Pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi Nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA DAN MEWARNAI TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

KARAKTER KEBANGSAAN Marcellina Laras Restudiati Universitas Sanata Dharma

2016

Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan terkait dengan tradisi nglarung. Potensi pada tradisi nglarung yaitu terdapat nilai-nilai masyarakat melakukan kebiasaan untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas rejeki dan keselamatan yang diberikan, mencintai kebersamaan, kebersihan, gotong royong, dan kegigihan. Padahal, nilai-nilai tersebut berkaitan dengan karakter kebangsaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada sembilan anak usia 8-9 tahun bahwa anak-anak tersebut tidak memahami tentang tradisi nglarung. Peneliti juga mendapatkan dari hasil analisis kebutuhan (AUM), kepada 27 anak usia 8-9 tahun yaitu 81% anak memerlukan buku cerita tentang tradisi nglarung. Peneliti terdorong mengembangkan prototipe berupa buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Tujuannya untuk menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas prototipe tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) yang mengadopsi enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba produk. Prototipe berbentuk buku cerita dan mewarnai yang berjudul “Mengenal Tradisi Nglarung”. Prototipe tersebut divalidasi seorang ahli sastra dan bahasa yang mendapatkan nilai 4,9 (sangat baik), dengan demikian sangat layak diujicobakan

Uji coba terbatas dilakukan tiga kali. Uji coba pertama dan kedua dihadiri 27 anak di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah. Uji coba ketiga dihadiri 13 anak di Desa Grembyangan, Madurejo, Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil refleksi anak setelah uji coba, didapatkan data 100% anak: memahami makna tradisi nglarung sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan, mencintai kebersihan, gotong royong dan kebersamaan. Dengan demikian, prototipe buku cerita dan mewarnai mampu menjadi fasilitas bagi anak untuk memahami tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

Kata kunci: pengembangan, buku cerita dan mewarnai, tradisi nglarung, pendidikan karakter kebangsaan.


(2)

ABSTRACT

DEVELOPING STORY AND COLORING BOOK PROTOTYPE OF

NGLARUNG IN THE CONTEXT OF NATIONAL CHARACTER

BUILDING

Marcellina Laras Restudiati Universitas Sanata Dharma University

2016

This research and development investigated the tradition of nglarung. This tradition is potential in a way that it reflects the community values of thanksgiving

for God’s blessing and deliverance, the love of togetherness, hygiene,

collaboration and perseverance. Those values are closely related to the national characters. The results of the interview conducted to 9 children aged 8 – 9 showed that those children were uninformed about of nglarung. This research also utilized a need analysis that involved 27 children aged 8-9. The results showed that 81% of those children needed a reader on nglarung. Those facts had prompted the researcher to develop a prototype of a story and coloring book of nglarung in the context of national character building. It aimed at elaborating the process of the development of the prototype and describing its quality.

This research was a reasearch and development (R&D) one. It adopted

Sugiyono’s six steps that included: (1) potential and problems, (2) data gathering, (3) product designing, (4) design validation, (5) design revision, and (6) product try-out. The prototypes was in the form of a story and coloring book with the title

of “Mengenal Tradisi Nglarung”. The prototype was validated by an expert on language and literature and earned the points of 4.9 (very good). Therefore, the prototype was considered eligible for a try-out.

The researcher conducted a limited try-out three times. The first and second try-out involved 27 children of Kauman village, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Central Java. The third try-out involved 13 children of Grembyangan village, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta Special Province. The results

of children’s reflection conducted after the try-out showed that 100% of the children understood the meaning of nglarung as a way of expressing thanksgiving for the abundant catch, the love of hygiene, collaboration and togetherness. Thus, the prototype could facilitate children to comprehend the nglarung that bears the national characters.

Keywords: development, story and coloring book, nglarung, national character building


(3)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA DAN MEWARNAI TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Marcellina Laras Restudiati NIM : 121134151

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA DAN MEWARNAI TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Marcellina Laras Restudiati NIM : 121134151

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1.

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu setia menyertai dan

memberikan kekuatan jasmani dan rohani.

2.

Kedua orang tua tercinta, Bapak Antonius Suwarsan dan Ibu Valentine

Wahyudiati yang selalu memberikan semangat, doa, perhatian dan kasih

sayang.

3.

Kedua kakak tersayang, Yosephine Dwi Supriyanti dan Christine

Susiyanti. Serta, keponakan terkasih: Mas Jati, Radix, dan O’o.

4.

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.


(8)

v MOTTO

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan

bertekunlah dalam doa.

(Roma 12:12)

Tetes air matamu yang kau tabur dituai bahagia

(

Kutipan lagu “Doa Seorang A

nak

)

Bertanggungjawablah terhadap pilihanmu sendiri~

(Ibu Valentine)


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA DAN MEWARNAI TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

KARAKTER KEBANGSAAN Marcellina Laras Restudiati Universitas Sanata Dharma

2016

Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan terkait dengan tradisi nglarung. Potensi pada tradisi nglarung yaitu terdapat nilai-nilai masyarakat melakukan kebiasaan untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas rejeki dan keselamatan yang diberikan, mencintai kebersamaan, kebersihan, gotong royong, dan kegigihan. Padahal, nilai-nilai tersebut berkaitan dengan karakter kebangsaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada sembilan anak usia 8-9 tahun bahwa anak-anak tersebut tidak memahami tentang tradisi nglarung. Peneliti juga mendapatkan dari hasil analisis kebutuhan (AUM), kepada 27 anak usia 8-9 tahun yaitu 81% anak memerlukan buku cerita tentang tradisi nglarung. Peneliti terdorong mengembangkan prototipe berupa buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Tujuannya untuk menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas prototipe tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) yang mengadopsi enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain dan (6) uji coba produk. Prototipe berbentuk buku cerita dan mewarnai yang berjudul “Mengenal Tradisi Nglarung”. Prototipe tersebut divalidasi seorang ahli sastra dan bahasa yang mendapatkan nilai 4,9 (sangat baik), dengan demikian sangat layak diujicobakan

Uji coba terbatas dilakukan tiga kali. Uji coba pertama dan kedua dihadiri 27 anak di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah. Uji coba ketiga dihadiri 13 anak di Desa Grembyangan, Madurejo, Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil refleksi anak setelah uji coba, didapatkan data 100% anak: memahami makna tradisi nglarung sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan, mencintai kebersihan, gotong royong dan kebersamaan. Dengan demikian, prototipe buku cerita dan mewarnai mampu menjadi fasilitas bagi anak untuk memahami tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

Kata kunci: pengembangan, buku cerita dan mewarnai, tradisi nglarung, pendidikan karakter kebangsaan.


(12)

ix

ABSTRACT

DEVELOPING STORY AND COLORING BOOK PROTOTYPE OF

NGLARUNG IN THE CONTEXT OF NATIONAL CHARACTER

BUILDING

Marcellina Laras Restudiati Universitas Sanata Dharma University

2016

This research and development investigated the tradition of nglarung. This tradition is potential in a way that it reflects the community values of thanksgiving for God’s blessing and deliverance, the love of togetherness, hygiene, collaboration and perseverance. Those values are closely related to the national characters. The results of the interview conducted to 9 children aged 8 – 9 showed that those children were uninformed about of nglarung. This research also utilized a need analysis that involved 27 children aged 8-9. The results showed that 81% of those children needed a reader on nglarung. Those facts had prompted the researcher to develop a prototype of a story and coloring book of nglarung in the context of national character building. It aimed at elaborating the process of the development of the prototype and describing its quality.

This research was a reasearch and development (R&D) one. It adopted Sugiyono’s six steps that included: (1) potential and problems, (2) data gathering, (3) product designing, (4) design validation, (5) design revision, and (6) product try-out. The prototypes was in the form of a story and coloring book with the title of “Mengenal Tradisi Nglarung”. The prototype was validated by an expert on language and literature and earned the points of 4.9 (very good). Therefore, the prototype was considered eligible for a try-out.

The researcher conducted a limited try-out three times. The first and second try-out involved 27 children of Kauman village, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Central Java. The third try-out involved 13 children of Grembyangan village, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta Special Province. The results of children’s reflection conducted after the try-out showed that 100% of the children understood the meaning of nglarung as a way of expressing thanksgiving for the abundant catch, the love of hygiene, collaboration and togetherness. Thus, the prototype could facilitate children to comprehend the nglarung that bears the national characters.

Keywords: development, story and coloring book, nglarung, national character building


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA DAN MEWARNAI TRADISI NGLARUNG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

4. Wahyu Wida Sari, S.Si., M. Biotech., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, semangat, waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skrispi.


(14)

xi

5. Seluruh dosen dan staff karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.

6. Validator instrumen pra-penelitian dan validator prototipe.

7. Kepala sekolah, guru, dan anak-anak SD 1 Bantul yang sudah mengijinkan peneliti mengambil data analisis kebutuhan.

8. Anak-anak sekolah minggu Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah, dan anak-anak di Desa Grembyangan, Madurejo, Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah mengikuti uji coba produk. 9. Kedua orang tua tercinta, Bapak Antonius Suwarsan dan Ibu Valentine

Wahyudiati yang selalu memberikan semangat, doa, perhatian dan kasih sayang.

10.Kedua kakak peneliti, Yosephine Dwi Supriyanti dan Christine Susiyanti, serta keponakan: Mas Jati, Radix, dan O’o yang selalu memberikan hangatnya kebersamaan dalam keluarga.

11.Teman-teman penelitian kolaborasi dan teman-teman PGSD 2012 yang turut serta membantu penyelesaian penelitian ini.

12.Para sahabat peneliti: Scholastika Triani Kartikasari, Veronica Renny Puspa Sari, Ambarwaty Subagyo, Nindya Ardeliana, Siti Mabruroh, Maria Goretti Dyah Yuliyanti, Mespin Zulian Samaloisa, Sesi, Puspa, Gizela, Anna Anggi Artanti yang selalu memberikan semangat dan tawa yang menenangkan. 13.Sahabat, kakak, adik, Angela Ayu Anggraini yang semangat, doa, dan


(15)

(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PENYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Spesifikasi Prototipe ... 7

1.6 Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Landasan Teoritis ... 9

2.1.1 Tradisi atau Upacara Adat Jawa ... 9

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa... 9

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa... 10

2.1.1.3 Tradisi Nglarung ... 13

2.1.1.3.1 Tata Cara Tradisi Nglarung ... 15

2.1.1.3.2 Nilai-nilai yang Terkandung dalam Tradisi Nglarung ... 18

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 19

2.1.2.1 Arti Karakter ... 19

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan ... 20


(17)

xiv

2.1.3 Buku Cerita Anak ... 22

2.1.3.1 Arti Buku Cerita Anak ... 22

2.1.3.2 Tujuan Buku Cerita Anak ... 23

2.1.3.3 Macam-macam Bentuk Buku Cerita Anak ... 23

2.1.4 Media Menggambar dan Mewarnai ... 24

2.1.4.1 Pengertian Media ... 24

2.1.4.2 Media Gambar ... 25

2.1.4.3 Mewarnai Gambar ... 26

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 8-9 tahun ... 26

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 8-9 tahun ... 27

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 8-9 tahun ... 27

2.2 Penelitian yang Relevan ... 30

2.3 Kerangka Berpikir ... 31

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Setting Penelitian ... 34

3.2.1 Tempat Penelitian ... 34

3.2.2 Subjek Penelitian ... 34

3.2.3 Objek Penelitian ... 35

3.2.4 Waktu Penelitian ... 35

3.3 Langkah-langkah Pengembangan ... 35

3.3.1 Potensi dan Masalah ... 37

3.3.2 Pengumpulan Data ... 38

3.3.3 Desain Prototipe ... 38

3.3.4 Validasi Prototipe ... 39

3.3.5 Revisi Prototipe ... 39

3.3.6 Uji Coba Prototipe ... 39

3.4 Instrumen Penelitian ... 40

3.4.1 Instrumen Pra Penelitian Untuk Anak ... 40

3.4.2 Instrumen Validasi Prototipe ... 42

3.4.3 Instrumen Uji Coba Prototipe ... 43

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.6 Teknik Analisis Data ... 44

3.6.1 Data Kualitatif ... 44

3.6.2 Data Kuantitatif ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Hasil Penelitian ... 47

4.1.1 Langkah-langkah Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung ... 47

1. Potensi dan Masalah ... 47

2. Pengumpulan Data ... 48

3. Desain Prototipe ... 50

4. Validasi Prototipe ... 55

5. Revisi Prototipe ... 55


(18)

xv

a. Uji Coba Prototipe di Dusun Kauman, Klaten ... 57

b. Uji Coba Prototipe di Desa Grembyangan, Sleman ... 59

4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung ... 61

4.2 Pembahasan ... 62

4.3 Kelebihan dan Kelemahan Prototipe ... 70

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 72

5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Keterbatasan ... 72

5.3 Saran ... 73

DAFTAR REFERENSI ... 74

LAMPIRAN ... 77


(19)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.2.1. Skema Penelitian yang Relevan ... 31 Bagan 3.3.1. Langkah-langkah Metode Research and Development ... 36 Bagan 3.3.2. Langkah-langkah Pengembangan Buku Cerita dan Mewarnai


(20)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Pra Penelitian Untuk Anak ... 40

Tabel 2. Instrumen Pra Penelitian Untuk Anak ... 41

Tabel 3. Instrumen Validasi Prototipe ... .. 42

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe ... 43

Tabel 5. Instrumen Uji Coba Prototipe ... 44

Tabel 6. Tabel Klasifikasi Kelayakan Skor Skala Empat ... 46

Tabel 7. Hasil Rekapitulasi Data Kuesioner Pra Penelitian Untuk Anak .. 49

Tabel 8. Hasil Validasi Prototipe ... 55


(21)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sketsa Awal ... 50 Gambar 2. Urutan Isi Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai ... 54 Gambar 3. Perubahan Cover Sebelum dan Setelah Direvisi ... 56 Gambar 4. Kegiatan Uji Coba Prototipe di Dusun Kauman,Ngrundul,

Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah ... 59 Gambar 5. Kegiatan Uji Coba Prototipe di Desa Grembyangan,

Madurejo, Prambanan, Sleman, DIY ... 60 Gambar 6. Hasil Refleksi Persepsi Anak terhadap Kualitas Prototipe

Buku Cerita dan Mewarnai ... 65 Gambar 7. Hasil Refleksi Anak ... 68


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Analisis Kebutuhan SD 1 Bantul ... 78 Lampiran 2. Surat Ijin Uji Coba Prototipe di Dusun Kauman ... 79 Lampiran 3. Surat Ijin Uji Coba Prototipe di Desa Grembyangan ... 80 Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuesioner Pra Penelitian Untuk Anak ... 81 Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe ... 82 Lampiran 6. Hasil Refleksi Anak ... 83 Lampiran 7. Hasil Karya Mewarnai Anak-anak di Dusun Kauman ... 105 Lampiran 8. Hasil Karya Mewarnai Anak-anak di Desa Grembyangan ... 107 Lampiran 9. Dokumentasi Kegiatan Uji Coba Prototipe ... 109


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi prototipe yang diharapkan, dan definisi operasional.

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Kebudayaan dalam masyarakat tidak begitu saja ada dengan sendirinya. Kebudayaan itu sendiri merupakan sebuah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diperoleh melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 2009:144). Budaya masyarakat dapat pula menjadi sarana untuk menyalurkan ide-ide, gagasan, serta pengetahuan yang dimiliki masyarakat kepada anggota masyarakat yang lain secara turun-temurun. Salah satu kebudayaan di Indonesia, khususnya di daerah Jawa yaitu upacara tradisional atau tradisi Jawa. Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan dan dilakukan secara turun temurun (Purwadi, 2005:1). Pendapat lain diungkapkan oleh Soepanto dalam Sunjata (2013:76), bahwa upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama. Upacara adat bagi masyarakat pendukungnya merupakan sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan sarana permohonan keselamatan.

Dalam penyelenggaraan upacara adat terdapat nilai-nilai budaya yang bermanfaat bagi masyarakat. Nilai-nilai tersebut secara tidak langsung bermanfaat dalam turut menentukan pola pikir kehidupan bagi masyarakat. Suatu nilai budaya apabila sudah membudaya, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku (Sunjata, 2013:17). Jadi, nilai budaya dalam upacara adat atau


(24)

tradisi sebagai salah satu pendorong bagi masyarakat untuk mencapai tujaun tertentu. Sama halnya upacara adat atau tradisi nglarung yang masih diselenggarakan sampai saat ini. Masyarakat mempercayai bahwa upacara adat tersebut mempunyai peranan dalam hidupnya.

Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura (Sunjata, 2013:75). Bulan Sura adalah bulan pertama pada kalender Jawa. Dapat disimpulkan bahwa nglarung adalah kegiatan budaya dengan cara melarungkan sesaji ke tengah laut yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura, dengan tujuan mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan. Namun, tidak semua masyarakat Jawa memahami tradisi nglarung.

Peneliti melakukan wawancara kepada anak-anak di daerah Prambanan, Sleman, Purworejo dan Pekalongan. Peneliti memilih daerah pertanian (Prambanan dan Purworejo) serta pantai (Pekalongan) dengan alasan untuk mengetahui data awal mengenai pemahaman anak di daerah pertanian dan pantai tentang tradisi nglarung. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada tujuh anak usia 8-9 tahun di daerah Prambanan, Sleman, seorang anak di Purworejo, dan seorang anak di Pekalongan, peneliti mendapatkan informasi bahwa mereka tidak memahami tradisi nglarung. Seharusnya tradisi tersebut dapat dipahami oleh anak-anak sebab mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebagsaan.

Nilai–nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung antara lain: nilai ketuhanan/ ketaqwaan (bertaqwa) dilihat dari tujuan tradisi nglarung yaitu


(25)

mengucap syukur kepada Tuhan, selain itu nelayan bersama-sama mendoakan sesaji sebelum dilarung yang dipimpin oleh pemimpin upacara. Nilai etos kerja dalam pelaksanaan tradisi nglarung yaitu nelayan berkreasi membuat tempat sesaji, menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi atau harus baru, menghias perahu semenarik mungkin kemudian merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan. Mencintai kebersihan, diwujudkan ketika nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan. Nilai gotong royong dan kebersamaan tercermin ketika masyarakat nelayan memasang tenda di tepi pantai, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah laut.

Pada tanggal 30 November 2015, peneliti melakukan penyebaran kuesioner kepada 27 anak usia 8-9 tahun di SD 1 Bantul. Peneliti mendapatkan data: (1) 44% anak tidak mengetahui bahwa tradisi nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut). (2) 44% tidak mengetahui bahwa para nelayan dengan gigih mendorong perahu yang digunakan untuk melarung. (3) 37% anak tidak mengetahui bahwa setelah membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai. (4) 81% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang tradisi nglarung.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti sebagai calon guru SD terdorong untuk menyusun buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung. Prototipe berupa buku cerita dan mewarnai terdiri dari cover berjudul “Mengenal Tradisi


(26)

Nglarung”, isinya memuat kata pengantar untuk membantu anak agar mudah memahami isi kesuluruhan dari buku. Isi buku terdiri dari cerita tentang rangkaian kegiatan tradisi nglarung. Cerita tersebut diperkuat dengan sebelas gambar yang dapat diwarnai oleh anak usia 8-9 tahun. Prototipe ini juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi nglarung dan pendidikan karakter kebangsaan, dan biografi penulis.

Peneliti memilih buku cerita dan mewarnai karena sesuai dengan salah satu tujuan buku cerita anak yaitu dapat mengembangkan imajinasi anak (Raines, 2002:vii). Melalui mewarnai, anak-anak dapat mengekspresikan imajinasinya dalam memilih dan memadukan warna. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Murdiani (2014:107), pada usia 3-9 tahun anak mulai mengekspresikan dunia imajinasinya melalui kata-kata dan gambar-gambar.

Peneliti menyusun buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung untuk anak 8-9 tahun, dimana menurut Piaget dalam Santrock (2011:27) tahap ini termasuk tahap operasional konkret (7-11 tahun) yaitu anak-anak dapat melakukan operasi (psikomotorik) yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar logis dan diterapkan dengan contoh-contoh konkret. Melalui buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung, anak-anak dapat melatih psikomotoriknya dalam kegiatan mewarnai.

Prototipe buku cerita dan mewarnai yang disusun sesuai dengan tugas perkembangan anak usia 8-9 tahun yaitu pertama, belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Melalui buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung anak-anak dilatih ketrampilan membaca cerita yang berisi rangkaian kegiatan tradisi nglarung. Cerita dalam buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung


(27)

dirangkai dengan kalimat yang mudah dipahami anak-anak. Kedua, belajar mengembangkan konsep sehari-hari, dijelaskan bahwa sekolah yang menanamkan konsep-konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep tersebut meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu pengetahuan, adat istiadat, budaya, dan sebagainya. Konsep adat istiadat dan budaya terdapat dalam buku cerita dan mewarnai yang peneliti susun, yaitu berisi tentang tradisi nglarung sebagai salah satu budaya Jawa yang masih ada sampai sekarang dengan melalui buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung anak-anak dilatih untuk mengembangkan konsep budaya tradisi nglarung dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti sebagai calon guru SD mengembangkan buku cerita dan mewarnai untuk membantu pemahaman anak tentang tradisi nglarung. Maka penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?


(28)

1.3TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian pengembangan buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung adalah sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Bagi Peneliti

Melatih peneliti untuk melakukan pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter. 1.4.2 Bagi Anak

Prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dapat membantu anak untuk memahami tradisi nglarung dan mengembangkan imajinasi melalui kegiatan mewarnai.

1.4.3 Bagi Masyarakat Jawa

Penelitian ini mengajak masyarakat Jawa untuk tetap selalu mengucap syukur atas rejeki maupun keselamatan yang diberikan Tuhan, menjaga dan mencintai kebersihan, selalu mengutamakan gotong royong dan kebersamaan.


(29)

1.5SPESIFIKASI PROTOTIPE

Spesifikasi prototipe yang dihasilkan antara lain:

a. Prototipe berupa buku cerita dan mewarnai yang berjudul “Mengenal Tradisi Nglarung.

b. Prototipe terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, sebelas gambar tentang rangkaian tradisi nglarung, daftar pustaka, dan biografi penulis. c. Kata pengantar berisi tentang tradisi nglarung agar dapat membantu anak

mengerti isi kesuluruhan buku.

d. Sebelas gambar yang peneliti pilih membantu anak untuk memahami tradisi nglarung yang memiliki nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. e. Prototipe buku cerita dan mewarnai dapat membantu mengembangkan imajinasi anak dalam mewarnai gambar kegiatan tradisi nglarung dengan bermacam-macam warna.

1.6DEFINISI OPERASIONAL 1.6.1 Prototipe

Prototipe merupakan model atau bentuk mula-mula (model asli) yang menjadi contoh kemudian dikembangkan.

1.6.2 Buku Cerita Anak

Buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dengan menggunakan sudut pandang anak yang bertujuan untuk mengembangkan imajinasi anak.

1.6.3 Tradisi Nglarung

Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura oleh masyarakat nelayan yang bertujuan untuk


(30)

mengucap syukur kepada Tuhan atas keselamatan dan penghasilan yang berlimpah. Rasa terimakasih tersebut diwujudkan dalam bentuk sesaji yang dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kidul.

1.6.4 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana sebagai pembangun karakter pribadi dan atau kelompok yang baik kemudian tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku sebagai hasil keterpaduan empat bagian (olah hati, olah pikir, olah rasa dan karsa, serta olah raga).


(31)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini peneliti akan menguraikan mengenai landasan teoritis, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir. Ketiga hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.1LANDASAN TEORITIS

Landasan teoritis merupakan sebuah acuan yang peneliti gunakan untuk mengembangkan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung. Landasan teoritis berisi teori-teori, definisi dan hasil analisa pakar yang telah ahli dibidangnya. Hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.1.1 Tradisi atau Upacara Adat Jawa

Berikut akan dijelaskan kajian teori mengenai tradisi atau upacara adat Jawa, macam-macam tradisi Jawa, dan tradisi nglarung.

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa

Kehidupan masyarakat Jawa tidak pernah lepas dari kebudayaan yang ada di sekitar. Ada cara-cara tertentu dalam masyarakat untuk mempelajari kebudayaan, yang di dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat (Purwadi, 2005:1). Salah satu cara mempelajari kebudayaan yaitu dengan menghidupi tradisi atau upacara adat Jawa yang ada.

Tradisi atau upacara adat Jawa merupakan salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, karena upacara adat Jawa merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi penerus bisa


(32)

mengetahui warisan budaya luhur (Sunjata, 2013:73). Pendapat lain juga dipaparkan oleh Soepanto (1992:5) dalam Sunjata (2013:76), bahwa tradisi Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa khususnya, dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tradisi atau upacara adat Jawa merupakan sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan sarana permohonan keselamatan, kesejahteraan dan hasil yang lebih baik untuk masa yang akan datang.

Budaya Jawa memiliki berbagai tradisi atau upacara adat. Peneliti akan menjelaskan mengenai lima macam tradisi Jawa, yaitu nglarung, nyadran, ruwatan, mitoni, dan wiwit (methik).

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa

Berikut ini lima macam tradisi Jawa khususnya yang ada di daerah Yogyakarta:

1. Nglarung

Tradisi pertama yang akan diuraikan oleh peneliti adalah tradisi nglarung. Tradisi tersebut biasa dilakukan oleh masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali. Tradisi nglarung merupakan salah satu upacara tradisional yang ada di Jawa. Nglarung berasal dari kata larung yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi nglarung adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat (Suyami, 2008:101). Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura (Sunjata, 2013:75). Bulan Sura adalah bulan pertama pada kalender Jawa.


(33)

Tujuan dari pelaksanaan upacara nglarung sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, di samping bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul (Sunjata, 2013:117). Masyarakat nelayan percaya akan mitos bahwa Kanjeng Ratu Kidul atau Nyai Roro Kidul yang menjadi penunggu laut selatan beserta isi dan kondisi alamnya yang sangat melekat dalam kehidupan bekerja masyarakat nelayan. Mereka menganggap bahwa apa yang selama ini di dapat dari laut selatan tentunya ada yang memiliki atau memberi yaitu Tuhan Yang Maha Esa melalui penguasa laut selatan yaitu Kanjeng Ratu Kidul atau Nyai Roro Kidul. Bentuk ucapan terimakasih masyarakat nelayan diwujudkan dalam bentuk sesaji yang dilarung kelaut.

2. Ruwatan

Tradisi kedua yang peneliti uraikan adalah tradisi ruwatan. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati 2010:3). Istilah ruwatan dalam cerita Jawa, berasal darti kata ruwat, ruwuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan dan terbatas dari hal-hal yang tidak baik (membebaskan). Objek yang diruwat atau dibebaskan, menurut kitab Kuncaranarna dan apa yang disebut dalam Kandhang Ringgit Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang (kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan atau kekusutan).


(34)

3. Nyadran

Tradisi ketiga yang peneliti uraikan yaitu tradisi nyadran. Tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah menjelang bulan puasa (Herawati, 2010:25). Tradisi ini dilakukan pada tanggal 15 Ruwah (pembukaan Nyadran), 17 Ruwah (Sadranan Pitulasan), 21 Ruwah (Sadranan Slikuran), 23 Ruwah (Sadranan Telulikuran), dan 25 Ruwah (Sadranan Penutup/Sadranan Slawean).

Tujuan dari tradisi nyadran adalah mengingatkan pada kematian, hidup hanya mampir minum, dan kuburan adalah rumah masa depan kita yang sesungguhnya (nilai berempati dan nilai ketuhanan), menggambarkan betapa penting kita belajar untuk akrab dengan kematian (nilai reflektif) dan juga bisa menyehatkan jiwa dan kesadaran kita (nilai kesehatan) karena adanya kekuatan psikologis untuk meneguhkan kembali jati diri dan identitas kita sebagai manusia (nilai kemanusiaan) (Prasetyo, 2010:6).

Tradisi nyadran diawali dengan acara besik, yaitu kegiatan membersihkan makam dengan sapu, cangkul, atau dengan alat yang lain. Kegiatan dilanjutkan dengan menabur bunga dan berdoa. Acara selanjutnya adalah kendurenan, merupakan acara bertukar makanan yang dibawa dari rumah masing-masing dan berdoa secara bersama-sama. Acara terakhir dalam upacara “nyadran” adalah bakdan. Bakdan yaitu acara bersilahturahmi yang dilakukan anak muda kepada orang tua.


(35)

4. Mitoni (Tujuh Bulanan)

Tradisi keempat yang peneliti uraikan adalah tradisi mitoni, dimana sampai saat ini tradisi tersebut masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Mitoni merupakan suatu upacara yang dilakukan pada seorang perempuan yang sedang hamil dan dilakukan pada saat usia kandungan menginjak usia tujuh bulan. Upacara tersebut bertujuan agar bayi yang ada dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh perlindungan dan keselamatan (Yana, 2012: 49).

Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada saat mitoni antara lain siraman, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain dari calon ayah ke calon ibu. Setelah itu, calon ibu berganti busana, memasukkan kelapa gading, memutus lilitan lawe/ lilitan benang/ janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog (Yana, 2012: 50). 5. Wiwit (Methik)

Peneliti menguraikan tradisi kelima yaitu tradisi wiwit. Tradisi wiwit disebut juga dengan upacara mboyong mbok Sri, yaitu perilaku untuk memuliakan mbok Sri atau Dewi Padi. Orang yang melaksankan upacara tersebut adalah penduduk pedesaan, khususnya yang melakukan pekerjaan sebagai petani. Mereka melakukan hal itu karena merupakan kelanjutan, menyusul setelah panenan pertama (methik) (Saksono, 2012:78).

2.1.1.3 Tradisi Nglarung

Prototipe yang peneliti kembangkan mengenai makna dan rangkaian kegiatan tradisi nglarung, maka peneliti menguraikan mengenai tradisi nglarung


(36)

yang diambil dari beberapa teori dan ahli. Tradisi nglarung merupakan salah satu upacara tradisional yang ada di Jawa. Nglarung berasal dari kata “larung” yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura (Sunjata, 2013:75). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, di samping bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul (Sunjata, 2013:117). Dari beberapa pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura, dengan tujuan mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan dengan memberikan sesaji kepada Kanjeng Ratu Kidul.

Mitos Kanjeng Ratu Kidul atau Nyai Roro Kidul yang menjadi penunggu Laut Selatan yang menguasai laut beserta isinya. Masyarakat nelayan menganggap bahwa apa yang selama ini didapat atau diperoleh dari laut tentunya ada yang memiliki atau yang memberi yaitu Tuhan Yang Maha Esa melalui penguasa laut Kanjeng Ratu Kidul. Mereka kuat kepercayaannya tentang keberadaan penguasa laut selatan yaitu Kanjeng Ratu Kidul. Oleh karena itu, masyarakat nelayan mengadakan tradisi nglarung untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas keselamatan dan ikan yang berlimpah dengan mewujudkannya melalui penguasa laut Kanjeng Ratu Kidul dengan melarungkan sesaji ke tengah laut (Sunjata, 2013:118). Melarungkan sesaji yang ditujukan kepada Kanjeng Ratu Kidul melalui tata cara yang dilakukan, mulai dari tahap persiapan sampai pada


(37)

tahap pelaksanaan. Berikut merupakan penjelasan mengenai tata cara tradisi nglarung, berbagai macam dan makna sesaji yang akan dilarung.

2.1.1.3.1 Tata Cara Tradisi Nglarung

Pelaksanaan tradisi nglarung melalui dua tahap tata cara, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan dan kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan pelaksanaan upacara (Purwadi, 2005:86).

1. Kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan

Kegiatan yang bersifat persiapan merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum upacara dimulai. Masyarakat nelayan mempercayai pamong desa bertugas sebagai penanggung jawab menyiapkan tempat dan tenda untuk penampungan pengunjung yang nantinya akan datang pada hari pelaksanaan nglarung serta menyiapkan pertunjukkan dan sebagainya. Pamong desa memimpin warga yang sebagian besar sebagai nelayan untuk membersihkan dan mendirikan tenda.Sedangkan warga lain mengadakan komunikasi satu sama lain. Intinya saling mengingatkan bahwa kegiatan nglarung sudah semakin dekat. Kemudian para nelayan yang memiliki perahu bersama nelayan lain dengan rela hati mengecat perahu mereka, nantinya perahu mereka akan membawa sesaji yang dilarung.

Masyarakat nelayan dan warga sekitar dengan sukarela menyumbangkan bahan-bahan sesaji. Macam-macam sesaji yang dipersembahkan dalam nglarung disesuaikan dengan tujuan dari tradisi nglarung, yaitu sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan pengharapan. Sesaji merupakan lambang bahwa manusia harus selalu ingat kepada Sang Pencipta. Maka dipersembahkan macam-macam sesaji yang dibuat dari


(38)

hasil bumi yang mempunyai makna bahwa semua hasil bumi yang dihasilkan adalah pemberian Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan manusia dan seperangkat pakaian wanita dimaksudkan karena sesaji tersebut dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kidul.

Sesaji yang terdiri atas berbagai macam hasil bumi.Sesaji yang disiapkan antara lain: kepala kerbau melambangkan kebodohan, dalam tradisi nglarung kepala kerbau dimaksudkan agar nelayan dijauhkan dan dihilangkan dari segala macam kebodohan. Pisang sanggan, sebagai lambang bahwa ratu tertinggi di laut selatan adalah Kanjeng Ratu Kidul. Nasi ambengan, sebagai lambang permohonan keselamatan dari Yang Maha Agung. Alat kecantikkan dan seperangkat pakaian wanita, sebagai lambang kesukaan wanita untuk berdandan, dalam upacara nglarung sesaji tersebut dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kidul.

Sesaji yang dipersiapkan selanjutnya yaitu bunga, sebagai lambang permohonan dari keharuman. Jajan pasar berupa sesaji yang terdiri dari berbagai macam makanan yang dibeli di pasar, mempunyai makna suatu pengharapan agar masyarakat nelayan selalu mendapatkan berkah dari Yang Maha Kuasa. Hasil pertanian berupa sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian mengandung makna kemakmuran yang dilimpahkan Tuhan atas berkah yang telah diberikan kepada masyarakat nelayan. Nasi tumpeng, mempunyai arti bahwa di dunia ini ada penguasa yang paling tinggi yaitu Tuhan yang menciptakan dunia dan segala isinya. Macam-macam sesaji tersebut disajikan setelah acara malam tirakatan karena sesaji yang disajikan tidak boleh basi dan harus baru.


(39)

Kegiatan persiapan selanjutnya yaitu malam tirakatan. Menurut tradisi, kegiatan ini berlangsung malam hari sebelum esok harinya diselenggarakan upacara tradisi nglarung. Dimalam tirakatan, masyarakat nelayan dan warga sekitar berbincang-bincang dan memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa agar upacara tradisi nglarung berjalan dengan lancar tidak ada halangan suatu apa. Doa dipimpin oleh pemimpin upacara nglarung hingga fajar menyingsing.

2. Kegiatan-kegiatan pelaksanaan upacara.

Pagi harinya pemimpin upacara tradisi nglarung membakar kemenyan yang merupakan tanda dimulainya kegiatan memasak dan menyiapkan sesaji. Masyarakat nelayan dan warga secara bergotong royong menyiapkan sesaji antara lain, menyembelih korban (ayam, kerbau, dan kambing, kemudian memasak beahan-bahan yang sudah disebutkan kemudian menempatkan sesaji yang sudah siap pada tempatnya. Mereka dengan penuh rasa tanggung jawab dan mampu bekerjasama, sehingga semua kegiatan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Kegiatan selanjutnya yaitu penyambutan secara resmi oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten yang kemudian dilanjutkan dengan mendoakan sesaji yang akan dilarung dipimpin oleh pemimpin upacara tradisi nglarung. Pemimpin upacara dan masyarakat membakar menyan dan memanjatkan doa di depan sesaji, memohon agar sesaji diterima oleh Kanjeng Ratu Kidul serta mereka diberi keselamatan dan murah rejeki.


(40)

Setelah pembacaan doa selesai, mulailah para nelayan menggotong sesaji dan menaikkan ke atas perahu untuk dilarung. Masyarakat dan pengunjung lain mempersiapkan di tengah laut untuk berebut sesaji. Pemimpin upacara menunjuk bagian laut yang tepat untuk sesaji dilarung dan digulingkan kemudian diperebutkan. Mereka memperebutkan sesaji karena di kalangan masyarakat telah tumbuh kepercayaan bahwa sesaji yang diperebutkan memiliki khasiat yang cukup ampuh. Khasiat itu diantaranya menambah berkah, rejeki, dan mengobati penyakit.

2.1.1.3.2 Nilai-nilai yang Terkandung dalam Tradisi Nglarung

Tradisi nglarung merupakan salah satu peninggalan budaya Jawa yang sampai saat ini masih dihidupkan oleh masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Suro. Tradisi tersebut mengandung nilai-nilai budaya. Hal serupa diungkapkan oleh Sunjata (2013:110-112) bahwa dalam pelaksanaan upacara adat nglarung mengandung nilai–nilai budaya luhur warisan nenek moyang, antara lain: (a) nilai gotong royong, tercermin mulai dari persiapan sampai akhir upacara melibatkan banyak orang; (b) nilai etos kerja, menjadi salah satu bentuk pemacu motivasi dalam bekerja atau etos kerja bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan; (c) nilai ketaqwaan, pelaksanaan upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkanNya. Selain itu juga untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan dalam mengarungi hidup masyarakat nelayan. Nilai-nilai yang diuraikan tersebut terkait dalam pendidikan karakter kebangsaan.


(41)

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan 2.1.2.1 Arti Karakter

Menurut Tillman (2004), karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain; yang harus dilatihkan/ dibiasakan sedari anak-anak. Menurut Kesuma (2011:11) karakter merupakan suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku kepada anak.

Menurut Pemerintah Republik Indonesia (2010:07), karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai-nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Dalam KBBI (2008) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah suatu nilai perilaku yang menjadi ciri khas manusia yang berhubungan dengan sikap, moral, dan keterampilan.


(42)

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil (1) olah hati, berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir yang berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. (3) Olah rasa dan karsa, berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. (4) Olah raga seseorang atau sekelompok orang berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:21-22).

Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:07).

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia,


(43)

2010:28). Pertama adalah olah hati, karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik. Olah hati dalam tradisi nglarung dapat dilihat dari tujuan tradisi nglarung yaitu mengucap syukur kepada Tuhan, selain itu nelayan bersama-sama mendoakan sesaji sebelum dilarung yang dipimpin oleh pemuka agama.

Kedua adalah olah pikir, karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi ipteks, dan reflektif. Olah pikir dalam tradisi nglarung terwujud dalam pelaksanaan tradisi nglarung yaitu nelayan berkreasi membuat sesaji. Kemudian masyarakat nelayan menghias perahu semenarik mungkin. Setelah melaksanakan tradisi nglarung, masyarakat nelayan merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan (kreatif dan reflektif).

Ketiga adalah olah rasa dan karsa, karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja. Olah rasa dan karsa yang tercermin dalam nilai gotong royong di mana nelayan bersama-sama memasang tenda di tepi pantai. Adapula etos kerja yang diwujudkan oleh nelayan ketika menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.


(44)

Serta keempat adalah olah raga, karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih. Olah raga/ kinestetik hal ini tercermin ketika nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan, bersama-sama menggotong sesaji, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah laut.

Keterpaduan empat bagian (olah hati, olah pikir, olah rasa dan karsa, serta olah raga) peneliti kaitan kedalam buku cerita anak yang dikemas dalam buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung.

2.1.3 Buku Cerita Anak 2.1.3.1 Arti Buku Cerita Anak

Menurut Wahyudi (2013:18) buku cerita anak adalah cerita yang ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita anak tersebut merupakan pengalaman sehari-hari, maka pengalaman itu harus ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita anak merupakan gambaran sehari-hari, maka gambaran kehidupan itu harus ditulis dengan sudut pandang anak.

Hal yang serupa dipaparkan oleh Hardjana (2006:2-3) yang mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku cerita anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Tokoh cerita bisa saja orang tua, kakek, nenek, guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri.


(45)

Dari kedua pengertian buku cerita anak menurut ahli, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan sehari-hari.

Buku cerita anak yang dibuat tentunya memiliki tujuan yang berguna bagi anak-anak. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai tujuan buku cerita anak.

2.1.3.2Tujuan Buku Cerita Anak

Berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak diantaranya adalah (a) dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi, (b) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, (c) memperluas pengetahuan anak, (d) menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak, (e) mengembangkan imajinasi anak, dan (f) dapat memotivasi anak untuk lebih banyak menggali literatur (Raines, 2002:vii).

Sesuai dengan salah satu tujuan buku cerita anak yaitu mengembangkan imajinasi anak, buku cerita dan mewarnai yang disusun memfasilitasi anak untuk mengembangkan imajinasi. Melalui kegiatan mewarnai dalam buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung anak-anak dibebaskan untuk berimajinasi dalam memilih dan memadukan warna sesuai dengan imajinasi maupun kreativitas anak.

Berbagai cerita anak dapat dikemas dalam berbagai macam bentuk buku cerita. Berikut merupakan macam-macam bentuk buku cerita anak menurut ahli. 2.1.3.3 Macam-macam Bentuk Buku Cerita

Menurut Tarigan dalam Hardjana (2006:4), ada dua bentuk buku cerita yaitu: fiksi dan non fiksi. Cerita fiksi adalah cerita yang dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang diciptakan. Fiksi berdasarkan khayalan


(46)

atau tidak nyata. Itulah sebabnya cerita fiksi juga disebut sebagai cerita rekaan. Dapat dikatakan bahwa fiksi itu realitas adalah apa-apa yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi. Selain fiksi ada juga cerita non fiksi atau nyata. Dikatakan bahwa non fiksi itu aktualitas adalah apa-apa yang benar terjadi.

Perbedaan utama antara fiksi dengan nonfiksi terletak dalam tujuan. Maksud dan tujuan narasi nonfiksi adalah untuk menciptakan kembali sesuatu yang telah terjadi secara aktual. Karena itu dengan kata lain dapat dikatakan (a) narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah yang harus terjadi, dan (b) narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka beginilah yang akan terjadi (Hardjana 2006:5).

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ada dua bentuk buku cerita yaitu fiksi dan non fiksi. Fiksi merupakan rekaan dan Non fiksi merupakan cerita nyata/fakta.

Buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung disusun dalam bentuk cerita non fiksi, artinya berdasarkan fakta yaitu tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat. Kemudian cerita non fiksi tersebut dikemas dalam bentuk cerita sederhana dengan ditambahkan gambar-gambar kegiatan tradisi nglarung agar mudah dipahami anak-anak.

2.1.4 Media Gambar dan Mewarnai

Peneliti akan menguraikan mengenai pengertian media, media gambar, dan mewarnai gambar sebagai berikut.

2.1.4.1Pengertian Media

Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Criticos dalam Daryanto,


(47)

2011: 4). Munadi (2008: 6) menyatakan bahwa kata media berasal dari Bahasa Latin, yakni medius (tengah atau perantara). Perantara yang berarti yang mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya. Hal yang serupa juga dipaparkan oleh Smaldino (2011: 7) yang menyatakan bahwa media merupakan sarana komunikasi yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima.

Dari ketiga pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa, bentuk komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan perantara atau sarana untuk menyampaikan pesan. Bentuk-bentuk sarana yang dapat dipergunakan sebagai media, diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia, realitas, gambar bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam (Ena, 2001).

Dapat disimpulkan, buku cerita dan mewarnai yang peneliti kembangkan merupakan salah satu media untuk mengenalkan tradisi nglarung kepada anak-anak. Di bawah ini, peneliti akan menjelaskan tentang media gambar.

2.1.4.2 Media Gambar

Menurut Sumanto (2005:5) menggambar merupakan suatu perbuatan seseorang dalam usahanya untuk mengungkapkan buah pikiran, sehingga bermakna visual pada suatu bidang dan hasilnya disebut gambar. Media gambar dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Pendapat lain dipaparkan oleh Nur’aini (2010:12) menyatakan bahwa alam pikir anak adalah gambar. Dengan perkataan lain, bahasa alam pikir anak adalah bahasa gambar. Semua informasi yang dia terima, akan dia pikirkan di alam pikirannya dalam bentuk konkret, bentuk yang sesuai dengan pemikirannya sendiri.


(48)

Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan media gambar diungkapkan Sari (2010:28) yaitu anak dapat memahami isi gambar, sehingga anak lebih termotivasi dan lebih tertarik untuk membaca kemudian mengetahui isi cerita bergambar.

2.1.4.3Mewarnai Gambar

Murdiani (2014:107) mengungkapkan bahwa mewarnai merupakan kegiatan memberi warna pada suatu media tertentu atau pada media bergambar. Mewarnai merupakan suatu keterampilan yang disukai oleh anak, khususnya anak-anak usia 3-9 tahun sebab mewarnai menjadi media bagi mereka untuk menuangkan segala imajinasi dan inspirasi tentang segala hal yang mungkin pernah disentuh atau yang mereka alami.

Metode pemberian tugas mewarnai gambar sangat berguna untuk peningkatan kemampuan psikomotorik halus anak. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan mewarnai gambar, ajan melatih otot-otot jemari anak dan meningkatkan konsentrasi anak terhadap suatu objek yang sedang diperhatikan oleh anak (Murdiani, 2014:108-109).

Demikian juga prototipe buku cerita dan mewarnai yang dikembangkan peneliti memfasilitasi anak usia 8-9 tahun (tahap operasional konkret) untuk mengembangkan imajinasi dan meningkatkan psikomotorik anak dalam kegiatan mewarnai. Selain itu, prototipe yang peneliti kembangkan membantu anak untuk memahami tradisi nglarung.

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 8-9 Tahun

Berikut ini peneliti akan menguraikan mengenai psikologis perkembangan dan tugas perkembangan anak usia 8-9 tahun.


(49)

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 8-9 Tahun

Teori Piaget dalam Santrock (2011:27) menyatakan bahwa anak-anak secara aktif membangun pemahaman mereka mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget: (1) tahap sensorimotor (0-2 tahun) dalam tahap ini bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan tindakan fisik dan motorik. (2) Tahap praoperasi (2-7 tahun), dalam tahap ini anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar. (3) Tahap operasional konkret (7-11 tahun), tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar secara logis dan diterapkan dengan contoh-contoh yang konkret. (4) Tahap operasi formal (11-15 tahun), dalam tahap ini individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

Prototipe yang dikembangkan yaitu untuk usia 8-9 tahun, dimana pada usia tersebut masuk dalam tahap operasional konkret (7-11 tahun). Prototipe yang dikembangkan berisi cerita dan gambar, sehingga anak-anak usia 8-9 tahun dilatih untuk meningkatkan psikomotorik dalam kegiatan mewarnai. Selain itu, anak-anak dapat berpikir logis mengenai rangkaian kegiatan tradisi nglarung dalam bentuk cerita bergambar. Kemudian, anak-anak juga menggambarkan suatu konsep melalui media gambar.

2.1.5.2Tugas Perkembangan Anak Usia 8-9 tahun

Anak usia 8-9 tahun menurut Yusuf (2009:69) masuk dalam kategori tahap perkembangan anak usia 6-12 tahun. Tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah sebagai berikut: (a) belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan


(50)

permainan. Melalui pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin stabil, makin mantap dan cepat. (b) Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan, meliputi kebersihan, kesehatan dan keselematan diri dan mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan juga menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun postur tubuh) secara positif. (c) Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. (d) Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. Apabila anak sudah masuk sekolah, perbedaan jenis kelamin akan semakin tampak. Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak akan memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainan yang khas laki-laki, seperti main bola, kelereng, dan layang-layang.

Tugas perkembangan selanjutnya, (e) belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Melalui buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung anak-anak dilatih ketrampilan membaca cerita yang berisi rangkaian kegiatan tradisi nglarung. Cerita dalam buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dirangkai dengan kalimat yang mudah dipahami anak-anak.

Tugas perkembangan anak berikutnya (f) belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Semakin bertambah pengetahuan, semakin bertambah pula konsep yang diperoleh. Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu pengetahuan, adat-istiadat dan sebagainya. Kemudian banyak membaca buku-buku media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-konsep


(51)

tersebut, semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah pula bagi anak untuk mempergunakannya pada waktu berpikir. Buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung merupakan salah satu media cetak yang dapat digunakan guru maupun orang tua untuk membantu pemahaman anak tentang makna dan rangkaian kegiatan tradisi nglarung. Tradisi tersebut merupakan salah satu budaya atau adat istiadat yang seharusnya dilestarikan oleh genarasi penerus bangsa. Melalui buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung, anak-anak menjadi semakin bertambah pengetahuan, semakin bertambah pula konsep yang diperoleh. Tugas perkembangan berikutnya, (g) mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma-norma agama. Hal ini menyangkut penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan agama (moral) disertai dnegan perasaan senang untuk melakukan atau tidak melakukannya. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk, dan sebagainya. (h) Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri dalam arti dapat membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari pengaruh orangtua dan orang lain.

Tugas perkembangan yang terakhir yaitu (i) mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap tolong-menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerjasama dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang lain dan menghargai hak orang lain. Dalam tradisi nglarung terdapat nilai-nilai ketuhanan, nilai etos kerja, mencintai kebersihan, gotong royong dan bekerja sama. Nilai-nilai tersebut


(52)

berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan dan juga tertuang pada buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung. Prototipe yang dikembangkan menjadi salah satu sarana anak-anak untuk dapat mengembangkan sikap mencintai kebersihan, gotong royong dan bekerjasama sesuai dengan tugas perkembangan anak usia 8-9 tahun.

2.2PENELITIAN RELEVAN

Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: penelitian pertama berjudul “Pengembangan Media Buku Bergambar Tema

“Tanah Airku” untuk Menstimulasi Aspek Bahasa Anak Taman Kanak-kanak

Kelompok B” yang ditulis oleh Enggar Riyani (2015). Tujuan dari penelitian tersebut adalah menghasilkan media buku bergambar untuk menstimulasi aspek bahasa anak TK kelompok B. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research&development) dengan mengacu pada model yang dikembangkan oleh Borg and Gall.

Penelitian kedua berjudul “Menelisik Nilai – Nilai Kearifan Lokal dalam Upacara Tradisi Larung Sesaji Di Telaga Sarangan Desa Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan”, yang ditulis oleh Dicky Reza Romadhon (2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang nilai–nilai kearifan lokal dalam upacara tradisi Larung Sesaji di Telaga Sarangan Desa Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan nilai–nilai kearifan lokal yang terkandung dalam upacara Larung Sesaji.

Berdasarkan dua penelitian tersebut, peneliti mendapatkan inspirasi: (1) berkaitan dengan penelitian yang menghasilkan media buku cerita bergambar, peneliti mendapat masukan tentang membuat media buku bergambar. (2) Dari


(53)

penelitian tentang nilai–nilai kearifan lokal dalam upacara tradisi Larung Sesaji adalah nilai religi, nilai kekerabatan, nilai rendah hati, nilai keindahan dan nilai simbolik, peneliti mendapatkan masukan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi larung.

Apabila dibuat dalam bentuk skema, maka konsepnya adalah sebagai berikut:

Bagan 2.2.1 Skema Penelitian yang Relevan 2.3KERANGKA BERPIKIR

Ide dari Enggar Riyani tentang media buku bergambar dan dari Dicky Reza Romadhon tentang nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi

“Menelisik Nilai – Nilai Kearifan Lokal dalam Upacara Tradisi Larung Sesaji Di

Telaga Sarangan Desa Sarangan

Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan”

“Pengembangan Media Buku Bergambar

Tema “Tanah Airku” untuk Menstimulasi

Aspek Bahasa Anak Taman Kanak-kanak

Kelompok B”

Menghasilkan media buku bergambar untuk menstimulasi aspek bahasa anak TK kelompok B

Nilai–nilai kearifan lokal yang terkandung dalam upacara Larung Sesaji adalah nilai religi, nilai kekerabatan, nilai rendah hati, nilai keindahan dan nilai simbolik

Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan

Penelitian I Enggar Riyani (2015)

Penelitian II


(54)

larung sesaji menginspirasi peneliti untuk mengembangkan prototipe buku cerita dan mewarnai. Prototipe yang peneliti kembangkan berupa buku cerita dan

mewarnai yang berjudul “Mengenal Tradisi Nglarung”. Prototipe buku tersebut dapat dijadikan sarana pembelajaran (baik di dalam maupun di luar kelas) untuk mengembangkan pendidikan karakter kebangsaan melalui cerita tentang tradisi Nglarung.

Memprihatinkan apabila anak-anak tidak memahami tradisi nglarung padahal dalam tradisi tersebut mengandung nilai-nilai ketuhanan, nilai etos kerja, mencintai kebersihan, gotong royong, dan kebersamaan. Tentu saja nili-nilai tersebut terkait dengan pendidikan karakter kebangsaan. Peneliti sebagai calon guru SD tedorong untuk memfasilitasi anak memahami tradisi nglarung melalui buku cerita dan mewarnai serta mengembangkan imajinasi anak melalui kegiatan mewarnai. Selain itu, menanamkan pendidikan karakter dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas.

Hal tersebut mendorong peneliti untuk menyusun prototipe buku berjudul

“Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. Peneliti menyusun prototipe berupa buku cerita dan mewarnai berjudul “Mengenal Tradisi Nglarung” yang terdiri dari cover, kata pengantar untuk membantu anak agar mudah memahami isi kesuluruhan dari buku, daftar isi, isi buku dengan sebelas gambar dengan cerita sederhana. Cerita sederhana tersebut memuat makna dan rangkaian kegiatan tradisi nglarung, serta menonjolkan nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Sebelas gambar yang terdapat di dalam buku cerita dan mewarnai juga mudah diwarnai oleh anak usia 8-9 tahun. Prototipe juga berisi


(55)

daftar pustaka yang berkaitan dengan tradisi nglarung dan pendidikan karakter kebangsaan, serta biografi penulis.

2.4PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:

2.4.5 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

2.4.6 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?


(56)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan mengenai jenis penelitian, setting penelitian, langkah-langkah pengembangan, uji coba prototipe, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan, yang biasa disebut dengan R&D (Research and Development). Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2012:297). Penelitian ini mengembangkan produk berupa pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2SETTING PENELITIAN

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dengan wawancara di Yogyakarta, Pekalongan, dan Purworejo. Peneliti membuat prototipe di laboratorium IPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti membagikan kuesioner pra penelitian di SD 1 Bantul. Uji coba prototipe dilaksanakan di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah dan Desa Grembyangan, Madurejo, Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak usia 8-9 tahun untuk menggali pemahaman mereka tentang tradisi nglarung. Keseluruhan subjek uji coba


(57)

prototipe berjumlah 40 anak, yang terdiri dari anak usia 5-6 tahun sebanyak 28 anak, dan usia 8-9 tahun sebanyak 12 anak.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah prototipe pengembangan buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama sembilan bulan terhitung mulai dari bulan Juni 2015 sampai dengan Februari 2016.

3.3LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN

Prosedur prototipe pengembangan buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mengikuti langkahlangkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono (2012:298). Adapun prosedur pengembangan ini melalui sepuluh langkah prosedur pengembangan menurut Sugiyono (2012:298), tahap (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) ujicoba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) produksi masal. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ditunjukkan pada bagan berikut.


(58)

Bagan 3.3.1. Langkah-langkah Metode Research and Development (Sugiyono, 2012:298)

Peneliti mengadopsi enam langkah dalam langkah-langka pengembangan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan yang dijelaskan pada bagan 3.3.2.

Potensi dan Masalah

Pengumpulan Data

Desain Produk

Validasi Desain

Revisi Produk Uji coba

Pemakaian

Uji coba Produk

Revisi Desain

Revisi Produk

Produksi Masal


(59)

Bagan 3.3.2. Langkah-langkah Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan 3.3.1 Potensi dan Masalah

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi yang ditemukan oleh peneliti bahwa tradisi nglarung memiliki nilai–nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Masalah yang peneliti dapatkan melalui wawancara tujuh anak di daerah Prambanan, Sleman, seorang anak di Pekalongan, dan seorang

Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan

Tahap 1 Potensi dan Masalah

Tahap 2 Pengumpulan Data Tahap 3 Desain Prototipe Tahap 4 Validasi Prototipe Tahap 5 Revisi Prototipe Tahap 6 Uji Coba Prototipe

Potensi : Tradisi nglarung memiliki nilai- nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

 Masalah : Anak tidak memahami tradisi nglarung.

 Wawancara

 Pembagian lembar kuesioner pra penelitian .

 Merancang buku cerita dan mewarnai.

 Membuat cerita.

Menentukan gambar tradisi nglarung.

 Membuat sketsa.

 Menggabungkan antara cerita dan gambar oleh desain grafis.

 Prototipe divalidasi dosen sastra dan bahasa.

 Perbaikan prototipe atas saran validator.

 Melakukan uji coba terbatas sebanyak tiga kali.


(60)

anak di Purworejo usia 8-9 tahun. Selanjutnya, peneliti membagikan lembar kuesioner analisis kebutuhan anak di SD 1 Bantul, Yogyakarta.

Selain untuk mendapatkan data awal pemahaman anak tentang tradisi nglarung, pembagian lembar kuesioner ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah anak usia 8-9 tahun membutuhkan sebuah buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung dalam meningkatkan pengembangan karakter. Hal ini mendorong peneliti sebagai calon guru SD untuk membuat buku cerita dan mewarnai tentang tradisi nglarung dengan tujuan menanamkan pendidikan karakter sejak dini dan anak-anak memahami tradisi nglarung. Maka buku cerita dan mewarnai tentang tradisi nglarung ini disusun dan dikembangkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan lembar kuesioner yang telah dibagikan kepada 27 anak usia 8-9 tahun di SD 1 Bantul. Lembar kuesioner digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui bentuk perencanaan buku cerita dan mewarnai yang akan dibuat sehingga produk yang dihasilkan dapat membantu pemahaman anak-anak terhadap tradisi nglarung. 3.3.3 Desain Prototipe

Peneliti pada tahap ini merancang prototipe buku cerita dan mewarnai tentang tradisi nglarung agar gambar-gambar yang terkandung di dalam buku tersebut dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap tradisi nglarung. Desain prototipe diawali dengan membuat cerita sederhana dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak-anak. Cerita yang dipaparkan tentu saja menonjolkan nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Setelah itu, peneliti


(61)

menentukan gambar-gambar yang berkaitan dengan rangkaian kegiatan tradisi nglarung. Kemudian, peneliti menggambar sketsa kegiatan tradisi nglarung, seperti menghias perahu, membersihkan pantai, mendirikan tenda, membuat sesaji, mendoakan sesaji, mendorong perahu, dan melarung sesaji. Peneliti menggabungkan antara cerita dan gambar mewarnai dengan bantuan desain grafis. Peneliti menambahkan sumber pustaka yang digunakan sebagai acuan teori dalam penyusunan buku cerita dan mewarnai.

3.3.4 Validasi Prototipe

Prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung divalidasi oleh seorang dosen sastra dan bahasa. Validasi prototipe bertujuan untuk mendapatkan kritik dan saran serta penilaian prototipe yang dikembangkan dari dosen. Melalui kritik dan saran maka peneliti dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari prototipe yang dikembangkan.

3.3.5 Revisi Prototipe

Revisi prototipe dilakukan setelah mendapatkan kritik dan saran dari dosen sastra dan bahasa. Hasil kritik dan saran dari dosen menjadi landasan bagi peneliti dalam memperbaiki kekurangan dari prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung menjadi lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak usia 8-9 tahun. 3.3.6 Uji Coba Prototipe

Uji coba prototipe dilakukan dengan mengumpulkan data dalam menentukan kualitas buku cerita dan mewarnai tentang tradisi nglarung. Data tersebut diperoleh dari hasil pengisian refleksi anak-anak setelah menggunakan prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung


(62)

benar-benar layak dan mempunyai kualitas yang baik untuk membantu pemahaman anak tentang tradisi nglarung.

3.4INSTRUMEN PENELITIAN

Peneliti menyusun tiga instrumen yaitu instrumen pra penelitian untuk anak, instrumen validasi prototipe, dan instrumen uji coba prototipe berupa refleksi anak.

3.4.1 Instrumen pra penelitian untuk anak

Peneliti menyusun instrumen pra penelitian untuk anak dengan menyusun kisi-kisi terlebih dahulu. Penyusunan kisi-kisi diawali dengan menentukan empat aspek, yaitu (1) definisi tradisi nglarung, (2) tujuan nglarung, (3) kegiatan-kegiatan pada tradisi nglarung, dan (4) upaya mengenalkan budaya jawa menggunakan buku cerita dan mewarnai.

Tabel.1 Kisi-kisi instrumen pra penelitian untuk anak

No Aspek Nomor

Item Pernyataan

1. Definisi tradisi nglarung 1 dan 11 1. Tradisi nglarung adalah kegiatan budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu/ sesaji ke dalam air (sungai atau laut) (olah pikir).

2. Pada tradisi nglarung, para nelayan merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan (olah pikir).

2. Tujuan nglarung pada umumnya.

2 1. Tujuan dari tradisi nglarung adalah untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang didapat para nelayan (olah hati).

3. Kegiatan-kegiatan pada tradisi nglarung.

3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10

1. Sebelum melaksanakan tradisi nglarung para nelayan menghias perahu (olah pikir).

2. Setelah menghias perahu, para nelayan membersihkan lingkungan pantai (kinestetik/ olahraga).

3. Setelah membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai (olah rasa dan karsa).

4. Menjelang pelaksanaan tradisi nglarung para nelayan bersama-sama membuat tempat sesaji (olah rasa dan karsa).

5. Para nelayan menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi dan


(1)

105

Lampiran 7. Hasil Karya Mewarnai Anak-anak di Dusun Kauman, Ngrundul,

Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

107

Lampiran 8. Hasil Karya Mewarnai Anak-anak di Desa Grembyangan, Madurejo,

Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

109

Lampiran 9. Dokumentasi Uji Coba Prototipe

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

110

BIOGRAFI PENELITI

Marcellina Laras Restudiati, lahir di Cilacap pada tanggal 1 Juli 1992. Peneliti menempuh pendidikan formal di SD Pius Cilacap pada tahun 2004, SMP Pius Cilacap pada tahun 2007, dan SMA Negeri 3 Cilacap pada tahun 2010. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan studi S1 di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa PGSD 2012, peneliti aktif mengikuti kegiatan seperti: (1) menjuarai lomba musikalisasi puisi dan lomba band malam kreativitas PGSD tahun 2012-2015.

(2) Anggota suara sopran dan menjadi sekretaris di unit kegiatan Paduan Suara Mahasiswa “Cantus Firmus” Universitas Sanata Dharma, (3) mendapat Gold Medal kategori foklore pada ajang Bali International Choir

Competition. (4) Peserta Studium General dengan tema: Family Problems and

Children’s Motivation to Learn. (5) Peserta kuliah umum dengan tema: Mental

Health in Children: Theory and Research. (6) Menjadi fasilitator pada kegiatan Conservation Scout 2014.

Masa pendidikan peneliti di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan

menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.