikir, oleh rasa dan karsa, serta olah raga. Kemudian peneliti memasukan kegiatan tradisi nglarung sesuai dengan empat bagian dari pendidikan karakter kebangsaan. Kisi-kisi intrumen uji coba prototipe dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Prototipe

No. Aspek Indikator No

Pernyataan 1. Olah hati - Pemacu motivasi dalam bekerja

- Memohon keselamatan dan

kesejahteraan dalam mengarungi hidup

8 6 2. Olah pikir - Sebagai ungkapan syukur para nelayan

kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan - Sebagai persembahan kepada penguasa

laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul

1 2 3. Olah raga - Membersihkan lingkungan pantai,

menghias perahu, dan berebut sesaji.

3,4,7 4. Olah rasa

dan karsa

- Bergotong royong untuk membuat sesaji

5

Peneliti mengembangkan dari enam indikator menjadi sepuluh pernyataan yang diberi alternatif jawaban “ya” dan “tidak” untuk diisi anak-anak usia 9-11 tahun. Berikut instrumen uji coba prototipe berupa refleksi untuk anak.


(1)

109 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

111 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

113

Lampiran 6. Dokumentasi Uji Coba Prototipe


(6)

BIOGRAFI PENELITI

Maria Nike Prasetyo Wido Saputri, lahir di Pekalongan pada tanggal 24 Mei 1994. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri Karanggondang Pekalongan pada tahun 2006, SMP Negeri 1 Wonopringgo Pekalongan pada tahun 2009, dan SMA Negeri 1 Doro Pekalongan pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan studi S1 di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa PGSD 2012, penulis aktif mengikuti kegitan di beberapa bidang, seperti: (1) Kegiatan wajib INSADHA, INFISA, INSIPRO, dan KMD. (2) Mendapatkan kejuaraan di bidang musik seperti lomba musikalisasi puisi dan tari tradisional dalam malam kreativitas PGSD 2012 dan 2015. (3) Mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa “Grisadha” sebagai anggota dan mengikuti pagelaran sendratari “Prahara Cinta Tangkuban Perahu” (4) Peserta seminar dengan tema: “Dimensi Hasil Magang International Baccalaureate-Primary Years Programme (IB-PYP)”. (5) Peserta seminar dan workshop “UNA Seminar and Workshop On Anti Bias Curriculum and Teaching” 2012. (6) Peserta seminar “Learning From the Past a Better Future: We and the 1965 Tragedy”. (7) Dampok Inisiasi Fakultas Sanata Dharma (INFISA) 2013. (8) Peserta seminar “The Greatest Love Of All” 2013. (9) Koordinator dampok Inisiasi Fakultas Sanata Dharma (INFISA) 2014. (10) Peserta seminar “Love Datting and Sex, Pacaran dengan Akal Sehat” 2014. (11) Fasilitator pada kegiatan Conservation Scout 2014.