Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

pendekatan-pendekatan baru dalam membantu korban bencana alam maupun mencari alternatif lain dalam aktivitasnya di medan eksperimentasi GM. Munculnya perilaku kreatif ini dapat disebabkan karena sebagai individu subjek memiliki sifat ‘kedekatan antara diri real diri yang sesungguhnya dan diri ideal diri yang diharapkan. Menurut Rogers, 1959, ‘kedekatan antara diri real dan diri ideal’ memiliki sifat yang lentur dan berubah-ubah dalam Hall Lindzey, 1993. Kelenturan dan berubahnya ‘diri’ disebabkan karena adanya proses penilaian- penilaian dari individu. Oleh karena itu, ‘kedekatan diri real dan diri ideal’ yang bersifat khas ini dapat mempengaruhi keterampilan penyesuaian diri individu dalam menghadapi lingkungan sesuai dengan kemampuannya. Sejalan dengan hal tersebut, Rogers dalam Suryabrata, 2003 mengemukakan bahwa organisme mempunyai satu motif dasar yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan mengembangkan diri. Motif dasar itu dapat muncul teraktualisasikan atau tidak muncul tidak teraktualisasikan. Dalam hal ini, terlihat bahwa dalam diri subjek aktivis GM muncul motif-motif dasar tersebut. Hal itu mengarahkan subjek yang berperilaku kreatif dengan berusaha mencari alternatif cara baru ketika mereka mengalami kegagalan dalam memperjuangkan aspirasi sosialnya. Cashdan Welsh 1966 menemukan bahwa siswa SMA yang kreativitasnya tinggi terlihat lebih mandiri dan mengusahakan perubahan dalam lingkungan, sedangkan siswa yang kreativitasnya lebih rendah memiliki otonomi yang rendah dan kurang menonjolkan diri. Piers 1970 menemukan bahwa ciri-ciri orang-orang kreatif diantaranya cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar, tidak puas pada apa yang ada, percaya diri, otonom, bebas dalam pertimbangan, dan 149 tertarik pada hal-hal yang kompleks dalam Supriadi, 1994. Selain itu, Mihaly 1996 juga mengungkapkan bahwa kreativitas merupakan tindakan atau produk yang merupakan perubahan dari suatu keberadaan tertentu dan membutuhkan usaha untuk perubahan tersebut. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bahwa aktivis GM yang cenderung sanggup melakukan perubahan dalam situasi yang dihadapi, memiliki rasa ingin tahu, maupun otonom dapat disebabkan karena ia memiliki kreativitas. Perilaku kreatif aktivis GM juga diperoleh dari pembelajaran organisasi. Pembelajaran perilaku kreatif ini dinamakan budaya organisasi. Aktivis GM yang terbiasa dengan aktivitas berdiskusi, tentunya akan melakukan pembicaraan- pembicaraan dalam forum terkait alternatif cara yang dilakukan ketika menghadapi kegagalan. Budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari, baik sebagai hasil memecahkan masalah yang muncul dalam proses penyesuaian dengan lingkungan maupun organisasi itu sendiri Schein, 1992, dalam Munandar, 2001. Dalam hal ini, terlihat bahwa subjek melakukan pembelajaran mengenai cara pemecahan masalah dari organisasinya yaitu ketika subjek menghadapi kegagalan maka akan melakukan cara baru yang mungkin efektif dilakukan oleh anggota aktivis GM yang lain. Di samping itu, forum diskusi GM juga memungkinkan terjadinya interaksi antar aktivis GM untuk menemukan berbagai pemikiran dan tindakan yang kreatif. Hal ini didukung oleh pendapat Rogers dalam Suryabrata, 2003 yang mengungkapkan bahwa self berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungannya. Hal ini dapat berarti bahwa perilaku kreatif subjek didapatkan dari interaksinya dengan organisasi. Perilaku kreatif berhubungan 150 dengan pengalaman individu. Hal ini juga didukung Supriadi 1989 dalam studi terhadap para finalis dan pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja dan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja, membuktikan bahwa responden lebih mempunyai pengalaman bermakna dan lebih beragam dibandingkan kelompok pembanding. Mereka juga lebih unggul dalam kegemaran membaca dan mengarang, serta keaktifan dalam organisasi. Pengalaman-pengalaman kehidupan responden diduga mampu menyebabkan mereka menjadi kreatif dalam Supriadi, 1994. Sejalan dengan hasil penelitian ini, dapat menunjukkan bahwa perilaku kreatif aktivis GM juga dapat didukung dengan adanya berbagai pengalaman yang dimilikinya. Sebagian besar subjek aktivis GM juga banyak terlibat dalam pengalaman berorganisasi dan memiliki hobi membaca serta menulis. Berkaitan dengan peningkatan kepercayaan pada organisme, hal ini terjadi dalam dua dinamika. Dinamika pertama yaitu bahwa aktivis GM cenderung tidak mengalami peningkatan kepercayaan pada organismenya terkait dengan dirinya ketika menghadapi norma sosial. Aktivis GM cenderung terlihat merasa takut akan penilaian negatif dari pihak lain. Secara umum, persamaan ketakutan yang dialami ketiga aktivis GM ini terkait dengan adanya stigma negatif yang berasal dari masyarakat umum publik. Hal ini menunjukkan bahwa proses aktualisasi diri dapat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari lingkungan sosial seorang individu Rogers dalam Schultz, 1991. Dalam hal ini terlihat bahwa stigma atau penilaian negatif dari masyarakat merupakan kekuatan sosial yang dapat menghalangi proses aktualisasi diri subjek. Perasaan takut subjek akan stigma komunis maupun reaksi verbal negatif atau dinilai bodoh dari orang lain cenderung membuat diri subjek 151 tidak dapat berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkannya. Hal ini juga didukung oleh Perls dalam Schultz, 1991, bahwa masyarakat dapat mencegah aktualisasi diri yang wajar, spontan, dan penuh Perls menyebut aktualisasi diri dengan nama “pertumbuhan otentik”. Subjek cenderung tidak dapat berperilaku spontan karena merasa nantinya akan mendapat penilaian negatif dari orang lain. Perasaan takut subjek akan penilaian negatif dari masyarakat ini juga dapat disebabkan karena adanya tuntutan peran atas dirinya sebagai aktivis GM. Kecenderungan masyarakat yang menilai bahwa aktivis dapat berperan dalam membantu mengatasi persoalan-persoalan real yang terjadi dalam masyarakat juga menentukan pola perilaku tertentu pada diri aktivis GM. Subjek cenderung melakukan perilaku-perilaku yang sesuai dengan peran tersebut. Hal itu mungkin saja terjadi karena masyarakat cenderung memberikan penilaian positif jika subjek berhasil dalam melakukan peranan sosialnya. Keinginan akan penilaian positif dari masyarakat atas apa yang dilakukan tersebut dinamakan Rogers 1961 sebagai kebutuhan akan penghargaan positif need for positive regard. Menurut Rogers, penghargaan positif yang tanpa syarat memungkinkan diri self individu untuk bebas dari ancaman-ancaman dan bebas untuk tumbuh dan berubah. Berkebalikan dengan hal tersebut, dalam hal ini terlihat bahwa subjek mendapatkan penghargaan positif yang bersyarat dari masyarakat. Penghargaan positif bersyarat dari masyarakat hanya akan didapatkan jika subjek melakukan peran sesuai harapan masyarakat. Penghargaan akan pandangan positif yang bersyarat ini menyebabkan individu tidak dapat mencapai aktualisasi diri atau pertumbuhan diri yang optimal menjadi orang yang berfungsi penuh fully functioning person. Secara umum dapat 152 dilihat bahwa subjek menganggap penilaian negatif dari masyarakat itu sebagai ancaman sehingga mereka berusaha untuk mengatasinya. Sejalan dengan Rogers, Maslow dalam Goble, 1987 mengungkapkan bahwa lingkungan budaya dapat dan sering menghambat perkembangan manusia ke arah aktualisasi diri. Subjek sebagai individu sosial tentunya memiliki peranan bagi masyarakat sosialnya. Ketika subjek melakukan peranan sosial itu, akan terkait dengan harapan masyarakat atas peran tersebut. Keberhasilan atau kegagalan atas peran yang dilakukan memiliki konsekuensi penilaian sosial. Pembahasan hal ini digunakan asumsi Carl Gustav Jung mengenai persona. yang mana merupakan kepribadian publik. Jung 1945 mengemukakan bahwa persona adalah topeng yang dipakai individu sebagai respon atas tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat. Hal ini berarti bahwa individu diharapkan oleh masyarakat untuk melakukan suatu peranan tertentu dalam Hall Lindzey, 1993. Hal ini juga didukung oleh Berkowitz 1980 yang mengatakan bahwa norma sosial menentukan perilaku individu pada suatu situasi. Perilaku individu itu terkait dengan apa yang dipikirkannya atas apa yang menjadi harapan orang lain untuk ia lakukan pada beberapa situasi lebih pada harapan orang lain dan bukan individu itu sendiri. Dalam hal ini berarti bahwa subjek cenderung memperlihatkan dirinya yang sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu sebagai agen perubahan sosial agent of social change yang dapat berperan mengatasi masalah real dalam masyarakat. Ketika mereka mengalami kegagalan, maka berusaha untuk tidak menampakkan kegagalan atas peranan yang dilakukan. Untuk mendukung hal ini, pada salah satu kasus subjek juga mengakui bahwa dirinya cenderung tidak memperlihatkan kegagalan akan perjuangan yang dilakukan karena nantinya akan dianggap bodoh oleh publik. Salah satu aktivitas subjek aktivis GM yaitu demonstrasi. Demonstrasi dilakukan sebagai salah satu cara untuk melakukan protes atas kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan kepentingan publik. Sejalan dengan hal tersebut, Sarwono 1978, dalam Musa, 2006 juga mengungkapkan bahwa aktivis diartikan sebagai mahasiswa yang pernah ikut dalam suatu gerakan protes minimum satu kali. Ketika subjek aktivis GM melakukan suatu protes, mereka cenderung berpikir bahwa apa yang dilakukannya itu akan mendapat penilaian dari orang lain. Hal ini dapat terkait dengan faktor budaya. Semua subjek dalam penelitian ini berasal dari suku Jawa dan sampai saat ini mereka tinggal dalam lingkungan masyarakat Jawa. Meskipun saat ini etika Jawa sudah mengalami pergeseran, generasi muda dianggap kurang menghargai nilai-nilai warisan leluhur dan tidak berperilaku sesuai dengan citra yang diidealkan masyarakat Jawa namun etika Jawa masih berlaku dalam kehidupan masyarakat. Hal itu diungkapkan oleh Hardjowirogo 1983 dan Kartodirdjo 19871988. Oleh karena itu, etika Jawa yang masih berlaku tersebut dapat menyebabkan adanya rasa takut akan penilaian orang lain pada diri subjek. Menurut Suseno 1996, individu Jawa memiliki pandangan dan sikap hidup yang berdasarkan etika Jawa. Salah satu hal yang ditekankan dalam etika Jawa adalah menjaga keselarasan dengan orang lain. Hal ini didasari oleh prinsip kerukunan yang mengacu pada keadaan masyarakat yang harmonis, selaras, tenang dan tenteram, tanpa perselisihan dan pertentangan. Salah satu segi yang ditekankan yaitu menjaga keselarasan dalam pergaulan dan perlu mencegah terjadinya konflik 154 terbuka. Masyarakat memiliki harapan agar individu berperilaku yang selaras dengan lingkungan sosialnya. Aksi demonstrasi atau gerakan protes dapat dianggap sebagai konflik terbuka sehingga masyarakat orang lain cenderung melakukan penilaian negatif atas aksi yang mereka lakukan. Aksi tersebut dapat dikatakan sebagai perilaku yang tidak mendukung keselarasan dalam masyarakat. Menurut Magnis Suseno 1996 apabila terdapat ketidakselarasan dengan lingkungan maka diri individu akan mengalami ketidakseimbangan, bahkan mendapat sanksi sosial. Hal ini memperlihatkan bahwa penilaian atau reaksi negatif masyarakat dapat dikatakan sebagai konsekuensi atau sanksi sosial atas perilaku yang dilakukan oleh aktivis GM. Hal ini menyebabkan adanya perasaan takut pada diri subjek atas aksi yang dilakukannya. Dinamika kedua dari peningkatan kepercayaan pada organismenya, yaitu bahwa aktivis GM cenderung mengalami peningkatan kepercayaan pada organismenya. Mereka memiliki kepercayaan pada dirinya ketika memutuskan pilihan hidupnya. Ketika subjek mendapatkan masukan dari orang lain akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Pengambilan keputusan di tangan aktivis GM atas suatu pilihan hidupnya, terlihat seperti memutuskan untuk membiayai pendidikan sendiri, menjadi koordinator GM, dan memilih solusi atas masalah yang sedang dihadapi secara sendiri. Kecenderungan aktivis GM dalam berpikir kritis mungkin dapat mendukung pemilihan keputusan ditangan sendiri. Sarwono 1978 mengungkapkan bahwa menurut penelitiannya diketahui kalau aktivis lebih berpengalaman dan lebih kritis dibandingkan non aktivis dalam Musa, 2006. Berpikir kritis memampukan individu dalam menggali makna suatu masalah secara 155 lebih mendalam dan berpikiran terbuka pada berbagai pendekatan dan pandangan yang berbeda-beda. Hal itu menyebabkan individu dapat menetapkan apa yang akan diyakini atau dilakukannya untuk dirinya sendiri Santrock, 2002. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa subjek aktivis GM memiliki kepercayaan pada dirinya untuk memutuskan pilihan hidup sendiri karena memiliki kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis pada subjek juga dapat dipelajari dari pembelajaran organisasi dengan melakukan berbagai diskusi dan analisa. Selain itu, kepercayaan pada diri subjek atas pilihan hidupnya dapat disebabkan karena adanya pengalaman menghadapi masalah-masalah dalam organisasi. Bernard, Wells, Peterson 1989 Lazarus 1991 mengungkapkan bahwa rasa percaya diri individu akan meningkat ketika individu bersedia menghadapi masalah-masalahnya daripada menghindarinya. Perilaku ini menghasilkan suatu evaluasi diri yang menyenangkan yang dapat mendorong terjadinya persetujuan terhadap diri sendiri, yang akhirnya bisa meningkatkan rasa percaya dirinya dalam Santrock, 2002. Hal ini juga didukung oleh Jacobs Potenza 1990 dan Keating 1990a bahwa keluasan pengalaman ikut berperan dalam kemampuan individu mengambil keputusan sendiri. Dalam hal ini terlihat bahwa subjek aktivis GM yang sering mengalami pengalaman berupa permasalahan atau konflik dan mereka mau berusaha untuk mengatasinya akan dapat meningkatkan kepercayaan pada dirinya. Rogers 1961 juga mengungkapkan bahwa adanya peningkatan keterbukaan pada pengalaman akan mengarahkan individu mengalami peningkatan kepercayaan pada dirinya. Keberanian aktivis GM dalam menghadapi masalah atau pengalaman baru menunjukkan adanya keterbukaan pada pengalaman. 156

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum, pada masa hidup saat ini subjek cenderung mengalami pergerakan aktualisasi diri. Proses aktualisasi diri dalam diri subjek diawali dengan adanya peningkatan keterbukaan pada pengalaman. Peningkatan keterbukaan pada pengalaman ini mengarahkan subjek untuk mengalami peningkatan hidup secara eksistensial. Subjek yang mengalami peningkatan keterbukaan pada pengalaman juga terarah untuk mengalami peningkatan kepercayaan pada organismenya. Secara eksplisit, terlihat bahwa subjek mengalami peningkatan keterbukaan pada pengalaman yaitu menerima suatu pilihan hidup yang berbeda dengan dirinya. Peningkatan hidup secara eksistensial yang paling dominan yaitu fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi. Selain itu, subjek cenderung sanggup berubah dan mencoba hal baru. hal ini berarti subjek memiliki perilaku yang cenderung kreatif dan sanggup melakukan perubahan ketika menghadapi kondisi lingkungan yang syarat dengan perubahan, terkait dengan masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat. Berkaitan dengan peningkatan kepercayaan pada organisme, hal ini terjadi dalam dua dinamika. Dinamika pertama adalah aktivis Gerakan Mahasiswa cenderung tidak mengalami peningkatan kepercayaan pada organisme terkait dengan dirinya 157 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ketika menghadapi norma sosial, yaitu takut atas adanya penilaian dan reaksi negatif dari orang lain. Dinamika kedua adalah aktivis Gerakan Mahasiswa cenderung mengalami peningkatan kepercayaan pada organismenya, yaitu subjek cenderung mampu mengambil keputusan sendiri atas pilihan hidupnya.

B. Saran

Penelitian ini masih jauh dari sempurna dan memiliki beberapa kelemahan. Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ada, peneliti mengajukan beberapa saran agar dapat dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan. 1. Bagi subjek penelitian Subjek agar dapat lebih meyakini jalan hidup yang telah dipilih yaitu sebagai seorang aktivis dan agar perilaku yang dilakukan tidak harus selalu mengikuti pandangan orang lain, namun perilaku tersebut tetap adaptif. 2. Bagi organisasi Gerakan Mahasiswa Hasil penelitian ini yaitu masih adanya rasa takut pada aktivis GM atas pandangan sosial agar dapat dijadikan sebagai salah satu tema ketika melakukan kaderisasi regenerasi maupun Latihan Dasar Gerakan Mahasiswa lainnya. Hal ini bermanfaat agar perilaku aktivis GM tidak harus selalu mengikuti pandangan sosial, tetapi perilaku tersebut tetap adaptif dengan lingkungan sosialnya. 3. Bagi peneliti selanjutnya, apabila hendak melakukan penelitian serupa harap memperhatikan: 158 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI a. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan sebaiknya lebih lengkap, baik observasi maupun triangulasi data yaitu mewawancarai orang-orang yang signifikan dengan subjek penelitian atau mencari second opinion sehingga hasil penelitian akan lebih sempurna. b. Metode penelitian Penelitian dikembangkan dengan metode kuantitatif agar dapat menghasilkan deskripsi yang lebih mendalam pada aspek tertentu atas populasi yang diteliti. c. Subjek penelitian Berkaitan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa subjek cenderung merasa takut akan pandangan masyarakat yang masih memiliki etika Jawa, peneliti selanjutnya apabila akan melakukan penelitian dengan topik yang serupa agar mencari subjek yang berasal dari suku bangsa yang bervariasi untuk mengurangi bias budaya. d. Penggunaan teori lain Penelitian ini menggunakan teori humanistik sehingga hasil penelitian menunjukkan dalam arah yang cenderung positif. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian pada subjek yang berkarakteristik sama dengan menggunakan kerangka teori yang lain. Hal ini bertujuan agar dapat memperoleh hasil penelitian berdasarkan sudut pandang yang lain seperti menggunakan teori psikodinamika atau psikoanalisis, misalnya Mekanisme Pertahanan Diri pada Aktivis Gerakan Mahasiswa. 159 DAFTAR PUSTAKA Baron, R. A Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2 edisi 10. Jakarta: Erlangga. Berkowitz, Leonard. 1980. A Survey of Social Psychology. 2 nd. ed.. New York: Holt, Rinehart and Winston. Budyawan, Agung. 2003. Panduan Insadha 2003. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. Cloninger, Susan. 2004. Theories of Personality: Understanding Person. 4th ed. New Jersey: Prentice Hall. Creswell, John. W. 1998. Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing among five tradition. California: Sage Publications, Inc. Goble, Frank. G. 1971. Mazhab Ketiga: Psikologi Humanisik Abraham Maslow. Supratiknya, penerjemah, 1987. Yogyakarta: Kanisius. Graham, Helen. 2005. Psikologi Humanistik: Dalam Konteks Budaya, Sosial, dan Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hall, Calvin. S Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori Psikodinamik Klinis. Supratiknya, editor, 1993. Yogyakarta : Kanisius. Hall, Calvin. S Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori Holistik Organismik- Fenomenologis. Supratiknya, editor, 1993. Yogyakarta : Kanisius. Hardjowirogo, Marbangun. 1983. Manusia Jawa. Jakarta: Yayasan Idayu. Hurlock, Elizabeth. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kartodirdjo, Sartono. 19871988. Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa. Yogyakarta: Depdikbud. Koeswara, E. 1989. Motivasi: Teori dan Penelitiannya. Bandung: Penerbit Angkasa. Moleong, Lexy. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Poerwandari, E. K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta : LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. 160 Rogers, CR. 1961. On Becoming A Person: A Therapist’s View of Psychotherapy. Boston: Houghton Mifflin Company. Rogers, CR. 1987. Antara Engkau dan Aku. Cremers, Agus, penyunting Jakarta: PT. Gramedia. Santrock, John. W. 2002. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Santrock, John. W. 2003. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Jilid 1 edisi 5. Jakarta: Erlangga. Sikszentmihalyi, Mihaly.1996. Creativity: Flow and The Psychology of Discovery and Invention. New York: Harper Collins publisher. Sternberg, Robert. J. 2003. The Psychologist Companion: A Guide to Scientific Writing for Students and Researchers 4 th ed.. New York: Cambridge University Press. Surakhmad, Winarko. 1980. Psikologi Pemuda: Sebuah Pengantar Dalam Perkembangan Pribadi dan Interaksi Sosialnya. Bandung: Jemmars. Suryabrata, Sumadi. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Suseno, Frans Magnis. 1996. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT. gramedia Pustaka Utama. Veerger, K. J. 1985. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: PT. Gramedia. Widjojo, Muridan. S. 1999. Penakluk Rezim Orde Baru Gerakan Mahasiswa 1998. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. --------. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2. Depdikbud: Balai Pustaka. --------. 2004. Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. Hasan, Effendi. 2006. Mahasiswa dan Gerakan Perubahan. www.acehinstitute.org.opini_efendi_hasan_211206_mahasiswagerak an_perubahan.htm. diambil tanggal 10 Agustus 2007

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA AKTUALISASI DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Hubungan Antara Aktualisasi Diri Dengan Kecanduan Internet Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 5 15

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Hubungan Antara Harga Diri Dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa Aktivis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa Aktivis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa Aktivis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2 11 15

PENURUNAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA AKTIVIS MAHASISWA MELALUI Penurunan Prokrastinasi Akademik Pada Aktivis Mahasiswa Melalui Pelatihan Efikasi Diri.

0 1 18

PENURUNAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA AKTIVIS MAHASISWA MELALUI PELATIHAN EFIKASI DIRI Penurunan Prokrastinasi Akademik Pada Aktivis Mahasiswa Melalui Pelatihan Efikasi Diri.

0 1 11

PERILAKU DAMAI PADA MAHASISWA AKTIVIS Perilaku Damai Pada Mahasiswa Aktivis.

0 1 17

PERILAKU DAMAI PADA MAHASISWA AKTIVIS Perilaku Damai Pada Mahasiswa Aktivis.

0 0 19

Kata kunci: (prokrastinasi akademik, aktualisasi diri, mahasiswa)

0 2 10

Aktualisasi diri pada aktivis gerakan mahasiswa berdasarkan teori Carl Rogers - USD Repository

0 0 249