Pengajuan masalah LANDASAN TEORI

Selain itu problem posing dapat pula diartikan sebagai pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soalmasalah oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Menurut Suryanto 1998:3 merumuskan soalmasalah merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir matematis. S istem berpikir matematis di sini dapat diartikan : memahami, keluar dari kemacetan, mengidentifikasi kekeliruan, meminimumkan pekerjaan berhitung, meminimumkan pekerjaan menulis, tekun, siap mencari jalan lain ketika diperlukan, dan membentuk soal dalam Abdussakir, 2009 . Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran matematika. NCTM National Council of Teachers of Mathematics merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan soalmasalah sendiri dalam Siver dan Cai, 1996:521. Selain itu menurut Cars dalam Abdussakir, 2009 untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soalmasalah dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa mengajukan soalmasalah. Sedangkan Suryanto dalam Vera Dewi, 2014 menjelaskan bahwa ada tiga macam pemahaman problem posing yaitu: 1. perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana sehingga soal tersebut dapat diselesaikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. perumusan soal-soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang akan diselesaikan menekankan pada pengajuan oleh siswa. 3. pengajuan soal dari informasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah kegiatan penyelesaian. Pada tataran pelaksanaan juga dikenal tiga jenis model problem posing berdasarkan situasinya yaitu : 1. Situasi problem posing bebas di mana siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal. 2. Situasi problem posing semi terstruktur di mana siswa diberikan situasi atau informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu. 3. Situasi problem posing terstruktur, di mana siswa diberi soal atau penyeselesaian soal tersebut, kemudian berdasrkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru. Proses belajar mengajar dengan metode pengajuan masalah ini secara garis besar dikemukakan oleh As’ari 2000: 43 yang menyatakan bahwa: ”Pada kelas yang menggunakan pengajuan masalah, pembelajaran lebih menekankan pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kegiatan perumusan soal sendiri oleh siswa. Setiap kali selesai pembahasan satu pokok bahasan, dan guru sedang memberikan contoh kepada siswa tentang cara membuat soal, ke hadapan beberapa siswa disampaikan beberapa situasi untuk diketahui. Selanjutnya berdasarkan informasi yang diketahui itu para siswa diminta untuk membuat pertanyaan atau soal yang terkait dengan hal-hal yang diketahui itu. Sesudah itu para siswa diminta untuk menyelasaikan soal-soal mereka sendiri, dan bertukar soal dengan yang lain.” Siswa yang telah terbiasa untuk merumuskan soal matematika, baik secara langsung ataupun tidak langsung, akan mengalami kemajuan dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika. Hal itu didukung oleh Sutawijaya Gita, 1999: 28 yang menyatakan bahwa, ”Merumuskan kembali masalah atau pengajuan masalah problem posing matematika merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemajuan dalam pemecahan masalah”. Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa pengajuan masalah adalah suatu cara atau metode yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan siswa di dalam mempelajari matematika. Siswa dituntut secara aktif untuk menggunakan pola pikir matematika, sehingga siswa dapat merumuskan kembali masalah matematika tersebut. Terlibatnya siswa secara aktif dalam merumuskan masalah matematika, secara tidak langsung akan membuat siswa lebih memahami konsep-konsep yang sedang diajarkan dan siswa akan mengenal bentuk-bentuk soal yang sedang dipelajarinya. Hal ini dapat mengakibatkan siswa dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan kepadanya.

2.3. Pemecahan Masalah

Polya dalam Upu, 2003, dalam Ana Ari Wahyu Suci, 2012 mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat dicapai. Sedangkan Siswono 2008:35, dalam Ana Ari Wahyu Suci, 2012, menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespons atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Dari pengertian pemecahan masalah yang dikemukakan di atas mengindikasikan bahwa diperolehnya solusi suatu masalah menjadi syarat bagi proses pemecahan masalah dikatakan berhasil. Dalam memecahkan masalah, setiap individu memerlukan waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh motivasi dan strategi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Siswono 2008:35 , dalam Ana Ari Wahyu Suci , 2012 menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah, yaitu: 1. Pengalaman awal. Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan pobia terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. 2. Latar belakang matematika. Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda- beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. 3. Keinginan dan motivasi. Dorongan yang kuat dari dalam diri internal, seperti menumbuhkan keyakinan saya “BISA” maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah. 4. Struktur Masalah. Struktur masalah yang diberikan kepada siswa pemecahan masalah, seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas tingkat kesulitan soal, konteks latar belakang cerita atau tema, bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Siswono 2008: 36 dalam Ana Ari Wahyu Suci , 2012 juga menyebutkan bahwa dalam memecahkan masalah perlu keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki, yaitu: 1 keterampilan empiris perhitungan, pengukuran; 2 keterampilan aplikatif untuk menghadapi situasi yang umum seting terjadi; 3 keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak biasa unfamiliar . Polya dalam Upu, 2003:34, dalam Ana Ari Wahyu Suci , 2012 menjelaskan empat langkah yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah yaitu: 1 memahami masalah; 2 merencanakan penyelesaian; 3 menyelesaikan rencana penyelesaian; 4 memeriksa kembali. Memahami masalah merujuk pada pemahaman terhadap apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, atau apakah syarat-syarat cukup, tidak cukup, berlebihan atau kontradiksi untuk mencari yang ditanyakan. Membuat rencana merujuk pada bagaimana strategi penyelesaian yang terkait. Menyelesaikan rencana penyelesaian merujuk pada penyelesaian strategi penyelesaian yang telah disusun. Sedangkan memeriksa kembali berkaitan dengan pengecekan jawaban serta pembuatan kesimpulan akhir. Dalam penelitian ini langkah pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah pemecahan masalah yang dijelaskan oleh Polya. Adapun aspek-aspek yang harus dicantumkan siswa pada setiap langkah-langkah pemecahan masalah adalah: 1. Memahami masalah Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. 2. Merencanakan penyelesaian Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi urutan langkah penyelesaian dan mengarahkan pada jawaban yang benar. 3. Menyelesaikan rencana penyelesaian Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi pelaksanaan cara yang telah dibuat dan kebenaran langkah yang sesuai dengan cara yang dibuat. 4. Memeriksa kembali. Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi penyimpulan jawaban yang telah diperoleh dengan

2.4. Pemodelan Matematika

Penelitian Ilmiah bidang matematika lebih banyak dikaitkan dengan pemodelan matematika. Jika dari permasalahan yang ada sudah di dapat model