Identitas Subjek Penelitian Deskripsi Subjek dan Hasil Penelitian

3 Wawancara 3 validasi komunikatif Hari Tanggal : Selasa, 18 Desember 2007 Waktu : 15.25 - 16.15 WIB Tempat : Base camp Organisasi, Yogyakarta Topik wawancara : Mengkonfirmasikan data penelitian hasil wawancara 1 dan 2 subjek yang bertujuan untuk melihat konsistensi jawaban subjek, untuk menghindari kekeliruan persepsi peneliti atas data yang telah diperoleh, dan melengkapi data apabila data tersebut kurang lengkap.

2. Identitas Subjek Penelitian

Tabel 2. Identitas Subjek 1 LR, 2 RG dan 3 BX No Keterangan Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 1. Nama LR RG BX 2. Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki 3. Usia 25 tahun 25 tahun 21 tahun 4. Fakultas Universitas Ilmu Sejarah USD Ilmu Sejarah USD Fisip UPN 5. Suku Jawa Jawa Jawa 6. Agama Katolik Katolik Islam 7. Status Belum Menikah Belum Menikah Belum Menikah 8. Organisasi eksperimentasi Sarekat Buruh Yogyakarta SBY, Pusat Studi Gerakan Jogya Bangkit GJB Badan Eksekutif Mahasiswa BEM Masyarakat PSM Fakultas 9. Gerakan Mahasiswa TADJAM Tarekat Djoeang Muda USD TADJAM Tarekat Djoeang Muda USD KOMIK Komunitas Mahasiswa Kritis UPN

3. Deskripsi Subjek dan Hasil Penelitian

Berikut ini peneliti akan memaparkan pelaksanaan penelitian, deskripsi subjek dan hasil penelitian pada masing-masing subjek. a. Subjek 1 1 Deskripsi Subjek Subjek 1 untuk selanjutnya akan disebut dengan LR, pada awalnya rambut LR gondrong di bawah bahu. Ia memotong rambutnya dengan alasan fungsional kerja, yaitu aktivitas pekerjaannya saat ini membutuhkan kerapian karena harus menghadapi pihak-pihak formal seperti institusi, perusahaan maupun DPRD. Ketika menjalankan fungsinya sebagai seorang advokat di SBY Serikat Buruh Yogya, ia menyadari bahwa potongan rambut cukup berperan dalam efektifnya komunikasi dan relasi interpersonal. Hal ini disebabkan karena ia sering berhadapan dengan orang dari pihak birokrasi pemerintahan maupun perusahaan, bahkan ketika harus maju ke pengadilan dalam rangka memperjuangkan hak-hak buruh. Pada kehidupan sehari-hari, LR lebih sering memakai celana jeans dan kemeja karena menurutnya ia mencoba menyesuaikan dengan situasi perusahaan atau fungsi advokasinya. Ketika LR berada di lingkungan rumahnya pun, ia 68 mengatakan bahwa dirinya cenderung menyesuaikan tata berpakaiannya untuk kepentingan bersosialisasi, seperti ketika berhadapan dengan tetangga- tetangganya. Secara akademis, LR mengatakan bahwa nilai perkuliahannya cukup baik. LR juga memiliki pengetahuan yang cukup, baik mengenai mata kuliahnya maupun pengetahuan-pengetahuan lain di luar perkuliahannya. LR mengatakan bahwa ketika ia bertemu dengan orang-orang dari luar organisasinya, ia sering berdiskusi sehingga memperoleh pengetahuan, informasi, jaringan maupun relasi baru. Selain itu, ia juga memiliki rasa keingintahuan yang tinggi akan suatu hal sehingga ia senang ketika menghadapi hal-hal baru. Dilihat dari relasi dengan keluarganya, LR mengungkapkan bahwa dirinya memiliki relasi yang cukup baik dengan ibunya, meskipun tidak begitu terbuka dalam menceritakan masalah pribadinya. LR cenderung menceritakan masalah pribadinya dengan teman dekatnya ataupun adiknya. Berkaitan dengan pembiayaan kuliahnya, LR mengakui bahwa ia tidak sepenuhnya dibiayai oleh orang tuanya, sejak awal ia sudah mencari biaya sendiri. Berdasarkan kemampuan penyesuaian diri LR, dapat dilihat bahwa ia cenderung melakukan pembacaan situasi sebelum menghadapi orang maupun situasi baru. LR mengatakan bahwa setelah itu, ia mencoba untuk berinteraksi sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. Ketika LR menghadapi orang lain yang terlihat tidak bersedia untuk diajak berkomunikasi maka ia hanya menyapanya biasa saja. LR akan mengajak orang lain berkomunikasi apabila orang tersebut dilihat cukup tertarik untuk berinteraksi dengan dirinya. 69 Saat wawancara, LR terlihat cukup bersemangat dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dengan cukup antusias, LR memberikan banyak penjelasan yang cukup mendetail mengenai pekerjaannya dan pemikiran-pemikirannya terkait aktivitas pilihan hidupnya saat ini. Ketika peneliti bertanya tentang beberapa pertanyaan yang sifatnya pribadi, seperti relasi interpersonal dengan lawan jenis, pengalaman yang tidak terlupakan, ataupun karakter diri, LR agak lama dalam menjawab. Awalnya ia terlihat agak kaget, tetapi akhirnya dapat menjelaskan pengalaman-pengalamannya dengan cukup lancar. LR mengatakan bahwa penyebabnya adalah dirinya cenderung merasa kebingungan ketika peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas. Hal itu disebabkan karena ia sangat jarang ditanya pertanyaan yang agak pribadi semacam itu. Menurutnya, ia lebih mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait aktivitas kegiatan maupun ide pemikiran daripada pertanyaan yang dianggapnya agak pribadi. LR juga mengungkapkan jika persoalannya terletak pada bagaimana ia menjelaskan hal-hal yang tidak biasanya diceritakan pada orang lain. LR mengatakan bahwa dirinya cukup disegani oleh kawan-kawannya di organisasi karena ia termasuk senior yang dinilai sudah cukup berpengalaman. LR sering dijadikan tempat bertanya bagi kawan-kawannya baik mengenai ideologi, buku-buku, aktivitas, bahkan alur birokrasi pekerjaannya. Hal ini juga didukung oleh kegemarannya membaca buku. Sebelum aktif di SBY sebagai koordinator, ia aktif bergerak di organisasi intra kampus yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat Universitas dan menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. Oleh karena itu, ia 70 sudah terbiasa dengan situasi kondisi di luar kampus. Hal ini juga didukung karena ia juga aktif di organisasi ekstra kampus yaitu FPPI Front Perjuangan Pemuda Indonesia, basis TADJAM Tarekat Joeang Muda USD sejak tahun 2003. Hal ini membuatnya cenderung lebih dapat memahami dialektika masyarakat yang berkembang. Salah satunya karena ia sudah terbiasa melakukan analisa sosial ansos atas berbagai permasalahan masyarakat. 2 Hasil Penelitian Hasil penelitian subjek LR dapat dilihat pada Skema 2 Hasil Penelitian Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Teori Carl Rogers, pada halaman 72. 71 Setiap individu mengalami proses aktualisasi diri yang berbeda-beda, begitu juga dengan hasil temuan penelitian pada subjek LR. Karakteristik proses aktualisasi diri yang pertama yaitu adanya peningkatan keterbukaan pada pengalaman. Hal ini terlihat dalam diri LR yang cenderung dapat melihat pengaruh positif dan negatif atas perilaku pacaran anggota lain dalam organisasi, padahal sebenarnya organisasi menganjurkan tidak boleh pacaran lebih dahulu. LR cenderung setuju apabila pengaruh pacaran itu positif, yaitu dalam tataran komunikasi saja. Ia tidak setuju apabila hal tersebut berpengaruh negatif bagi temannya, dalam arti pengaturan waktu menjadi kacau, terjadinya perubahan wacana maupun karakter temannya. LR juga mengatakan bahwa temannya boleh pacaran dengan teman satu organisasi tapi harus serius. Hal ini seperti apa yang diungkapkannya, “... Jadi tahu kalau ... oh ini sedang berhubungan dengan A B C D E, dia dilihat dari ... katanya kalau ini memang dia tidak terpengaruh dengan ... tidak terpengaruh negatif ... jadi kalau dia mempunyai hubungan tapi kemudian pengaruhnya positif ... paling nggak papa ... ya nggak ... nggak jadi masalah ... ya paling komunikasi aja ... Tapi kalau negatif, semisal mungkin ada pengaruh-pengaruh lain yang masuk ... biasa kan ... 163-169. Pengaruh lain ... dia ... ingin cepat ingin mapan, kemudian dia ... ingin ... e ... manage waktunya itu agak kacau ... kemudian ada perubahan karakter ... ya semacam itu ... ya sudah ada perubahan wacana dan lain sebagainya ... kan susah kan kalau wacananya memang terlalu anu itu kan ...” THW K. S-1. 14sept07, 171-174. LR juga mengatakan, “...Nggak, itu cuman cuman anjuran kalau temen-temen itu kan kalau bisa, kalau sama organisasi dia harus serius, kalau nggak serius ... yo ... kuwi kurang ajar kuwi ... 185-187. Sama sak sak sa or ... ehm ... makanya kalau sak o sa or dia sak or ... satu organisasi gitu kan, pacaran ... nggak papa, asal serius ...” THW K. S-1. 14sept07, 189-190. Peningkatan keterbukaan pengalaman LR juga terlihat dari adanya penerimaan atas reaksi dan penilaian negatif dari orang lain, yaitu ia cenderung dapat menerima protes dari teman ketika mendapat protes atau bicaranya dikatakan keras. LR mengatakan bahwa, “ ... masalahnya kalau di kampus ya biasa ... saya kalau temen-temen ngobrol ada yang complain apa gitu keras atau apa atau terlalu cepat atau terlalu ... langsung to the point atau apa gitu ya ada ... 836-839…sering ketemu orang banyak itu ngomongnya harus ... harus gini ... kalau mereka mungkin lebih cenderung study oriented kalau ketemu ini ... wataknya ... pasti lain gitu kan ... ya terserah ... THW K. S-1. 14sept07, 846-848. Meskipun LR cenderung dapat menerima stimulus dari luar dirinya, namun ia cenderung menolak atau melarikan diri dari stimulus yang muncul dalam dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa di sisi lain, LR cenderung tidak mengalami peningkatan keterbukaan pada pengalaman. Ketika ia merasa kesepian, ia hanya merasa sepi kemudian langsung mencari teman atau membaca buku untuk pelarian atau menghilangkan rasa sepi yang dirasakan tersebut. LR mengatakan, “ ... kalau sepi ya sepi gitu aja ... 511. Cari teman ... kadang itu hanya untuk sekedar ingin tertawa…kalau nggak bisa, ya ehm ... mungkin cara lain … baca buku ... masalahnya di sekre sekretariat kantor nggak ada TV ... jadi paling main remi apa heart ya jenis permainan di komputer. Pelariannya mungkin seperti itu ...Baca buku ... biasanya tuh baca buku, nonton TV kalau ada TV, kalau ada kendaraan ya jalan-jalan entah ke mana ... kalau pas agak capek, ya pergi ke suatu tempat ... ke pantai ... Depok misalnya ... kan kalau lagi pusing ...” THW K. S- 1. 30nov07, 59; 62-71. LR cenderung berfokus pada apa yang dilakukan saat ini dan memiliki persiapan untuk masa depannya. Kegiatan yang sedang dikerjakan LR saat ini cenderung ditujukan untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan harapan atau cita-citanya. Hal ini menunjukkan bahwa LR cenderung mengalami hidup yang berfokus pada momen saat ini.. LR sedang 74 melakukan beberapa persiapan untuk membuat Pusat Studi Buruh di Yogya, yang sudah ingin diwujudkan sejak dahulu, seperti yang diungkapkan LR, “Saya kan di SBY... kan gini ... kan saya pengin punya Pusat Studi ... Nah, SBY itu Pusat Studi ... saya punya impian Pusat Studi sendiri...Ya ... panjang ya itu, banyak ... nanti saya ... kurang tau perkembangannya seperti apa ... tapi kan dari organisasi sendiri itu akan ada membentuk sebuah jaringan besar ... seperti jaringan internasional ... bagan besarnya saya masih kurang paham, tapi kalau diri saya sendiri ... ini kan ada ruang-ruang kosong yang perlu diisi. Jadi saya harus mempersiapkan. Paling nggak persiapan ... kita harus persiapkan ... ehm ... kita harus membangun infrastruktur besar dan lain sebagainya. Jadi kita harus punya banyak tenaga ... Ya ... fokus aja ...” THW K. S-1. 14sept07, 538-539; 549-550; 560-566. LR mendapatkan relasi, jaringan, ilmu pengetahuan baru dari kegiatan saat ini dan selalu ingin tahu. Hal ini mungkin disebabkan karena LR cenderung hidup pada momen saat ini. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada diri LR cenderung adanya peningkatan hidup secara eksistensial. Hal ini seperti yang diungkapkannya, “Ya malah saya mendapatkan merasa mendapatkan teman yang luas untuk bereksplorasi dan tentu itu ... e ...Dalam hal ini, bukan hanya dari pengalaman tapi juga ... e ... ilmu, jaringan dan lain sebagainya, di mana kemudian dia tahu hal-hal di belakang layar kembali kerja, belum PHK gitu. 299-304. Ada hal-hal yang membuat kita selalu ingin tahu” THW K. S-1. 14sept07, 308-309. Ketika bertemu dan berbicara dengan anak NGO Non Government Organization, Pusat Studi, maupun dari tempat lain, LR mengatakan bahwa ia menjadi tahu dan paham mengenai ilmu-ilmu yang baru orang baru. Hal ini seperti diungkapkan, “ … kan ketemu dengan anak-anak NGO, ada anak-anak mana, ada anak-anak Pusat Studi, kebetulan saya pengin Pusat Studi ... jadi harus punya banyak ... e ... masukan ... entah itu entah wacana apa ... Jadi mahasiswa Sejarah tapi saya bisa ngomong masalah ekonomi makro, mikro, entah Psikologi Pertumbuhan, manajemen konflik, e ... Sejarah Perburuhan itu sendiri, terus nanti Fisipol ehm Ilmu Hukum, atau Ilmu Hubungan Politik antar institusi, dan kemudian ada pertimbangan hukum dan lain sebagainya berbagai macam ... Undang-Undang dan sebagainya, sampai kritik ... kritik ideologi, kritik pendidikan dan sebagainya itu ya harus paham ...” THW K. S-1. 14sept07, 1129-1137. LR juga mendapatkan hal-hal baru dari kegiatan membaca, yaitu setelah membaca ia menemukan bahwa penyelesaian suatu konflik bukankah sebuah harmoni impian. Apabila seseorang melihat konflik sebagai harmonitas maka akan memundurkan semangat atau menjadikan orang tersebut lari dari konflik untuk mencari hal yang harmoni atau ideal. Menurutnya, konflik sebaiknya dihadapi dan diselesaikan saat ini juga, seperti diungkapkan, “E ... harmoni ... harmonitas itu impian ... kalau tidak selalu diselesaikan ... menyelesaikan sebuah konflik itu nggak ada harmoni. Tapi ini kan kita selalu menyimpulkan keinginan untuk selalu mapan ... hal-hal harmoni dan sebagainya. Itu agak sedikit mundurkan semangat semangat seseorang untuk lebih baik dengan menghadapi konflik ... tapi malah dia lari dari konflik ... untuk mencari yang harmoni ideal-ideal ini ...” THW K. S-1. 30nov07, 14-19. LR tidak suka membaca buku Chicken Soup karena isinya cenderung terkait motivasi, yang menurutnya hanya angan-angan saja, happy ending dan segalanya linear. Hal ini cenderung membuat orang selalu fokus pada harapan- harapan saja dan tidak bekerja secara nyata. LR memandang bahwa kehidupan bukanlah sesuatu yang linear. Bagi dirinya, tidak masalah apabila hanya memfasekan hidup asalkan bukan menganggap bahwa hidup itu linear. Ia mengungkapkan, “ Saya nggak suka hal-hal yang happy ending ... Karena banyak hal yang realitanya itu nggak ada ketawa kecil ... Kalau happy ending gitu kan ... segalanya itu linear ... lurus ... Jelas nggak linear ... ehm ... ya ... nggak nggak bisa linear-linear amat sih kalau ada yang bertahan hidup yang ada fase-fasenya itu nggak masalah ... nggak masalah memfasekan hidup itu ... memfasekan itu nggak masalah ... tapi kalau maksudnya linear ... gitu kan terlalu linear kaya di sinetron itu kan ... “ THW K. S-1. 14sept07, 423-425; 431-437; 440; 443-448. Berkaitan dengan pengalaman relasi LR dengan teman lawan jenisnya, ia mengatakan bahwa sampai saat ini dirinya masih cenderung merasa kurang nyaman atas relasinya terhadap lawan jenis. Hal ini mungkin terjadi karena ia memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalunya, yang mungkin terjadi karena pengalaman kegagalan atau penolakan di masa lalu. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri LR cenderung tidak mengalami peningkatan hidup secara eksistensial. LR cenderung masih dibayangi pengalaman masa lalunya. Ia menjadi kurang percaya dan kurang berani pada cewek karena takut terulangnya hal yang pernah dialaminya dulu, seperti diungkapkan oleh LR, “ E … ya jadi kurang percaya itu pasti ya … tapi kadang itu ya agak nggak berani … nanti terulang lagi … Opo yo opo? Lah … ”Ini kalau model anaknya gini … mungkin itu nanti karakternya bisa jadi gini …, malah lebih parah lagi …” THW K. S-1. 30nov07, 48-50. Dalam kehidupan di organisasinya, LR terlihat memiliki penyesuaian diri ketika menangani masalah yang terjadi. LR menggunakan langkah-langkah penanganan masalah sesuai dengan posisi teman, dengan melihat apakah itu kader anggota koordinator lain. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri LR cenderung mengalami peningkatan hidup secara eksistensial, terkait dengan tingkat keadaptifan atau penyesuaian diri terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Masalah yang dihadapi LR dalam hal ini yaitu apabila ada teman dalam organisasi yang pacaran tidak serius. Ia mengatakan, “ Tergantung ... posisi dia di organisasi itu apa ... kalau misalnya posisinya dia itu kader, mungkin masih bisa diajak ngobrol tapi kalau posisinya udah sesama CO ... ya udah ... kita pakai komunikasi model alat ... e ... modelnya itu kultural kerjanya dia ... siapa dia harus di ... kita ngobrol sendiri sebentar ... Karena kalau dia itu sudah di luar struktural ... itu bukan bukan tanggung jawab organisasi ... kan nggak boleh mencampuradukkan ini ... nanti kan kacau ... Ya, paling dia ... sedikit ... ehm ... ditegur, pertama, ditegur, terus ngomong, diajak ngobrol, kalau masih terus lama-kelamaan ya diekskomunikasi biasanya...” THW K. S-1. 14 sept07, 215- 221; 227-229. LR juga cenderung dapat bersikap fleksibel dan adaptif dalam menangani penempatan kader organisasi, yang mana menempatkan kader sesuai dengan kesiapannya. Hal ini terlihat pada ungkapannya, “ ... liat dulu dari e ... kalau memang psikologisnya nggak siap ya mungkin ... ini akan diposkan ke bidang lain ... tapi kalau dari awal memang ... kalau dia bisa memproyeksikan dirinya sesuai dengan proyeksi organisasi ... dan kemudian organisasi bisa memberikan caranya dan ini dan ini ... ehm ... dia mampu. Jadi sebetulnya itu nggak ada masalah ... Entah nanti itu mempunyai pilihannya apa apa apa gitu ... tapi dia mempunyai tetap mempunyai komunikasi “ THW K. S-1. 14 sept07, 975-979; 981-982. Ketika menghadapi teman satu organisasi yang menggunakan tempat diskusi untuk berpacaran, LR akan menegaskan bahwa tempat tersebut untuk berdiskusi bukan untuk tempat pacaran. Hal ini diungkapkan, “ Ya kalau sampai dia pacaran ... atau acara suka sekamar gitu, wis koyo model kost-kost-an gitu. Ini kan modelnya rumah basis ini kan untuk ruang ‘asah pikiran’, bukan untuk ruang kaya gituan. Makanya itu kan koridornya jelas. Kalau nggak produktif, lebih baik nggak “ THW K. S-1. 14 sept07, 239-242. Kecenderungan LR untuk bersikap adaptif juga terlihat dengan adanya penyesuaian ketika ia akan masuk ke politik praksis atau sektoral. Menurutnya, jika ia akan masuk ke politik praksis maka tidak perlu membawa identitas mahasiswa dan jika akan masuk ke sektoral atau saat berbicara dengan buruh, ia harus melepas almamater mahasiswa. Ia mengungkapkan bahwa, “ … kalau ke politik itu berarti personal, nggak nggak perlu bawa emblem, elemen dan lain sebagainya itu terserah bawa bendera itu nggak boleh ... karena kalau dia masuk ke sektoral mau tidak mau dia harus lepas … e ... almamaternya ... e ... egonya sebagai seorang mahasiswa ... Kalau ngomong secara intelektual di depan buruh itu ya nggak nyambung ... sama aja ma mahasiswa KKN “THW K. S-1. 14 sept07, 781-790. Ketika LR berdiskusi dengan teman non organisasi mengenai masalah yang sedang dihadapi, ia cenderung mencoba untuk menyesuaikan tahap komunikasinya dengan teman tersebut. LR mengungkapkan, 78 “ Kalau ngobrol dengan teman di luar organisasi mencoba untuk menyesuaikan tahap komunikasinya karena agar nantinya menjadi nyambung pembicaraannya. Jadi kalau dalam pengambilan keputusan dalam organisasi atau apa ... apa, mungkin kita bisa ngobrol, tapi kalau temen ... temen deket dalam artian di luar gitu ya kita ... ya menyesuaikan juga tahap komunikasinya ... jadi nggak nggak ... nggak kalau banyak ngobrolin masalah yang ini, itu kan malah jadi nggak nyambung ... “ THW K. S-1. 14 sept07, 1027-1030. Demikian juga pada saat LR menghadapi orang baru dalam lingkungan yang karakteristiknya baru, ia akan mencoba untuk menyesuaikan diri. Jika ada teman yang tidak sepemikiran dengan dirinya, maka kadang ia harus memiliki sifat yang tidak keras pada teman yang sesama bersifat keras. Hal ini terlihat ketika LR mengungkapkan perbedaan karakteristik temannya di UNY dengan USD. Ia mengungkapkan, “ Ya memang beda sih ... kalau ketemu itu ya kadang harus mempunyai juga sifat yang nggak kaya’ mereka itu kan ... atos karo atos gitu kan keras sama keras kadang harus … kalau di situ mentok ya harus cari ke luar. Ya untuk tau, pertama mungkin ... kalau sudah tau kemudian memahami, kemudian menentukan juga pendapat kita ... nggak cuma sebagai seorang puritan yang hanya ... jadi pengekor atau pengikut aja ... “THW K. S-1. 30nov07, 75-76; 87-89. Penyesuaian diri LR dalam menghadapi orang baru juga terlihat ketika ia bertemu dengan orang baru, ia akan melihat dahulu orang tersebut, ngobrol atau dalam forum dilihat seperti apa dulu lalu kemudian bersikap, menyapa-nyapa. Ia mengatakan, “ Tergantung sih anaknya gitu ... jadi kalau biasanya kita nyapa ya nyapa biasa ... Kalau mau nanti biasa ya ... biasa ... Kalau nanti dia ada apa ... forum atau apa kita ngobrol ... baru tahu gitu kan ... baru kita nentuin sikap. “ THW K. S-1. 14sept07, 1147-1148; 1151-1153. Di lingkungan tempat tinggalnya, LR juga cenderung memiliki penyesuaian diri ketika bersosialisasi dengan masyarakat tetangganya. Ia mencoba memberikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang halus ketika ada tetangga yang bertanya mengenai rambutnya yang gondrong. LR juga memotong rambutnya yang gondrong untuk kebutuhan sosialisasinya. Menurutnya, hal ini disebabkan karena ia juga memikirkan orang lain kalau ingin bersosialisasi. Ia mengatakan, “… Ya, kalau mereka bertanya ... itu kan mereka bertanya dengan bahasa yang halus … Ya, mungkin ada perbaikan sedikit, itu nanti kan ... Kita harus memikirkan banyak orang juga ... Nanti kalau mau bersosialisasi kita nggak boleh anti sosial gitu kan ...” THW K. S-1. 14 sept07, 1274-1276. Meskipun demikian, di sisi lain LR juga cenderung menetapkan sikap penyesuaiannya dalam batasan fungsional, artinya ia akan menyesuaikan diri jika hal itu merupakan hal yang fungsional. Hal tersebut diungkapkannya, “ … Ya ... itu dampaknya ... makanya kalau fungsional nggak masalah ... kalau nggak fungsional ya nggak perlu ... Nggak masalah sih ... rambut gondrong itu bukan masalah style atau apa ... tapi malas potong rambut aja ...” THW K. S-1. 14 sept07, 1291-1292. Selain memiliki penyesuaian diri pada situasi yang dihadapi, LR juga cenderung sanggup berubah dan mencoba hal-hal baru. Kesanggupan LR untuk berubah atau mencari alternatif lain atas kegagalannya dilakukan ketika berkaitan dengan tugas organisasinya. Hal ini terlihat berbeda dengan kegagalan yang diakibatkan atas pengalaman relasi terhadap lawan jenisnya. Ketika LR mengalami kegagalan dalam memperjuangkan kenaikan UMP Upah Minimum Provinsi, ia mencoba menggunakan cara penanganan memperjuangkan ketetapan UMP yang baru. Cara lain tersebut contohnya dengan mengembangkan metode atau membuat jaringan yang lebih kuat. Ia mengatakan bahwa, “ ... itu ... Kalau kita gagal di sini kita bisa cari jalan yang lain ... Jangan sampai kita berhenti hanya cuma sampai di sini ... metodenya kita harus kembangkan lagi ... kalau kita udah advokasinya itu lain seperti advokasi sampai pengadilan terus kita pake ... e ... jalan politik, kita pakai jalan intelektual, kita pakai jalan apa lagi ... pokoknya kita sampai kita punya jaring yang betul-betul kuat “ THW K. S-1. 14 sept07, 375-373; 379-383. Kesanggupan LR untuk mencoba hal baru jika mengalami kegagalan, juga terlihat ketika ia mengalami kegagalan dalam berdemo. Cara lain yang dilakukan LR yaitu dengan gerakan intelektual atau gerakan jaringan. Hal ini diungkapkan LR dalam validasi komunikatif. LR juga cenderung mencoba cara baru dalam advokasi buruh jika mengalami suatu kegagalan. Ia mencoba cara lain yaitu seperti mendatangi DPR atau ke pengadilan meskipun dirasa sulit dan juga pernah akan ke Komnas HAM. Ia mengungkapkan, “ Ada jalur lain di luar jalur yuridis yang bisa ditempuh ... semisal tekanan politik dan lain sebagainya ... ke DPR atau entah di pengadilan ... tapi kalau di Jogja kesulitan. Jadi jalur politis, mungkin ada jalur lain misalnya ada Komnas HAM dan sebagainya, itu pernah akan ditempuh tapi ... e ... beresiko juga soalnya buruh ... akan menjadi ajang eksploitasi, di-blow up media ... ya karena itu jalur politis kan? “ THW K. S-1. 14 sept07, 737-742. Selain adanya kesanggupan untuk mencoba cara baru ketika mengalami kegagalan, LR juga bersedia mengikuti kegiatan baru yang memang belum pernah ia ikuti sebelumnya, yaitu mengikuti pertemuan mahasiswa - buruh. Menurut LR, pada awalnya ia merasa takut karena belum mencoba. Ia mengikuti kegiatan baru itu karena sudah berdasarkan pertimbangan atau analisa resiko lebih dulu. Hal ini diungkapkan, “ ...Itu kan karena kita belum pernah melakukan hal itu dan kita takut. waktu pertemuan mahasiswa - buruh itu kan ... waktu kita bertemu dengan berbagai macam elemen ... ehm ... pihak itu kan ... juga situasi takut ... apalagi ini daerah konflik ... Paling ya ... ada ketakutan dikit itu kan paling nanti kan juga ... resikonya itu kan sudah pasti dihitung. Ya, kadang nekat, kadang nekat, oh ... kadang nekat tapi ... e ... ya nggak pa pa sih ... advonturem? Terus terang ... advonturem ... petualangan. Ya, pertimbangannya itu kan mungkin kita harus tetep mikir ini risikonya, itu pasti, itu kan ... “ THW K. S-1. 14 sept07, 257-258; 260-262; 267-270; 278-279. Dalam kehidupan sehari-hari, LR cenderung tidak ritualistik terhadap tata cara pelaksanaan ajaran agamanya tersebut. Perilaku yang tidak ritualistik ini ditunjukkan LR sejak sebelum menjadi aktivis sampai sekarang. Meskipun LR beragama Katholik, meyakini ajaran Yesus dan menjadikan perjuangan Yesus yang reformis sebagai tuntunan hidup atau sebagai masukan untuk menentukan pilihan hidup, tapi ia tidak kaku terhadap tata cara gereja. Menurut LR, hal itu disebabkan karena ajaran Yesus dianggap sudah direduksi menjadi hukum Gereja yang merupakan buatan Gereja organisasi. Ia mengungkapkan, “ Nggak nggak ada ... Nggak ada ... Ya ada sih ... sering ... ya ... mungkin rosario tapi itu kan ya ... hanya sekedar untuk merilekskan tapi nggak ... bukan jawaban gitu kan ... merilekskan iya ... E ... Yesus itu kan kalau mau dikatakan ya dia sebagai seorang yang reformis tapi ini kemudian diii ... direduksi ajarannya itu ... direduksi sedemikian rupa menjadi ajaran yang semata-mata hanya mengedepankan ... e ... hukum Gereja, hukum Gereja yang buatan Gereja organisasi. Sebetulnya kalau Dia itu mengajarkan kan sebetulnya dia tidak mengajarkan sebuah organisasi. Dia tidak mengajarkan sebuah agama “. THW K. S-1. 14 sept07, 46-50; 74-79. LR juga mengungkapkan bahwa ajaran agama yang diyakininya tidak menjadi pedoman dalam hidupnya, tetapi hanya sebagai masukan saja, seperti yang diungkapkannya, “ Ya, itu itu itu itu itu jadi agak ... agak ... nggak nggak jadi pedoman ya, cuman itu jadi masukan aja. Kalau dari agama itu nggak ada ... THW K. S-1. 14 sept07, 90-91; 97. Disamping itu, LR cenderung berperilaku positif terhadap reaksi negatif dari orang lain. Pada awalnya ia merasa bingung atas adanya reaksi negatif tersebut. Ia mencoba berperilaku positif dengan tetap menyapa temannya itu dan bersikap terbuka, meski dianggap artis atau demonstran. LR mencoba memahami konsekuensi sebagai aktivis dan menanggapi dengan terserah ketika dianggap 82 seperti artis, demonstran, bahkan diidentifikasi bukan sebagai kelompok teman- teman kampusnya. Ia tidak merasa terganggu dengan reaksi negatif tersebut dan menganggap tidak masalah. Hal ini diungkapkan, “ Kalau pertama-tama ya mungkin agak bingung gitu ... Ya ... ya dianggap artis kaya gitu, demostran dan sebagainya sambil tertawa ... yo ... yo luweh ... sak karepmu kono ... wong aku yo ra po po to ... wong kuliah ya kuliah, normal biasa ... kalau datang-datang ya biasa ... bukan ... wong dari awal itu memang kita harus tau, paham, kalau pendidikan dari awal itu kan esensinya kan nggak cuman itu ... dari awalnya itu kan sudah ada diskusi panjang gitu lho ... Ya biasa aja ... say hello ya say hello ... ya se ... sebisa mungkin terbuka. Kalau dunia memang sejarahnya gerakan, mahasiswanya itu kan mungkin nanti bisa terlihat ... jadi kita nggak bisa nyalahin ... yo wis ra popo ra masalah ...” THW K. S-1. 14 sept07, 881; 893-899; 920; 929; 933-934. Berkaitan dengan tanggung jawab kuliahnya, LR cenderung tidak adaptif karena ia merasa susah mengikuti prosedur kuliah dan menomorduakan kuliahnya. Ketika dikonfirmasi oleh peneliti, LR juga mengatakan bahwa dirinya merasa terbebani dengan kuliahnya. Hal ini diungkapkan, “ ... saya terus terang ... kalau logika awalnya itu nggak ... saya nggak nggak bisa menerima kuliah itu harus lulus sekian lulus sekian SKS ... sekian tahun begitu-gitu ... agak susah gitu kan ... agak susah ... agak susah” THW K. S-1. 14 sept07, 586- 589. LR cenderung tidak bisa ikuti prosedur kuliah karena merasa susah untuk membiasakan diri pada ketentuan-ketentuan sehingga berfokus pada pembuatan Pusat Studi. “ Ya prosedural ... ya makanya ... agak susah gitu loh ... agak susah untuk ... membiasakan diri untuk hal-hal ... Kalau ini seumpamanya ... kalau saya tembaknya Pusat Studi ini jadi dulu. Jadi dulu, kemudian ini bisa berjalan, jadi waktu saya sudah sampai suatu titik saya kembali ke kuliah, selesai saya balik lagi kemudian satu titik perlu ... e ... perlu ada refreshing otak ... saya kembali kuliah ... selesai saya kembali lagi gitu. Jadi, kuliah ini untuk men-support...” THW K. S-1. 14 sept07, 589-596. Ketidakadaptifan LR terhadap tanggung jawab kuliahnya disebabkan karena adanya benturan antara jadwal kuliah dengan kegiatannya. Ia juga merasa terganggu dengan kondisi tersebut. Bagi LR, kuliah atau pendidikan formal itu sebagai pelengkap, seperti diungkapkan, “ Ya ... hal yang mengganggu ... ehm ... kalau hal yang mengganggu itu ya banyak ... maksudnya kalau ini konteksnya dengan kuliah, ya pasti banyak, ya jadwal gitu kan ... benturan jadwal ... kemudian benturan ... idealitas itu pasti ada ... ya paling cuma itu ... kalau saya pribadi ya memang ... ya kuliah itu ... ehm ... ya sebagai pelengkap, pelengkap sebetulnya ... kalau mau sebetulnya pendidikan formal itu lebih ke pelengkap ...” THW K. S-1. 14 sept07, 996-999; 1012-1014. LR cenderung menolak kemungkinan gagal atas pembuatan Pusat Studi yang sedang dilakukannya. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena adanya kegagalan di masa lalu. Menurut LR, Pusat Studi ini merupakan satu-satunya Pusat Studi Perburuhan di Yogya. Oleh karena itu, pembuatan Pusat Studi tersebut tidak boleh gagal lagi, dan harus jadi. Ia mencoba dan tidak boleh gagal. Ia mengatakan, “ ... Ngga ... karena ini satu-satunya studi pusat perburuhan di Jogja dan di Jawa Tengah Nggak boleh gagal lagi ini ... sudah terlalu banyak kegagalan Kalau kita motivasinya memang kuat ya harus ... harus jadi ... nggak boleh nggak ...tapi kita kan nyoba nggak mau gitu ...” THW K. S-1. 14sept07, 605-606; 612; 614-615; 632- 633. LR cenderung berperilaku negatif ketika menghadapi hal yang memperlihatkan ambiguitas. Ketika LR berdiskusi dengan teman kampusnya yang masih membicarakan hal-hal normatif kampus atau fashion, ia akan mengejek teman tersebut. Bahan pembicaraan itu berbeda dengan dirinya yang sudah tidak membicarakan hal-hal seperti itu lagi. LR menganggap bahan pembicaraan itu tidak produktif dan ambigu. Ia mengatakan, “ … model ketemu kita sudah biasa diskusi mereka biasanya curhat ... itu kan tidak bisa menjadi ehm ... ya komunikasinya itu ambigue ... ambigue ... Ambigue-nya ... kita itu ngomongnya yang sudah nggak ngomongin ngopo, besok pake baju apa, pulsanya habis gimana, itu aja sudah ... nggak ... nggak yo ... terus wis ... ra mikir gitu kan ... ya nek kono yo mikir apa ... fashion opo sing opo ... ya mau gimana kan kalau Sadhar itu kan kaya gitu ... “ THW K. S-1. 14sept07, 871-873; 875-878. Sebelum menjadi aktivis, LR sudah mengambil keputusan sendiri atas pilihan hidupnya. Ia memutuskan tentang pembiayaan kuliahnya, yaitu membayar kuliah dengan biaya sendiri. Saat ibunya mengatakan agar biaya kuliah LR jangan sampai di atas satu juta rupiah, ia nekat memutuskan kuliah dengan biaya sendiri. Sampai sekarang LR kuliah dengan mencari biaya sendiri. “ Ya kalau kuliah itu jangan sampai mahal-mahal, jangan sampai di atas satu juta ... kalau lebih ya nggak bisa kuliah ... gitu kan ... Tapi ya nekat aja, kuliah dengan biaya sendiri tentunya ... ya memang pakai biaya sendiri ...” THW K. S-1. 14sept07, 1193-1195. Pengambilan keputusan berdasarkan diri sendiri ini, juga ditunjukkan ketika LR mendapat masukan dari teman organisasinya terkait pilihan hidupnya. LR menjadikan berbagai masukan dari teman-temannya itu sebagai bahan pertimbangan saja. Meskipun ia memperoleh banyak masukan yang cukup membantu, tetapi pengambilan keputusan tetap ditangannya sendiri, seperti yang diungkapkan, “ Biasanya kalau anak-anak itu nggak terlalu mencampuri keputusan decision, decision itu nggak terlalu, tapi waktu dia ehm ... memperhitungkan hal-hal-hal ini, mungkin mereka banyak ... banyak membantu ... dari sudut pandangnya yang banyak ... , tapi kalau decision memang aku ... aku sendiri ... THW K. S-1. 14sept07, 1038-1041. Di sisi lain, LR cenderung merasa takut pada penilaian dan reaksi negatif orang lain atas pilihan perilaku yang dilakukannya. Berkaitan dengan lingkungan organisasi yang diikuti LR, ia cenderung merasa takut atas adanya penilaian atau stigma negatif dari orang lain yang ditujukan pada anak Gerakan Mahasiswa. Hal ini terlihat ketika LR memberi alasan terkait ketidaksetujuannya jika ada teman- teman Gerakan Mahasiswa yang pacaran main-main dengan orang di luar 85 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI organisasi. Hasil penelitian ini menunjukkkan bahwa LR mungkin tidak mengalami peningkatan kepercayaan pada organisme dirinya. Ia mengungkapkan, “ Kalau dia maen-maen, dengan orang di luar, kalau dia sampe stigmanya e ... kena anak-anak ya ini ... ehm ... “ THW K. S-1. 14sept07, 194-195. Selain itu, kecenderungan merasa takut akan adanya stigma negatif dari orang lain atas anak Gerakan Mahasiswa juga ditunjukkan ketika LR berdiskusi dengan teman non organisasinya. Ia cenderung mengkomentari hal-hal yang memang perlu dikomentari saja karena nanti akan adanya stigma penilaian negatif atas anak Gerakan, seperti ungkapannya, “… kalau dalam diskusi itu ya memang kita ngomong, tapi kalau dalam hal-hal ya semacam komentar-komentar gitu ya kita sebaiknya menghindari sebisa mungkin ... Ya stigmanya itu tadi ... THW K. S-1. 14sept07, 941-945. Ketika LR berada di lingkungan organisasi SBY Serikat Buruh Yogya, ia juga terlihat merasa takut akan adanya evaluasi atas pekerjaan yang dilakukannya. LR mempertimbangkan dampak dari suatu pengambilan keputusan apakah itu ke organisasi, politis, dan lainnya, agar sebagai koordinator jangan sampai dievaluasi dinilai gagal. Hal ini diungkapkan, “ … jangan sampai ini blunder self error, jangan sampai ini hilang, harus bagaimana pun dipertahankan oleh CO harus, ini nanti kalau sampai gagal, evaluasinya juga CO coordinator. Ya CO-nya itu gagal …” THW K. S-1. 14sept07, 764-767. Dalam relasinya dengan keluarga, sampai saat ini LR juga cenderung merasa takut jika dianggap bodoh oleh ibunya sehingga ia tidak menceritakan masalahnya pada ibunya. Ia mengungkapkan, “ Jangan sampai, suatu hal yang ...e...dianggap masalah seorang anak, masalah itu ... orang tua akan menanggapi dengan baik. Ya bisa jadi, itu malah kamu tuh goblok ... dan lain sebagainya ... itu malah sebuah tanda kebodohan ... “ THW K. S-1. 14sept07, 1167; 1170-1171; 1173-1174. LR terlihat menggunakan mekanisme pertahanan diri, dengan mengatakan bahwa orang tua terlalu sibuk untuk membicarakan masalah anaknya. Hal ini diungkapkannya, “ Mereka juga terlalu sibuk untuk ngobrol masalah itu “ THW K. S-1. 14sept07, 1175. Perasaan takut mendapat reaksi negatif dari orang lain tersebut juga ditunjukkan LR ketika ia berada di lingkungan sekolahnya dahulu. Saat SMP- SMA, LR tidak terlalu memikirkan norma agama karena nantinya akan celaka kalau menunjukkan identitas diri pada orang lain yang non Katolik. Hal yang dialami LR saat itu yaitu diolok-olok atau mendapat diskriminasi dari gurunya karena ia memiliki keyakinan yang berbeda dengan keyakinan mayoritas teman- temannya. Ia mengatakan, “ Tapi kalau sesudah SMP SMA-nya itu kan, kebetulan di negeri jadi banyak temen yang non, jadi kita memang di ... ya nggak terlalu mikirin hal-hal itu. Ya ... makanya nggak terlalu ... pusing ... atau ... apa ... kalau malah kita menunjukkan identitasnya malah celaka kan ... “ THW K. S-1. 14sept07, 23-26. Selain dalam keluarga dan lingkungan sekolahnya, LR juga cenderung memiliki rasa takut mendapat penilaian negatif dari teman pergaulannya. Hal ini ditunjukkan ketika LR lebih memilih untuk tidak menceritakan pengalaman pribadinya karena takut diolok-olok oleh temannya. “ … karena tuh biasanya hanya menjadi bahan olok-olokan sama temen-temen itu kan … ya kaya’ event-event atau relasi sama temen lawan jenis gitu kan … pernah itu pengalaman jadi semacam putra batik atau ya waktu masuk kuliah dulu itu kan … mending kan ga usah diceritakan … THW K. S-1. 30nov07, 3-6. Sebelum LR mengatakan alasan sebenarnya bahwa nantinya akan diolok-olok temannya jika ia menceritakan pengalaman pribadinya, ia hanya mengatakan kalau hal itu tidak penting untuk diceritakan, seperti diungkapkannya, 87 “ Ehm ... just let them something secret like unspoken hanya suatu rahasia yang tidak untuk diceritakan... gitu aja ... kalau itu kan kalau diceritakan gitu nggak ... nggak terlalu penting ... “ THW K. S-1. 14sept07, 130-132. Perilaku LR juga ada yang cenderung tergantung pada pilihan orang tuanya. Dalam hal berpakaian misalnya, ia berpakaian rapi menurut keinginan ibunya dan tidak berdasar pada kenyamanan diri sendiri. Meskipun sebenarnya LR lebih suka berpakaian yang praktis, ia memilih berpakaian sesuai keinginan ibunya karena ingin menyenangkan hati ibunya. Ia mengatakan, “ Ya, kalau di depan beliau ... ya diusahakan kita menyenangkan hati beliau ...” THW K. S-1. 14sept07, 1224. Selain itu, perilaku beragama LR juga cenderung tergantung atas tuntutan orang lain. Hal ini diakui LR bahwa pemahaman ajaran agama yang diyakininya terlalu dangkal dan tidak sampai mempengaruhi perilakunya. Ia mengungkapkan, “ Nggak ... nggak ada pengaruhnya ... ketawa kecil Sama sekali nggak ... Ya mungkin ada itu kalau pas apa gitu kan ... kalau ketemu dengan orang ... yang mungkin nuntutnya itu, ya mungkin kita bisa menyesuaikan tapi kalau masalah itu sampai mempengaruhi sampai ke pribadi dan sebagainya dari sudut pandang dan sebagainya ya belum ... belum nyampai ke situ ... terlalu dangkal rasanya ... pelajaran saya ... “ THW K. S-1. 14sept07, 110; 112- 115. LR cenderung tidak berani menilai karakter diri sendiri. Menurutnya, penilaian karakter dirinya sendiri harus ditanyakan ke orang lain karena orang lainlah yang dianggap lebih mengerti dan lebih terbuka. Hal ini diungkapkan, “ … karakter itu mungkin harus ditanyakan ke orang lain ...795 Tapi kalau karakter yang lain mungkin ... e ... mungkin harus tanya sama orang lain juga ... soalnya kita kan jarang bertemu dengan ... e ... di luar orang ... temen-temen kan ... kalau sama temen-temen memang kulturnya terbentuk lebih ... lebih ... mungkin terbuka ... di situ THW K. S-1. 14sept07, 801-814. b. Subjek 2 1 Deskripsi Subjek Subjek 2 selanjutnya akan disebut RG adalah seorang mahasiswa yang kuliah di Universitas Pembangunan Negeri UPN Yogyakarta. Ia mulai aktif dalam Gerakan Mahasiswa sejak awal tahun pertama kuliahnya yaitu tahun 2004. Pada awalnya ia banyak ditawari oleh berbagai jenis Gerakan Mahasiswa yang ada di kampusnya. Setelah mencoba mengenal masing-masing karakteristik organisasi tersebut, ia memutuskan untuk masuk ke komunitas KOMIK Komunitas Mahasiswa Kritis. Setelah satu tahun aktif menjadi angggota organisasi, RG dicalonkan untuk menjadi koordinator di KOMIK oleh teman-temannya. Keputusan menjadi koordinator KOMIK tersebut juga karena mendapat dukungan dari kawan- kawnanya. Hal itu juga didukung oleh aktivitas RG sebelumnya yang memang sudah aktif di organisasi dalam divisi pendidikan. Menurutnya, tugas menjadi koordinator sesuai dengan bekal yang sudah dimilikinya. RG juga aktif di KOIN Komunitas Organisasi Internasional UPN, yang merupakan suatu wadah organisasi yang didirikan untuk mengembangkan aspirasi dan potensi mahasiswa yang berminat dalam hal berdiskusi ataupun kegiatan ilmiah yang lainnya. Hal ini didukung oleh kegemarannya membaca buku, yang menurutnya sebelum masuk organisasi ia juga sudah senang membaca buku. Di lingkungan rumahnya, saat ini RG sudah tidak terlalu mengikuti dinamika Perkumpulan Pemuda karena ia harus kuliah di Yogyakarta. Meskipun demikian, RG masih menyempatkan diri untuk ikut membangun atau 89 mengaktifkan kegiatan-kegiatan yang ada dalam Perkumpulan Pemuda tersebut. Cara yang dilakukan RG yaitu dengan memberikan pengetahuan pada rekan- rekannya dalam forum diskusi ketika ia pulang ke daerah asalnya. Ia juga mengatakan bahwa dirinya pernah menjadi pembicara ketika diberi kesempatan oleh rekan di Perkumpulan Pemuda. RG juga cukup menyempatkan diri untuk memberikan masukan-masukan atau solusi lewat SMS Short Message Service apabila ada rekannya di Perkumpulan Pemuda yang mengkonsultasikan kegiatan atau situasi yang dihadapi. Secara akademis, RG mengatakan bahwa ia memiliki pengetahuan dan nilai yang cukup dalam perkuliahannya. RG juga senang menambah pengetahuannya dengan cara berdiskusi mengenai permasalahan-permasalahan baru yang sedang terjadi dalam masyarakat dengan orang-orang yang dijumpainya. Selain itu, ia juga mencoba untuk mengikuti kegiatan-kegiatan baru yang dapat mendukung pengetahuannya, baik secara akademis maupun non akademis. Dilihat dari relasi dengan keluarganya, RG memiliki hubungan yang cukup baik. RG mengungkapkan bahwa orang tuanya tidak menganut feodalisme. Hal ini terlihat dari bahasa yang digunakan ketika ia berkomunikasi dengan orang tuanya, bahwa mereka sudah tidak harus berbahasa menggunakan krama inggil. Secara sosial, RG juga terlihat dapat menyesuaikan diri. Hal ini terliha ketika ia menghadapi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Ketika berkomunikasi dengan rekan sebaya atau orang tua yang bersedia berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ngoko, maka ia berbahasa ngoko. RG mengatakan 90 bahwa hal itu memungkinkan kedekatan relasi karena apabila menggunakan bahasa krama inggil akan cenderung ada jarak dalam relasi mereka. Meskipun demikian, RG tetap mencoba menggunakan bahasa krama inggil ketika menghadapi orang tua di lingkungan rumahnya yang masih menggunakan bahasa tersebut dalam berkomunikasi. Berkaitan dengan relasi interpersonal dengan lawan jenisnya, RG mengatakan bahwa untuk saat ini ia memutuskan untuk tidak menjalin relasi intensif terlebih dahulu karena lebih berkonsentrasi pada aktivitas Gerakan Mahasiswa. RG mengatakan bahwa hal itu telah menjadi komitmen pribadinya saat ini. Pada saatnya nanti, apabila RG sudah memiliki cukup waktu maka ia baru akan memiliki pacar. RG juga mengatakan hal itu terkait dengan kesibukan aktivitasnya. 2 Hasil Penelitian Hasil penelitian subjek RG dapat dilihat pada Skema 3 Hasil Penelitian Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Teori Carl Rogers, pada halaman 92. 91 RG cenderung menolak reaksi negatif dari orang lain mengenai karakter atau sifat dirinya. Ketika RG dan komunitasnya dikatakan komunis oleh teman dari organisasi lain, ia menanggapi dengan mengatakan bahwa organisasi lain tersebut tidak adil. Menurutnya, mereka hanya berani bicara negatif di belakang RG. Penolakan penilaian orang lain atas karakteristik dirinya, memperlihatkan bahwa RG cenderung tidak mengalami peningkatan keterbukaan pada pengalaman. Ia mungkin tidak bisa melihat secara akurat atas reaksi orang lain yang berbeda dengan persepsinya. RG juga mengatakan bahwa penilaian tersebut menjadikan ia dijauhi oleh mahasiswa baru, seperti diungkapkan, “ Jadi kalau rata-rata organ lain tu nggak fair ... dia nggak berani ngomong sama kita langsung ... secara ketemu gitu bagus, baik, gini-gini-gini kok, ya–ya. Padahal di belakangnya ngomong gini-gini, itu orang-orang komunis, dijauhin. Terutama anak- anak baru 756-759. Artinya mereka takut, eh ... bukan takut. Mereka mungkin menjaga jarak dengan kita. Padahal kita belum pernah ngobrol bersama gitu, Masalahnya seperti itu. Ya cuma di belakang nggak berani tampak ... THW K. S-2. 31okt07, 761-763. Berkaitan dengan pilihan hidup orang lain yang berbeda dengan pilihan hidup RG, ia terlihat cenderung dapat menerima pilihan hidup orang lain tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan penerimaan RG atas pilihan aktivitas teman yang berbeda dengannya dalam menggunakan waktu luang. RG sendiri lebih memilih menggunakan waktu luangnya dengan mencari buku di Gramedia daripada jalan- jalan ke mall atau nonton film. Ia mengatakan, “ Pernah Mbak, tapi cuma ke Gramedia cari buku “ THW K. S-2. 31okt07, 632. RG merasa kasihan pada teman yang lebih menghabiskan uang dan waktu yang dimilikinya untuk hal-hal seperti itu. Menurutnya, uang tersebut lebih baik ditabung untuk masa depan. RG menanggapi bahwa pilihan aktivitas 93 temannya itu mungkin karena mereka belum tahu saja, kalau mereka sudah tahu nanti akan berkurang sendiri intensitasnya. Hal ini diungkapkan, “ Ya apa ya ... Kadang dia-nya kasihan, jadi kadang dia ... ya mungkin belum tahu aja. Waktu kok cuma dihabisin buat ke sana aja … Karena e ... masyarakat Jogja itu kan sebenarnya buat ... bagaimana kita bisa menabung di masa tua. Tapi kok ke mana cuma bisa ... mau menghabiskan waktu aja, percuma saja. Kasihannya di situ. Ketika saya bilang nggak nggak mungkin, oh pasti mereka belum udah tahu aja. Jadi nanti kalau udah tahu juga. Tapi kalau misalnya udah tahu juga akan berkurang sendiri kok, kaya’ gitu ... “ THW K. S-2. 31okt07, 636-645. Ketika RG menghadapi reaksi sinis dari saudaranya terkait dirinya yang merupakan seorang demonstran, ia merasa biasa saja. RG juga mengatakan bahwa reaksi itu terjadi karena mungkin mereka belum mengetahui saja. Hal ini memperlihatkan bahwa RG cenderung dapat menerima reaksi dan penilaian negatif dari orang lain. RG mengungkapkan, “ Kadang juga merasa ada pandangan sinis mungkin ya ... dari beberapa saudara gitu ya ... Tapi ya biasa aja kalau saya ... Ya mungkin karena mereka belum tahu aja, nanti kalau udah tau ... “ THW K. S-2. 31okt07, 265-267. Dilihat dari segi tanggung jawab RG terhadap orang tuanya, ia cenderung dapat menerima tanggung jawab kuliah yang diberikan pada dirinya. Menurut RG, pada semester 7 ini, mata kuliah yang diambil semakin sedikit, namun kegiatannya semakin banyak. Hal itu menyebabkan waktu kuliahnya menjadi lebih lama. Ketika RG diingatkan oleh orang tuanya mengenai kuliahnya, ia memikirkan tanggung jawab untuk menyelesaikan kuliahnya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa RG mungkin dapat menerima stimulus yang berasal dari luar dirinya. Langkah yang akan diambil RG yaitu akan mengejar ketertinggalan kuliahnya saat SP Semester Pendek, seperti diungkapkan, “ … oh misalnya ditanyain orang tua, kapan lulus, gitu kan atau kuliahmu pie? Nah, itu udah mulai berpikir, o iya saya masih punya tanggung jawab sama orang tua dengan nyelesein kuliah gitu kan ... trus akhirnya trus berpikir, oia, berarti saya masih harus mengejar, kaya’ gitu juga. Paling juga nanti dikejar di SP Semester Pendek” THW K. S-2. 31okt07, 440-444. Berkaitan dengan disiplinitas atau aturan yang diberikan oleh orang tuanya, RG mengatakan bahwa orang tuanya sendiri lebih menyerahkan hal itu sebagai tanggung jawab. Menurutnya, ia akan melaksanakan tanggung jawab pendidikan dari orang tua dengan memanfaatkan semaksimal mungkin apa yang telah diberikan padanya. Hal ini diungkapkan, “ E ... menurut saya lebih ke tanggung jawab sih ... orang tua saya lebih ke tanggung jawab ... terserah kamu mau seperti apa tapi yang jelas itu adalah tanggung jawab dirimu sendiri ... kamu mau jadi apa terserah yang jelas bahwa orang tua tuh ini hanya bisa memberi kamu pendidikan, saya coba manfaatkan semaksimal mungkin apa yang diberikan orang tua … “ THW K. S-2. 5des07, 537-541. Dilihat dari dinamika RG dengan organisasi yang diikuti, RG cenderung dapat menerima pandangan dan pemikiran organisasi bahwa hidup akan berarti jika berbuat sesuatu untuk diri sendiri dan orang lain. Ia mengungkapkan, “ Jadi sebenarnya, e ... dari organisasi sendiri tu memberi kita bahwa, masukan lah setidaknya kita berbuat sesuatu untuk diri kita sendiri dan orang banyak, gitu Mbak 391-393. Iya, ada perubahan pemikiran sih. Seiring perjalanan juga, jadi kalau dulu pengennya ya hidup ini mapan, dibantu orang tua ... kalau sekarang ya pengen gimana supaya bisa berusaha sendiri Mbak ... “ THW K. S-2. 31okt07, 404-406. RG cenderung dapat menerima perbedaan perlakuan dari orang tuanya, antara dirinya dengan saudara perempuannya. Menurut RG, di rumah, orang tuanya lebih memprioritaskan saudaranya yang cewek daripada dirinya sehingga kadang merasa diperlakukan secara berbeda, namun ia merasa biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa RG mungkin dapat menerima stimulus yang berasal dari luar dirinya, yaitu pola asuh orang tuanya. Ia juga mengatakan bahwa laki-laki tidak boleh cengeng, seperti diungkapkan, 95 “ … sebenarnya yang paling diprioritaskan yang cewek … Ya kadang seperti itu ... tapi ya biasa aja lah Mbak ... Laki-laki kok cengeng … “ THW K. S-2. 31okt07, 536; 541-542. Dalam kehidupannya, RG cenderung merasa bebas dan fleksibel dalam menjalani falsafah hidup pilihannya, serta terbuka dalam melakukan pilihan tersebut. RG memiliki falsafah hidup, yaitu untuk berani dalam menghadapi hidup dan harus berbuat sesuatu saat hidup agar hidupnya tidak sia-sia. Hal ini diungkapkan, “ ... Kalau saya sih, “Hiduplah dengan berani dan matilah dengan berani”. Karena itu kaya’ ambil dari falsafah Cina juga. Kalau misalnya kita tidak bisa berbuat sesuatu di saat kita hidup, ya ... betapa sia-sianya kita hidup. Jadi ya, berani aja hadapi hidup ... “ THW K. S-2. 31okt07, 211-214. Falsafah hidup RG yang lain yaitu bahwa hidup harus berjuang untuk mengubah dan adanya kebebasan, apakah mau mengubah hidup atau tidak. Baginya hidup itu bahwa diri sendirilah yang harus berjuang untuk mengubah. Ia mengatakan, “ Sesuatu itu kalau tidak kita sendiri yang merubah itu tidak akan pernah berubah. Itu kan dalam Al’Quran tu kan ada ... e ... surat apa itu ya, yang berbunyi “Kalau Tuhan tidak akan pernah merubah sesuatu kecuali kalo ada usaha dari manusia ... ” 273- 276 ... e ... suatu masyarakat itu juga harus berubah, ya cara berubahnya itu ya melalui perjuangan dia sendiri yang dia lakukan. Kalau dia tidak melakukan perjuangan ya monggo berarti kan artinya sebenarnya Tuhan tidak menggariskan takdir secara ini lho takdir, gitu kan ... THW K. S-2. 31okt07, 277-281. Keterbukaan RG pada pengalaman mungkin dapat membuatnya untuk mengalami pengalaman hidup yang mendalam atau berkesan. RG menceritakan pengalaman hidup yang paling berkesan yaitu ketika ia sakit, ia dirawat oleh teman-temannya. Ia juga ditolong ketika dalam situasi yang mendesak. Hal ini menyebabkan RG menganggap teman-teman organisasinya lebih dari sekedar saudara. RG mengungkapkan, “ Oia, ya ini. Sama temen-temen di organisasi itu Mbak, karena kalau temen-temen di organisasi itu lebih dari sekedar, mungkin lebih dari sekedar saudara lah kalau menurut saya. Ya pernah saya suatu ketika itu kan sakit … Bahkan saya juga pernah terdampar di suatu tempat karena nggak ada kendaraan to ... Jadi kalau ... lebih dari sekedar saudara lah Mbak sampai seperti itu “ THW K. S-2. 31okt07, 562-574. RG mendapatkan semangat, kebijaksanaan, dan pandangan lain yang baru setelah membaca buku. Hal ini menunjukkan bahwa RG cenderung mengalami peningkatan hidup secara eksistensial, yaitu mendapatkan hal-hal baru dari kegiatan yang dilakukan saat ini. Bagi RG, membaca merupakan suatu keharusan. Apabila ia tidak membaca maka merasa ada yang hilang. Ia mengatakan, “ … Ya memang kalo membaca itu keharusan Mbak “ THW K. S-2. 31okt07, 615. Dengan membaca, RG juga merasa semangatnya muncul kembali, apalagi jika suasana hatinya sedang tidak baik. Selain itu, ia juga mendapat banyak kebijaksanaan, terbuka terhadap pandangan lain dan mengerti secara menyeluruh atas suatu hal. Hal itu diungkapkan, ... e ... nilai-nilai yang baik itu kan membikin spirit kita juga ... ya itu yang membangkitkan spirit. Kalau dapat bacaan pas lagi apa ... situasinya nggak mood terus apa gitu ... kan kadang jadi merasa ada semangat lagi ... gitu kan ... Terus kadang jadi ... kan ada juga banyak kebijaksanaan, kadang kalau di ... di buku-buku itu ya bisa jadi memandang sesuatu itu bisa lebih terbuka ... entah ada pandangan lain atau masukan ... Sebenarnya lewat membaca itu kan ... coba merangkum sudut pandang yang berbeda dan mengambil di tengahnya itu seperti apa ... mungkin lebih menyeluruh gitu ya “ THW K. S-2. 5des07, 250-255; 260-263. Berkaitan dengan fokus hidup pada masa sekarang, terlihat bahwa RG cenderung berfokus pada apa yang dilakukan saat ini dan memiliki persiapan untuk masa depannya. RG mencoba untuk fokus pada aktivitas demonstrasi yang dilakukan saat ini. Ia melakukan aksi demo tapi tidak kaku atas targetnya. Menurut RG, saat ini yang dianggap penting adalah membangun kesadaran 97 masyarakat terlebih dahulu, suatu saat nanti kesadaran masyarakat akan meningkat. RG mengungkapkan, “ Sebenarnya target aksi itu kan, membangun kesadaran politik ... lah, kesadaran masyarakat ... Dalam arti ketika kita melakukan aksi di jalan, bukan semata-mata targetnya berhasil atau tidak tapi membangun kesadaran kolektif di tingkat masyarakat. Artinya ... e ... ya mungkin apa yang kita lakukan hari ini itu hanya 10, 20, 30 atau 100 orang ... Tapi saya yakin suatu saat nanti ketika kesadaran masyarakat udah jadi itu bisa jadi ratusan ribuan atau bahkan jutaan orang atau lebih. Karena memang itu artinya udah terbangun ... lah kesadaran di tingkat masyarakat “ THW K. S-2. 31okt07, 184-193. Selain itu, RG juga memiliki pertimbangan atas pilihan hidupnya. Bagi RG, ia memiliki suatu cita-cita tapi tetap fokus melakukan yang sekarang, seperti diungkapkan, “ Cita-cita saya apa gitu ... sebagai orientasi ke depan ... Yang penting tetep punya orientasi tapi ya melakukan apa yang sekarang ... “ THW K. S-2. 5des07, 543; 552. Dilihat dari fokus kegiatan organisasi yang saat ini diikuti RG, terlihat bahwa ia cenderung berfokus pada kegiatannya di BEM Badan Eksekutif Mahasiswa. RG mengatakan bahwa saat ini ia aktif di BEM dan harapannya setelah selesai kuliah atau kegiatan-kegiatannya yaitu membenahi Perkumpulan Pemuda di daerahnya. Hal ini disebabkan karena ada perubahan yang cukup besar atas kesadaran remajanya. Ia menilai bahwa saat ini teman-teman di daerahnya lebih banyak yang memilih untuk bersenang-senang dan tidak bisa diarahkan. Hal ini diungkapkan, “ Harapannya sih iya seperti itu juga ... kalau nanti udah selesai kuliah, kegiatannya udah selesai, misalnya BEM dan sebagainya yang menyita waktu ini kan ... kalau nanti udah ga aktif lagi ya mungkin harapannya ke sana lagi karena saya lihat cukup banyak yang harus dibenahi karena ada semacam perubahan yang cukup besarlah di konteks kesadaran remajanya ... pemudanya ... berubah dari yang zaman saya sampai sekarang ... sekarang banyak seneng-senengnya tok ... ga bisa diarahkan juga … “ THW K.S- 2. 5des07, 45-52. Kecenderungan RG dalam berfokus pada hidupnya saat ini juga dapat dilihat dengan adanya komitmen pada hal yang dilakukan sekarang. RG memiliki komitmen pada kegiatan BEM KOMIK sehingga saat ini ia tidak memprioritaskan keinginan untuk punya pacar. Saat ini hal yang utama bagi RG adalah komitmen kegiatannya, meskipun terkadang ia juga ingin punya pacar. Ia mengatakan, “ Kadang kasihan juga Mbak kalau misalnya punya cewek. E ... dia mungkin bisa jadi urutan keempat atau urutan kelima dari skala prioritas apa ya, sehari-hari kegiatan. Makanya kasihan nanti, kalau dia udah jadi temen, temen deket gitu tiba-tiba diabaikan begitu saja ... Iya, kadang kepengen juga Mbak … “ THW K. S-2. 31okt07, 498- 501; 505. Ketika RG mengikuti pertemuan BEM di luar kampus, ia tidak merasa rendah diri meski jabatannya paling rendah. Ia merasa tidak masalah mengikuti pertemuan aliansi BEM walaupun posisinya hanya sebagai gubernur, sedangkan teman yang lain sebagai presiden, seperti diungkapkan, “ Nah itu ketika pertemuan aliansi BEM Yogyakarta itu yang paling, yang paling rendah itu ya saya. Yang lain presiden gitu ya, saya gubernur sendiri ... tapi ya nggak masalah bagi saya, nggak merasa rendah diri “THW K. S-2. 31okt07, 601-604. Pengalaman RG yang tak terlupakan di masa lalu dan masih diingat sampai masa sekarang yaitu ketika ditinggal oleh bapaknya untuk sekolah. Menurutnya, hikmah yang diperoleh sampai sekarang adalah tidak ada gunanya menjadi sombong. Hal itu disebabkan karena hidup itu ada saatnya ketika di atas maupun di bawah. Adanya sifat RG yang tidak sombong, yang mana diperoleh dari pengalaman masa lalunya menunjukkan bahwa ia mungkin dapat menemukan sifat diri atau kepribadian berdasarkan atas pengalaman yang dialami. RG mengatakan, “ … yang tak terlupakan itu pengalaman saat bapak saya sekolah-sekolah terus itu ... sampai sekarang hidup ini ternyata nggak semulus yang kita bayangkan ... kadang kita ada di bawah tapi kadang juga di atas gitu ... Sebenarnya nggak ada guna kalau merasa besar, sombong ... karena semua itu akan pernah kita lalui ... “ THW K.S-2. 5des07, 397-398; 408-411. Berbeda dengan penemuan sifat diri yang positif atas pengalaman masa lalu RG pada pemaparan di atas, ia juga cenderung menemukan sifat diri yang negatif atas pengalaman di masa lalunya. Dahulu ia merasa minder dan merasa kecil ketika temannya mengejek bahwa ia tidak memiliki televisi. Hal ini diungkapkan, “ Ya, dulu tuh merasa apa? ... kecil, minder ... soalnya juga kan waktu itu di lingkungan semua udah pada punya TV televisi itu kan ... Ada anak kecil yang senengnya suka ngece ... ”wek ... wek ... nggak punya TV, nggak punya TV ... ” THW K.S-2. 5des07, 413-416. Berkaitan dengan penyesuaian diri RG terhadap situasi dan kondisi yang sedang dihadapi, ia cenderung memiliki fleksibilitas dalam beberapa hal. RG cenderung adaptif dalam memberlakukan ketentuan pada saat demonstrasi, sesuai dengan latar belakang organisasi yang bergerak. Hal ini terlihat ketika RG menjadi korlap koordinator lapangan, ia bisa menyesuaikan dan memberlakukan ketentuan berdasarkan apakah itu dari organisasi intra kampus BEM ataukah ekstra kampus Gerakan Mahasiswa. Hal ini diungkapkan, “ ya ... ketika saya jadi korlap itu … kampus Atmajaya, Fakultas Hukum kala itu dia coba untuk apa tidak taat tu lho sama korlap … Tapi yang terjadi dia coba untuk tidak taat. Dan akhirnya ... saya katakan kalau misalnya dari barisan massa aksi tidak taat sama korlap saya perintahkan untuk ke luar saja. Dan kalau misalnya tidak taat juga, saya tuduh sebagai provokator dan saya silahkan kepada kepolisian untuk menarik ke luar gitu ... Aliansi BEM itu kan organ intra. Yang jelas ini bukan organ ekstra. Tapi, temen-temen dari Fakultas Hukum maunya itu. Ya mungkin karena banyak background-nya juga dari temen-temen LMND ya mungkin. Jadi kemudian yang terjadi temen-temen dari Fakultas Hukum ke luar gitu kan, ke luar dari barisan dan pulang ... “ THW K. S-2. 31okt07, 149-156; 158-163. RG juga cenderung memiliki penyesuaian ketika menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. Ia menyesuaikan bahasa menurut siapa yang dihadapi dan kepahaman atas bahasa yang digunakan. Meskipun RG merasa tidak sreg dengan feodalisme dalam budaya masyarakat, seperti berbahasa krama inggil, namun ia menyadari bahwa masyarakat masih menghargai budaya tersebut. Ketika menghadapi masyarakat yang masih feodal, ia mencoba untuk menyesuaikan bahasa yang digunakan. Hal ini diungkapkan, “ Ya ini Mbak ... seumuran kita atau lebih tua jauh dari kita ... kalau saya melihat seperti itu. Kalau masih seumuran kita ya coba untuk ya nggak usah pakai bahasa krama inggil ... tapi kalau misalnya udah tua, tua banget ya itu nggak ngerti bahasa kalau kita ngomong ... ngomong ngoko gitu, ya tetep coba komunikasinya ya lewat itu ... bahasa krama inggil “ THW K.S-2. 5des07, 486-491. Sikap fleksibilitas dan keadaptifan ini juga ditunjukkan RG ketika saat ini ia menjalankan aktivitas kampus dan Perkumpulan Pemuda di daerahnya. RG mengungkapkan, “ Jadi kalau untuk yang telah diperbuat saya dan teman-teman ... masih sebatas membangun ruang-ruang kesadaran Mbak ... dikonteks mahasiswa itu ... Ya jadi sebenarnya kan kenapa bisa kaya KOIN Kelompok Organisasi Internasional ini … Kebetulan kalau saya ... di rumah gitu kan ada perkumpulan juga ... model pemuda- pemuda ... Persatuan Pemuda-Pemuda yang sebelumnya juga sukanya main bola dan sebagainya ... Terus coba pengen sharing organisasi gitu loh ... ”Ya sudah, kamu sering-sering ngisi gitu RG”, kata temen-temen ... lalu saya “O ya kalau ada kesempatan saya mau” ... gitu” THW K.S-2. 5des07, 4-6; 20-25. Sikap adaptif RG mungkin juga akan dilakukan pada masa depan atau masa yang akan datang. Penyesuaian diri tersebut akan dilakukan seperti ketika nantinya akan menghadapi masyarakat di luar kampus. RG mungkin akan mengkomunikasikan atau menjelaskan mengenai partisipasi politik pada masyarakat, yang mana disesuaikan dengan bahasa mereka bukan bahasa ilmiah kampus. Ia mengatakan, “ Tapi mungkin kalau menjelaskannya tidak dengan serta merta gitu kan kemudian pakai bahasa kita ... ilmiah dan sebagainya yang ada di kampus, tapi kan pakai bahasa mereka, gimana caranya supaya bisa membahasakannya itu kan… “ THW K.S-2. 5des07, 133-136. Selain itu, di masa depan, RG mungkin juga akan melakukan penyesuaian ketika menghadapi orang instansi yang memanfaatkan situasi gempa bumi untuk keperluan pribadinya. Ia akan mencoba mengkomunikasikan pada pihak tersebut apabila memiliki kesempatan. Hal itu juga dilakukan tidak dengan serta merta karena ada etikanya. Hal ini diungkapkan, “ Pertama kali mungkin membatin Mbak ... ”kok kaya gini sih tingkah lakunya, perilakunya” ... tapi kalau misalnya ada kesempatan buat ngobrol gitu ya ... pasti harus disindir, diomongkan juga ... kadang kan kita nggak punya kesempatan mau ... masa tiba-tiba ya langsung ngomong “o ... gini ... gini ... gini ... ”, kan ya juga secara etika kan juga nggak baik … ya kita coba ngomong ... fair-fair-an, flor-flor-an gitu ... ”kok kaya gini modelnya ya, maksudnya apa? “ THW K.S-2. 5des07, 299-303; 305- 306. Hal yang dilakukan RG saat ini ketika menghadapi beberapa pengalaman yang kurang sesuai dengan dirinya yaitu dengan mencoba memberikan pandangan, mengkomunikasikan pandangan tersebut maupun mencari penyelesaian permasalahan secara bersama. Ia juga cenderung membebaskan pilihan orang lain. Pengalaman-pengalaman yang dihadapi tersebut, ditunjukkan dengan perilaku RG seperti di bawah ini. Di lingkungan sosial masyarakat, RG mencoba untuk mengkomunikasikan pandangannya ketika menghadapi masyarakat yang dianggap masih pragmatis. Perilaku ini dilakukan RG pada masa sekarang dan mungkin juga akan dilakukan pada masa depan. Menurutnya, saat ini masyarakat masih memberlakukan pembagian status sosial atau pemenuhan kebutuhan yang berdasar pada titel seseorang. Ia mencoba memberikan pandangan bahwa hari ini sebaiknya harus dapat mendobrak pandangan pragmatis tersebut. Meskipun RG mengkomunikasikan pandangannya, ia mencoba mengembalikan pilihan itu pada masyarakat. RG mengatakan, “ Ya kalau saya ya paling cuman memberikan pandangan saya ... pandangan saya kalau misalnya bahwa hari ini tuh harus coba ke luar untuk mendobrak pembagian status sosial ... kemudian kalau orang itu harus memenuhi kebutuhannya tidak berdasar titel aja ... Paling selain ngobrol-ngobrol ya coba diskusi ... .ya dengan sedikit nulis itu aja ... THW K.S-2. 5des07, 169-172; 174-175. Di lingkungan teman-temannya, RG juga cenderung mengkomunikasikan pandangannya ketika ada teman yang berbeda pandangan dengan dirinya. Pertama kalinya RG akan melemparkan pertanyaan mengenai bagaimana pandangan ideal menurut mereka. Setelah itu, apabila pandangan temannya benar-benar rasional maka RG akan menerima pandangan tersebut. Berbeda ketika pandangan temannya dianggap tidak rasional, maka RG akan berargumen tertentu. Hal ini diungkapkan, “ Saya kembaliin aja sih ... kalau ada beda pandangan itu ya, ... e ... ya kembali ... e ... melemparkan pertanyaan pada mereka sebenarnya yang ideal dari pandangan temen atau kalian itu apa gitu ... Trus kemudian kalau dia menjelaskan secara rasional ... dan memang bener-bener rasional gitu kan ... mungkin saya bisa nerimanya. Tapi kalau ternyata menurut saya itu tidak rasional ya kemudian terjadi memang apa, beradu argumen, yang terjadi kan seperti itu ... “ THW K. S-2. 31okt07, 310-316. Di lingkungan organisasi, RG juga cenderung memberikan pandangan atau mengkomunikasikan dan mencari penyelesaian bersama atas hal yang dihadapi. Ketika terdapat peraturan organisasi yang baku, namun dinilai kurang sesuai dengan dirinya, RG mencoba mengajak komunikasi bersama semua teman. Setelah itu, RG akan membuat forum bersama untuk mengevaluasi peraturan tersebut, seperti diungkapkan, “ … mengajak komunikasi dengan semua teman ... O berarti ini sudah menyimpang dari organisasi ... kemudian kita buatkan forum bareng buat evaluasi-lah “kenapa sih harus seperti ini” ... gitu loh ... Pasti ini ada kan sekian dari temen-temen yang ngerasa nggak sreg lagi “ THW K. S-2. 5des07, 360-362. Ketika menghadapi anggota organisasinya yang masih aktif di organisasi namun mencoba untuk bermain di ruang politik, RG cenderung memberikan pandangan mengkomunikasikan dan membebaskan pilihan anggota untuk menjadi politisi atau bukan aktivis Gerakan. Menurutnya, ia akan mempersilakan anggotanya untuk menentukan pilihannya. RG akan tetap membangun komunikasi dengan anggota tersebut karena bagaimanapun tetap menjadi jaringan organisasi. Ia mengatakan, “ Bagi saya kalau misalnya dia coba untuk bermain di ruang sana ya silakan ... monggo ... tapi saya masih tetap konsisten buat apa? E ... berjuang di wilayah saya gitu ... artinya ya tetap harus coba dibangun komunikasi kalau saya ... “ THW K. S-2. 5des07, 378-381. Ketika anggota tersebut masih ingin aktif di organisasi namun juga memilih di jalur politisi, maka langkah awal yang diambil RG yaitu dengan menarik garis tegas. Ia langsung tidak memperbolehkan anggota tersebut. Hal itu disebabkan karena pada awalnya memang sudah ada orientasi bersama bahwa organisasi tidak boleh bersinggungan dengan politik. Meskipun demikian, RG akan tetap menjaga komunikasi dengan anggota tersebut. RG mengatakan, “ O tidak boleh, langsung tidak boleh ... kemudian tetap ditarik garis tegas ... biarkan dia bermain di ruang sana tapi tetap komunikasi ... “THW K. S-2. 5des07, 384-385. Hal yang pertama kali dilakukan RG yaitu dengan mengajak berbicara anggota itu mengenai alasan mengapa ia memilih jalur politik. Apabila anggota tersebut memang sudah memilih jalur politik, maka ia mempersilakan keinginan anggotanya untuk bereksperimentasi, seperti diungkapkan, “ Coba untuk komunikasi, pendekatan kultural gitu dengan ngobrol-ngobrol gitu ... ”kok kamu di ini kenapa sih?” ... Kalau emang udah pilihan dia dan emang eksperimentasi kan keinginannya di wilayah itu kok ... “ THW K. S-2. 5des07, 389- 381. Di lingkungan kampus, RG juga menunjukkan perilaku memberikan pandangan mengkomunikasikan dan membebaskan pilihan teman yang memilih untuk hanya berorientasi kuliah. RG menanggapi respon negatif temannya tersebut dengan tetap berkawan dan mengatakan bahwa dia tidak pernah memaksakan pandangan dirinya karena hal itu merupakan pilihan bagi orang tersebut. RG mencoba menjelaskan mengenai realita, kemudian membiarkan mereka atas pilihannya. Hal ini diungkapkan, “ Ini modelnya ini Mbak kalau saya ... nggak pernah maksa ... jadi dikasih pilihan ... ”orang hidup itu kan pilihan”, jadi kita coba menjelaskan realita kemudian biar mereka yang memilih ... “ THW K. S-2. 5des07, 98-100. Perilaku RG yang mencoba memberikan mengkomunikasikan pandangan pada teman kampusnya tersebut juga terlihat pada saat ia menghadapi keluarganya. Ketika RG menghadapi situasi di mana ia harus menentukan pilihan hidup terkait sekolahnya, ia mencoba memberikan pandangan mengkomunikasikan dengan berbicara pada orang tuanya. RG mengungkapkan, “ Ya coba untuk ngomong juga ... ngobrol ... kalau saya maunya gini loh ... “ THW

K. S-2. 5des07, 223.

Selain adanya kecenderungan sikap RG untuk menyesuaikan diri terhadap pengalaman hidupnya, ia juga memiliki kesanggupan untuk berubah dan mencoba hal baru. RG merasa sangat kecewa, susah dan sakit sekali ketika ditinggalkan temannya yang selama ini dianggap sebagai patokan dirinya. Meskipun demikian, akhirnya RG menyemangati dirinya sendiri untuk bangkit. Ia 105 juga menganggap bahwa peristiwa kehilangan atau datang perginya teman merupakan hal yang biasa, seperti dikatakan, “ Oia, ditinggalin temen. Apalagi temen satu jurusan, dua. Itu bener-bener mengecewakan banget Mbak. Oh sakit banget itu. Jadi kaya’. yang jadi patokan saya gitu, misalnya temen saya disaat saya susah dan sebagainya, tiba-tiba hilang ... ya memang kembali menyemangati diri sendiri, teman itu ada datang, pergi, kemudian hilang itu udah wajar lah “ THW K. S-2. 31okt07, 741-742; 744-746; 749-750. Seiring perjalanan RG sebagai seorang aktivis, terlihat adanya perubahan mengenai cara yang dilakukan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Hal ini diakui RG bahwa ketika awal menjadi aktivis, ia cenderung hanya menggunakan aksi demonstrasi dalam aktivitasnya. Saat ini, cara yang dilakukan RG mengalami perubahan yaitu sanggup untuk mencoba cara-cara baru selain demonstrasi. Cara yang dilakukan RG tersebut seperti aksi tulis, diskusi, aksi teatrikal. Ia mengungkapkan, “ Seiring dengan waktu, pakai cara lain seperti aksi tulis, diskusi, aksi teatrikal Cara lain itu ya dengan aksi tulis, lewat diskusi, ya juga aksi teatrikal ... “ THW K. S-2. 5des07, 109. Berkaitan dengan adanya reaksi negatif dari orang lain, terlihat bahwa RG cenderung dapat berperilaku positif dengan mencoba melakukan pendekatan dan diskusi ketika menghadapi reaksi negatif teman. Ketika ada teman RG yang mengatakan bahwa dirinya adalah komunis demonstran, maka ia akan langsung mendekati dan mengajak bicara teman tersebut. Menurut RG, awalnya ia akan bertanya pada temannya mengenai apa maksudnya mengatakan hal-hal negatif tentang dirinya. Hal ini diungkapkan, “ Kalau di kampus sendiri kebetulan kampus FISIP ini juga cukup ... e ... ini juga mandangnya kebanyakan itu aneh seperti orang aneh ... Tapi lambat laun sekarang udah nggak lagi ... Kalau pertama kali dulu waktu 2004 itu mandangnya aneh gitu. Woi, itu demonstran ... Ada yang bilang itu ada yang sampai nyebut oh itu komunis gitu ... tapi ya udah nggak apa-apa dibiarkan aja ... 323-328 Ya, kemudian langsung dicari siapa yang bilang gitu kan, langsung dideketin, langsung diajak ngobrol maksudnya apa gitu ... “ THW K. S-2. 31okt07, 344-345. Pada masa lalu sebelum RG menjadi aktivis, perilakunya cenderung ritualistik dalam melaksanakan ajaran agama. Ia melaksanakan sholat dengan teratur dan menganggap hal itu sebagai rutinitas, seperti diungkapkan, “ Dahulu sholat karena sebagai rutinitas, kalau sholat berjamaah banyak temannya, juga berharap hidup lancar … Ya itu masih menjadi semacam rutinitas Mbak ... “ THW K. S-2. 5des07, 515. Perilaku yang cenderung ritualistik pada masa lalu RG tersebut berbeda dengan masa sekarang. Dalam kehidupan sehari-hari saat ini, RG menunjukkan perilaku yang cenderung tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan ajaran agamanya. RG melakukan sholat tidak sebagai rutinitas, tapi lebih disebabkan karena esensinya. Saat ini, setelah mengkaji, bertemu orang-orang, maupun membaca, ia mempertanyakan ulang apakah sholat sebagai rutinitas saja. Konsekuensi atas hal ini yaitu sholat RG menjadi tidak teratur bolong-bolong. RG melakukan sholat ketika ia memang merasa sreg ingin sholat dan mendekat pada Tuhan. Menurutnya, untuk apa melakukan sholat jika tidak mengetahui esensinya. Hal ini diungkapkan, “ Sering masih bolong-bolong ya Mbak ... sepanjang kemudian perjalanan mungkin seperti apa gitu ... akhirnya pada satu titik coba untuk mempertanyakan semuanya, mempertanyakan ulang ... ” THW K. S-2. 5des07, 497. RG juga mengungkapkan, “ Mempertanyakan kenapa harus sholat ... dan sebagainya .. 501-505 Menurut saya gitu ... jadi kalau mau sholat itu ya lebih karena diri ... datengnya dari diri kita sendiri. Jadi, tidak terjebak pada rutinitas ... ”kenapa sih saya harus sholat subuh pagi?” ... dan sebagainya gitu ... padahal jangan-jangan kita nggak tahu esensinya ngapa ...

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA AKTUALISASI DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Hubungan Antara Aktualisasi Diri Dengan Kecanduan Internet Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 5 15

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Hubungan Antara Harga Diri Dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa Aktivis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa Aktivis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa Aktivis Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2 11 15

PENURUNAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA AKTIVIS MAHASISWA MELALUI Penurunan Prokrastinasi Akademik Pada Aktivis Mahasiswa Melalui Pelatihan Efikasi Diri.

0 1 18

PENURUNAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA AKTIVIS MAHASISWA MELALUI PELATIHAN EFIKASI DIRI Penurunan Prokrastinasi Akademik Pada Aktivis Mahasiswa Melalui Pelatihan Efikasi Diri.

0 1 11

PERILAKU DAMAI PADA MAHASISWA AKTIVIS Perilaku Damai Pada Mahasiswa Aktivis.

0 1 17

PERILAKU DAMAI PADA MAHASISWA AKTIVIS Perilaku Damai Pada Mahasiswa Aktivis.

0 0 19

Kata kunci: (prokrastinasi akademik, aktualisasi diri, mahasiswa)

0 2 10

Aktualisasi diri pada aktivis gerakan mahasiswa berdasarkan teori Carl Rogers - USD Repository

0 0 249