32
Sumber : SK Menteri Perindustrian No. 21MPPKep11998. Gambar 3. Rantai Pengadaan Biji Gandum Setelah Liberalisasi
2. 6.
Studi Terdahulu Tentang Biji Gandum dan Tepung Terigu
Penelitian mengenai biji gandum dan tepung terigu di Indonesia sangat jarang dilakukan, namun demikian beberapa penelitian yang telah dilakukan
disajikan sebagai berikut:
2. 6.1. Produksi
Syafaat dan Supena 1999 mengatakan bahwa industri terigu, mie dan roti walaupun produk ketiga industri tersebut membantu dalam penyediaan pangan
nasional bukanlah merupakan industri kunci dalam perekonomian nasional, namun sebagian besar produk ketiga industri tersebut banyak dinikmati oleh
golongan berpendapatan sedang dan tinggi. Oleh karena itu penghapusan segala jenis proteksi terhadap ketiga industri tersebut dibenarkan. Kontribusinya pada
output , nilai tambah dan kesempatan kerja nasional sangat kecil masing-masing
berkisar 0.15 – 0.46 persen; 0.09 – 0.45 persen dan 0.21 – 0.72 persen. Sebagian besar nilai tambah yang tercipta akibat permintaan akhir produk ketiga industri
tersebut dinikmati pengusaha. Dengan karakteristik keterkaitan input antar ketiga industri tersebut cukup kuat, memberikan insentif bagi para pengusaha untuk
melakukan integrasi usaha dalam satu kepemilikan untuk meningkatkan keuntungan pengusaha yang bersangkutan.
2. 6.2. Permintaan
Gonarsyah 1982 menunjukkan bahwa kurva permintaan biji gandum USA di Jepang dan Korea adalah kurva permintaan yang inelastis. Dalam kasus
Jepang, permintaan biji gandum dari USA sangat dipengaruhi oleh produksi biji
33
gandum domestik tetapi tidak dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, produksi beras, nilai tukar yen terhadap dollar, sedangkan dalam kasus Korea, permintaan
biji gandum dari USA sangat berhubungan dengan kemampuan produksi beras, kemampuan impor USA dibawah program bantuan pangan, ketersediaan biji
gandum, dan pendapatan perkapita. Sebaliknya permintaan biji gandum tidak dipengaruhi oleh kemampuan produksi lokal dan nilai tukar won terhadap dolar.
Afriani 2002 memperlihatkan bahwa permintaan biji gandum Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh penawaran tepung terigu domestik, nilai tukar
dan kebijakan pembebasan tataniaga gandum-tepung terigu. Sedangkan produksi tepung terigu domestik sangat dipengaruhi oleh jumlah impor biji gandum, impor
tepung terigu, tingkat upah, suku bunga, permintaan tepung terigu domestik, krisis ekonomi dan penawaran tepung terigu tahun sebelumnya. Dalam penelitian
Afriani, permintaan tepung terigu domestik didisagregasikan kedalam permintaan tepung terigu oleh industri mie, industri roti dan industri biskuit, namun tidak
memperhitungkan permintaan langsung dari rumahtangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran tepung terigu domestik sangat mempengaruhi
permintaan tepung terigu di Indonesia, ini juga menunjukkan bahwa pada komoditi tepung terigu struktur pasar yang terbentuk adalah struktur pasar
oligopoly. Secara umum kebijakan pembebasan tataniaga gandum-tepung terigu dan pencabutan subsidi menguntungkan pelaku pasar walaupun terjadi penurunan
kesejahteraan dari sisi konsumen tetapi dapat dikompensasi dengan peningkatan kesejahteraan produsen. Selanjut Afriani menyarankan agar dilakukan penelitian
lebih lanjut terhadap permintaan untuk industri rumahtangga dan industri kecil.
34
Dalam penelitiannya Afriani terpokus pada penawaran dan permintaan biji gandum dan tepung terigu baik dunia maupun Indonesia.
2. 6.3. Perdagangan