B. Sistem Perdagangan Karet di Indonesia
Komoditas karet dan produk dari karet Indonesia merupakan komoditas ekspor perkebunan andalan kedua setelah kelapa sawit CPO. Indonesia
merupakan negara penghasil dan pengekpor karet urutan ke 2 setelah Thailand. Estimasi produksi karet di Indonesia untuk tahun 2011 adalah 2,64 juta ton
dengan luas lahan sekitar 3,45 juta hektar Ditjenbun, 2011. Produksi dan ekspor karet dunia sampai saat ini masih didominasi oleh tiga
negara, yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia. Sampai tahun 1990 Malaysia masih merupakan produsen karet alam terbesar dunia yang disusul dengan
Thailand dan Indonesia. Thailand mengambil alih posisi tersebut yang diikuti oleh Indonesia dan Malaysia, setelah Malaysia yang secara tradisional merupakan
produsen karet alam melakukan konversi ke tanaman yang lebih prospektif, utamanya kelapa sawit. Sejak tahun 1999 muncul negara pesaing baru, yaitu
Vietnam. Selama 1997-2002 laju ekspor karet negara ini mencapai lebih dari 21,1 persen, di mana volume dan nilai ekspor karet tahun 2002 mencapai lebih dari
448 ribu ton dan US 229 juta. Laju ekspor karet alam dari Vietnam yang tinggi ini telah menyebabkan terjadinya kelebihan pasokan di pasar dunia, sehingga
harga karet alam di pasar dunia cenderung untuk terus menurun. Produk karet Indonesia yang diekspor terutama terdiri atas karet olahan berupa smokesheet,
SIR 10 dan SIR 20. Penggunaan karet olahan sebagian besar ditujukan untuk industri ban dan komponen-komponennya dengan negara importir utama adalah
Amerika Serikat 25, Jepang 14, China 9, Korea Selatan 6 dan Jerman 5.
Dalam tahun 1997 stok karet alam dunia diperkirakan mencapai lebih dari dua juta ton, dimana sekitar 35 dikuasai oleh negara-negara konsumen Ditjenbun,
2011. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun
pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet masih positif walaupun lambat yaitu, 1,58 per tahun.
Sedangkan areal perkebunan negara dan swasta samasama menurun 0,15 per tahun. Oleh karena itu tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada
perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu hektar yang memerlukan peremajaan
Balitbang, 2013.
Karet sebagai salah satu komoditas ekspor hasil perkebunan Indonesia kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini terkait dengan
mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet, misalnya ban mobil, pembungkus kawat listrik, telepon, sepatu, alat
kedokteran, beberapa peralatan rumah tangga dan kantor, alat-alat olah raga dan aspal. Oleh karena itu karet memiliki pengaruh besar terhadap transportasi,
komunikasi, industri, pendidikan, kesehatan, dan banyak bidang lain yang vital bagi kehidupan manusia.
Sistem pemasaran yang dijalankan oleh petani masih tergolong rumit, yaitu distribusi yang sangat rumit dan saluran distribusi yang panjang, tidak adanya
standar mutu, sistem harga tidak transparan, petani tidak memperoleh informasi mengenai harga dan situasi pasar, petani kekurangan dana dan tidak ada
kesempatan untuk mengembangkan mutu, serta kepercayaan petani pada Koperasi Unit Desa KUD sangat lemah. Kondisi ini kemudian berakibat pada lemahnya
kedudukan petani produsen yang kemudian berimplikasi pada rendahnya pangsa pasar price share dan rendahnya pendapatan, serta daya saing produk
Depperindag, 2003. Menurut Mubyarto 1989 bahwa efisiensi pemasaran itu tercapai bila
mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan
produksi dan pemasaran barang tersebut. Namun untuk mencapai efisiensi pemasaran tersebut masih banyak ditemukan masalah. Masalah pemasaran produk
pertanian yang sering terjadi adalah ketidakadilan harga yang diperoleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Berbagai alasan yang
menyebabkan hal tersebut adalah posisi penawaran petani lemah, khususnya posisi harga untuk komoditi ekspor.
C. Pengertian Pasar dan Pemasaran